• Tidak ada hasil yang ditemukan

DALAM PEMULIAAN. Oleh A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DALAM PEMULIAAN. Oleh A"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

PENG

DALAM

PEM

GARUH PE

M BUAH T

MULIAAN

INS

EMERAM

TERHADA

(Cari

Pend A

PRO

N TANAM

FAKULT

STITUT P

MAN BUA

AP VIABI

ica papaya

Oleh di Lumbang A34404067

GAM STU

MAN DAN

TAS PERT

ERTANIA

2008

AH DAN L

ILITAS B

a L.)

gaol

UDI

TEKNOL

TANIAN

AN BOGO

LETAK BE

BENIH PE

LOGI BEN

OR

ENIH

EPAYA

NIH

(2)

PENGARUH PEMERAMAN BUAH DAN LETAK BENIH

DALAM BUAH TERHADAP VIABILITAS BENIH PEPAYA

(Carica papaya L.)

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

Pendi Lumbangaol A34404067

PROGAM STUDI

PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2008

(3)

RINGKASAN

PENDI LUMBANGAOL. Pengaruh Pemeraman Buah dan Letak Benih dalam Buah terhadap Viabilitas Benih Pepaya (Carica Papaya L.) (dibimbing oleh M. R. SUHARTANTO dan ABDUL QADIR).

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2008. Proses pemeraman dan ekstraksi benih dilakukan di kebun Percobaan IPB Pasir Kuda. Proses pengeringan dan pengecambahan benih pepaya dilakukan di Rumah Kasa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tujuan dari penelitian ini untuk mengurangi persentase kehilangan calon benih yang akan dipanen selama benih masih dipohon dengan cara pemeraman buah pepaya yang mengkal. Diharapkan melalui pemeraman buah pepaya, viabilitas dan vigor benih yang dihasilkan sama baiknya dengan benih yang berasal dari buah matang pohon. Penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan bagian pangkal atau ujung buah yang akan diambil benihnya untuk menghasilkan benih dengan viabilitas dan vigor benih terbaik dari berbagai tingkat kematangan buah pepaya.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Split-Plot dengan petak utama disusun secara acak kelompok. Faktor pertama sebagai petak utama adalah lamanya pemeraman buah dan faktor kedua sebagai anak petak adalah letak benih dalam buah. Faktor pertama terdiri dari empat taraf, yaitu P1 = periode simpan 0 hari dengan menggunakan buah pepaya mengkal (mempunyai semburat kuning 4-5 garis pada bagian ujung buah), P2 = periode simpan 4 hari dengan menggunakan buah pepaya mengkal, P3 = periode simpan 7 hari dengan menggunakan buah pepaya mengkal dan P4 = kontrol (menggunakan buah pepaya dengan semburat kuning 80-85% tanpa pemeraman). Faktor kedua terdiri dari dua taraf, yaitu L1 = letak benih pada bagian pangkal buah dan L2 = letak benih pada bagian ujung buah. Peubah yang diamati antara lain daya berkecambah benih, kecepatan tumbuh benih, potensi tumbuh maksimum dan bobot kering benih.

Buah pepaya mengkal yang diperam selama 4 dan 7 hari menghasilkan potensi tumbuh tumbuh makimum, daya berkecambah dan kecepatan tumbuh benih yang sama baiknya dengan benih yang berasal dari buah pepaya yang matang pohon. Potensi tumbuh tumbuh makimum, daya berkecambah dan

(4)

kecepatan tumbuh benih terendah diperoleh dari benih yang berasal dari buah mengkal yang diperam selama 0 hari.

Bobot kering benih tertinggi diperoleh pada buah pepaya mengkal yang diperam selama 0 hari. Penurunan bobot kering benih dari buah pepaya matang pohon dan buah pepaya yang diperam 4 dan 7 hari tidak logis. Benih dari buah pepaya mengkal yang diperam selama 0 hari, sebenarnya telah memasuki stadium masak fisiologis. Pada saat benih mengalami masak fisiologis yang optimum bobot kering benih konstan (maksimum) serta memiliki viabilitas dan vigor yang tinggi.

Hasil penelitian ini menunjukkan, pemeraman buah pepaya mengkal dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Perlakuan letak benih dalam buah tidak memiliki pengaruh nyata terhadap viabilitas benih bagian pangkal dan ujung buah. Pada penelitian ini juga diperoleh bahwa perlakuan pemeraman buah dengan letak benih dalam buah tidak memiliki pengaruh interaksi yang nyata pada semua peubah yang diamati.

(5)

Judul : PENGARUH PEMERAMAN BUAH DAN LETAK BENIH DALAM BUAH TERHADAP VIABILITAS BENIH PEPAYA (Carica papaya L.)

Nama : Pendi Lumbangaol

Progam Studi : Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih

NRP : A34404067 Menyetujui Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II

. . . .

,

.

.

,

.

Mengetauhi, Dekan Fakultas Pertanian

. . . , .

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Binjai Sumatera Utara pada tanggal 31 Desember 1984. Penulis adalah anak bungsu dari lima bersaudara dari putra-putri Bapak Suhar Lumban Gaol dan Ibu Rupina Manihuruk.

Tahun 1997 penulis lulus SD 057239 Besitang, kemudian pada tahun 2000 penulis menyelesaikan studi di SLTP Methodist 7 Medan. Selanjutnya penulis lulus dari SMU Methodist 2 Medan pada tahun 2003. Ditahun yang sama penulis melanjutkan studi di Teknik Mesin USU melalui jalur SPMB. Pada tahun 2004 penulis ikut SPMB lagi dan diterima di Progam Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Budidaya Pertanian (sekarang Departemen Agronomi dan Hortikultura) Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Selama kuliah penulis aktif sebagai anggota klub Agribisnis asrama TPB IPB masa bakti 2004-2005. Sebagai panitia SAWAH 2006 (Sarana Akselerasi Wawasan Agronomi dan Hortikultura) HIMAGRON dan panitia pada omda MARTABE pada acara Gebyar Nusantara IPB tahun 2007. Penulis juga sebagai ketua kelompok dan berhasil memperoleh dana hibah Progam Kreativitas Mahasiswa (PKM) tahun 2007 dibidang kegiatan PKM kewirausahaan. Selain itu penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Tanaman Perkebunan pada tahun 2008.

(7)

KATA PENGANTAR

Terima kasih kepada Bapa disurga atas kasih dan karuniaNya selama ini. Segala perkara dapat kutanggung dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.

Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemeraman Buah dan Letak Benih dalam Buah terhadap Viabilitas Benih Pepaya (Carica Papaya L.)” ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Selama kuliah dan menyelesaikan skripsi ini penulis telah banyak memperoleh dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayah, Ibu, Abang dan Kakak yang telah mendoakan saya selama penulis kuliah di IPB. Semoga Bapa disurga selalu menyertai seluruh keluarga selalu. 2. Dr. Ir. M. R. Suhartanto, MS sebagai pembimbing pertama yang dengan sabar

memberikan bimbingan kepada penulis.

3. Ir. Abdul Qadir, MS selaku pembimbing kedua yang telah memberikan arahan dan konsultasi rancangan percobaan selama penelitian.

4. Dr. Ir. Winarso D. Widodo, MS selaku dosen penguji yang telah memberi saran dan kritiknya dalam penelitian saya ini.

5. Maryati Sari, SP, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang juga telah membantu saya dalam proses penulisan skripsi.

6. Bapak Baesuni beserta keluarga yang telah membantu selama saya dikebun. 7. Anak-anak keluarga Q atas dukungan dan persahabatannya selama ini. 8. Anak-anak Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih angkatan 41.

9. Nandang motor, Febri Djatmiko, Vando Dariksa atas sarana transportasinya. 10. Hana Immanuella Purba, Eneng Nurhayasah, Ana Satria, Weni Faruroh,

Wahyu Kaharjati, Novita Fardilawati, Rika Rahmi W, Nurlaela dan Adril Tampubolon yang telah membantu saya dalam sidang dan penelitian.

11. Mega Wegadara atas fasilitas liburannya setelah seminar.

12. Kost-an Wisma Galih dan Pemerintahan Republiknya yang tiada duanya. 13. Teman-teman KKP 2007, kecamatan Sliyeg Indramayu.

(8)

Akhirnya, penulis mendoakan semoga Tuhan memberikan kasih dan karuni-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan masukan kepada penulis. Semoga apa yang telah dituliskan dalam skripsi ini akan berguna bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan.

Bogor, September 2008

(9)

DAFTAR ISI

Halaman PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... Tujuan ... ... Hipotesis ...   TINJAUAN PUSTAKA ... Karakteristik Benih dan Buah Pepaya... Perkembangan Buah dan Benih ... Perkecambahan Benih ... Viabilitas dan Tingkat Kemasakan Benih ... Pengaruh Letak Benih dalam Buah ... Pengaruh Pemeraman Buah ...  

BAHAN DAN METODE ... Waktu dan Tempat ... Bahan dan Alat ... Metode Penelitian ... Pelaksanaan Penelitian ... Pengamatan ... ...  

HASIL DAN PEMBAHASAN ... Hasil Analisis Ragam ... Pengaruh Pemeraman Buah Pepaya ... Pengaruh Letak Benih dalam Buah Pepaya ... Pengaruh Letak Benih dalam Buah Pada Berbagai Tingkat

Kemasakan Buah Pepaya ...

