Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi
Balai Penelitian dan Pengembangan
Perbenihan
Vol. 4 No. 2, Desember Tahun 2016
JURNAL
Tanaman Hutan Tanaman Hutan
MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA (Trema orientalis Linn. Blume) BERDASARKAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH
BUNGA SURIAN (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI, FENOLOGI, DAN SERANGGA PENGUNJUNG
PENGARUH PUPUK NPK DAN NAUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN Shorea assamica Dyer. DI PERSEMAIAN
PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PEMBIBITAN NYAWAI (Ficus variegata Blume)
STUDI TENTANG PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PENGGARAP DI HUTAN PENELITIAN PARUNGPANJANG
KARAKTERISTIK BENIH GELAM (Meulaleca leucadendra): TINGKAT KEMASAKAN, MORFOLOGI, PERKECAMBAHAN DAN DAYA SIMPAN BENIH
Balai Penelitian dan Pengembangan
Jurnal Perbenihan Tanaman HutanVol.4 No.2, Desember 2016: 53-138
p-ISSN 2354-8568 e-ISSN 2527-6565
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN Vol. 4 No.2, Desember 2016
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN adalah publikasi ilmiah resmi dari Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan. Jurnal ini menerbitkan tulisan hasil penelitian berbagai
aspek perbenihan tanaman hutan, meliputi : pengelolaan, ekologi benih, kebijakan dan sosial ekonomi perbenihan. Dengan frekuensi terbit dua kali setahun.
Penanggung Jawab
Kepala Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi Wakil Penanggung Jawab
Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Dewan Redaksi
Ketua Merangkap Anggota Dr. Ir. Yulianti Bramasto, M.Si (Silvikultur)
Anggota
Dr. Dra. Dida Syamsuwida, M.Sc (Silvikultur / Produksi Benih) Dr. Dede Jajat Sudrajat, S.Hut, MT (Silvikultur / Teknologi Benih)
Dr. Drs. Agus Astho Pramono, M.Si (Silvikultur / Ekologi Benih) Prof. Riset. Dr. Ir. Nina Mindawati, M.Si (Silvikultur)
Prof. Riset. Dr. Ir. Budi Leksono, MP (Pemuliaan)
Mitra Bestari
Dr. Ir. Supriyanto (Fisiologi Pohon)
Prof. Dr. Ir. Iskandar Zulkarnaen Siregar, M.Sc.F.Trop (Genetik) Dr. Ir. Muhdin, M.Sc (Statistika)
Dr. Ir. Trimuji Ermayanti (Biotek) Prof. Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R, MS (Silvikultur)
Redaksi Pelaksana Ketua Merangkap Anggota
Rudy Suryadi, S.Hut Anggota
Tri Astuti Wisudayati, S.E, M.SE
Sekretariat Dewan Redaksi Tri Astuti Wisudayati, S.E, M.SE
Yulia Pranawati, A.Md Diterbitkan oleh
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Terbit Pertama kali Agustus 1996 dengan judul Tekno Benih (ISSN 1410-1157), sejak Agustus 2003 berganti judul menjadi Info Benih (ISSN 1693-5314),
dan sejak Agustus 2013 berganti judul menjadi Jurnal Perbenihan Tanaman Hutan (ISSN 2354-8568) Alamat
Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dicopy tanpa ijin dan biaya.
UDC/ODC 630*232.31
Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu dan/and Nurmawati Siregar
(Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan)
MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA(Trema orientalis Linn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH
J. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.2 p. 53-65
Trema (Trema orientalis Linn. Blume) merupakan tanaman serba guna karena semua bagian pohon dapat digunakan. Dalam pengembangan tanaman ini, diperlukan benih bermutu, dimana salah satu syarat untuk menentukan benih bermutu adalah benih harus berasal dari buah yang sudah masak fisiologis. Tujuan penelitian adalah mengetahui mutu fisik, mutu fisiologis, dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat dan protein) benih trema berdasarkan tingkat kemasakan buah. Benih trema yang digunakan berasal dari Badung, Bali. Buah trema dikelompokkan menjadi 3 warna (hijau, coklat, hitam). Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan parameter yang diamati : ukuran buah dan benih, berat buah dan benih, kadar air buah dan benih, kandungan biokimia (protein, lemak, karbohidrat), daya berkecambah, dan kecepatan berkecambah. Hasil penelitian menunjukkan : (1) Tingkat kemasakan buah berpengaruh nyata terhadap mutu fisik (ukuran buah dan benih, berat buah dan benih, kadar air buah dan benih), fisiologis (daya berkecambah, kecepatan berkecambah), dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat, protein) benih trema, (2) Mutu fisik dan fisiologis benih yang berasal dari buah yang berwarna hitam lebih baik dibandingkan dengan buah berwarna hijau dan coklat, (3) Kandungan lemak, karbohidrat dan protein benih trema berbeda dari masing-masing tingkat kemasakan (hijau, coklat, hitam), (4) Buah trema yang sudah mencapai masak fisiologis adalah buah berwarna hitam, dengan kriteria yaitu : panjang buah 3,87 ± 0,05 mm dan lebar 3,41 ± 0,02 mm; panjang benih 2,10 ± 0,05 mm dan lebar 1,81 ± 0,06 mm; berat 1000 butir buah 25,6883 gr; berat 1000 butir benih 3,8288 gr; kadar air buah 54,74%; kadar air benih 12,03%; daya berkecambah 78%; kecepatan berkecambah 3,05%/Etmal;
kandungan karbohidrat 20,10%; kandungan protein 2,84%; kandungan lemak 0,65%.
Kata kunci: biokima, fisik, fisiologis, kemasakan, Trema (Trema orientalis Linn. Blume)
UDC/ODC 630*181.521
Agus Astho Pramono , Endah R. Palupi , Iskandar Z. Siregar , dan/1 2 3 and Cecep Kusmana3
1) Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
2) Fakultas Agronomi Institut Pertanian Bogor
3) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
BUNGA SURIAN (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI, FENOLOGI, DAN SERANGGA PENGUNJUNG
J. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.2 p. 67-79
Upaya untuk meningkatkan produktifitas suatu sumber benih memerlukan suatu pemahaman yang mendalam tentang ciri reproduksi dan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap hasil benih.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui ciri morfologi bunga dan fenologinya, dan 2) mengenali serangga pengunjung bunga surian. Kajian dilakukan di hutan rakyat di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat. Bunga surian merupakan bunga majemuk yang tersusun dalam malai berbentuk panikel.
Ketika bunga mekar mahkota bunga tidak terbuka sepenuhnya, membentuk mirip tabung. Bunga jantan berukuran lebih kecil dari bunga betina dan tidak pernah mekar, dan bunga jantan rontok lebih dahulu.
Malai bunga surian memiliki pola percabangan thyrses, dan bunga mekar tidak serentak. Perkembangan bunga dari tunas yang berwarna hijau hingga bunga mekar memerlukan waktu sekitar 12 hari, bunga mekar bertahan 2 atau 3 hari, Perkembangan buah hingga buah masak dan terbuka memerlukan waktu 5 -
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dicopy tanpa ijin dan biaya.
UDC/ODC 630*232.322.4
Arif Irawan dan/and Jafred E. Halawane (Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Manado)
PENGARUH PUPUK NPK DAN NAUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN Shorea assamica Dyer. DI PERSEMAIAN
J. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.2 p. 81-93
Shorea assamica Dyer adalah salah satu jenis tanaman yang sudah terancam punah keberadaannya di Sulawesi Utara. Meskipun tanaman ini memiliki nilai ekonomi tinggi, namun informasi teknik budidaya dan upaya pelestariannya masih sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan dosis pupuk NPK (15:15:15) dan naungan terbaik terhadap pertumbuhan semai S.assamica di persemaian. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Acak Lengkap (RAL) yang disusun dengan pola petak terbagi, dengan tingkat naungan sebagai petak utama dan dosis pupuk NPK sebagai anak petak. Perlakuan yang diterapkan adalah tiga taraf tingkat naungan (ringan, sedang, dan berat) dan empat taraf dosis pupuk (0; 0,25; 0,50 dan 0,75 gr/semai). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan terbaik yang memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tinggi dan diameter semai, berat kering semai, serta indeks kualitas semai (IKS) S.assamica pada umur 6 bulan adalah perlakuan dosis pupuk NPK 0,5 gr/semai pada naungan sedang.
