• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KM 41 TAHUN 2023 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN REKOMENDASI KEBIJAKAN TRANSPORTASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KM 41 TAHUN 2023 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN REKOMENDASI KEBIJAKAN TRANSPORTASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTER"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

KEPUTUSAN MENTER! PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KM 41 TAHUN 2023

TENTANG

PEDOMAN PENYUSUNAN REKOMENDASI KEBIJAKAN TRANSPORTASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTER! PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang

Mengingat

a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 609 dan Pasal 610 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 17 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan, Badan Kebijakan Transportasi mempunyai tugas dan fungsi dalam menyelenggarakan analisis dan penyusunan rekomendasi kebijakan transportasi;

b. bahwa dalam rangka penyelarasan persepsi dan koordinasi dalam pembuatan analisis, penyiapan penyusunan rekomendasi kebijakan di lingkungan Kementerian Perhubungan, perlu diatur mengenai pedoman penyusunan rekomendasi kebijakan transportasi di lingkungan Kementerian Perhubungan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Keputusan Menteri Perhubungan tentang Pedoman Penyusunan Rekomendasi Kebijakan Transportasi di Lingkungan Kementerian Perhubungan;

1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun ...

(2)

Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916);

2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ten tang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 143);

4. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2022 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 33);

5. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor PER/04/M.PAN/4/2007 tentang Pedoman Umum Formulasi, Implementasi, Evaluasi Kinerja dan Revisi Kebijakan Publik di Lingkungan Lembaga Pemerintah Pusat dan Daerah;

6. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 82 Tahun 2013 ten tang Tata Cara Tetap Pelaksanaan Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan, Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerja Sama di Lingkungan Kementerian Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1151) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 69 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 82 Tahun 2013 tentang Tata Cara Tetap Pelaksanaan Penyusunan Peraturan Perundang- U ndangan, Kesepakatan Bersama dan Perjanjian Kerja Sama di Lingkungan Kementerian Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 888);

10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 50 Tahun 201 7 ten tang Pedoman Penyusunan Peta Proses Bisnis dan Standar Operasional Prosedur di Lingkungan Kementerian Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 948);

11. Peraturan ...

(3)

Menetapkan

PERTAMA

KEDUA

11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 17 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 815);

12. Peraturan Lembaga Administrasi Negara Nomor 28 Tahun 2017 ten tang Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Bagi Analis Kebijakan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1877);

13. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 41 Tahun 2021 tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Kementerian Perhubungan;

MEMUTUSKAN:

KEPUTUSAN MENTER! PERHUBUNGAN TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN REKOMENDASI KEBIJAKAN TRANSPORTASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN.

Menetapkan Pedoman Penyusunan Rekomendasi Kebijakan Transportasi di Lingkungan Kementerian Perhubungan, sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.

Pedoman Penyusunan Rekomendasi Kebijakan Transportasi di Lingkungan Kementerian Perhubungan sebagaimana dimaksud dalam Diktum PERTAMA sebagai acuan penyelenggaraan penyusunan rekomendasi kebijakan Transportasi pada Badan Kebijakan Transportasi dengan melibatkan setiap Unit Organisasi Eselon I di lingkungan Kementerian Perhubungan.

KETIGA ...

(4)

KETIGA Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 April 2023

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI KARYA SUMADI

SALINAN Keputusan Menteri ini disampaikan kepada:

1. Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan;

2. Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan;

3. Para Direktur Jenderal di lingkungan Kementerian Perhubungan;

4. Para Kepala Badan di lingkungan Kementerian Perhubungan.

Salinan sesuai dengan aslinya

=;e

{SEPALA BIRO HUKUM,

F. BUDI PRAYITNO

(5)

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR KM 41 TAHUN 2023 TENTANG

PEDOMAN PENYUSUNAN REKOMENDASI KEBIJAKAN TRANSPORTASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan ketentuan Pasal 609 dan Pasal 610 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 17 Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan, Badan Kebijakan Transportasi memiliki tugas untuk menyelenggarakan analisis dan pemberian rekomendasi kebijakan transportasi. Namun, belum ada ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pemberian rekomendasi kebijakan dan mengatur pola koordinasi antar Unit Organisasi Eselon I dalam pemberian rekomendasi kebijakan di lingkungan Kementerian Perhubungan.

