Nama : Cynthia Harianja NIM : 190304084
Kelas : AGB 2
Mata Kuliah : Perdagangan Internasional TUGAS
Berdasarkan model Ricardian dapat diketahui mengenai manfaat potensial yang mengarah pada spesialisasi internasional. Di mana menurut Ricardo semua input dapat berpindah dari satu industri ke berbagai kegiatan industri lainnya.
Namun, dalam dunia nyata perdagangan berpengaruh besar terhadap distribusi pendapatan di setiap Negara sehingga mungkin manfaat perdangan tidak terdistribusi secara merata. Adapun dua faktor penyebabnya antara lain : (1) Adanya sumber daya yang tidak dapat berpindah dengan cepat atau dengan biaya yang murah, dari satu industri ke industri lainnya. (2) Penggunaan faktor produksi pada satu industri belum tentu sama dengan industri lainnya.
Berdasarkan model Ricardian tersebut, Samuelson dan Jones (1971) mulai mengembangkan model faktor-faktor spesifik yaitu faktor di luar tenaga kerja yang hanya dapat digunakan untuk menghasilkan barang-barang tertentu. Spesifik disini sangat relatif, artinya sangat tergantung pada jenis barang yang diproduksi.
Jadi, faktor produksi tidak memiliki mobilitas yang tinggi seperti yang digambarkan oleh Ricardo.
Contoh perdagangan internasional dan keuntungan suatu Negara antara lain:
1. Harga beras Jepang merupakan harga tertinggi di dunia.
Harga beras di Jepang yang paling mahal berada di tingkat 1 dunia yaitu sebesar $5,35. Harga tersebut sangatlah mahal untuk 1 kg beras. Apabila kita bandingkan dengan harga beras di Indonesia, maka perbandingannya sangat jauh, di mana harga beras di Indonesia hanya sebesar $0,84/kg. Harga beras Indonesia berada pada tingkat 90, yang harganya bahkan kurang dari $1. Apabila kita disuruh untuk berspekulasi tentang beras Jepang yang harganya sangat mahal, kita pasti akan ada pikiran yang memilih untuk mengimpor beras dari Negara lain saja,
karena beras di Negara lain harganya sangat murah sehingga apabila Jepang mengimpor beras dari luar pasti Jepang akan mendapat jumlah beras yang jauh lebih banyak daripada apabila mereka memproduksinya sendiri di Jepang.
Namun, Jepang tidak memilih pilihan tersebut, mereka bahkan memilih untuk meminimalkan impor. Hal tersebut merupakan suatu kebijakan proteksi, di mana apabila mengimpor produk luar, maka harga beras impor tersebut akan lebih murah sehingga beras lokal tidak akan laku di Jepang. Apabila beras lokal tidak laku, maka petani pendapatan petani di Jepang akan sangat sedikit dan akhirnya kehilangan pekerjaan. Petani padi tersebut tidak bisa dengan mudah pindah ke sektor industri lain. Misalnya, petani padi tersebut dialihkan atau pindah ke industri otomotif yaitu pabrik Toyota, keahlian petani tersebut akan sia-sia karena di pabrik tersebut keahliannya tidak dipakai, sehingga petani tersebut harus diberikan pelatihan dan tentu dengan biayanya mahal. Selain itu, ada kebijakan lain yang diterapkan oleh Jepang mengenai beras yaitu adanya kuota impor dan tarif bea masuk yang tinggi (termasuk kebijakan proteksi), sehingga harga beras impor relatif lebih mahal dan produk dalam negeri lebih memiliki daya saing daripada beras impor.
Faktor spesifik merupakan faktor yang membutuhkan waktu sangat lama untuk berpindah. Adapun fungsi faktor spesifik sebagai berikut :
QM = QM (K, LM) ; QF = QF (T, LF)
Contoh model : Asumsi ada 2 output yaitu pakaian (C) dan makanan (F), 3 input yang terdiri dari labour (L), Capital (K), dan land (T) dan merupakan pasar persaingan sempurna. Pakaian diproduksi dengan menggunakan capital dan labour sehingga fungsinya : QC = QC (K, LC). Sedangkan makanan diproduksi dengan menggunakan land dan labour sehingga dihasilkan fungsi berikut : QF = QF (T, LF). Labour merupakan input yang dapat berpindah sedangkan land dan capital merupakan input spesifik.
Keterangan : kurva di samping merupakan kurva fungsi produksi baju. Berdasarkan kurva tersebut, dapat kita lihat bahwa fungsi produksinya meningkat semakin landai, artinya peningkatan yang semakin landai menunjukkan adanya diminishing returns. Apabila input tenaga kerja terus ditambah, maka produktivitas akan semakin menurun juga dan output yang dihasilkan akan semakin sedikit.
Gambar di samping bukan merupakan gabungan dari kuadran I, II, III, dan IV melainkan hanya kuadran I yang ada 4 jumlahnya. Semua kuadran I tersebut kemudian digunakan untuk membangun kurva kemungkinan produksi (KKP).
Kuadran kiri bawah menunjukkan alokasi tenaga kerja.
Sedangkan kuadran kanan bawah menunjukkan fungsi produksi pada sektor pakaian. Kuadran kiri atas menunjukkan produksi yang sesuai fungsinya yaitu untuk sektor makanan. Kuadran kanan atas menunjukkan kombinasi pakaian dan makanan yang dapat dihasilkan.
Gambar di samping menunjukkan permintaan tenaga kerja di dua sektor antara lain: sektor pakaian dan makanan. Di mana permintaan tenaga kerja di sektor pakaian adalah MPLC yang dikalikan dengan PC. Sedangkan permintaan tenaga kerja di sektor makanan dapat diukur dari kanan. Sumbu horizontal pada gambar tersebut menunjukkan total tenaga kerja LC + LF = L. Baik sektor pakaian maupun sektor makanan harus membayar upah yang sama karena tenaga kerja dapat berpindah dari satu sektor ke sektor yang lain.
Keterangan : Jika upah di sektor pakaian lebih tinggi, maka pekerja akan beralih dari yang awalnya membuat makanan menjadi membuat pakaian, hal tersebut akan terjadi sampai upah di kedua sektor menjadi sama. Atau jika upah di sektor makanan lebih tinggi, pekerja akan bergerak ke arah lain. Di mana kurva permintaan tenaga kerja berpotongan memberikan keseimbangan upah dan alokasi tenaga kerja antara kedua sektor tersebut.
Keterangan : Kurva di samping merupakan kurva fungsi produksi marjinal. Berdasarkan kurva tersebut, dapat diketahui bahwa fungsi produksi marjinal tenaga kerja yang semakin melandai, itu berarti dengan adanya penambahan 1 tenaga kerja, pertambahan output (marginal output) akan semakin kecil.