Kata kunci: dosis pupuk NPK, naungan, S. assamica, semai
UDC/ODC 630*181.351:232.322.43
Danu, Rina Kurniaty, Y.M.M Anita Nugraheni (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan)
PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PEMBIBITAN NYAWAI (Ficus variegata Blume)
J. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.2 p. 95-107
Tanaman nyawai (Ficus variegata Blume) merupakan jenis alternatif prioritas dalam pembangunan hutan tanaman. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pengembangan hutan tanaman nyawai adalah penggunaan bibit bermutu karena bibit yang berkualitas akan menghasilkan tegakan dengan tingkat produktivitas tinggi. Pemberian pupuk dan mikoriza dapat meningkatkan mutu bibit tanaman.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan kombinasi pemupukan dan mikoriza yang tepat untuk menghasilkan bibit nyawai yang berkualitas. Buah nyawai dikumpulkan dari Kebun Raya Cibodas (Cianjur), Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda (Bandung), KHDTK Cikampek.Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan pola faktorial. Masing-masing ulangan terdiri dari 30 bibit.Perkecambahan dilakukan dengan menabur benih pada bak kecambah yang berisi media yang telah disterilkan.Perlakuan pemberian pupuk dan mikoriza terdiri dari: tanpa mikoriza (C0), Glomus sp. (C1), Acaulospora sp. (C2) dan dosis NPK sebanyak : 0,0 g (P0), 0,5 g/polybag (P1), 1,0 g/poybag (P2). Pengadaan bibit nyawai menggunakan campuran media tanah subsoil + 30 % serbuk sabut kelapa (coco peat) +10 % arang sekam padi (v/v), CMA Glomus sp dan Acaulospora sp mampu berkolonisasi dengan akar bibit nyawai.
Kata kunci: bibit, media, mikoriza, Nyawai (Ficus variegata Blume), pupuk
Kata kunci bersumber dari artikel. Lembar abstrak ini boleh dicopy tanpa ijin dan biaya.
UDC/ODC 630*908.1
Desmiwati (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan)
STUDI TENTANG PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PENGGARAP DI HUTAN PENELITIAN PARUNGPANJANG
J. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.2 p. 109-124
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi dan tingkat partisipasi petani penggarap dalam pengelolaan Hutan Penelitian (HP) Parungpanjang yang selama ini telah berjalan. Studi ini diharapkan dapat memberikan bahan informasi dan masukan bagi perumusan strategi dan arah kebijakan pengelolaan HP Parungpanjang secara berkelanjutan agar terpenuhinya aspek pemberdayaan bagi petani penggarap dan keamanan hutan penelitian. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif, data dikumpulkan melalui survey, diskusi kelompok terfokus, wawancara semi terstruktur, observasi, catatan lapangan dan dokumentasi. Pengukuran persepsi menggunakan Skala Likert dan pengukuran tingkat partisipasi menggunakan derajat tangga Arnstein. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi petani penggarap terhadap pengelolaan HP Parungpanjang sangat baik namun tingkat partisipasi petani penggarapnya berada pada level terapi yang berarti pengelolaan HP Parungpanjang dalam hal pelibatan petani penggarap masih bersifat non-partisipatif.
Kata kunci: agroforestry, hutan penelitian, persepsi, petani penggarap, tingkat partisipasi
UDC/ODC 630*232.318
Dede J. Sudrajat (Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan) KARAKTERISTIK BENIH GELAM (Meulaleca leucadendra): TINGKAT KEMASAKAN, MORFOLOGI, PERKECAMBAHAN DAN DAYA SIMPAN BENIH J. Perbenihan Tanaman Hutan Vol.4 No.2 p. 125-138
Gelam (Meulaleuca leucadendra (L.) L.) merupakan salah satu jenis potensial untuk kayu konstruksi yang mampu beradaptasi pada lahan rawa gambut terdegradasi. Budidaya jenis ini masih terbatas dan memerlukan dukungan informasi teknologi pengadaan benih yang memadai, seperti kemasakan benih, teknik perkecambahan dan daya simpan benih. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik masak fisiologis benih, morfologi, teknik perkecambahan dan penyimpanan benih. Benih gelam dari 3 populasi, yaitu Landasan Ulin, Gasing dan Jabiren, dikumpulkan dan diuji di laboratorium.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemasakan benih dapat diidentifikasi dari asal tangkai benih itu diunduh. Benih yang berasal dari tangkai kedua dan ketiga memberikan daya berkecambah terbaik, masing-masing 984 kecambah/0,1 g dan 809 kecambah/0,1 g. Morfologi buah, daya berkecambah dan daya simpan benih berbeda nyata di antara populasi. Buah yang berasal dari Gasing dengan panjang 3,81 mm, diameter 3,79 mm dan berat 0,037 g bernilai lebih besar dibandingkan dengan buah dari Landasan Ulin dan Jabiren. Perkecambahan terbaik pada ketiga kelompok benih tersebut dihasilkan pada metode UDK dengan periode pencahayaan 12 jam, sedangkan untuk aplikasi di persemaian, media campuran pasir dan arang sekam (1:1 v/v) memberikan hasil terbaik. Penyimpanan benih dapat dilakukan pada ruang refrigerator dengan wadah kedap udara. Perkecambahan terbaik dihasilkan oleh benih yang berasal dari Jabiren dengan daya berkecambah awal 925 kecambah/0,1 g dan setelah disimpan 1 tahun bernilai 731 kecambah/0,1 g.
Kata kunci: daya simpan, fisiologi, Gelam, morfologi, perkecambahan
JURNAL PERBENIHAN TANAMAN HUTAN Vol.4 No.2, Desember 2016
DAFTAR ISI
1. MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA (Trema orientalis Linn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH The Physical, Physiological Quality and Biochemical Content of Trema (Trema orientalis Linn. Blume) Based on Maturity Level
Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan/and Nurmawati Siregar _________________
2. BUNGA SURIAN (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI, FENOLOGI, DAN SERANGGA PENGUNJUNG
Surian (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem.) Flowers: Morphology, Phenology, and Insects Visitors
Agus Astho Pramono, Endah R. Palupi, Iskandar Z. Siregar, dan/and Cecep Kusmana ___
3. PENGARUH PUPUK NPK DAN NAUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN Shorea assamica Dyer. DI PERSEMAIAN
Effect of NPK Fertilizer and Shade on the Growth of Shorea assamica Dyer. in the Nursery
Arif Irawan dan/and Jafred E. Halawane _____________________________________
4. PENGGUNAAN MIKORIZA DAN PUPUK NPK DALAM PEMBIBITAN NYAWAI (Ficus variegata Blume)
Utilization of Mycorrhizae and NPK Fertilizer in Nyawai (Ficus variegata Blume) Seedling Cultivation
___________________________________
Danu, Rina Kurniaty, Y.M.M. Anita Nugraheni
5. STUDI TENTANG PERSEPSI DAN TINGKAT PARTISIPASI PETANI PENGGARAP DI HUTAN PENELITIAN PARUNGPANJANG
Study on Perception and Level of Peasants Participation in Parungpanjang Research Forest
Desmiwati _____________________________________________________________
6. KARAKTERISTIK BENIH GELAM (Meulaleca leucadendra): TINGKAT KEMA- SAKAN, MORFOLOGI, PERKECAMBAHAN DAN DAYA SIMPAN BENIH
Gelam (Meulaleca leucadendra) Seeds Characteristics: Seed Maturity, Morphology, Germination, and Storability
Dede J. Sudrajat _________________________________________________________
53-65
67-79
81-93
95-107
109-124
125-138
MUTU FISIK, FISIOLOGIS, DAN KANDUNGAN BIOKIMIA BENIH TREMA (Trema orientalis Linn. Blume) BERDASARAN TINGKAT KEMASAKAN BUAH (The Physical, Physiological Quality and Biochemical Content of Trema (Trema orientalis Linn.