B. Maksud dan Tujuan

Keputusan Menteri ini dimaksudkan sebagai penerapan pedoman pemberian analisis, dan penyusunan rekomendasi kebijakan di lingkungan Kementerian Perhubungan dan bertujuan untuk:

1. menyamakan persepsi dan mengatur pola koordinasi dalam menghasilkan rekomendasi kebijakan di lingkungan Kementerian Perhubungan;

2. memberikan keseragaman dan memastikan kualitas dari hasil penyusunan rekomendasi kebijakan, berupa Karya Tulis Ilmiah dan Karya Tulis Kedinasan yang disusun oleh Analis Kebijakan;

3. menjadi panduan dalam pembuatan analisis dan penyiapan bahan penyusunan rekomendasi kebijakan transportasi;

4. memberikan keseragaman dan keterpaduan dalam penyelenggaraan kegiatan penyusunan rekomendasi kebijakan transportasi;

(6)

5. mengatur pola koordinasi antar Unit Organisasi Eselon I di lingkungan Kementerian Perhubungan dalam menghasilkan kebijakan bidang transportasi; dan

6. merupakan langkah awal untuk mengatur perumusan konsep atau rancangan norma, standar, prosedur, dan kriteria penyelenggaraan transportasi.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pengaturan dalam Keputusan Menteri ini meliputi:

1. Penyusunan Rekomendasi Kebijakan;

2. Monitoring dan Evaluasi Kebijakan; dan

3. Sistem Penyimpanan Hasil Rekomendasi Kebijakan.

D. Pengertian

Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan:

1. Jabatan Fungsional Analis Kebijakan adalah jabatan fungsional tertentu yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung jawab, dan wewenang untuk melaksanakan kajian dan analisis kebijakan dalam lingkungan Kementerian Perhubungan.

2. Analis Kebijakan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberikan tugas, tanggungjawab, dan wewenang untuk melaksanakan kajian dan analisis kebijakan dalam lingkungan Kementerian Perhubungan.

3. Pakar adalah orang yang ahli di bidang tertentu dengan kemampuan untuk menilai dan memutuskan sesuatu dengan benar, baik, sesuai dengan aturan dan status oleh sesamanya ataupun khayalak.

4. Penyusunan Rekomendasi Kebijakan adalah kegiatan penyusunan dengan cara mengkaji dan menganalisis kebijakan yang menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme, akuntabilitas, integritas, efisiensi dan efektifitas untuk mencapai tujuan tertentu dan/ atau menyelesaikan isu- isu publik yang telah ditempatkan dalam agenda kebijakan.

5. Perumusan Kebijakan adalah suatu kegiatan yang bertujuan merumuskan dan menetapkan suatu kebijakan publik tertentu yang bersifat delegatif.

6. Rekomendasi Kebijakan adalah hasil yang dibuat oleh Badan di lingkungan Kementerian dalam rangka mengatasi isu tertentu, melakukan kegiatan tertentu, atau mencapai tujuan tertentu yang

(7)

berkenaan dengan kepentingan atau manfaat orang banyak yang bersifat atributif.

7. Kebijakan adalah Keputusan yang dibuat oleh Menteri atau p1mpman Unit Organisasi Eselon I di lingkungan Kementerian Perhubungan berupa peraturan yang mengikat secara hukum atau pernyataan resmi Menteri di depan Publik dalam rangka mengatasi isu tertentu.

8. Isu Strategis Transportasi adalah kondisi atau hal yang harus diperhatikan atau dikedepankan dalam perencanaan kebijakan dan rencana penyelesaian yang berdampak secara signifikan bagi entitas di sektor transportasi.