KESIMPULAN DAN SARAN ... Kesimpulan ... Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...   1 1 2 3 4 4 5 7 8 9 11 12 12 12 12 13 15 17 17 17 21 23 25 25 25 26 29

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pemeraman Buah (P), Letak Benih dalam Buah (L) serta Interaksinya (PL) terhadap Potensi Tumbuh Maksimum, Daya Berkecambah, Kecepatan Tumbuh dan Bobot Kering Benih  ...  2. Nilai Tengah Pengaruh Lama Pemeraman Buah terhadap Potensi

Tumbuh Maksimum, Daya Berkecambah, Kecepatan Tumbuh dan Bobot Kering Benih  ...  3. Nilai Tengah Potensi Tumbuh Maksimum, Daya Berkecambah,

Kecepatan Tumbuh dan Bobot Kering Benih Pengaruh Interaksi Pemeraman Buah dan Letak Benih dalam Buah  ...

17

18

23

Lampiran

1. Deskripsi Pepaya IPB-6C ...  2. Analisis Ragam Pengaruh Pemeraman Buah dan Letak Benih dalam

Buah terhadap Bobot Kering Benih  ...  3. Analisis Ragam Pengaruh Pemeraman Buah dan Letak Benih dalam

Buah terhadap Viabilitas Total dengan Peubah PTM  ...  4. Analisis Ragam Pengaruh Pemeraman Buah dan Letak Benih dalam

Buah terhadap Vigor Kekuatan Tumbuh dengan Peubah KcT  ...  5. Analisis Ragam Pengaruh Pemeraman Buah dan Letak Benih dalam

Buah terhadap Viabilitas Potensial dengan Peubah DB ...  6. Kadar Air Benih setelah Benih dikeringkan  ... 

 

7. Perubahan Suhu dan RH Lingkungan Perkecambahan Pada Saat Cuaca Cerah  ...  8. Banyaknya Benih yang Busuk setelah Kulit Benih Pecah Pada

Perkecambahan ...  30 30 30 31 31 31 32 32

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Tingkat Kemasakan Buah setelah Perlakuan Pemeraman  ...  2. Pemisahan Benih Bagian Pangkal (P) dan Ujung (U) Buah  ...  3. Nilai Tengah Potensi Tumbuh Maksimum, Daya Berkecambah,

Kecepatan Tumbuh dan Bobot Kering Benih Pengaruh Letak Benih dalam Buah  ... 

14 14

22

(12)

  1 

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman tropis yang berasal dari Amerika tropis. Pepaya termasuk dalam family Caricaceae dan genus Carica. Pusat penyebaran tanaman dari daerah Nikaragua dan Meksiko bagian selatan. Tanaman ini menyebar ke benua Afrika dan Asia serta negara India pada abad ke-16 bersama pelayar bangsa Portugis. Dari India, tanaman ini menyebar ke berbagai negara tropis lainnya, termasuk Indonesia dan pulau-pulau di Lautan Pasifik di abad ke-17 (Kalie, 2007).

Buah pepaya matang biasa disajikan pada sarapan dan makan malam, karena dapat diperoleh sepanjang tahun. Papain yang dihasilkan dari buah pepaya memiliki berbagai manfaat dalam industri minuman, makanan dan obat-obatan, pengempuk daging dan ramuan obat penyembuh pencernaan. Buah pepaya mengandung nilai gizi yang tinggi antara lain mengandung provitamin A dan vitamin C, juga mineral dan kalsium (Villegas, 1997).

Berdasarkan data Dirjen Bina Produksi Hortikultura, Departemen Pertanian (2004) produksi pepaya meningkat setiap tahunnya. Pertambahan produksi tersebut terjadi dari tahun 2000 hingga tahun 2003 dengan masing-masing jumlah produksi 429.207 ton, 500.571 ton, 605.194 ton dan 626.745 ton.

Peningkatan hasil produksi pepaya dapat dilakukan dengan penyediaan benih yang bermutu, terjangkau dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Penyediaan benih yang bermutu, terjangkau dan tersedia bagi petani harus dilakukan melalui proses pengolahan benih yang efisien dan efektif, dengan menjaga mutu benih yang dihasilkan tetap optimum.

Benih pepaya biasanya dipanen dari buah yang matang di pohon. Beberapa faktor seperti deraan lingkungan, hama dan penyakit menyebabkan buah pepaya tidak dapat dipanen sebelum buahnya matang di pohon. Buah pepaya yang telah matang di pohon, biasanya tidak layak diambil benihnya karena terkena penyakit busuk buah atau dimakan oleh hama. Diperlukan suatu metode agar pemanenan buah pepaya yang bertujuan untuk menghasilkan benih menjadi lebih efisien, baik dari segi kualitas maupun kuantitas benih yang dihasilkan.

(13)

  2  Pemeraman buah pepaya diharapkan mampu menghasilkan viabilitias yang sama dengan benih yang berasal dari buah yang matang dipohon. Menurut Kalie (2007) benih pepaya dapat berasal dari buah mengkal, tetapi tidak disebutkan apakah viabilitas yang dihasilkan sama dengan benih yang berasal dari buah matang pohon. Buah pepaya mengkal jarang terserang hama dan penyakit. Diharapkan pemeraman buah pepaya mengkal ini dapat menghasilkan viabilitas yang sama dengan benih yang berasal dari matang di pohon, dengan demikian kerugian karena hama dan penyakit selama benih berada di pohon dapat dihilangkan. Hasil penelitian Fatimah (2007) menunjukkan, buah pepaya genotipe Arum Bogor dengan semburat kuning 30-40% yang diperam selama 4 dan 6 hari menghasilkan viabilitas dan vigor yang sama dengan benih yang berasal dari buah yang matang pohon (semburat kuning 80-90%).

Letak benih dalam buah pepaya berpengaruh terhadap viabilitas benih yang dihasilkan. Beberapa penelitian pada pepaya menunjukkan informasi yang berbeda-beda mengenai pengaruh letak benih dalam buah terhadap viabilitas benih. Hasil penelitian Branco (2007) menunjukkan benih pepaya genotipe IPB-2 yang berasal dari pangkal buah memiliki kecepatan tumbuh yang lebih tinggi dibanding dengan benih yang berasal dari bagian tengah dan ujung buah. Hasil penelitian Sulistiowati (2004) memberikan hasil yang berbeda bahwa pemilahan benih berdasarkan bagian pangkal dan ujung buah setelah benih tersebut mengalami proses pemilahan benih dengan mesin pada pepaya genotipe IPB-1 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap viabilitas benih.

Perbedaaan hasil penelitian mengenai pengaruh letak benih dalam buah terhadap viabilitas benih pepaya, diduga berhubungan dengan tingkat kemasakan buah pepaya itu sendiri. Diperlukan adanya suatu penelitian untuk mempelajari pengaruh interaksi antara pemeraman buah dengan letak benih dalam buah terhadap viabilitas benih pepaya. Hasil penelitian tersebut diharapkan mampu menjelaskan hasil penelitian yang berbeda-beda, mengenai pengaruh letak benih dalam buah terhadap viabilitas benih. Diharapkan dengan pemeraman buah perbedaan tingkat kemasakan benih antara ujung dan pangkal buah dapat diperkecil sehingga akan dihasilkan benih pepaya dengan mutu yang relatif seragam.

(14)

  3  Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh letak benih dalam buah terhadap viabilitas benih pepaya 2. Mengetahui pengaruh pemeraman buah terhadap viabilitas benih pepaya 3. Mengetahui pengaruh interaksi antara pemeraman buah dengan letak benih

dalam buah terhadap viabilitas benih pepaya

Hipotesis

1. Terdapat pengaruh pemeraman buah terhadap viabilitas benih pepaya 2. Terdapat pengaruh letak benih dalam buah terhadap viabilitas benih pepaya 3. Terdapat pengaruh interaksi antara pemeraman buah dan letak benih dalam

buah terhadap viabilitas benih pepaya

(15)

  4 

 

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Benih dan Buah Pepaya

Tingkat kemasakan buah pepaya dapat dibagi dalam lima kategori yaitu buah muda, buah tua, buah mengkal, buah masak dan buah masak bonyok. Buah muda mempunyai ciri kulit berwarna hijau muda dan biji yang berwarna putih. Buah tua (green mature stage) ditandai dengan warna kulitnya yang masih berwarna hijau. Buah mengkal (firm ripe stage) ditandai dengan menguningnya warna kulit buah, terutama di bagian ujung buah. Pada buah masak (ripe stage) seluruh kulit buahnya telah berubah warna menjadi kuning atau kuning kemerahan. Buah masak bonyok (over ripe stage) adalah buah yang terlampau masak dan biasanya sudah ditumbuhi cendawan. Selain itu kualitas buah pepaya dapat dipengaruhi oleh faktor umur tanaman. Semakin tua tanaman maka buah yang dihasilkan akan semakin berkurang, baik kualitas maupun kuantitasnya (Kalie, 2007).

Buah pepaya termasuk buah buni berdaging. Biji pepaya berbentuk agak bulat dengan panjang kira-kira 5 mm, berwarna hitam atau kehijau-hijauan. Benih pepaya melekat di dinding dalam bakal buah, tersusun dalam 5 baris, terbungkus oleh sarkotesta yang berlendir (Villegas, 1997).