Blume) Based on Maturity Level)
Naning Yuniarti, Rina Kurniaty, Danu, dan/and Nurmawati Siregar Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
Jl. Pakuan Ciheuleut PO BOX 105; Telp 0251-8327768, Bogor, Indonesia e-mail: [email protected]
Naskah masuk: 8 Juni 2016; Naskah direvisi: 14 Juni 2016; Naskah diterima: 1 Desember 2016
ABSTRACT
Trema orientalis . L Blume is a multipurpose plant for all parts of the tree can be used. In order to support the successful development of this plant, seed quality is required, in which one of the requirements for determining quality seed is the seed should come from physiologically fruit mature. The research objective was to determine the quality of the physical, physiological quality, and a biochemical content (fat, carbohydrate and protein) of trema seed based on of fruit maturity. Trema seed used in this research comes from Badung regency, Bali Province. Trema fruit grouped into three color level (green, brown, black). The research design used is CRD (completely randomized design) with a treatment rate of fruit color. Parameters were observed ie. fruit and seed size, the weight of the fruit and seeds, fruit and seed moisture content, content of biochemistry (protein, fat, carbohydrates), germination and speed germination. The results showed: 1 The level of maturity of the fruit ( ) significantly affects the physical quality (size of fruit and seeds, fruit weight and seed, the water content of fruits and seeds), physiological (germination, speed of germination), and the content of biochemistry (fats, carbohydrates, protein) trema seed, 2 Quality of physical and physiological seed that comes from the fruit of ( ) the black better than the green and chocolate fruit, 3 the content of fats, carbohydrates and protein of trema ( ) seed differ for each level of maturity (green, brown, black), 4 Fruit Trema reaching physiological maturity is ( ) the fruit of the black with criteria that is : long fruit 3,87 ± 0,05 mm and width 3,41 ± 0,02 mm; long seed 2,10 ± 0,05 mm and width 1,81 ± 0.06 mm; 1000 grain weight of fruit 25.6883 grams; 1000 grain weight of seed 3.8288 g; moisture content of fruit 54,74%; moisture content of seed 12,03%; percentage germination 78%; speed of germination 3,05% / Etmal; content of carbohydrate 20,10%; content of protein 2,84% and content of fat 0,65%.
Keywords: biochemical, maturity, physical, physiological, Trema (Trema orientalis Linn. Blume),
ABSTRAK
Trema (Trema orientalis Linn. Blume) merupakan tanaman serba guna karena semua bagian pohon dapat digunakan. Dalam pengembangan tanaman ini, diperlukan benih bermutu, dimana salah satu syarat untuk menentukan benih bermutu adalah benih harus berasal dari buah yang sudah masak fisiologis. Tujuan penelitian adalah mengetahui mutu fisik, mutu fisiologis, dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat dan protein) benih trema berdasarkan tingkat kemasakan buah. Benih trema yang digunakan berasal dari Badung, Bali. Buah trema dikelompokkan menjadi 3 warna (hijau, coklat, hitam). Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan parameter yang diamati : ukuran buah dan benih, berat buah dan benih, kadar air buah dan benih, kandungan biokimia (protein, lemak, karbohidrat), daya berkecambah, dan kecepatan berkecambah.
Hasil penelitian menunjukkan : (1) Tingkat kemasakan buah berpengaruh nyata terhadap mutu fisik (ukuran buah dan benih, berat buah dan benih, kadar air buah dan benih), fisiologis (daya berkecambah, kecepatan berkecambah), dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat, protein) benih trema, (2) Mutu fisik dan fisiologis
I. PENDAHULUAN
Trema (Trema orientalis Linn. Blume) termasuk kedalam famili Ulmaceae merupakan tanaman serba guna karena semua bagian pohon dapat digunakan. Kayunya mengandung kalor 4576 cal/g (Rostiwati et al., 2006). Selain itu kayu trema dapat digunakan sebagai kayu perkakas, bahan bangunan rangka atap, industri kertas, kayu lapis, korek api dan arang kayu.
Daun dan batangnya dapat dijadikan obat herbal, dan kulit batangnya untuk bahan pewarna (Prosea, 1997).
Mengingat potensi yang dimiliki, trema merupakan jenis yang bagus untuk dikembang- kan. Dalam rangka menunjang keberhasilan pengembangan tanaman ini, diperlukan benih yang bermutu, dimana salah satu syarat untuk menentukan benih bermutu adalah benih harus berasal dari buah yang masak fisiologis. Apabila benih-benih yang diperoleh tersebut telah masak secara fisiologis maka dapat menghasil- kan mutu benih yang baik dan nantinya dapat menghasilkan anakan dan tanaman yang baik.
Sebaliknya benih-benih yang belum mencapai masak fisiologis umumnya memiliki mutu yang rendah, mudah terserang jamur dan jarang menghasilkan anakan yang baik. Tingkat kemasakan benih trema berdasarkan warna buah belum diketahui, sehingga diperlukan
penelitian untuk menentukan masak fisiologis buah trema.
Dalam penentuan tingkat kemasakan berdasarkan warna buah, maka sifat pewarnaan dari buah muda sampai buah masak dari jenis yang ditangani harus dikenal. Pada umumnya perubahan warna buah terjadi dari warna hijau pada buah yang belum masak ke kuning gelap atau coklat gelap dan bersamaan dengan ini terjadi pengerasan daging buah (Willan, 1985).
Warna buah merupakan petunjuk efektif mendapatkan benih berviabilitas tinggi. Secara visual, benih yang telah masak ditunjukkan dengan perubahan warna kulit buah (Yuniarti et al., 2011).
Benih-benih yang sudah masak secara fisiologis dapat menghasilkan mutu benih yang baik dan nantinya dapat menghasilkan anakan dan tanaman yang baik. Sebaliknya benih- benih yang belum mencapai masak fisiologis umumnya memiliki mutu yang rendah, mudah terserang jamur dan jarang menghasilkan anakan yang baik. Menurut Sudrajat dan Nurhasybi (2007), beberapa cara untuk menentukan indikasi kemasakan buah yang praktis di lapangan antara lain dengan melihat perubahan warna kulit buah, bau, kelunakan buah, berat jenis, dan jatuhnya buah secara hitam, dengan kriteria yaitu : panjang buah 3,87 ± 0,05 mm dan lebar 3,41 ± 0,02 mm; panjang benih 2,10 ± 0,05 mm dan lebar 1,81 ± 0,06 mm; berat 1000 butir buah 25,6883 gr; berat 1000 butir benih 3,8288 gr; kadar air buah 54,74%; kadar air benih 12,03%; daya berkecambah 78%; kecepatan berkecambah 3,05%/Etmal; kandungan karbohidrat 20,10%; kandungan protein 2,84%; kandungan lemak 0,65%.
Kata kunci: biokima, fisik, fisiologis, kemasakan, Trema (Trema orientalis Linn. Blume)
alami. Untuk mengetahui saat masak fisiologis yang tepat dibutuhkan informasi tentang tingkat kemasakan buah yang akurat, yaitu berdasarkan mutu fisik (ukuran buah dan benih, berat buah dan benih, kadar air buah dan benih), mutu fisiologis (daya berkecambah, kecepatan berkecambah), dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat, protein).