9. Agenda Kebijakan adalah daftar isu kebijakan yang mendapat perhatian serius karena berbagai sebab untuk ditindaklanjuti atau diproses oleh instansi terkait menjadi kebijakan.

10. Karya Tulis Ilmiah yang selanjutnya disingkat KTI adalah sebuah tulisan cetak maupun non cetak yang dibuat oleh Analis Kebijakan, baik secara perseorangan maupun kelompok, yang dapat melibatkan jabatan lain dan disusun secara sistematis serta menawarkan solusi terhadap isu kebijakan tertentu.

11. Risalah Kebijakan (Policy Brief) adalah tulisan ilmiah yang ringkas dan berfokus pada isu kebijakan tertentu serta menawarkan alternatif solusi atas isu kebijakan yang membutuhkan perhatian cepat dari pembuat kebijakan.

12. Kertas Kerja Kebijakan (Policy Paper) adalah tulisan hasil penelitian yang fokus pada isu kebijakan tertentu dan menawarkan alternatif rekomendasi solusi untuk disampaikan kepada para pemangku kepentingan.

13. Makalah Kebijakan adalah tulisan mengenai isu kontemporer yang memberikan alternatif kebijakan yang didukung oleh analisis tajam terhadap berbagai keluaran (output) yang dihasilkan dan sebagai informasi masukan (input) untuk membuat keputusan atas suatu kebijakan, baik terhadap kebijakan yang telah ada maupun kebijakan baru yang dianggap penting.

14. Artikel Kebijakan adalah tulisan yang dibuat atas respons terhadap suatu kebijakan tertentu/khusus dengan tujuan untuk memberikan informasi/pandangan lain bagi pengambil kebijakan dan pihak-pihak yang terkait atas kebijakan yang dibuat serta bagi masyarakat umum.

(8)

15. Plagiasi adalah penyampaian suatu data, informasi, dan hasil/kesimpulan, baik hanya substansi maupun secara keseluruhan, dari suatu tulisan milik orang lain dan/ atau milik sendiri tan pa menyebutkan sumber aslinya.

16. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi.

17. Unit Organisasi Eselon I adalah setiap unit kerja teknis di lingkungan Kementerian Perhubungan.

18. Badan adalah Badan Kebijakan Transportasi.

19. Kepala Badan adalah Kepala Badan Kebijakan Transportasi.

20. Pusat Kebijakan adalah setiap Pusat Kebijakan di Lingkungan Badan Kebijakan Transportasi.

21. Kepala Pusat Kebijakan adalah setiap Kepala Pusat Kebijakan di Lingkungan Badan Kebijakan Transportasi.

22. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang transportasi.

BAB II

PENYUSUNAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

1. Rekomendasi Kebijakan merupakan usulan bagi pimpinan dengan menawarkan alternatif solusi agar dalam menetapkan suatu kebijakan publik tertentu dapat memberikan jalan keluar yang paling solutif, tepat sasaran, efektif dan efisien terhadap permasalahan-permasalahan yang menjadi isu.

2. Penyusunan rekomendasi kebijakan dilaksanakan atas:

a. prakarsa Badan;

b. penugasan Menteri; atau

c. perm in taan unit kerj a di lingkungan Kernen terian.

3. Penyusunan rekomendasi kebijakan dilakukan dalam rangka:

a. kebutuhan suatu kebijakan yang belum tertampung dalam Peraturan Perundang-Undangan setingkat Undang-Undang dan Peraturan Pemerin tah;

b. perubahan Peraturan Pelaksanaan dari Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, atau Dokumen Negara yang akan mengurangi atau

(9)

menambah persyaratan, kriteria, dan lain-lain dalam kegiatan transportasi yang memiliki dampak;

c. penyusunan kebijakan secara nasional;

d. penyusunan Peraturan Perundang-Undangan yang terkait dengan Transportasi;

e. perjanjian internasional; dan f. ratifikasi.