Pepaya biasanya diperbanyak dengan biji. Benih pepaya yang berwarna putih tidak digunakan sebagai benih karena bersifat abortus. Benih yang digunakan untuk sumber benih jangan berasal dari buah yang terlalu mudah atau terlalu masak karena akan menghasilkan daya berkecambah benih yang rendah. Benih pepaya yang baik harus berasal dari benih yang telah masak fisiologis maksimum (Sunaryono, 2003).

Menurut Sari, Muniarti, dan Suhartanto (2005) benih pepaya termasuk golongan benih ortodok karena hasil penelitiannya pada benih pepaya Arum Bogor menyebutkan bahwa penurunan kadar air benih tanpa sarcotesta hingga 6% tidak menyebabkan hilangnya viabilitas maupun terjadinya dormansi. Pernyataan itu berbeda dengan pendapat Ellis, Hong, dan Roberts (1991) yang menggolongkan benih pepaya kedalam kelompok intermediet, dikarenakan benih pepaya tidak tahan bila disimpan dengan kadar air yang lebih rendah dari 8%.

(16)

  5 

 

Biji pepaya dilapisi oleh suatu lapisan kulit biji yang berwarna keputihan, lunak, dan agak bening yang disebut dengan sarcotesta. Penelitian Chow dan Lin (1991) menunjukkan adanya senyawa fenolik pada benih pepaya yang dapat menghambat perkecambahan benih. Hasil penelitian Sari (2005) menunjukkan bahwa benih pepaya genotipe IPB-1 yang disimpan dengan sarcotestanya yang mengandung senyawa fenolik tidak dapat menunda proses kemunduran benih dan kemunduran benihnya lebih cepat dari pada benih yang disimpan tanpa sarcotestanya.

Perkembangan Buah dan Benih

Kehidupan buah dan sayuran dapat dibagi dalam 3 tahapan fisiologis setelah inisiasi atau perkecambahan yaitu pertumbuhan, pematangan dan senesen (pelayuan). Pertumbuhan dan pematangan yang sering secara bersamaan disebut sebagai fase perkembangan. Proses perkembangan dan pematangan buah terjadi pada saat buah menempel pada tanamannya, tetapi proses pemasakan dan senesen akan berlanjut ketika buah masih dipohon dan setelah dipetik. Pemasakan menandai selesainya perkembangan buah dan dimulainya senesen. Perubahan yang terjadi selama pemasakan buah berdaging yaitu pematangan biji, perubahan warna dengan hilangnya warna hijau, perubahan dalam laju respirasi dan etilen. Buah pepaya termasuk buah klimaterik yaitu buah yang menunjukkan peningkatan respirasi bersamaan dengan proses pemasakan dan tercapainya ukuran maksimum buah. Pada buah klimaterik terjadi proses kehilangan warna hijau yang cepat saat pemasakan (Santoso dan Purwoko, 1995).

Secara umum setelah terjadi pembungaan terdapat tiga tahapan benih yang berbeda. Dua tahapan pertama disebut tahapan pemasakan benih terdiri dari tahapan perkembangan embrio dan akumulasi cadangan makanan, sedangkan tahapan ketiga yaitu tahapan pematangan benih. Pada tahapan pertama, embrio hampir terbentuk sepenuhnya dan kadar air benih sekitar 80%. Selama tahapan akumulasi cadangan makanan, pada tipe benih endosperm cadangan makanan dikumpulkan di luar embrio membentuk endosperm, embrio melakukan pertumbuhan sedikit saja, tetapi benih secara keseluruhan mencapai bobot maksimum dengan adanya penambahan bahan-bahan tersebut. Pada tahap

(17)

  6 

 

akumulasi cadangan makanan bobot kering benih meningkat tiga kali lipat dan kadar air turun hingga 50%. Pada saat benih memasuki fase pematangan, bobot kering benih tetap konstan, tetapi mengalami penurunan kadar air yang diikuti oleh perubahan-perubahan warna dalam benih dan buah, antara lain menghilangnya klorofil dan warna buah berubah dalam kisaran kuning, coklat dan hitam menurut spesiesnya. Pada fase pematangan, hubungan benih dengan tanaman induk telah terputus ( Pranoto, Mugnisjah dan Muniarti, 1990).

Pada proses pemasakan, benih mengalami perubahan-perubahan yang dapat dilihat sebagai tanda bahwa benih tersebut telah masak. Perubahan yang terjadi pada benih tersebut meliputi perubahan kadar air benih, ukuran benih, bobot kering benih, serta perkecambahan dan vigor benih (Pranoto et al., 1990).

Secara umum pada saat biji mencapai masak fisiologis terjadi penurunan kadar air benih sekitara 20%. Setelah masak fisiologis tercapai, translokasi zat makanan yang akan disimpan kedalam biji atau buah dihentikan. Biji atau buah telah mencapai ukuran maksimum setelah masak fisiologis biji tercapai. Pada saat masak fisiologis, biji mempunyai bobot kering maksimum dan daya bekecambah yang maksimum (Kamil, 1979).

Pada benih pepaya selama proses pemasakan benih terjadi penurunan kadar air benih. Hasil penelitian Nurlovi (2004) menyebutkan buah pepaya genotipe IPB-1 yang belum masak (semburat kuning 20%) mempunyai kadar air benih 71.173%, buah masak (semburat kuning 50-70%) mempunyai kadar air benih 70.833% dan buah lewat masak (semburat kuning 90-100%) mempunyai kadar air benih 69.316%. Hasil penelitian Nurlovi (2004) sejalan dengan hasil penelitian Sumartuti (2004) pada buah pepaya genotipe IPB-1 yang menyebutkan bahwa buah pepaya belum masak (semburat kuning 30-50%) mempunyai kadar air benih 71.83%, buah masak (semburat kuning 80%) mempunyai kadar air benih 70.53% dan buah lewat masak (semburat kuning lebih dari 90%) mempunyai kadar air benih 69.17%.

Menurut Branco (2007) buah pepaya mengalami proses pemasakan fisiologis yang dimulai dari bagian ujung buah. Proses pemasakan ini menyebabkan benih di bagian ujung buah memiliki akumulasi nutrisi yang lebih tinggi dari pada benih di bagian pangkal dan tengah buah. Menurut Kalie (2007)

(18)

  7 

 

buah pepaya yang sudah mengkal ditandai dengan menguningnya warna kulit buah terutama di bagian ujung buah, sedangkan pada buah yang telah masak seluruh kulit buahya telah berubah warna menjadi kuning atau kuning kemerahan. Hasil penelitian Nurlovi (2004) diperoleh masak fisiologis benih pepaya genotipe IPB-1 pada semburat kuning 90-100%, sedangkan hasil penilitian Sumartuti (2004) diperoleh masak fisiologis benih pepaya genotipe IPB-1 pada semburat kuning 80%.

Proses pemasakan buah pepaya berpengaruh terhadap bobot kering benih yang dihasilkan. Hasil penelitian Nurlovi (2004) pada pepaya genotipe IPB-1 menunjukkan terjadi peningkatan bobot kering benih per 30 butirnya seiring dengan semakin masaknya buah pepaya dengan masing- masing bobot keringnya 0.380 gram (buah belum masak semburat kuning 20%), 0.436 gram ( buah masak semburat kuning 50-70%) dan 0.460 gram (buah lewat masak semburat kuning 90-100%). Hasil penelitian Sumartuti (2004) pada pepaya genotipe IPB-1 juga menunjukkan hasil yang sama, terjadi peningkatan bobot kering benih per 30 butirnya seiring dengan semakin masaknya buah pepaya dengan masing-masing bobot keringnya 0.37 gram (buah belum masak semburat kuning 30-50%), 0.47 gram (buah masak semburat kuning 80%) dan 0.43 gram (buah lewat masak semburat kuning lebih dari 90%).

Perkecambahan Benih

Menurut Sutopo (2002) perkecambahan benih dipengaruhi oleh faktor dari dalam benih dan faktor dari luar benih. Faktor dari dalam benih yang mempengaruhi pertumbuhan benih meliputi tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi dan penghambatan pertumbuhan. Faktor dari luar benih meliputi air, suhu, oksigen, cahaya dan media pertumbuhan.

Secara umum temperatur perkecambahan dapat dibagi menjadi tiga yaitu temperatur perkecambahan optimum, minimum dan maksimum. Perkecambahan benih pepaya sangat dipengaruhi oleh faktor suhu. Bhattacharya dan Khuspe (2001) mengamati benih pepaya memiliki persentase perkecambahan yang rendah bila dikecambahkan pada suhu 200C, pada suhu 300C persentase perkecambahan mencapai 80% dan pada suhu 400C persentase perkecambahan sangat rendah.

(19)

  8 

 

Menurut Kamil (1979) temperatur perkecambahan dapat mempengaruhi kecepatan proses permulaan perkecambahan yang meliputi penyerapan air, hidrolisis cadangan makanan, mobilisasi makanan, asimilasi, respirasi dan pertumbuhan bibit sebagai tahap terakhir dari proses perkecambahan.

Perkecambahan benih pepaya dipengaruhi oleh faktor cahaya. Hasil penelitian Suwarno (1984) menyimpulkan benih pepaya yang dikecambahkan dalam kondisi gelap tidak ada yang tumbuh, sedangkan pada kondisi terang daya berkecambahnya mencapai 91.67%. Hanya saja penelitian tersebut tidak menggunakan perlakuan intensitas cahaya yang lebih beragam.