Beberapa contoh buah jenis tanaman yang sudah mencapai masak fisiologis yaitu : (1) Buah damar (Agathis loranthifolia) yang sudah masak fisiologis yaitu buah berwarna hijau tua dan sering disertai bintik-bintik berwarna hitam, mempunyai rata-rata panjang buah lebih besar dari 9,10 cm, diameter buah lebih besar dari 8,40 cm, berat buah lebih besar dari 500,0 gr dan mempunyai kadar air lebih besar dari 35%
(Suyanto, et al., 1990) dan (2) Buah Khaya anthoteca yang sudah masak fisiologis yaitu ukuran buahnya rata-rata berdiameter lebih dari 4,5 cm, mempunyai rata-rata kadar air 76,88%
dan daya berkecambah 93,4% (Bramasto dan Nurhayati, 1997).
Tingkat warna buah berkaitan erat dengan proses pemasakan buah atau benihnya.
Pemasakan benih sendiri selain diawali dengan perkembangan dan pendewasaan struktur tumbuh benih serta penghimpunan cadangan makanan, juga diikuti dengan proses pemben- tukan senyawa biokimia yang diperlukan untuk pertumbuhan. Oleh karena itu dianggap bahwa benih masak mempunyai mutu benih yang tinggi (Sadjad, 1980), karena struktur tumbuhnya
buah biasanya ditandai dengan perubahan warna pada kulit buah. Selama proses pemasakan, terjadi perubahan warna buah dari warna hijau menjadi kuning. Selain perubahan fisik, juga diikuti oleh perubahan fisiologis dan kandungan biokimia selama proses pemasakan buah dan benih. Kandungan biokimia yang terkandung dalam benih, misalnya lemak, karbohidrat, dan protein akan mengalami perubahan selama proses pema-sakan atau berdasarkan tingkat kemasakan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu fisik (ukuran buah dan benih, berat buah dan benih, kadar air buah dan benih), fisiologis (daya berkecambah, kecepatan ber- kecambah), dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat, protein) berdasarkan tingkat kemasakan.
II. BAHAN DAN METODE
Tahapan prosedur kerja untuk metodologi adalah sebagai berikut :
1. Penelitian dilakukan selama tiga bulan, yaitu Pebruari sampai dengan April 2015.
Pengujian mutu benih dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan di Bogor. Pengujian analisis kandungan biokimia (karbohidrat, protein, lemak) dilakukan di Laboratorium Seameo- Biotrop di Bogor.
2. Benih trema yang digunakan dalam peneliti-
3. Buah diunduh dengan cara memanjat pohon atau perontokan sebagian dahan dengan menggunakan galah berkait. Umur pohon yang diunduh yaitu 8 tahun. Jumlah buah yang dibutuhkan adalah sebanyak 3 kg buah.
Buah yang sudah terkumpul kemudian dikelompokan menjadi 3 kelompok tingkat warna buah (hijau, coklat, hitam).
4. Dari masing-masing warna buah diukur ukuran buah dan benih (panjang dan lebar benih) sebanyak masing-masing warna buah 400 butir buah (4 ulangan @100 butir buah) untuk ukuran buah dan 400 butir benih (4 ulangan @100 butir benih) untuk ukuran benih.
5. Pengujian berat 1000 butir buah dari masing-masing warna buah memerlukan jumlah buah sebanyak 800 butir buah dan untuk pengujian berat 1000 butir benih memerlukan benih sebanyak 800 butir benih. Cara pengujian berat 1000 butir buah dan benih menggunakan standar dari ISTA (2006).
6. Pengujian kadar air buah memerlukan jumlah buah sebanyak 40 gram buah (4 ulangan @ 10 gram buah) dan untuk pengujian kadar air benih memerlukan jumlah benih sebanyak 20 gram benih (4 ulangan @ 5 gram benih). Cara pengujian kadar air buah dan benih menggunakan standar dari ISTA (2006).
7. Pengujian daya berkecambah dan kecepatan berkecambah dari masing-masing warna buah memerlukan benih sebanyak 400 butir benih (4 ulangan @ 100 butir benih). Cara
pengujian daya berkecambah dan kecepatan berkecambah menggunakan standar dari ISTA (2006).
8. Pengujian untuk analisis kandungan protein menggunakan metode Kjeldhal. Untuk analisis kandungan lemak menggunakan metode Soxhlet. Sedangkan analisis kan- dungan karbohidrat menggunakan metode Luff Schoorl. Jumlah benih yang diperlukan untuk menguji analisis kandungan protein, lemak, dan karbohidrat yaitu sebanyak 100 gram dari masing-masing warna buah.
9. Rancangan penelitian yang digunakan yaitu RAL (Rancangan Acak Lengkap) terhadap parameter: ukuran buah dan benih, berat buah dan benih, kadar air buah, kadar air benih, kandungan biokimia (protein, lemak, karbohidrat), daya berkecambah, dan kecepatan berkecambah.
10. Data dianalisis dengan analisa sidik ragam (Anova). Apabila berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil
Rata-rata ukuran buah dan benih (panjang dan lebar) serta berat 1000 butir buah dan benih disajikan pada Tabel 1.
Dari Tabel 1 diketahui bahwa ukuran buah dan benih (panjang dan lebar) yang berasal dari buah berwarna hitam memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan buah yang berwarna hijau dan coklat. Demikian halnya
dengan berat 1000 butir buah dan benih pada buah yang berwarna hitam memiliki berat yang lebih besar dibandingkan dengan buah berwarna hijau dan coklat.
Hasil ringkasan analisis sidik ragam pengaruh tingkat warna buah terhadap nilai kadar air buah, kadar air benih, daya berkecambah, kecepatan berkecambah, kandungan karbohidrat, lemak, dan protein benih trema disajikan pada Tabel 2.
Tabel (Table) 1. Rata-rata ukuran buah (panjang dan lebar), ukuran benih (pan- jang dan lebar), berat 1000 butir buah, dan berat 1000 butir benih trema berdasarkan warna buah (Average fruit size (length and width), seed size (length and width), the1000 grain weight of fruit, and the weight of 1000 grains of seed Trema is based on fruit color)
Tabel (Table) 2. Ringkasan analisis sidik ragam pengaruh warna buah terhadap kadar air buah, kadar air benih, daya berkecambah, kecepatan berkecambah, kandungan kar- bohidrat, lemak dan protein benih trema (Summary of analysis of variance of the influence of fruit color to fruit moisture content, seed moisture content, germination per- centage, speed of germination, carbohydrate, fat and protein content of trema seed)
Parameter (Parameter)
Warna buah (Fruit color) Hijau
(Green)
Coklat (Brown)
Hitam (Black) Panjang buah (Length
of fruit) (mm)
3,74 ± 0,02
3,75 ± 0,03
3,87 ± 0,04 Lebar buah (Width of
fruit) (mm)
3,37 ± 0,02
3,39 ± 0,02
3,41 ± 0,02 Panjang benih Length
of seed) (mm)
1,97 ± 0,05
2,00 ± 0,03
2,10 ± 0,05 Lebar benih (Width of
seed) (mm)
1,75 ± 0,05
1,77 ± 0,04
1,81 ± 0,06 Berat 1000 butir buah
(gram) (The1000 grain weight of fruit)
15,578 25,158 25,69
Berat 1000 butir benih (gram) (The weight of 1000 grains of seed)
3,50 3,66 3,83
Kadar air buah (%) (Moisture content of fruit)
67,58 ± 2,77
60,00 ± 9,18
54,74 ± 8,39 Kadar ir benih (%)
(Moisture content
14,12 ± 0,31
13,22 ± 0,16
12,03 ± 0,09
No. Parameter (Parameter)
F Hitung (FCalculation)
F Tabel (5%) (F Table) 1. Kadar air buah
(Fruit moisture content)
5,31 *
2. Kadar air benih (Seed moisture content)
100,05 *
3. Daya berkecambah (Germination percentage)
24,23 *
4. Kecepatan berkecambah (Speed of germination)
29,31 *
5. Kandungan karbohidrat (Carbohydrate content)
42147,00 *
6. Kandungan lemak (Fat content)
50,25 *
7. Kandungan protein
(Protein content)
22,75 *
5,14
5,14
5,14
5,14
5,14
5,14
5,14
Keterangan (Notes): * = Nyata pada tingkat kepercayaan 95% (* = Significant at 95% confi- dence level)
Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tingkat warna buah berpengaruh nyata terhadap nilai kadar air buah, kadar air benih, daya berkecambah, kecepatan berkecambah, kandungan karbohidrat, lemak, dan protein benih trema. Untuk mengetahui lebih lanjut perlakuan yang menimbulkan perbedaan yang nyata, dilakukan uji beda Duncan (Gambar 1 dan Gambar 2).