4. Pemberian Rekomendasi Kebijakan dilaksanakan berdasarkan Penugasan Menteri dan agenda kebijakan melalui usulan isu kebijakan yang disusun oleh Badan.

5. Rekomendasi Kebijakan disampaikan oleh Kepala Badan dalam bentuk surat dinas yang memuat paling sedikit mengenai identifikasi masalah, penyelesaian masalah, target penyelesaian masalah dan unit kerja.

6. Rekomendasi Kebijakan disusun berdasarkan kajian identifikasi dan/ atau validasi data dan fakta terhadap isu di lapangan yang perlu dianalisa oleh Analis Kebijakan, dalam bentuk:

a. KTI yang berupa:

1) Artikel Kebijakan;

2) Makalah Kebijakan;

3) Kertas Kerja Kebijakan (Policy Paper; dan/ atau 4) Risalah Kebijakan (Policy Brief).

b. Karya Tulis Kedinasan yang berupa:

a) naskah akademik;

b) telaah staf; dan/ atau c) memo kebijakan.

7. penyusunan Rekomendasi Kebijakan Transportasi dilaksanakan sesuai matriks sebagai berikut:

(10)

No DOKUMEN PELAKSANA LANGKAH KERJA BENTUK

KETERANGAN Tahap - 1 Tahap - 2 Tahap-3 Tahap - 4 Tahap- 5 Tahap - 6 Tahap-7 Tahap - 8 NASKAH

I. Surat Kedinasan. KAPUS Persetujuan oleh Penyusunan Penetapan - - - - - Surat ... hari

Merupakan naskah Kapus TTD Rekomendasi Dinas

dalam bentuk surat Surat Dinas Kebijakan

gang memuat paling oleh Kepala (Tata

sedikit mengenai Badan Naskah

identifikasi masalah, PM. ...

penyelesaian masalah,

Th.

....J

target penelesaian masalah dan unit keria.

II. Karya Tulis Ilmiah

Artikel Kebijakan. JFT Perencanaan Pengumpulan Penelaahan Penyusunan Persetujuan Penetapan Advokasi - Artikel ... hari

Merupakan tulisan yang Penyusunan data dalam Rancangan oleh Kepala oleh Kepala Rekomendasi Kebijakan

dibuat atas respons Agenda bentuk data Rekomendasi Pusat Badan Kebijakan

terhadap suatu Kebijakan Literatur dan Kebijakan Kebijakan (mengacu

kebijakan Jnformasi kepada

tertent/khusus dengan lapangan PERLAN

tujuan untuk No28

memberikan Th 2017)

informasi/ pandangan lain bagi pengambil kebijakan dan pihak- pihak yang terkait atas kebijakan yang dibuat serta bagi masyarakat umum.

Makalah Kebijakan. KELOMPOK Perencanaan Penyiapan Bahan Menganalisa Penyusunan Persetujuan Penetapan Advokasi - Makalah ... hari

Merupakan tulisan Penyusunan Pengumpulan (diskusi Rancangan oleh Kepala oleh Kepala Rekomendasi Kebijakan .... bulan

mengenai isu Agenda data; internal Rekomendasi Pusat Badan Kebijakan

kontemporer gang Kebijakan Survei. kelompok dan Kebijakan Kebijakan (mengacu

memberikan alternatif pejabat/JFT (sesuai definisi) kepada

kebijakan yang di lingkungan PERLAN

didukung oleh analisis BKT) No28

tajam terhadap Th 2017)

berbagai keluaran (output) yang dihasilkan dan sebagai inf ormasi masukan (input) untuk membuat keputusan atas suatu kebijakan, baik terhadap kebijakan yang telah ada maupun kebijakan baru yang dianggap penting.