Viabilitas dan Tingkat Kemasakan Benih

Viabilitas awal benih dipengaruhi oleh tingkat kemasakan benih. Menurut Sadjad et al. (1980) benih mencapai kualitas maksimumnya pada saat masak fisiologis dan setelah itu hingga benih ditanam proses kemunduran benih akan terjadi. Pranoto et al. (1990) menyatakan bahwa pada saat masak fisiologis endosperm monokotil biasanya sudah mencapai perkembangan yang maksimum. Menurut Kalie (2007) biji pepaya yang digunakan sebagai benih harus diambil dari buah yang telah tua atau masak mengkal di pohon, karena buah yang semakin masak di pohon perkecambahan benihnya akan semakin cepat.

Pada tanaman pepaya tingkat kemasakan buah berpengaruh terhadap viabilitas benih yang dihasilkan. Hasil penelitian Nurlovi (2004) pada pepaya genotipe IPB-1 menyebutkan benih yang berasal dari buah belum masak (semburat kuning 20%) mempunyai daya berkecambah 20.000%, benih dari buah masak (semburat kuning 50-70%) mempunyai daya berkecambah 75.557% dan benih dari buah lewat masak (semburat kuning 90-100%) mempunyai daya berkecambah 80.000%. Hasil penelitian Sumartuti (2004) pada pepaya genotipe IPB-1 juga menyebutkan benih yang berasal dari buah belum masak (semburat kuning 30-50%) mempunyai daya berkecambah 45.55%, benih dari buah masak (semburat kuning 80%) mempunyai daya berkecambah 63.33% dan benih dari buah lewat masak (semburat kuning lebih dari 90%) mempunyai daya berkecambah 26.67%. Penelitian Muin dalam Sutopo (2002) menyatakan bahwa benih dari buah pepaya yang masak (ripe) berkecambah lebih cepat dibandingkan

(20)

  9 

 

dengan benih dari buah mengkal (firm ripe) dan buah tua (green mature), masing-masing membutuhkan waktu 9.96 hari, 11.10 hari dan 12.86 hari.

Terdapat hubungan yang menarik antara tingkat kemasakan benih dan viabilitas benih. Hasil yang diperoleh dari penelitian Togatorop (1999) juga menyebutkan bahwa benih markisa yang dipanen pada tingkat kemasakan K4 (100% ungu merah) menghasilkan viabilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat kemasakan K1 (100% hijau), tingkat kemasakan K2 (75% hijau, 25% ungu) dan tingkat kemasakan K3 (25% hijau, 75% ungu).

Benih mampu berkecambah sebelum benih mencapai masak fisiologis. Hasil penelitian menunjukkan kedelai varietas Lee mampu berkecambah sekitar 35 hari setelah penyerbukan padahal masak fisiologisnya dicapai pada 60-65 hari setelah penyerbukan, bahkan benih jagung mampu berkecambah hampir 100%, sekitar 25 hari setelah penyerbukan padahal masak fisiologisnya dicapai setelah 55-60 hari setelah penyerbukan (Pranoto et al., 1990).

Young dalam Justice dan Bass (2002) mendapatkan bahwa pada buah butternut squash yang sudah masak mempunyai daya kecambah yang lebih tinggi pada saat diuji setelah panen dan setelah empat bulan disimpan dibanding benih yang belum masak. Pada pengujian setelah panen daya kecambah benih yang sudah masak adalah 90.8% dengan bobot benih per 100 butirnya 7.78 gram, sedangkan benih kurang masak mempunyai daya kecambah 19.0% dengan bobot benih per 100 butirnya 5.32 gram. Daya berkecambah benih masak setelah 4 bulan penyimpanan adalah 98.4% dengan bobot benih per 100 butirnya 8.12 gram, sedangkan benih belum masak mempunyai daya berkecambah 67.2% dengan bobot per 100 butirnya 6.23 gram. Menurut Justice dan Buss (2002) terjadinya peningkatan daya berkecambah benih belum masak dikarenakan benih yang berasal dari buah yang belum masak mungkin terlalu mudah untuk berkecambah sewaktu dipanen dan sebagian benih tidak mampu untuk berkecambah.

Pengaruh Letak Benih dalam Buah

Pepaya memiliki karakteristik buah yang unik. Pada buah pepaya terdapat banyak benih yang menunjukkan bahwa di dalam bakal buah terdapat banyak

(21)

  10 

 

ovul-ovul yang harus dibuahi. Proses pemasakan fisiologis buah pepaya dimulai dari bagian ujung buah, sehingga benih di bagian ujung buah memilki akumulasi nutrisi yang lebih tinggi dari pada benih di bagian pangkal dan tengah buah (Branco, 2007).

Pemilahan benih berdasarkan letak benih dalam buah juga berpengaruh terhadap jenis bunga yang dihasilkan dari pohon pepaya yang telah menghasilkan. Hasil penelitian Maisyaroh dan Suwarno (1988) menyebutkan benih pepaya varietas Jingga yang berasal dari bagian ujung buah cendrung menghasilkan tanaman hermaprodit yang lebih banyak (71.1%) dibandingkan benih yang berasal dari bagian pangkal buah (66.6%).

Letak benih dalam buah berpengaruh terhadap viabilitas benih. Hasil penelitian Branco (2007) menunjukkan bahwa benih yang berasal dari bagian pangkal buah memiliki kecepatan tumbuh yang lebih baik sebesar 8.66 %/etmal dibanding dengan bagian tengah (8.07 %/etmal) dan bagian ujung (7.42 %/etmal). Hasil penelitian Branco (2007) sejalan dengan dengan hasil penelitian Maisyaroh dan Suwarno (1988) yang menunjukkan benih di bagian pangkal buah pepaya varietas Jingga memiliki vigor bibit yang lebih baik dari pada benih di bagian tengah dan ujung buah. Hasil penelitian Sulistiowati (2004) memberikan hasil yang berbeda bahwa pemilahan benih berdasarkan bagian pangkal dan ujung buah setelah benih tersebut mengalami proses pemilahan benih dengan mesin pada pepaya genotipe IPB-1 tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap viabilitas benih.

Letak benih dalam buah akan menghasilkan jumlah benih yang berbeda pula pada tiap bagiannya. Pada penelitian Branco (2007) diperoleh jumlah benih rata-rata per buahnya pada bagian tengah buah lebih besar yaitu 925.63 biji dibandingkan dengan bagian pangkal sebanyak 562.25 biji dan bagian ujung sebanyak 809.75 biji. Bagian tengah buah memiliki rongga yang lebih besar dibanding dengan bagian pangkal dan ujung buah, sehingga memiliki jumlah benih yang lebih banyak dibanding bagian buah lainnya.

(22)

  11 

 

Pengaruh Pemeraman Buah

Benih yang tidak segera ditanam biasanya disimpan terlebih dahulu untuk pertanaman selanjutnya. Pada proses penyimpanan diusahakan agar viabilitas benih tetap tinggi hingga benih ditanam kembali. Salah satu usaha yang dilakukan adalah dengan menyimpan benih di dalam buah. Penyimpanan benih di dalam buah diharapkan mampu mempertahankan viabilitas benih karena penyimpanan benih di dalam buah mempunyai kondisi lingkungan yang hampir mendekati sewaktu benih masih berada pada pohon induknya (Rahardjo, 1981).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemeraman mempunyai pengaruh terhadap viabilitas benih. Hasil penelitian Fatimah (2007) menunjukkan benih pepaya Arum Bogor dari tingkat kemasakan buah semburat kuning 30-40% yang diikuti pemeraman selama 4 dan 6 hari memiliki viabilitas yang sama dengan benih dari tingkat kemasakan buah semburat kuning 80-90% tanpa perlakuan pemeraman. Hasil penelitiannya juga menunjukkan bahwa benih pepaya yang berasal dari tingkat kemasakan buah semburat kuning 30-40% tanpa pemeraman mengalami kemunduran viabilitas relatif lebih cepat dari pada benih yang tidak diperam setelah benih tersebut disimpan. Menurut Wolswinkel (1992) selama proses pemeraman buah terjadi perombakan kandungan karbohidrat (pati) menjadi gula sederhana dengan tekanan potensial air yang rendah, tetapi memiliki tekanan osmotik yang tinggi pada lingkungan yang menyelimuti benih dalam buah. Shanchec et al. (1993), menyatakan proses pemeraman buah paprika hijau matang dapat dihubungkan dengan in situ priming yang dapat memberikan efek positif pada perkecambahan.

Hasil penelitian Fatimah (2007) menunjukkan bahwa pemeraman buah menyebabkan terjadi perubahan terhadap bobot kering benih. Dari hasil penelitiannya diperoleh benih yang berasal dari tingkat kemasakan semburat kuning 30-40% tanpa pemeraman mempunyai berat 0.21 gram per 20 butirnya. Bobot kering benihnya berubah setelah diperam selama 2, 4 dan 6 hari dengan bobot kering masing-masing sebesar 0.22 gram, 0.22 gram dan 0.21 gram, sedangkan pada benih yang berasal dari tingkat kemasakan semburat kuning 80-90% tanpa pemeraman mempunyai bobot kering benih 0.23 gram.