A. Pembahasan
Dari Tabel 1 menunjukkan bahwa ukuran buah dan ukuran benih pada buah yang berwarna hijau mempunyai ukuran yang paling kecil dibandingkan dengan buah yang berwarna coklat dan hitam. Buah berwarna hitam mempunyai ukuran paling besar. Dilihat dari berat 1000 butir buah dan benih, menunjukkan bahwa buah berwarna hitam mempunyai berat yang paling tinggi dibandingkan dengan buah berwarna coklat dan hijau. Hal ini sesuai dengan Pendapat Bewley dan Black (1985), yang menyatakan secara umum benih mengalami peningkatan bobot kering sampai benih mencapai masak fisiologis. Menurut Suyanto, et al. (1999) dalam hal karakteristik ukuran buah, baik mengenai panjang, diameter serta berat buah jenis damar, tampak bahwa semakin tinggi tingkat kemasakannya, maka ukuran buah semakin besar.
Pada Tabel 2 diketahui bahwa tingkat kemasakan buah yang dicerminkan oleh perubahan warna kulit buah berpengaruh terhadap kadar air buah, kadar air benih, daya berkecambah, kecepatan berkecambah, dan kandungan biokimia (karbohidrat, lemak, dan protein) benih trema. Menurut Yuniarti (2006) warna buah dapat dijadikan sebagai indeks kemasakan buah jenis saga pohon. Benih yang berasal dari buah/polong berwarna coklat yang sudah merekah memiliki viabilitas yang lebih baik apabila dibandingkan dengan benih-benih yang berasal dari buah/polong yang berwarna hijau dan coklat yang belum merekah.
Pada semua tingkat kemasakan berdasar- kan warna buah tersebut, benih dapat berkecambah karena pada berbagai tingkat kemasakan benih tersebut embrio dan cadangan makanannya telah terbentuk. Terjadinya perbedaan daya berkecambah antara warna buah / tingkat kemasakan benih tersebut menurut Sutopo (2010) adalah karena cadangan makanan yang terdapat pada benih yang belum masak masih belum cukup tersedia bagi pertumbuhan embrio, selengkap yang tersedia pada benih yang masak. Jadi tingkat warna buah berkaitan erat dengan proses pemasakan buah atau benihnya.
Gambar (Figure) 1. Rata-rata kadar air buah, kadar air benih, daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih trema berdasarkan warna buah (Uji Duncan) (Average of germination percentage and speed of germination of trema seed based on fruit color (Duncan Test))
Keterangan (Notes) Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata pada : tingkat kepercayaan 95% (Values followed by the same letter are not significantly different at 95 % confidence level)
Hijau/Green Coklat/Brown
Warna buah/Fruit color
Kadar air benih/Seed mature content (%)
Hitam/Black
15 14 13 12 13 12 12 11 11
14,12a
13,22b
12,03b
Hijau/Green Coklat/Brown Warna buah/Fruit color
Kadar air buah/Fruit moisture content (%)
Hitam/Black 80
70 60 50 40 30 20 10 0
67,58a
60,00b
54,74a
Hijau/Green Coklat/Brown Warna buah/Fruit color
Daya berkecambah/Germination percentage (%)
Hitam/Black 90
80 70 60 50 40 30 20 10 0
47b
57b
78a
Hijau/Green Coklat/Brown Warna buah/Fruit color
Kecepatan berkecambah/Speed germination (%)/Etmal)
Hitam/Black 4
3 3 2 2 1 1 0
1,80b
2,02b
3,05a
Pemasakan benih sendiri selain diawali dengan perkembangan dan pendewasaan struktur tumbuh benih serta penghimpunan cadangan makanan, juga diikuti dengan proses pembentukan senyawa biokimia yang diperlu- kan untuk pertumbuhan (Sutopo, 2010). Oleh karena itu dianggap bahwa benih masak mempunyai mutu benih yang tinggi, karena struktur tumbuhnya lengkap atau sempurna serta mempunyai cadangan makanan yang cukup. Selama proses pemasakan, terjadi perubahan warna buah dari warna hijau menjadi coklat.
Dari Gambar 1 terlihat terjadi adanya penurunan nilai kadar air buah dan benih dari buah berwarna hijau, ke coklat sampai hitam.
Hal ini berarti buah yang masih belum masak fisiologis (warna hijau) mempunyai kadar air buah dan kadar air benih paling tinggi kemudian nilainya menurun pada warna buah coklat hingga titik nilai terendah pada buah berwarna hitam. Ada beberapa fase untuk mencapai suatu tingkat kemasakan benih, yaitu fase pem- buahan, fase penimbunan zat makanan dan fase pemasakan. Fase pertumbuhan dimulai sesudah terjadi proses penyerbukan, yang ditandai dengan pembentukan-pembentukan jaringan dan kadar air yang tinggi. Fase penimbunan zat makanan ditandai dengan kenaikan berat kering benih, dan turunnya kadar air. Pada fase pemasakan, kadar air benih akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara di luar; dan setelah mencapai tingkat masak benih;
berat kering benih tidak akan banyak mengalami perubahan (Sutopo, 2010).
Dilihat dari nilai daya berkecambah dan kecepatan berkecambah (Gambar 1), terjadi sebaliknya yaitu adanya peningkatan nilai dari buah berwarna hijau ke coklat sampai hitam. Hal ini menunjukkan bahwa buah trema yang sudah mencapai masak fisiologis didapatkan pada benih yang berasal dari buah yang berwarna hitam. Daya berkecambah yang dihasilkan berbeda dari masing-masing tingkat kemasakan (warna buah). Hal ini sesuai dengan pendapat Kamil (1982) yang menyatakan bahwa benih dapat berkecambah jauh sebelum kemasakan fisiologis tercapai. Hal ini juga terjadi pada benih trema.
Perbedaan itu antara lain disebabkan karena cadangan makanan yang terdapat pada benih yang belum masak masih belum cukup tersedia bagi pertumbuhan embrio, lain halnya pada benih yang telah masak. Menurut Sutopo (2010), adanya perbedaan daya berkecambah antar warna buah/tingkat kemasakan benih tersebut karena cadangan makanan yang terdapat pada benih yang belum masak masih belum cukup tersedia bagi pertumbuhan embrio dan semakin lengkap tersedia pada benih yang masak. Kondisi ini menggambarkan hubungan yang erat antara proses pemasakan buah dengan benihnya. Schmidt (2000) menyebutkan bahwa kualitas benih ditentukan viabilitas dan vigor benih, hal ini berkaitan erat dengan tingkat kemasakan fisiologis benih, sehingga benih yang di panen pada saat masak fisiologis akan menghasilkan viabilitas dan vigor benih yang lebih tinggi.
Menurut Yuniarti (2006), benih kenari yang berasal dari buah yang sudah mencapai masak fisiologis akan menghasilkan nilai daya ber- kecambah paling besar dibandingkan buah yang belum masak. Selain daya berkecambah, tingkat kemasakan buah juga dilihat dari nilai kadar air benihnya. Buah yang masak fisiologis mem- punyai nilai kadar air benih yang lebih rendah dibandingkan buah yang belum masak.
Pada Gambar 2 terlihat adanya perbedaan kandungan karbohidrat, protein dan lemak dari perubahan buah berwarna hijau, ke coklat sampai hitam. Dilihat dari kadar karbohidrat dan protein menunjukkan adanya peningkatan dari buah berwarna hijau ke coklat sampai hitam.