(11)

No DOKUMEN PELAKSANA LANGKAH KERJA BENTUK

KETERANGAN Tahap - l Tahap - 2 Tahap - 3 Tahap - 4 Tahap - 5 Tahap - 6 Tahap -7 Tahap- 8 NASKAH

3. Kertas Kerja TIM Perencanaan Penyiapan Bahan Pengkajian Penyusunan Pembahasan Persetujuan Penetapan Advokasi Kertas ... hari

Kebijakan (Policy Penyusunan Rancangan Rancangan oleh Kepala oleh Kepala Rekomendasi Kerja .... Bulan

Paper). Agenda o Pengumpulan (menganalisa Rekomendasi Rekomendasi Pusat Badan Kebijakan Kebijakan

Merupakan tulisan Kebijakan isu; atas bahan Kebijakan Kebijakan Kebijakan Kegiatan dapat

hasil penelitian yang o Survei. yang (mengacu dalam bentuk

fokus pada isu dikumpulkan) Melalui: kepada "Swakelola"

kebijakan tertentu o rapat PERLAN

dan menawarkan internal; No28

alternatif o rapat dengan Th 2017)

rekomendasi solusi pemangku

untuk disampaikan kepentingan

kepada para (Unit Kerja &

pemangku Operator)

kepentingan.

4. Risalah Kebijakan TIM Perencanaan Penyiapan Bahan Pengkajian Penyusunan Pembahasan Persetujuan Penetapan Advokasi Risalah ... hari

(Policy Brief). Penyusunan Rancangan Rancangan oleh Kepala oleh Kepala Rekomendasi Kebijakan .... Bulan

Merupakan tulisan Agenda o Pengumpulan (menganalisa Rekomendasi Rekomendasi Pusat Badan Kebijakan

ilmiah yang ringkas Kebijakan isu; atas bahan Kebijakan Kebijakan Kebijakan (mengacu

dan berfokus pada o Survei; gang kepada

isu kebijakan o Penelitian. dikumpulkan) Melalui: PERLAN

tertentu serta 0 rapat No28

menawarkan internal; Th 2017)

alternatif solusi atas o rapat dengan

is kebijakan yang pemangku

membutuhkan kepentingan

perhatian cepat dari (Unit Kerja &

pembuat kebijakan. Operator)

0 FGD;

III. Karya Tulis Kedinasan

1. Naskah Akademik. TIM Perencanaan Penyiapan Bahan Pengkajian Perumusan Pembahasan Penyusunan Persetujuan Penetapan Naskah ... hari

Merpakan hasil Naskah hasil Naskah oleh Kepala oleh Kepala Akademik .... Bulan

penelitian/ hasil o Pengumpulan (menganalisa Akademik perumusan Akademik Pusat Badan

pengkajan hukum Data; atas bahan Naskah Kebijakan (mengacu Kegiatan dapat

dan hasil penelitian o informasi yang Melalui: Akademik kepada dalam bentuk

lainnyya terhadap terkait isu dikumpulkan) o rapat PERLAN Swakelola"°

permasalahan o Survei; internal; Melalui: No28

tertent, yang dapat o Studi banding; o rapat dengan 0 rapat Th 2017

dipertanggung dan pemangku internal;

jawabkan secara o Penelitian; kepentingan 0 rapat dengan Permen

ilmiah mengenai (Unit Kerja & pemangku PAN-RB

pengaturan Operator) kepentingan 45/2013

permasalahan 0 FGD; (Unit Kerja &

tersebut. Operator) UU 12

0 FGD; 2011)

0 Public Hearing.

(12)

No DOKUMEN PELAKSANA LANGKAH KERJA BENTUK

KETERANGAN Tahap - 1 Tahap -2 Tahap - 3 Tahap - 4 Tahap - 5 Tahap - 6 Tahap -7 Tahap - 8 NASKAH