(23)

  12 

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2008. Proses pemeraman dan ekstraksi benih dilakukan di kebun Percobaan IPB Pasir Kuda. Proses pengeringan dan pengecambahan benih pepaya dilakukan di Rumah Kasa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih pepaya genotipe IPB-6C yang telah ditanam pada tanggal 05 Agustus 2005 di kebun Percobaan IPB Pasir Kuda, Bogor. Deskripsi varietas pepaya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 1. Media perkecambahan menggunakan pasir yang diletakkan dalam boks pengecambah plastik, bahan kimia untuk perlakuan standar perkecambahan adalah KNO3 10% dan abu gosok dari sekam padi untuk ekstraksi benih.

Alat lain yang digunakan antara lain pisau, kertas koran, boks pengecambah plastik, kantung plastik, ember, saringan, gelas ukur, penggaris, pinset, oven, desikator dan timbangan digital.

Metode Penelitian Rancangan Percobaan

Percobaan ini terdiri dari dua faktor, yaitu faktor pemeraman buah dan faktor letak benih dalam buah. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Split-Plot dengan petak utama disusun secara acak kelompok. Faktor pertama sebagai petak utama adalah lamanya pemeraman buah dan faktor kedua sebagai anak petak adalah letak benih dalam buah.

Faktor pertama terdiri dari empat taraf, yaitu P1 = periode simpan 0 hari dengan menggunakan buah pepaya mengkal (mempunyai semburat kuning 4-5 garis pada bagian ujung buah), P2 = periode simpan 4 hari dengan menggunakan buah pepaya mengkal, P3 = periode simpan 7 hari dengan menggunakan buah pepaya mengkal dan P4 = kontrol (menggunakan buah pepaya dengan semburat

(24)

  13  kuning 80-85% tanpa pemeraman). Faktor kedua terdiri dari dua taraf, yaitu L1 = letak benih pada bagian pangkal buah dan L2 = letak benih pada bagian ujung buah.

Kombinasi perlakuan yang dihasilkan adalah sebanyak 8 kombinasi. Perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Benih yang diperlukan untuk setiap percobaan adalah 50 butir (untuk daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum dan kecepatan tumbuh), 50 butir untuk kadar air dan 50 butir untuk bobot kering benih. Jumlah benih yang dibutuhkan untuk setiap satuan percobaan adalah 150 butir benih.

Model rancangan percobaan yang digunakan adalah: Yijk = m + Ki + Pj + Ea + Lk + (LP)jk + Eb

Dimana:

Yijk = Nilai pengamatan pengaruh kelompok ke-i, periode pemeraman ke-j, letak benih ke-k

m = Rataan umum

Lk = Pengaruh letak benih dalam buah ke-k (k=1, 2,)

Ea = Galat petak utama

Pj = Nilai tambah pengaruh pemeraman buah ke-j (j= 1, 2, 3) (LP)jk = Nilai tambah pengaruh interaksi antara letak benih ke-k dan

pemeraman ke-j

Ki = Nilai tambah pengaruh kelompok ke-i (i= 1, 2, 3) Eb = Galat percobaan

Untuk mengetahui pengaruh masing-masing perlakuan, dilakukan uji F. Perlakuan yang berpengaruh nyata pada uji F, kemudian diuji menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf α 5%.

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Media Tanam

Pengujian daya berkecambah dilakukan pada media pasir didalam boks pengecambah plastik. Media pasir terlebih dahulu dicuci dengan air, hingga bersih dari kotoran lainnya. Media pasir disterilkan dengan Dithane M-45, 3-4 kali seminggu sebelum benih dikecambahkan.

(25)

  14  Pemanenan Buah

Pemanenan buah dilakukan pada hari yang berbeda, dengan selisih maksimal tiga hari dari seluruh buah yang dibutuhkan dalam penelitian. Pemanenan buah dilakukan secara bertahap berdasarkan perlakuan petak utama. Pemeraman Buah

Buah pepaya yang mengkal (mempunyai semburat kuning 4-5 garis pada bagian ujung buah) diperam selama 0, 4 dan 7 hari. Buah pepaya yang diperam dibungkus dengan kertas koran dan diletakkan dalam rak penyimpanan pada suhu kamar. Tingkat kemasakan buah setelah buah mengalami perlakuan pemeraman dapat dilihat pada Gambar 1.

Keterangan: P1 = periode simpan 0 hari ; P2 = periode simpan 4 hari; P3 = periode simpan 7 hari dan P4 = kontrol (menggunakan buah pepaya dengan semburat kuning 80-85% tanpa pemeraman)

Gambar 1. Tingkat Kemasakan Buah setelah Perlakuan Pemeraman Pemisahan Benih

Pada saat pengambilan benih dari buah dipisahkan antara benih yang berasal dari bagian pangkal dan ujung buah. Proses pemisahan benih bagian pangkal dan ujung buah seperti yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pemisahan Benih Bagian Pangkal (P) dan Ujung (U) Buah

(26)

  15  Ekstraksi Benih

Buah pepaya yang telah diperam, benihnya kemudian diekstraksi dengan menggunakan abu gosok dari sekam padi. Sebelum diekstraksi benih terlebih dahulu direndam selama sehari. Pada proses ekstraksi benih dipisahkan antara benih yang berasal dari bagian pangkal dengan benih yang berasal dari bagian ujung buah.

Pengeringan Benih

Benih yang telah diekstraksi, selanjutnya dikeringkan. Proses pengeringan dilakukan dirumah kasa tanpa terkena matahari langsung dengan suhu tidak lebih dari 40 0C. Proses pengeringan dihentikan bila kadar air benih telah mencapai 10-13% (Fatimah, 2007).

Pengecambahan Benih

Pengujian daya kecambah dilakukan dalam boks pengecambah plastik dengan media pasir. Sebelum dikecambahkan benih diberi perlakuan perkecambahan yaitu perendaman benih dengan larutan KNO3 10% selama ± 1 jam. Setiap satuan percobaan menempati satu boks pengecambah plastik.

Pengamatan Peubah yang diamati dalam penelitian adalah: 1. Bobot Kering Benih

Bobot kering benih merupakan salah satu peubah masak fisiologis benih yang diukur dengan cara mengoven 50 butir benih pada suhu 60 0C selama 3 x 24 jam. Benih ditimbang setelah didinginkan dalam desikator selama 20 menit.

2. Peubah Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)

Potensi tumbuh maksimum dihitung berdasarkan persentase benih yang mampu tumbuh menjadi kecambah normal maupun abnormal pada pengamatan hari terakhir per jumlah benih yang ditanam dalam dalam tiap ulangan satuan percobaan.

PTM Jumlah benih yang berkecambah

(27)

  16  3. Peubah Daya Berkecambah (DB)

Daya berkecambah adalah kemampuan benih untuk berkecambah secara normal dalam kondisi optimum. Daya berkecambah dihitung berdasarkan jumlah kecambah normal (KN) pada hitungan hari pertama (hari ke-14) dan hitungan hari kedua (hari ke-21). Penentuan hari pengamatan I dan II berdasarkan standar pengujian mutu benih Direktorat Bina Perbenihan.

DB ∑ KN I KN II

Jumlah benih yang ditanam X 100%

4. Peubah Kecepatan Tumbuh (KcT) Benih

Dihitung tiap satuan percobaan berdasarkan jumlah pertambahan persen kecambah normal per etmal pada kurun waktu perkecambahan dalam kondisi optimum, dengan rumus sebagai berikut :

KcΤ 1 N2 2 N3 3 N21 21 Keterangan :

N : Persentase kecambah normal tiap kali pengamatan W : Waktu pengamatan tiap 24 jam (etmal) setelah tanam X : Hari pengamatan terakhir

(28)

  17 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Analisis Ragam

Pengaruh faktor pemeraman buah dan letak benih dalam buah tidak berinteraksi secara nyata terhadap semua peubah yang diamati (Tabel Lampiran 2, 3, 4 dan 5). Faktor letak benih dalam buah secara tunggal juga tidak berpengaruh nyata terhadap semua peubah yang diamati. Faktor pemeraman buah secara tunggal berpengaruh sangat nyata terhadap peubah potensi tumbuh maksimum (Tabel Lampiran 3), daya berkecambah (Tabel Lampiran 5), bobot kering benih (Tabel Lampiran 2), dan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan tumbuh benih (Tabel Lampiran 4). Rekapitulasi hasil sidik ragam pada semua peubah yang diamati disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pemeraman Buah (P), Letak Benih dalam Buah (L) serta Interaksinya (PL) terhadap Potensi Tumbuh Maksimum, Daya Berkecambah, Kecepatan Tumbuh dan Bobot Kering Benih

Peubah yang diamati Perlakuan

P L PL

Potensi Tumbuh Maksimum ** tn tn

Daya Berkecambah ** tn tn

Kecepatan Tumbuh * tn tn

Bobot Kering Benih ** tn tn

Keterangan : * = berpengaruh nyata pada taraf 5% ** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%

tn = berpengaruh tidak nyata

Pengaruh Pemeraman Buah Pepaya

Perlakuan pemeraman buah pepaya berpengaruh terhadap potensi tumbuh maksimum, daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan bobot kering benih. Nilai tengah pengaruh pemeraman buah pada semua peubah yang diamati dapat dilihat pada Tabel 2.

(29)

  18  Tabel 2. Nilai Tengah Pengaruh Lama Pemeraman Buah terhadap Potensi

Tumbuh Maksimum, Daya Berkecambah, Kecepatan Tumbuh dan Bobot Kering Benih.