Sedangkan dari kandungan lemak adalah sebaliknya yaitu terjadinya penurunan dari buah berwarna hijau ke coklat sampai hitam.
Seiring dengan meningkatnya kandungan karbohidrat dan protein dari benih trema juga terjadi peningkatan daya berkecambahnya.
Pada buah yang sudah mencapai masak fisiologis (buah warna hitam) memiliki kan- dungan karbohidrat dan protein yang lebih banyak dibandingkan dengan buah yang belum masak (buah warna hijau dan coklat). Hal ini disebabkan karena cadangan makanan dan energi yang terbentuk pada buah yang sudah masak adalah sudah semakin lengkap dan sudah memenuhi untuk kebutuhan pertumbuhan embrio. Sedangkan kandungan lemak yang dimiliki oleh buah yang sudah masak adalah lebih sedikit dibandingkan dengan buah yang belum masak. Hal ini bisa disebabkan karena pada awal proses pemasakan buah (warna hijau) metabolit awal yang terbentuk adalah lemak.
Jadi hal ini yang menyebabkan kandungan lemak pada buah warna hijau paling tinggi.
Kemudian seiring dengan proses pemasakan buah tahap selanjutnya terjadi penurunan kandungan lemak pada buah berwarna coklat sampai buah berwarna hitam yang memiliki kandungan lemak paling sedikit.
Gambar (Figure) 2. Rata-rata kandungan lemak, protein, dan karbohidrat benih trema berdasarkan warna buah (Uji Duncan) (Average of fat, protein, and carbohydrate content of trema seed based on fruit color (Duncan Test))
Keterangan (Notes) Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata pada : tingkat kepercayaan 95% (Values followed by the same letter are not significantly different at 95 % confidence level)
Hijau/Green
Warna buah/Fruit color
Kandungan karbohidrat/Carbohydrate content (%)
Coklat/Brown Hitam/Black
15,36 c 25
20
15
10
5
0
17,64 b
20,10 a
Hijau/Green
Warna buah/Fruit color
Kandungan lemak/Fat content (%)
Coklat/Brown Hitam/Black 0,81a
0.9 0.8 0.7 0.6 0,5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0
0,70b
0,65c
Hijau/Green
Warna buah/Fruit color
Kandungan protein/Protein content (%)
Coklat/Brown Hitam/Black 2,73c
2.90 2.85 2.80 2.75 2.70 2.65 2.60
2,79b
2,84a
Karbohidrat berfungsi sebagai cadangan makanan dan energi dibutuhkan untuk pertumbuhan dinding sel baru (Bewley dan Black, 1985). Protein di dalam biji sebagian besar terdapat di dalam embrio dan kotiledon terutama dalam bentuk asam amino. Di dalam proses perkecambahan protein juga berfungsi untuk pembentukan protoplasma sel untuk permulaan pertumbuhan (Kamil, 1979).
Disamping sebagai cadangan makanan protein juga merupakan bagian utama di dalam struktur enzim-enzim yang berperan dalam proses perkecambahan (Bewley dan Black, 1994).
Lemak di dalam benih sebagian besar terdapat pada embrio dan kotiledon dan pada saat proses perkecambahan digunakan sebagai cadangan makanan dan energi sebelum proses fotosintesa dimulai (Kamil, 1979 ). Benih yang berasal dari buah berwarna hitam mempunyai kandungan lemak paling rendah dibandingkan dengan warna hijau dan coklat. Seiring dengan me- nurunnya kandungan lemak diikuti dengan me- ningkatnya nilai daya berkecambah. Semakin tinggi kandungan lemak pada benih akan menyebabkan nilai daya berkecambah menu- run. Benih dengan kandungan lemak tinggi akan kehilangan viabilitas dan kemampuan ber- kecambah (Balesevic-Tubic et al., 2007).
Meningkatnya kandungan lemak bisa menyebabkan adanya jamur (Worang et al., 2008). Kandungan asam lemak yang tinggi di dalam benih juga merupakan indikasi terjadinya proses respirasi yang tinggi yang menyebabkan
Jadi tingkat warna buah berkaitan erat dengan proses pemasakan buah atau benihnya.
Pemasakan benih sendiri selain diawali dengan perkembangan dan pendewasaan struktur tumbuh benih serta penghimpunan cadangan makanan, juga diikuti dengan proses pem- bentukan senyawa biokimia yang diperlukan untuk pertumbuhan. Oleh karena itu dianggap bahwa benih masak mempunyai mutu benih yang tinggi (Sadjad, 1980), karena struktur tumbuhnya lengkap atau sempurna serta mempunyai cadangan makanan yang cukup.
Selama proses pemasakan, terjadi perubahan warna buah dari warna hijau menjadi coklat.
Berdasarkan hasil tersebut di atas maka dapat dikatakan bahwa warna buah dapat dijadikan sebagai indeks kemasakan buah.
Masak fisiologis buah biasanya ditandai dengan perubahan warna pada kulit buah, penurunan kadar air buah dan pada saat ini pengangkutan bahan makanan ke dalam buah terhenti sehingga ukuran buah mencapai maksimum, viabilitas dan vigor maksimum sehingga kualitas benih tertinggi diperoleh pada saat masak fisiologis (Sutopo, 2010).
Proses masak fisiologis pada buah dan biji biasanya terjadi secara bersamaan, sehingga waktu masaknya buah biasanya bersamaan dengan waktu masaknya biji. Tahap masak fisiologis pada buah terdiri proses fisiologis, biokimia dan dehidrasi (penurunan kadar air benih). Pada proses fisiologis dan biokimia terjadi peningkatan pembentukan cadangan
Pemasakan benih selain diawali dengan perkembangan dan pendewasaan struktur tumbuh benih serta perhimpunan cadangan makanan, juga diikuti dengan proses pembentukan senyawa biokimia yang diperlukan untuk pertumbuhan. Kandungan senyawa-senyawa yang terdapat di dalam benih terutama karbohidrat, protein dan lemak berpengaruh terhadap daya berkecambah benih (Kamil, 1979, Bewley dan Black, 1985).
IV. KESIMPULAN
Tingkat kemasakan buah trema ber- pengaruh nyata terhadap mutu fisik (ukuran buah dan benih, berat buah dan benih, kadar air buah dan benih), fisiologis (daya berkecambah, kecepatan berkecambah), dan kandungan biokimia (lemak, karbohidrat, protein) benih trema. Mutu fisik dan fisiologis benih yang berasal dari buah yang berwarna hitam lebih baik dibandingkan dengan buah berwarna hijau dan coklat. Kandungan lemak, karbohidrat dan protein benih trema berbeda dari masing- masing tingkat kemasakan (hijau, coklat, hitam). Buah trema yang sudah mencapai masak fisiologis yaitu buah berwarna hitam.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak I Nyoman Sutrisna di Dusun Banjar Tinggan, Desa Pelagan, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Propinsi Bali yang telah memberikan materi benih untuk kegiatan penelitian.
2. Ateng Rahmat Hidayat, S.Hut yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan pengujian benih di laboratorium dan rumah kaca Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan di Bogor.
3. Laboratorium Seameo-Biotrop di Bogor yang telah membantu dalam analisis pengujian kandungan lemak, karbohidrat dan protein benih trema.
DAFTAR PUSTAKA
Balesevic-Tubic, S, Tatic, M, Miladinovic, J, Pucarevic, M .(2007). Changes of faty acids content and vigour of sunflower seed during natural aging. Helia 30(47), 61-67.
Bewley, J.D and M. Black. (1985). Physiology and Biochemistry of seed. Vol.I. New York:
Springer Verlag.
Bewley, J.D and M. Black. (1994). Physiology and seed development and germination. New York:
Plenum Press.
Bramasto, Y. dan Nurhayati, K. (1996). Pengaruh tingkat masak fisiologis dan cara ekstraksi terhadap daya berkecambah dan kecepatan berkecambah benih Khaya anthoteca (Laporan Uji Coba no. 72): Balai Teknologi Perbenihan Bogor.