2. Telaah Staf. JFT Perencanaan Penyiapan Bahan Penelaahan Penyusunan Persetujuan Penetapan - - Telaah ... hari

Merupakan naskah (tentative) o Pengumpulan telaahan staf oleh Kapus oleh Kepala Staf .... Bulan

dinas dari bawahan isu; Badan

kepada atasan o Pengumpulan (KM 41 Th Jika ada

antara lain berisi data sekunder; 2021) disposisi,

analisis o Penelitian; pemikiran dan

pertimbangan, pendapat staff

pendapat, dan disampaikan

saran-saran secara melalui telaah

sistematis. staff. dan

apabila tidak ada disposisi menggunakan

artikel kebijakan 3. Memo Kebijakan. KELOMPOK Perencanaan Penyiapan Bahan Penelaahan Perumusan Pembahasan Persetujuan Penetapan Advokasi Memo ... hari

Merupakan uraian o Pengumpulan Rancangan oleh Kepala oleh Kepala Rekomendasi Kebijakan .... Bulan

analisis singkat isu; Rekomendasi Melalui: Pusat Badan Kebijakan

dengan memberikan o Survei; Kebijakan o rapat Kebijakan (mengacu

jalan o Penelitian; internal; kepada

keluar/ pemecahan 0 rapat dengan PERLAN

yang dapat pemangku No28

direkomendasikan kepentingan Th 2017)

terhadap suatu isu (Unit Kerja &

kebijakan dan dapat Operator)

menjadi landasan pembuatan

keputusan

kebijakan yang bersifat terbatas.

Keterangan :

a. JFT (Jabatan Fungsional Tertentu), dalam mengerjakan hanya dilakukan 1 (satu) personil atas disposisi pimpinan;

b. KELOMPOK, dalam mengerjakan dilakukan beberapa personil JFT dilingkungan Badan Kebijakan Transportasi atas Surat Perintah Togas.

C. TIM, dalam mengerjakan dilakukan oleh TIM dengan beranggotakan kumpulan dari internal BKT, Kementerian Perhubungan, instansi diluar Kementerian Perhubungan, dan unit kerja terkait melalui Surat Keputusan Kepala Badan

"

(13)

8. Penyusunan KTI menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Anak Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.

9. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) rekomendasi kebijakan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan mengacu pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 50 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Peta Proses Bisnis dan Standar Operasional Prosedur di Lingkungan Kementerian Perhubungan.

10. Tahapan-tahapan penyusunan rekomendasi kebijakan, sebagai berikut:

a. Tahap Pengidentifikasian dan Pengagendaan Masalah

1) ldentifikasi dan pengagendaan permasalahan merupakan tahap yang sangat penting dalam keseluruhan proses perumusan kebijakan publik. Tahap ini merupakan Jangkah awal dalam upaya mengembangkan alternatif kebijakan dalam tahapan perumusan kebijakan. Dalam tahapan ini, dilakukan dengan penyampaian kebutuhan dan masalah-masalah yang sedang dihadapi kepada semua pihak yang terlibat.

2) Dalam proses pembuatan kebijakan publik seperti instansi pemerintah/ eksekutif, legislatif, dan yudikatif a tau pun aktor-aktor lain yang relevan dalam proses kebijakan. Kegiatan yang dilakukan dalam proses identifikasi masalah merupakan pengenalan terhadap kebutuhan dan masalah-masalah serta isu-isu yang berkembang pada masyarakat karena sangat penting untuk memasukkan semua pihak yang berkepentingan dalam tahapan ini sehingga dapat berkontribusi dalam menciptakan kebijakan yang efektif dan efisien. Proses tersebut harus ditanggapi oleh pihak yang terlibat dalam proses pembuatan kebljakan publik melalui suatu proses kebijakan sehingga permasalahan tidak berkembang ke arah yang merugikan masyarakat atau pihak yang berkepentingan. ldentiflkasl kebutuhan ini merupakan cerminan bahwa aspirasi dan partisipasi masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan menjadi agenda penting dalam proses kebijakan.