Lama Pemeraman (hari) BKB (gr) PTM (%) DB (%) KcT (%KN/etmal) 0 0.96a 45.00 (41.16b) 3.33 (6.36b) 0.12 (1.46b) 4 0.89b 83.33 (67.05a) 19.33 (24.63a) 0.79 (4.71a) 7 0.88b 83.00 (66.35a) 20.33 (25.66a) 0.87 (5.01a) Kontrol 0.88b 92.67 (74.47a) 29.67 (32.70a) 1.23 (6.24a) Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan

tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%. Nilai dialam kurung telah mengalami transformasi pada arcsin √%. BKB : bobot kering benih, PTM : potensi tumbuh maksimum, DB : daya berkecambah, KcT : kecepatan tumbuh benih

Bobot kering benih mengalami penurunan dari buah pepaya mengkal yang diperam selama 0 hari ke buah pepaya mengkal yang diperam selama 4 dan 7 hari serta buah kontrol. Bobot kering benih tertinggi pada buah mengkal yang diperam selama 0 hari, menunjukkan bahwa benih pada buah tersebut telah memasuki stadium pematangan benih. Menurut Pranoto et al. (1990) pada stadium pematangan benih, hubungan benih ketanaman induk telah terputus, terjadi perubahan kulit buah dari hijau kekuning dan bobot kering benih yang konstan hingga benih mencapai tahapan masak fisiologis benih. Menurut Kamil (1979) setelah benih masak fisiologis, tetapi belum dipanen dapat mengalami penurunan bobot kering benih yang disebabkan oleh (1) proses pernapasan yang masih berlangsung, terjadi perombakan perombakan zat cadangan makanan pada endosperm atau kotiledon dan (2) transfer kepada jaringan penyimpanan telah dihentikan.

(30)

  19  Berdasarkan keadan tersebut perlu dilakukan pengamatan yang lebih teliti terhadap perubahan bobot kering benih pepaya. Penurunan bobot kering tidak lazim karena secara umun benih belum menyelesaikan tahapan masak fisiologis (terutama benih dari buah pepaya mengkal yang diperam 4 hari), tetapi telah terjadi penurunan bobot kering benih.

Benih yang berasal dari buah pepaya mengkal yang diperam selama 4 dan 7 hari memiliki viabilitas dan vigor yang lebih tinggi dibanding dengan benih yang berasal dari buah pepaya mengkal yang diperam selama 0 hari. Dapat diduga bahwa perlakuan pemeraman buah pepaya dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih.

Peningkatan viabilitas dan vigor benih selama pemeraman buah dapat terjadi karena (1) buah pepaya mengkal yang diperam telah mencapai tahapan perkembangan dan pematangan buah yang optimum, yang terjadi ketika buah masih menempel ditanamannya dan (2) setelah tahapan pematangan buah, terjadi proses pemasakan buah yang dapat berlangsung meskipun buah sudah tidak menempel pada tanaman induk. Proses pemasakan buah ditandai dengan hilangnya warna hijau kekuning pada buah menurut spesiesnya. Selama proses pemasakan buah, juga terjadi proses pematangan biji (Santoso dan Purwoko, 1995). Pada saat buah pepaya mengkal diperam benihnya mengalami proses pematangan biji, selama funikulus benih masih melekat pada dinding dalam bakal buah. Peningkatan viabilitas dan vigor benih yang terjadi dikarenakan proses pematangan benih masih berlangsung selama proses pemeraman buah.

Pertumbuhan dan pematangan buah kebanyakan selesai pada saat buah masih menempel pada tanamannya, tetapi proses pemasakan buah masih berlangsung pada saat buah dipohonnya ataupun setelah dipetik (Santoso dan Purwoko, 1995). Pemeraman buah pepaya mengkal selam 4 dan 7 hari, menghasilkan viabilitas dan vigor benih yang sama baiknya dengan benih yang berasal dari buah pepaya yang matang pohon. Hasil ini lebih memperkuat dugaan bahwa sebenarnya buah pepaya mengkal yang digunakan dalam penelitian ini sudah memasuki tahapan pertumbuhan dan pematangan (perkembangan) buah yang optimum. Buah pepaya mengkal yang sudah mengalami perkembangan optimum, diduga mengalami proses pemasakan buah (pematangan benih) yang

(31)

  20  sama baiknya dengan buah yang mengalami proses pemasakan buah dipohon (buah kontrol) walaupun buah sudah tidak menempel dari tanamannya. Proses pemasakan buah yang sama baiknya ini, mengakibatkan viabilitas benih yang dihasilkan dari buah pepaya mengkal yang diperam selama 4 dan 7 hari tidak berbeda nyata dengan viabilitas benih dari buah pepaya matang pohon (buah kontrol).

Benih yang berasal dari buah pepaya yang diperam selama 0 hari menghasilkan viabilitas dan vigor yang paling rendah. Diduga buah tersebut belum mengalami proses pemasakan buah yang optimum sehingga benihnya belum mencapai tahapan pematangan yang optimum. Dapat disimpulkan bahwa benih dari buah pepaya mengkal yang diperam selama 0 hari tersebut, belum mencapai masak fisiologis benih yang optimum. Menurut Pranoto et al. (1990) pada saat masak fisiologis tercapai, benih akan memiliki vigor maksimum.

Benih yang berasal dari buah pepaya mengkal yang diperam selama 4 hari menghasilkan viabilitas dan vigor yang tidak berbeda nyata dengan benih yang berasal dari buah pepaya mengkal yang diperam selama 7 hari. Benih pepaya yang berasal dari buah mengkal yang diperam selama 4 hari dapat menghasilkan viabilitas benih yang sama baiknya dengan benih yang berasal dari buah pepaya mengkal yang diperam selama 7 hari. Perbedaan pemeraman buah selama 3 hari tidak dapat menyebabkan perbedaan nilai viabilitas dan vigor benih secara nyata, walaupun terdapat kecenderungan benih yang berasal dari buah pepaya mengkal yang diperam selama 7 hari memiliki DB dan KcT benih yang lebih tinggi.

Pada penelitian ini diperoleh nilai PTM yang tinggi, tetapi nilai DB dan KcT-nya rendah. Pengecambahan benih dilakukan hingga hari ke 30 dengan harapan agar nilai DB dan KcT yang diperoleh menjadi lebih tinggi. Rendahnya perkecambahan benih pada penelitian ini diduga karena faktor cahaya dan suhu. Hasil penelitian Suwarno (1984) menyimpulkan benih pepaya yang dikecambahkan dalam kondisi gelap tidak ada yang tumbuh, sedangkan pada kondisi terang daya berkecambahnya mencapai 91.67%. Menurut Bhattacharya dan Khuspe (2001) benih pepaya memiliki persentase yang rendah bila dikecambahkan pada suhu 200C, pada suhu 300C persentase perkecambahan mencapai 80% dan pada suhu 400C persentase perkecambahan sangat rendah.

(32)

  21  Kadar air benih sebelum dikecambahkan pada penelitian ini tidak berpengaruh terhadap perkecambahan benih pepaya. Kadar air benih setelah benih dikeringkan berkisar 8.35–13.27%. Hasil penelitian Sari (2005) menyebutkan benih pepaya tanpa sarcotesta yang dikeringkan hingga kadar air 11-12% dan 6-7% mempunyai viabilitas yang sama baiknya. Kadar air benih setelah benih dikeringkan dapat dilihat pada Tabel Lampiran 6.

Suhu dan RH perkecambahan saat hari cerah pada penelitian ini disajikan pada Tabel Lampiran 7. Pada hari cerah suhu lingkungan perkecambahan dapat mencapai 360C. Ini berarti suhu pada media perkecambahan yang menggunakan media pasir lebih dari 360C. Hasil penelitian Bhattacharya dan Khuspe (2001), menunjukkan pada suhu 350C, suhu yang mendekati 360C pada penelitian ini akan mengakibatkan persentase perkecambahan yang rendah sebesar 25%.

Suhu yang tinggi pada rumah kasa, tidak berarti kebutuhan benih akan unsur cahaya terpenuhi. Keadaan sekitar tempat perkecambahan benih terutama pohon yang tinggi sekitar rumah kasa serta atap rumah kasa yang sudah berlumut mengakibatkan benih kekurangan unsur cahaya, terutama saat pagi hari. Tingginya suhu lingkungan perkecambahan dan unsur cahaya yang tidak optimum menyebabkan lingkungan perkecambahan menjadi tidak optimum, benih tidak dapat tumbuh secara normal dan benih yang berkecambah banyak yang busuk. Persentase benih yang busuk disajikan pada Tabel Lampiran 8. Lingkungan yang tidak optimum ini juga menyebabkan daya berkecambah benih rendah dan koefisien keragaman pada sidik ragam peubah DB dan KcT benih menjadi tinggi.

Pengaruh Letak Benih dalam Buah Pepaya

Buah pepaya merupakan buah klimaterik, dimana proses respirasi buah dan produksi etilennya cukup tinggi sehingga proses pemasakan buah berlangsung dalam waktu yang lebih cepat. Pada saat proses pemasakan buah, proses pematangan biji pun sedang berlangsung (Santoso dan Purwoko, 1995). Menurut Branco (2007), buah pepaya mengalami proses pemasakan fisiologis benih yang dimulai dari bagian ujung buah.

