• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERCEPTIONS OF UNTAG STUDENTS REGARDING THE CHILD-FREE LIFESTYLE: A STUART HALL CULTURAL CIRCUIT APPROACH

N/A
N/A
Lintang Cahyaningtyas

Academic year: 2023

Membagikan "PERCEPTIONS OF UNTAG STUDENTS REGARDING THE CHILD-FREE LIFESTYLE: A STUART HALL CULTURAL CIRCUIT APPROACH "

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

PERCEPTIONS OF UNTAG STUDENTS REGARDING THE CHILD-FREE LIFESTYLE: A STUART HALL CULTURAL CIRCUIT APPROACH

ABSTRACT

INTRODUCTION

Seiring dengan majunya peradaban manusia menyebabkan adanya pergeseran social budaya yang membuat kehidupan masyarakat menjadi masyarakat kompleks, selain itu dengan tingginya tingkat perkembangan media social saat ini, dunia seperti tanpa sekat sehingga kebudayaan asing mudah masuk dan berkembang di Indonesia. Salah satunya yang saat ini menjadi perbincangan di kalangan masyarakat Indonesia melalui media social yaitu childfree.

Childfree adalah istilah yang mengacu pada suatu konsep dimana pasangan memilih untuk tidak memiliki atau membesarkan anak dan menurut Cambridge Dictionary, childfree adalah suatu pandangan dimana seseorang atau pasangan tidak menginginkan seorang anak. Hal ini dapat dikatakan bahwa seseorang yang secara sadar memutuskan untuk tidak hamil, mengadopsi anak maupun memperoleh anak dengan cara yang lain.

Berkembangnya fenomena childfree di negara-negara maju dalam dimensi modernitas, membuat beberapa pesohor tanah air juga menganut istilah ini. Hal ini dapat dilihat dari kalangan influencer, public figure serta masyarakat itu sendiri. Fenomena childfree menjadi salah satu konsep pernikahan bagi mereka. Selain itu, Istilah childfree sangat familiar dengan feminis, dimana perempuan memiliki hak untuk menentukan pilihan hidup dan keputusan untuk menjadi seorang ibu. Tetapi, fenomena ini dianggap tabu serta menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Mereka beranggapan bahwa childfree sangat bertolak belakang dengan narasi agama, social, dan adat yang masih sangat kental di Indonesia.

Berdasarkan penjelasan diatas, penulis tertarik untuk menganalisis fenomena childfree yang saat ini sedang terjadi di Indonesia. Adanya perbedaan pemikiran dan pemahaman

(2)

masyarakat terhadap childfree menjadi alasan penulis untuk menganalisis topik ini. Adapun rumusan masalah yang penulis identifikasi adalah sebagai berikut: 1) …… 2) …… 3) ……..

tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan/persepsi masyarakat Indonesia khususnya mahasiswa Untag Surabaya mengenai childfree

RESEARCH METHOD

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan menitikberatkan fenomena childfree. Metode kualitatif deskriptif merupakan salah satu metode penelitian yang digunakan untuk menjabarkan realitas dalam bentuk penjelasan kalimat deskriptif. Penelitian akan memfokuskan kepada sudut pandang atau persepsi individu terhadap konsep childfree, dimana mahasiswa untag Surabaya menjadi subjek penelitian. Data yang terkumpul diklasifikasi dan dianalisis menggunakan A Stuart Hall Cultural Circuit approach.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan analisis resepsi dimana khalayak sebagai pihak aktif yang menerima dan menghasilkan makna. Sumber data yang digunakan penulis terdiri dari data primer dan data sekunder.

Data primer yang penulis gunakan yaitu dengan menyebarkan kuesioner kepada responden melalui tautan google form. Data yang digunakan terdiri dari pengetahuan responden tentang childfree dan bagaimana sudut pandangnya terhadap fenomena childfree. Kuesioner terdiri dari tujuh pertanyaan dengan empat pertanyaan pilihan ganda dan tiga pertanyaan uraian.

Kuesioner disebarluaskan oleh penulis secara bebas tanpa ketentuan apapun. Sedangkan, untuk data sekunder penulis menggunakan jurnal, buku serta sumber internet yang terercaya.