3) Prosedur ldentifikasi dan Agenda Permasalahan

a) Proses 1n1 merupakan bagian dari upaya untuk memberdayakan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan

(14)

kreatifitas, dan meningkatkan peran serta masyarakat dan stakeholder. Bentuk identifikasi dan agenda permasalahan merupakan respon yang berasal dari aspirasl masyarakat yang dapat dilakukan balk secara aktif, pasif maupun reaktif. Hal ini dapat berupa pencarian dan pengumpulan data/ informasi untuk mengetahui apa yang menjadi aspirasi masyarakat yang dilakukan melalui kuesioner, observasi ke lapangan, dan dialog interaktif (aktif). Masyarakat dapat juga dengan aktif memberikan data atau informasi kepada aktor perumus kebijakan yang telah menyiapkan sarananya, seperti kotak saran, kotak pos, telepon bebas pulsa, maupun website (pasif), atau si pembuat kebijakan bertindak dengan menggali informasi lebih lanjut setelah terjadi suatu peristiwa atau kejadian tertentu.

b) Pada masyarakat seperti melalui public hearing (reaktif). Hasil identifikasi ini nantinya akan menjadi sejumlah isu strategis yang harus direspon oleh institusi pembuat kebijakan. Adapun prosedur identifikasi kebutuhan dan permasalahan dapat digambarkan sebagai berikut:

1) identifikasi kebutuhan dan permasalahan respon yang berasal dari aspirasi masyarakat yang dilakukan baik secara aktif, paslf maupun reaktif dicatat kemudian diinventarisir. Dalam proses tersebut, semua isu dan permasalahan yang telah diperoleh dapat digunakan sebagai bahan awal dalam menentukan kebutuhan kebijakan. Berbagai isu tersebut yang harus segera ditindaklanjuti oleh pembuat kebijakan sesuai hasil penjaringan aspirasi masyarakat;

2) masalah yang sering dihadapi oleh pembuat kebijakan pada saat identifikasi isu-isu kebijakan, adalah ketidakmampuan pihak-pihak pembuat kebijakan dalam menemukan dan mengenali isu-isu secara jelas karena seringkali meninggalkan pemangku kepentingannya dalam proses identifikasi isu dan kebutuhan akan suatu kebijakan. Oleh karena itu, pihak pembuat kebijakan perlu membangun berbagai jalan atau media yang memungkinkan pemangku kepentingan, dalam hal ini

(15)

masyarakat se bagai penenma kebijakan, berpartlsipasi dalam

dampak dari suatu pengenalan isu-isu, terutama yang berkaitan pada isu-isu strategis;

3) klasifikasi terhadap kebutuhan/permasalahan langkah selanjutnya setelah proses identifikasi adalah melakukan klasiflkasi terhadap kebutuhan/permasalahan yang terjadi. Klasifikasi tersebut berdasarkan kepada pokok materi/substansi darl kebutuhan/permasalahan yang telah diidentiflkasi sebelumnya, karena bisa saja hasil pengidentifikasian antara satu dengan lainnya memiliki

kesamaan secara pokok substansi

memberikan informasi

Supaya klasifikasi dapat yang lengkap terhadap ke bu tuhan / permasalahan.

kebutuhan/ permasalahan yang diidentifikasi, maka sebaiknya setiap proses klasifikasi diberi penjelasan/keterangan dalam menentukan prioritas yang dipandang perlu dan bermanfaat;

4) penyaringan Kebutuhan dan Permasalahan Langkah selanjutnya adalah melakukan penyaringan terhadap isu / ke bu tuhan / permasalahan yang terj aring dari aspirasi masyarakat karena seringkali hal tersebut bukanlah prioritas dari kebijakan yang akan dibuat. Para pembuat kebijakan harus dengan jeli dapat menangkap pesan dari aspirasi masyarakat akan urgensi kebutuhan kebijakan.

Penyaringan dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain misalnya dengan menggunakan pendekatan analisis pencarian terhadap akar permasalahan, analisis prioritas kebutuhan, atau analisis ketepatan wewenang;

5) pemilihan terhadap isu/kebutuhan/permasalahan proses pemilihan isu/kebutuhan/permasalahan merupakan proses yang telah dipilih sesuai dengan substansi dan urgensi kebutuhan kebijakan ke dalam agenda kebijakan.