Kamil, J.(1979). Teknologi Benih Jilid I. Padang:
Angkasa Raya.
Kamil, J.(1982). Teknologi Benih I. Bandung:
Penerbit Angkasa.
Liu M-S,Chang C-Y, Lin T-P.(2006). Comparison of phospholipids and their fatty acids in recalcitrant and orthodox seeds. Seed Science and Technology, 34: 443-452.
Prosea. (1997). Auxiliary plant no II. Editor : I.F.
Hanum dan L.J.G. Van Der Maesen. Backhuys Publisher-Leiden, Netherlands. p: 252-255.
Rostiwati, T, Y. Heryati, S. Bustomi. (2006). Review hasil litbang kayu energi dan turunannya. Pusat Penelitian Dan Pengembangan Hutan Tanaman.
Sadjad, S. (1980). Panduan pembinaan mutu benih tanaman kehutanan Indonesia. Kerjasama Ditjen Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Dept.
Kehutanan dengan Institut Pertanian Bogor.
Schmidt, L.( 2000). Pedoman penanganan benih tanaman hutan tropis dan sub tropis. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial – Indonesia Forest Seed Project. PT.
Gramedia. Jakarta.
Schmidt, L. (2000). Pedoman penanganan benih tanaman hutan tropis dan sub tropis (Terjemahan). Kerjasama Direktorat Jenderal RLPS dan IFSP. PT. Gramedia. Jakarta. 530 hal.
(terjemahan).
Sudjindro. (1994). Indikasi kemunduran viabilitas oleh dampak guncangan pada benih kenaf (Hibiscus cannabinus L.). Disertasi Program Pasca Sarjana. IPB.
Sutopo, L. (2010). Teknologi Benih. Edisi Revisi.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sudrajat, D.J. & Nurhasybi. (2007). Produksi dan pengujian mutu benih tanaman hutan. Prosi- ding Seminar “Teknologi Perbenihan Untuk Peningkatan Produktifitas Hutan Tanaman Rakyat di Sumatera Barat. 7 November 2007.
Solok.
Suyanto, H., Kusmintarjo & Kartiko, H.D.P. (1999).
Penentuan karakteristik masak fisiologis buah damar (Agathis loranthifolia Salisb). Laporan Uji Coba No. 72. Balai Teknologi Perbenihan Bogor.
Willan, R.L. (1985). A guide to forest seed handling.FAO for Paper. Rome.
Worang, R.L., O.S. Dharmaputra, R. Syarief &
Miftahudin. (2008). The quality of physic nut (Jatropha curcas L.) seeds packed in plastic material during storage. Biotropia, vol. 15 no. 1, 2008: 25-36.
Yuniarti, N. (2006). Kriteria masak fisiologis buah dan berat 1000 butir benih kenari (Canarium sp.). Prosiding Seminar Benih Untuk Rakyat:
Menghasilkan dan Menggunakan Benih Bermutu Secara Mandiri. 4 Desember 2006.
Bogor.
Yuniarti, N., E. Suita, M. Zanzibar, & Nurhasybi.
(2011). Teknik penanganan benih tanaman hutan. Prosiding Seminar Hasil-Hasil Peneli- tian “Teknologi Perbenihan Untuk Meningkat- kan Produktivitas Hutan Rakyat di Propinsi Jawa Tengah.” 20 Juli 2011. Semarang.
BUNGA SURIAN (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem.): MORFOLOGI, FENOLOGI, DAN SERANGGA PENGUNJUNG
(Surian (Toona sinensis (A. Juss.) M. Roem.) Flowers: Morphology, Phenology, and Insects Visitors)
Agus Astho Pramono , Endah R. Palupi , Iskandar Z. Siregar , dan/1 2 3 and Cecep Kusmana3
1) Balai Penelitian Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, Jl. Pakuan Ciheuleut PO. BOX 105, Telp/Fax:
0251-8327768, Bogor, Indonesia
2) Fakultas Agronomi Institut Pertanian Bogor, Kampus IPB Darmaga, Jl. Meranti, Babakan, Dramaga, (0251) 8629353 Bogor, Indonesia
3) Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Jl. Lingkar Akademik Kampus IPB, Dramaga, Babakan, Dramaga Telp.(0251) 8621677, Bogor, Indonesia
e-mail: [email protected]
Naskah masuk: 8 Desember 2016; Naskah direvisi: 9 Desember 2016; Naskah diterima: 14 Desember 2016
ABSTRACT
Efforts to improve the productivity of a seed source require a deep understanding of reproductive characteristics and environmental factors that affect the seed production. This study aimed to investigate the characteristics of reproduction which include 1) the characteristics of flower morphology and phenology, and 2) the identification of flower visitors of surian. Studies conducted in the smallholder forest in Sumedang, West Java. Surian flowers were compound flower that arranged in panicles shape. When a flower blooms, petals do not open fully, formed like a tube. Male flowers are smaller than female flowers and never bloom, and the male flowers fall first.
Branching patterns of surian flower panicle is thyrses, and flowers bloom not simultaneously. The development of flower from buds to bloom takes approximately 12 days, the flowers bloom 1-3 days, development of fruit until ripe takes 5-5.5 months. It is found 12 species of insects visiting flowers, 11 species are considered very small.
Insects those are found in large quantities were Thrips and three species of Nitidulidae.
Keywords: flower, fruit, inflorescence, insect flower visitors, seed
ABSTRAK
Upaya untuk meningkatkan produktifitas suatu sumber benih memerlukan suatu pemahaman yang mendalam tentang ciri reproduksi dan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap hasil benih. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui ciri morfologi bunga dan fenologinya, dan 2) mengenali serangga pengunjung bunga surian. Kajian dilakukan di hutan rakyat di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat. Bunga surian merupakan bunga majemuk yang tersusun dalam malai berbentuk panikel. Ketika bunga mekar mahkota bunga tidak terbuka sepenuhnya, membentuk mirip tabung. Bunga jantan berukuran lebih kecil dari bunga betina dan tidak pernah mekar, dan bunga jantan rontok lebih dahulu. Malai bunga surian memiliki pola percabangan thyrses, dan bunga mekar tidak serentak. Perkembangan bunga dari tunas yang berwarna hijau hingga bunga mekar memerlukan waktu sekitar 12 hari, bunga mekar bertahan 2 atau 3 hari, Perkembangan buah hingga buah masak dan terbuka memerlukan waktu 5 - 5.5 bulan. Terdapat 12 jenis serangga yang mengunjungi bunga surian, 11 jenis berukuran sangat kecil. Serangga yang ditemukan dalam jumlah banyak adalah thrips dan 3 jenis serangga famili Nitidulidae.
Kata kunci: benih, bunga, bunga majemuk, penyerbuk, serangga pengunjung bunga
I. PENDAHULUAN
Benih yang berkualitas dengan pasokan yang mencukupi merupakan salah satu syarat penting dalam pembangunan hutan. Hal ini perlu didukung oleh keberadaan sumber benih yang dikelola secara benar. Suatu pengelolaan yang mampu menghasilkan benih dengan kualitas genetik dan kuantitas yang tinggi memerlukan pemahaman yang mendalam tentang faktor-faktor yang mempengaruhi hasil benih. Pemahaman ini perlu diawali dengan mengenali ciri pembungaan dan penyerbukan dari jenis tanaman yang dikembangkan.
Bunga tanaman Angiospermae mempunyai sistem yang kompleks dan terpadu dengan bunga berfungsi untuk memastikan dan memaksimalkan reproduksi (Chouteau et al., 2006). Oleh karena itu, memahami ciri bunga merupakan suatu langkah penting dalam upaya memahami reproduksi suatu jenis tanaman.
Potensi hasil benih tanaman sangat dipengaruhi oleh ciri biologi bunga yang berkaitan erat dengan tipe perkawinan dan kelamin. Bawa et al. (1989) menyatakan bahwa sekitar 60-65%
pohon di hutan hujan dataran rendah telah ditemukan bersifat hermafrodit, 11-14%-nya adalah monocious dan 23-26% dioecious.