Dapat diduga bahwa benih pepaya dalam suatu buah mengalami proses pemasakan fisiologis pada waktu yang berbeda, tetapi karena buah pepaya

(33)

  22  termasuk buah klimaterik perbedaan waktu masak fisiologis benih dari bagian ujung ke bagian pangkal buah menjadi lebih singkat. Diduga keadaan yang demikian mengakibatkan benih yang berasal dari bagian pangkal dan ujung buah benih memiliki viabilitas dan vigor yang tidak berbeda nyata.

Keterangan : BKB : bobot kering benih, PTM : potensi tumbuh maksimum, DB : daya berkecambah, KcT : kecepatan tumbuh benih

Gambar 3. Nilai Tengah Potensi Tumbuh Maksimum, Daya Berkecambah, Kecepatan Tumbuh dan Bobot Kering Benih Pengaruh Letak Benih dalam Buah

Nilai tengah Pengaruh letak benih dalam buah terhadap semua peubah yang diamati dapat dilihat pada Gambar 3. Dari gambar tersebut nampak bahwa benih yang berasal dari bagian ujung dan pangkal buah menghasilkan DB, PTM, KcT dan BKB yang tidak berbeda nyata, meskipun ada sedikit kecenderungan benih bagian pangkal memiliki nilai DB dan KcT lebih tinggi.

Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Branco (2007) yang menunjukkan bahwa benih pepaya yang berasal dari pangkal buah

(34)

  23  memiliki kecepatan tumbuh yang lebih tinggi dibanding dengan benih yang berasal dari bagian tengah dan ujung buah. Hasil peneltian Branco (2007) sejalan dengan dengan hasil penelitian Maisyaroh dan Suwarno (1988) yang menunjukkan, benih di bagian pangkal buah pepaya varietas Jingga memiliki vigor bibit yang lebih baik dari pada benih di bagian tengah dan ujung buah.

Perbedaan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian Branco (2007) dan penelitian Maisyaroh dan Suwarno (1988) dikarenakan perbedaan genotipe dari buah pepaya yang digunakan dalam percobaan. Perbedaan genotipe menyebabkan proses pemasakan buah dan pematangan benih secara spesifik akan berbeda pula, yang akhirnya berpengaruh terhadap vaibilitas benih yang dihasilkan.

Pengaruh Letak Benih dalam Buah Pada Berbagai Tingkat Kemasakan Buah Pepaya

Perlakuan pemeraman buah dengan letak benih dalam buah tidak berinteraksi secara nyata pada semua peubah yang diamati. Benih yang berasal dari bagian pangkal dan ujung buah akan menghasilkan viabilitas dan vigor yang sama baiknya pada berbagai tingkat kematangan buah. Nilai tengah pengaruh interaksi pemeraman buah dan letak benih dalam buah terhadap semua peubah yang diamati dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Tengah Potensi Tumbuh Maksimum, Daya Berkecambah, Kecepatan Tumbuh dan Bobot Kering Benih Pengaruh Interaksi Pemeraman Buah dan Letak Benih dalam Buah

Lama pemeraman

(hari)

Letak Benih dalam Buah

L1 L2 L1 L2 L1 L2 L1 L2 BKB(gr) PTM(%) DB(%) KcT(%KN/etmal) 0 0.952 0.976 41.33 48.67 4.67 2.00 0.17 0.07 4 0.905 0.883 82.00 84.67 16.67 22.00 0.67 0.90 7 0.885 0.884 84.00 82.00 28.67 12.00 1.27 0.48 Kontrol 0.880 0.886 92.00 93.33 38.67 20.67 1.63 0.82

Keterangan : L1 ; benih bagian pangkal buah, L2 ; benih bagian ujung buah, BKB : bobot kering benih, PTM : potensi tumbuh maksimum, DB : daya berkecambah, KcT : kecepatan tumbuh benih

(35)

  24  Perubahan viabilitas yang terjadi pada benih bagian pangkal dan ujung buah lebih dikarenakan perubahan fisiologis perkembangan benih yang terjadi didalam buah. Buah pepaya yang digunakan dalam penelitian ini sudah memasuki tahapan pematangan yang optimum, karena sudah mulai terjadi semburat kuning pada bagian ujung buah. Menurut Santoso dan Purwoko (1995) buah pepaya termasuk buah klimaterik, sehingga proses pemasakan buah berlangsung dalam waktu yang lebih singkat. Buah yang sudah mengalami pematangan yang optimum, selanjutnya akan mengalami proses pemasakan buah yang dapat terjadi walaupun buah sudah tidak lagi menempel pada tanaman induknya. Buah yang mengalami proses pemasakan buah ditandai dengan menghilangnya warna hijau pada buah.

Dapat diduga bahwa viabilitas benih bagian pangkal dan ujung buah tidak berbeda nyata pada berbagai tingkat kemasakan buah karena (1) proses pematangan benih antara benih bagian pangkal dan ujung buah yang terjadi dalam proses pemasakan buah juga, berlangsung dengan perbedaan waktu yang singkat dan (2) buah yang digunakan dalam penelitian ini sudah mencapai tahapan pematangan buah yang optimum, sehingga buah pepaya selanjutnya mengalami proses yang sama yaitu tahapan pemasakan buah. Keadaan tersebut menyebabkan proses pematangan benih yang terjadi pada buah pepaya yang diperam selama 0, 4 dan 7 hari serta buah kontrol mempunyai pola yang sama . Dugaan ini diperkuat dengan nilai bobot kering benih yang tidak berbeda nyata antara benih bagian pangkal dan ujung buah pada berbagai perlakuan pemeraman buah.

(36)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Benih yang berasal dari buah pepaya mengkal yang telah diperam selama 0 hari memiliki viabilitas dan vigor benih yang rendah.Pemeraman buah pepaya mengkal dapat meningkatkan viabilitas dan vigor benih. Pemeraman buah pepaya mengkal selama 4 dan 7 hari menghasilkan viabilitas dan vigor yang sama baiknya dengan benih yang berasal dari buah pepaya matang pohon dengan semburat kuning 80 - 85 %.

Benih yang berasal dari bagian pangkal dan ujung buah tidak menghasilkan perbedaan viabilitas dan vigor benih secara nyata. Hasil penelitian ini juga menunjukkan tidak terdapat interaksi yang nyata antara pengaruh letak benih dalam buah dengan lama pemeraman buah terhadap viabilitas dan vigor benih yang dihasilkan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian pengaruh pemeraman buah pepaya dengan menggunakan tingkat kemasakan awal buah pepaya yang berbeda terhadap viabilitas dan vigor benih. Tingkat kemasakan awal buah pepaya tersebut, hendaknya menggunakan buah pepaya yang dalam tahapan pertumbuhan buah untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang terjadi pada benih selama proses pemeraman buah berlangsung.

(37)

 

26   

 

DAFTAR PUSTAKA

Bhattacharya, J. and S. S. Khuspe. 2001. In vitro and in vivo germination of papaya (Carica papaya L.) seeds. Scientia Horticulturae 91 : 39-49.

 

Branco, L. M. 2007. Pengaruh pemangkasan pohon dan letak benih dalam buah terhadap peningkatan produksi dan mutu benih pepaya (Carica papaya L.). Tesis. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 51 hal.

 

Chow, Y. J and C. H. Lin. 1991. p-Hydroxybenzoic acid as the major phenolic germination inhibitor of papaya seed. Seed Sci. and Technol. 19:167-174.  

Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. 2004. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Buah-Buahan, Sayuran, Tanaman Hias dan Tanaman Obat Tahun 2003. Departemen Pertanian. Jakarta. 192 hal.

 

Ellis, R. H., Hong, T. D and Roberts, E. H. 1991. Effect of storage temperature and moisture on the germination of papaya seeds. Seed Science Research. 1: 67-72.

 

Fatimah, E. 2007. Pengaruh pemeraman buah dan periode simpan terhadap viabilitas benih pepaya (Carica papaya L.). Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 34 hal.

 

Justice, O. L. and Louis, N. B. 2002. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. 446 hal.

 

Kalie, M. B. 2007. Bertanam Pepaya. Penebar Swadaya. Jakarta. 120 hal.  

Kamil, J. 1979. Teknologi Benih 1. Angkasa Raya. Padang. 227 hal.  

Maisyaroh, S. D. dan F. C. Suwarno. 1988. Pengaruh ukuran benih dan letak benih dalam buah terhadap penampakan sek dan vigor bibit pepaya (Carica papaya. L.). Buletin Agronomi , 18 (1) : 1-9.

 

Nurlovi, D. 2004. Viabilitas benih pepaya (Carica papaya L.) pada beberapa tingkat kadar air awal selama penyimpanan. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 34 hal.

 

Pranoto, H. S., W. Q. Mugnisjah dan E. Muniarti. 1990. Biologi Benih. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati Institut Pertanian Bogor. Bogor. 137 hal.  

Rahardjo, P. 1981. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap daya hidup benih coklat. Menara Perkebunan, 49 (3) : 65-68.

(38)

 

27   

 

Sadjad, S., H. Suseno., S. S. Harjadi., J. Sutakaria., Sugiharso dan Sudarsono. 1980. Dasar-Dasar Teknologi Benih Kapita Selekta. Dep. Agr. IPB. Bogor. 216 hal.

Santoso, B. B dan B. S. Purwoko. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman Hortikultura. Indonesia Australia Eastern University Project. Jakarta. 187 Hal.

Sari, M. 2005. Pengaruh sarcotesta dan kadar air benih terhadap viabilitas, kandungan total fenol dan daya simpan benih pepaya (Carica papaya L.). Tesis. Departemen Aronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 51 hal.