RESULT AND DISCUSSION

1.1 Pengetahuan Mahasiswa Untag Surabaya mengenai childfree

Hasil kuesioner menunjukkan bahwa banyak dari responden sudah mengetahui fenomena childfree sebagai suatu keputusan untuk tidak memiliki anak dan sebagian besar media social adalah wadah informasi mereka mengetahui fenomena ini. Seperti yang digambarkan dalam diagram dibawah ini, data statistic memperlihatkan bahwa 100% responden mengetahui

(3)

fenomena childfree dan 80% mendapat informasi childfree dari media social serta 20% dari internet, seperti gambar diagram dibawah ini.

1.2 Pandangan mahasiswa Untag Surabaya terhadap fenomena childfree

Untuk hasil penelitian tentang pandangan atau persepsi responden terhadap fenomena childfree, penulis menemukan bahwa adanya pro dan kontra dengan jawaban yang beragam.

Untuk responden yang memilih pro terhadap fenomena childfree, mereka menyatakan bahwa childfree adalah pilihan setiap individu, kekhawatiran atau belum siapnya setiap pasangan dalam hal finansial dan masa depan anak, mengurangi populasi penduduk yang mana akan menambah angka kriminalitas, serta gagal menjadi orang tua yang baik. Kemudian untuk responden yang memilih kontra, mereka menyatakan childfree mungkin dapat menyebabkan kurangnya bahagia karena tidak memiliki keturunan, akan mengurangi populasi penduduk

(4)

dan menganggap bahwa anak adalah anugerah tuhan, seseorang yang memutuskan untuk melakukan childfree merupakan pilihan Selain itu, penulis juga memberikan pertanyaan apakah fenomena childfree menjadi sesuatu yang positif atau negative?. Sebagian besar responden menjawab negative dan sisanya menjawab positif. Untuk responden yang memilih dampak positif, menurut mereka dampak tersebut dirasakan oleh pasangan itu sendiri dalam kehidupan pasangan childfree, misalnya finansial dan kesiapan mental mereka. Sedangkan untuk responden yang menjawab negative, responden beranggapan hal ini dapat memutus rantau keturunan yang mana tidak adanya generasi penerus dan menyalahkan kodrat manusia dimana anak adalah suatu anugerah.

1.3 Faktor atau alasan yang mempengaruhi mahasiswa Untag Surabaya memilih childfree Selanjutnya untuk factor yang mempengaruhi mahasiswa Untag Surabaya memilih childfree, penulis memberikan pertanyaan berupa ‘’Apa alasan terbesar apabila anda akan/telah melakukan childfree? dan bagaimana langkah yang anda ambil jika orang tua tidak setuju?’’. Pada pertanyaan ini, secara pribadi responden dominan tidak menerapkan childfree dan lebih memilih mempunyai anak dari pernikahan. Sedangkan alasan responden yang memilih untuk melakukan childfree adalah sebagai salah satu langkah yang harus diambil karena factor ekonomi yang belum mapan maupun jika masih belum dikaruniai anak. Untuk langkah yang diambil jika orang tua tidak setuju adalah dengan menjelaskan dengan alasan yang lagis dan memberi pengetahuan kepada orang tua agar mengerti maksud dan tujuan memilih childfree.

CONCLUSION

Para responden sudah mengatahui gaya hidup childfree, sebagian dari mereka mengetahuinya dari internet dan juga social media.

Responden menganggap childfree sebagai sesuatu yang positive dan negative. Menurut responden childfree bisa menjadi sesuatu yang positive dan pilihan yang tepat apabila adanya alasan yang jelas seperti kondisi ekonomi, dimana pasangan tersebut memikirkan masa depan anak dan keluarganya, ingin tetap terlihat muda dan sehat secara alami. Sebaliknya childfree

(5)

menjadi sesuatu yang negative jika dilakakukan tanpa dasar yang jelas dan hanya ingin mengikuti tren saja.

Responden dominan untuk tidak melakukan childfree alasannya adalah tidak ingin memutus garis keturunan. Sedangkan beberapa responden yang memilih untuk childfree beralasan sebagai salah satu langkah yang harus diambil saat belum mampu secara finansial.

Terhadap pro dan kontra childfree, para responden lebih cenderung menjadi pihak netral yang mana artinya responden saling menghargai keputusan yang diambil, karena sejatinya yang menjalankannyalah yang bisa memutuskan.

Referensi

Dokumen terkait