Keluarga Toona memiliki bunga yang secara morfologi bertipe biseksual, dengan benang sari (stamen) atau putik (pistil) berkembang baik yang secara fungsional sebagai bunga jantan atau betina (Gouvea et al.,
tanaman berumah satu (monoecious). Tanaman ini memiliki karakteristik bunga berumah satu sehingga bunganya berkembang secara dicho- gamy, polygamy atau anomali (Edmonds &
Staniforth, 1998). Musim berbunga dan berbuah surian berbeda antar pohon, sehingga pohon surian yang sedang berbunga dan berbuah hampir selalu dapat ditemukan sepanjang tahun pada tegakan yang memiliki populasi banyak (Pramono, 2013).
Aroma bunga surian yang kuat memberikan petunjuk bahwa penyerbuknya adalah serangga (Edmonds & Staniforth, 1998). Dengan demikian mengenali serangga pengunjung bunga surian sangat diperlukan guna memahami ciri penyerbuk dan faktor-faktor lingkungan yang berpeluang mendukung atau menghambat perannya sebagai vektor penyerbukan. Efekti- fitas serangga pengunjung untuk menjadi serangga penyerbuk (pollinator) tergantung pada daya mengangkut serbuk sari (pollen load) dan kemampuan meletakkan serbuk sari pada kepala putik yang reseptif (Johnson &
Steiner, 2000; Lau & Galloway, 2004). Jenis penyerbuk yang berbeda yang memiliki ciri berbeda, memerlukan lingkungan hidup yang berbeda. Tanaman yang penyerbukanya dibantu oleh hewan, untuk meningkatkan peluang terjadinya penyerbukan, memiliki bunga dengan bentuk tertentu sebagai penyesuaian terhadap penyerbuknya, dan menghasilkan imbalan yang dapat menarik penyerbuk.
mempengaruhi tindakan penyerbuk sehingga berakibat pada perbedaan tingkat keberhasilan reproduksinya (Navarro et al., 2007).
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui ciri morfologi bunga dan fenologinya dan 2) mengidentifikasi serangga pengunjung bunga surian.
II. BAHAN DAN METODE A. Lokasi dan waktu penelitian
Kajian dilakukan di hutan rakyat di Kabupaten Sumedang Provinsi Jawa Barat.
Kabupaten Sumedang terletak antara 6 44' – o 70 83' LS dan 107 21' – 108 21' BT. Wilayah di o o o Kabupaten Sumedang memiliki tipe hujan yang menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk pada iklim agak basah dan sedang yaitu tipe C dan D. Penelitian ini dilakukan di Desa Padasari Kecamatan Cimalaka dan Desa Sukajadi Kecamatan Wado.
Kecamatan Wado memiliki curah hujan 5.182 mm th , yang paling tinggi dibanding -1 kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Sumedang, sedangkan curah hujan di Kecamatan Cimalaka yang sebesar 1.870 mm th-
1 (BPS Kabupaten Sumedang 2013). Sebagian besar (59.81%) area di Kecamatan Wado memiliki jenis tanah Latosol, sisanya 19.62%
merupakan tanah Andosol, dan 20.57% jenis tanah Mediteran. Di Kecamtan Cimalaka sebagian besar lahan (55.35%) memiliki jenis tanah Regosol, 10.73% berjenis tanah Aluvial, dan 33.91% berjenis tanah Latosol.
Di Kecamatan Wado penelitian dilakukan di Desa Sukajadi. Lokasi penelitian berada di 108°06'02"-108°07'54"BT, dan 6°58'30" - 7°00'44"LS, pada ketinggian 660-860 m dpl dengan topografi bergelombang dan miring. Di Kecamatan Cimalaka, penelitian dilakukan di Desa Padasari. Lokasi berada di 107°55'35"- 107°56'26"BT dan 6°45'36"-6°46'37"LS pada ketinggian 685-700 m dpl, berada pada area yang datar. Lokasi penelitian di Sukajadi berada pada lahan hutan rakyat yang dikelilingi oleh perladangan lahan kering, sedangkan lokasi penelitian di Desa Padasari berada pada hutan rakyat yang secara umum dikelilingi oleh hutan pinus, sawah, dan pemukiman penduduk.
B. Ciri Bunga dan Fenologinya
D a l a m p e n e l i t i a n i n i , d i l a k u k a n pengamatan organ-organ reproduktif, dan struktur karangan bunga (malai). Pengamatan ukuran dan struktur bunga meliputi pengamatan ukuran dan jumlah kelopak (sepal), mahkota (petal), benang sari dan putik. Selain itu juga dipelajari struktur karangan bunga, serta letak bunga jantan dan betina di dalam malai. Jumlah total bunga surian pada setiap malai dihitung pada 99 malai dari 27 pohon contoh, pengamatan dilakukan dari 3 atau 4 malai dari setiap pohon contoh. Bunga pada 9 cabang contoh dari malai contoh diamati fenologinya, diawali dengan 90 butir tunas bunga berwarna hijau dan 83 bunga kecil berwarna putih.
Pengamatan dilakukan 2 hari sekali hingga terbentuk buah kecil. Pengamatan fenologi dari
buah kecil sampai menjadi buah masak dilakukan pada 30 pohon contoh.
Pengamatan dilakukan mulai dari Agustus 2011 sampai dengan Mei 2013. Karena musim buah tidak serentak antar pohon (Pramono 2013), maka pengambilan contoh dan pengamatan tidak dapat dilakukan secara serentak. Pengambilan contoh dilakukan pada bulan Agustus dan November 2011, kemudian sebulan sekali dari Maret sampai Juni tahun 2012. Pengambilan contoh juga dilakukan pada bulan November 2012 dan Mei 2013.
Pengamatan jumlah bunga, jumlah benih, ukuran buah dan identifikasi serangga dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan di Bogor. Contoh bunga dianalisis secara deskriptif.
C. Serangga Pengunjung Bunga
Pengamatan serangga pengunjung bunga dilakukan pada contoh karangan bunga yang diambil dari 3 pohon di Desa Padasari, dan 4 pohon di Desa Sukajadi Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang. Pada setiap pohon diambil 2 atau 3 malai, tergantung ketersediaan malai yang dapat digunakan untuk contoh.
Serangga pengunjung bunga dikumpulkan dengan cara membungkus karangan bunga yang masih berada di pohon dengan plastik yang berukuran besar secara perlahan-lahan agar serangga yang ada pada bunga tidak terusik.
Setelah semua bunga masuk ke dalam plastik, tangkai bunga dipotong dan plastik ditutup.
dimasukkan ke dalam botol berisi alkohol. Di laboratorium, semua jenis serangga yang tertangkap dikenali menggunakan buku An Introduction to the Study of Insect (Borror et al.
1 9 9 2 ) d a n w e b s i t e B u g G u i d e . N e t (http://bugguide.net/node/view/ 15740).
D. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif.
D a t a t e n t a n g k a r a k t e r i s t i k b u n g a , perkembangan bunga dan serangga pengunjung bunga ditampilkan dan dibahasa secara kualitatif berdasarka penampakan visual yang meliputi ukuran (mm), waktu (hari), warna, dan bentuk (foto atau ilustrasi).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil
1. Struktur Bunga dan Karangan Bunga Bunga surian merupakan bunga majemuk yang tersusun dalam malai berbentuk panikel (Gambar 1a). Sebagian besar bunga surian yang ditemui di Desa Sukajadi dan Padasari berwarna putih, pada individu-individu tertentu ditemukan bunga berwarna putih kemerahan pada ujung mahkota bunga. Surian memiliki bunga yang secara morfologis biseksual karena pada setiap bunga terdapat organ kelamin jantan maupun betina, tetapi secara fungsional berkelamin tunggal, dengan benang sari berkembang baik pada bunga jantan dan putik berkembang baik pada bunga betina. Bunga jantan dan betina berada pada satu malai