 

Sari, M. E., E. Muniarti. dan M. R. Suhartanto. 2005. Pengaruh sarcotesta dan pengeringan benih serta perlakuan pendahuluan terhadap viabilitas dan dormansi benih pepaya (Carica papaya L.). Buletin Agronomi, 13 (2) : 23-30.

 

Sari, M. E., E. Muniarti. dan M. R. Suhartanto. 2007. Pengaruh sarcotesta dan kadar air benih terhadap kandungan total fenol dan daya simpan benih pepaya (Carica papaya L.). Buletin Agronomi, 15 (1) : 44-49.

 

Shancez, V. M., F. J. Sundstrom, G. N. McClure, and N. S. Lang. 1993. Fruit maturity, storage, postharvest storage maturation treatment affect bell pepper (Capsicum annum L.) seed quality. Scientia Horticulturae. 54: 191-201.

 

Sulistiowati, H. 2004. Perbaikan mutu benih pepaya (Carica papaya L.) dengan menggunakan mesin pemilah benih. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 56 hal.

 

Sumartuti, H. 2004. Pengaruh cara ekstraksi dan pengeringan benih dan vigor bibit pepaya (Carica papaya L.). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 42 hal.

 

Sunaryono. 2003. Prospek Berkebun Buah. Penebar Swadaya. Jakarta. 127 hal. Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. 237 hal.  

Suwarno, F. C. 1984. Pengaruh cahaya dan perlakuan benih terhadap perkecambahan benih pepaya (Carica papaya L.). Bulletin Agronomi, 15 (3) : 48-60.

 

Togatorop, S. 1999. Pengaruh tingkat kemasakan, metode ekstraksi dan penundaan penanaman terhadap viabilitas benih markisah (Passiflora

edulis sims.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB.

Bogor. 48 hal.  

(39)

 

28   

 

Villegas, V. N. 1997. Carica Papaya L. Hal. 125-131. dalam E. W. M. Verheij dan R. E. Coronel (eds.). PROSEA, sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2, Buah-buahan yang Dapat Dimakan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Wolswinkel, P. 1992. Transport of nutrient into development seed: a review of

physiological mechanism. Seed Science Research. 2: 59-73  

(40)

  29 

(41)

  30  Tabel Lampiran 1. Deskripsi Pepaya IPB-6C

Warna kulit buah : hijau

Warna daging buah : kuning orange Bentuk tengah buah : angular Bentuk pangkal buah : tegak Tekstur kulit buah : licin Bobot per buah : ± 2.8 kg PTT : 8-90brix

Sumber : PKBT : http://www.rusnasbuah.or.id

Tabel Lampiran 2. Analisis Ragam Pengaruh Pemeraman Buah dan Letak Benih dalam Buah terhadap Bobot Kering Benih

Sumber Keragaman db JK KT F Pr>F Pemeraman Buah (P) 3 0.0272750 0.0090917 17.67 0.001** Letak Benih (L) 1 0.0000207 0.0000207 0.04 0.846tn P X Ulangan 6 0.0100288 0.0016715 3.25 0.064tn Ulangan 2 0.0024072 0.0012036 2.34 0.159tn P X L 3 0.0016471 0.0005490 1.07 0.416tn Galat 8 0.0041168 0.0005146 Total Koreksi 23 0.0454956 Koefisien keragaman = 2.5%

Tabel Lampiran 3. Analisis Ragam Pengaruh Pemeraman Buah dan Letak Benih dalam Buah terhadap Viabilitas Total dengan peubah PTM

Sumber Keragaman db JK KT F Pr>F Pemeraman Buah (P) 3 3804.46 1268.15 24.42 0.000** Letak Benih (L) 1 19.86 19.86 0.38 0.554tn P X Ulangan 6 1133.22 188.87 3.64 0.048* Ulangan 2 731.40 365.70 7.04 0.017* P X L 3 23.20 7.73 0.15 0.927tn Galat 8 415.39 51.92 Total Koreksi 23 6127.51 Koefisien keragaman = 11.57% Transformasi data dengan arcsin √%

(42)

  31  Tabel Lampiran 4. Analisis Ragam Pengaruh Pemeraman Buah dan Letak Benih dalam Buah terhadap Vigor Kekuatan Tumbuh dengan peubah KcT Sumber Keragaman db JK KT F Pr>F Pemeraman Buah (P) 3 75.041 25.014 6.95 0.013* Letak Benih (L) 1 5.960 5.960 1.66 0.234tn P X Ulangan 6 17.697 2.949 0.82 0.584tn Ulangan 2 0.602 0.301 0.08 0.921tn P X L 3 11.466 3.822 1.06 0.418tn Galat 8 28.795 3.599 Total Koreksi 23 139.561 Koefisien keragaman = 43.56% Transformasi data dengan arcsin √%  

Tabel Lampiran 5. Analisis Ragam Pengaruh Pemeraman Buah dan Letak Benih dalam Buah terhadap Viabilitas Potensial dengan peubah DB

Sumber Keragaman db JK KT F Pr>F Pemeraman Buah (P) 3 2274.05 758.02 8.19 0.008** Letak Benih (L) 1 166.95 166.95 1.80 0.216tn P X Ulangan 6 582.83 97.14 1.05 0.461tn Ulangan 2 16.52 8.26 0.09 0.916tn P X L 3 302.82 100.94 1.09 0.407tn Galat 8 740.52 92.57 Total Koreksi 23 4083.70 Koefisien keragaman = 43.07% Transformasi data dengan arcsin √%

Tabel Lampiran 6. Kadar Air Benih setelah Benih dikeringkan

Lama Pemeraman (Hari) Ulangan Pangkal (%) Letak Benih dalam Buah Ujung (%)

0 1 9.69 9.76 0 2 10.81 13.27 0 3 10.14 10.34 4 1 9.33 9.67 4 2 8.81 9.10 4 3 8.67 8.54 7 1 9.03 8.77 7 2 9.12 11.58 7 3 8.44 8.35 Kontrol 1 10.84 11.46 Kontrol 2 10.60 11.07 Kontrol 3 10.95 10.81

(43)

  32  Tabel Lampiran 7. Perubahan Suhu dan RH Lingkungan Perkecambahan Pada

Saat Cuaca Cerah

Jam Suhu (0C) RH (%) 09.00 31.1 62 10.00 34.3 49 11.00 36.0 46 12.00 34.0 50 13.00 35.0 46 14.00 35.7 44 15.00 34.1 48 16.00 32.7 52

Tabel Lampiran 8. Banyaknya Benih yang Busuk setelah Kulit Benih Pecah Pada Waktu Perkecambahan

Lama Pemeraman (Hari) Ulangan Pangkal (%) Letak Benih dalam Buah Ujung (%)

0 1 0 2 0 2 12 6 0 3 14 30 4 1 14 16 4 2 18 24 4 3 34 32 7 1 4 40 7 2 30 44 7 3 46 48 Kontrol 1 30 28 Kontrol 2 22 26 Kontrol 3 12 24

Gambar

Gambar 1. Tingkat Kemasakan Buah setelah Perlakuan Pemeraman  Pemisahan Benih
Tabel 1. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Pemeraman Buah (P), Letak Benih  dalam Buah (L) serta Interaksinya (PL) terhadap Potensi Tumbuh  Maksimum, Daya Berkecambah, Kecepatan Tumbuh dan Bobot Kering  Benih
Gambar 3.  Nilai Tengah Potensi Tumbuh Maksimum, Daya Berkecambah,   Kecepatan Tumbuh dan Bobot Kering Benih Pengaruh Letak Benih  dalam Buah
Tabel 3. Nilai Tengah Potensi Tumbuh Maksimum, Daya Berkecambah,   Kecepatan Tumbuh dan Bobot Kering Benih Pengaruh Interaksi  Pemeraman Buah dan Letak Benih dalam Buah
+4

Referensi

Dokumen terkait

Bagian tanaman katuk memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai b tepung katuk Bagian 15 dari ujung pangkal pucuk menghasilkan tepung katuk dengan nilai b

Skarifikasi benih pada bagian pangkal menyebabkan benih lebih cepat berkecambah dibanding skarifikasi pada bagian lainnya, diduga karena skarifikasi dilakukan dekat

Interaksi antara tingkat kemasakan buah dan metode ekstraksi berpengaruh nyata terhadap kemurnian benih, vigor kecepatan kecambah benih, daya kecambah benih dan

Dari permasalahan yang telah diuraikan maka perlu dilakukan penelitian mengenai “ Pengaruh Media Tanam dan Tingkat Kemasakan Buah terhadap Viabilitas dan vigor

Secara vertikal, nilai kerapatan ikatan pembuluh pada posisi pangkal dan tengah tidak berbeda nyata namun antara pangkal, tengah, dan bagian ujung mempunyai

Tidak terdapat perbedaan yang nyata dalam panjang buah, diameter buah, rasio panjang/diameter buah, kekerasan kulit buah (pangkal, tengah, ujung), kekerasan daging buah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kemasakan benih berbeda sangat nyata pada variabel diameter batang dan jumlah daun, berbeda nyata pada variabel tinggi

Hasil penelitian menunjukkan : 1 Tingkat kemasakan buah berpengaruh nyata terhadap mutu fisik ukuran buah dan benih, berat buah dan benih, kadar air buah dan benih, fisiologis daya