Penempatan tersebut pada dasarnya lebih bersifat proses politis, sehingga akan lebih baik untuk para pemangku kepentingan dan masyarakat terlibat langsung dalam men en tukan pilihan isu / ke bu tuhan / permasalahan tersebut. Dalam teori kebijakan publik, terdapat beberapa

(16)

faktor yang diyakini dapat digunakan untuk menentukan pilihan isu/kebutuhan/ permasalahan tersebut, antara lain:

(a) isu memperoleh perhatian yang luas/legitimasi dari masyarakat;

(b) persepsi publik berpendapat bahwa sesuatu harus dikerjakan untuk memecahkan masalah;

(c) persepsi masyarakat bahwa untuk memecahkan masalah tersebut adalah tanggung jawab beberapa unit pemerintah;

(d) mengancam keseimbangan antar kelompok;

(e) kepemimpinan politik, agenda partai politik yang berkuasa akan lebih mudah mempengaruhi kebijakan pemerintah;

(f) timbulnya krisis atau peristiwa luar biasa;

(g) adanya gerakan protes dan kekerasan; dan (h) masalah khusus yang menarik

komunikasi/ massa.

6) Faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan pilihan terhadap isu/kebutuhan/permasalahan tersebut sangat tergantung dengan substansi dan urgensi kebutuhan kebijakan yang dihadapi dalam proses perumusan kebijakan, walaupun faktor-faktor tersebut dapat disesuaikan dengan aspek teknis lainnya.

b. Perumusan Definisi

1) Mengidentifikasi lsu/Kebutuhan/Masalah:

a) identifikasi isu dan masalah dan siapa saja yang terkait dengan masalah;

b) klasifikasikan isu dan masalah;

c) gunakan metode pemecahan masalah yang sesuai;

d) identifikasi dan dampak pemecahan masalah; dan e) pembuatan skala prioritas masalah yang akan diatasi.

2) Perumusan definisi mengenai isu/kebutuhan/permasalahan merupakan penjabaran strategis dari proses perumusan kebijakan.

Dalam tahap ini, penting untuk suatu

isu/kebutuhan/permasalahan yang telah ditentukan dirumuskan media

(17)

menjadi sebuah rancangan kebijakan karena proses ini tidak sederhana.

3) Kesalahan dalam mendefinisikan suatu

isu / ke bu tuhan / permasalahan akan beraki bat kesalahan dalam perumusan kebijakan yang ditujukan untuk mengatasi isu / ke bu tuhan / permasalahan terse but.

11. Tahap Perumusan Atau Formulasi Rancangan Kebijakan

a. Dalam perumusan atau formulasi rancangan kebijakan terdapat sebuah proses dimana berbagai informasi dan pengetahuan serta masukan mengenai suatu kebijakan publik dapat dipaparkan, serta beragam analisa akan diungkapkan guna mendapat banyak alternatif kebijakan hingga dipilih satu alternatif yang paling tepat. Proses ini seharusnya mampu diakses oleh beragam lapisan masyarakat agar masyarakat mampu mengetahui beragam informasi secara utuh dalam melakukan kontrol hingga proses implementasinya, karena tanpa informasi dan pengetahuan, masyarakat tidak memiliki media/ informasi untuk melakukan kontrol dan memberikan opini, masukan atau kritikan terhadap rancangan kebijakan secara efektif;

b. Dalam tahapan ini, masyarakat bukan lagi sebagai objek, melainkan sudah bergeser menjadi subjek atau pelaku dalam rancangan formulasi kebijakan dimana mereka mampu mempengaruhi, berkontribusi secara langsung, mengumpulkan informasi mengenai rancangan kebijakan secara utuh, menganalisa berbagai altematif kebijakan yang coba ditawarkan, berinteraksi dan berdiskusi dengan para ahli kebijakan sehingga masyarakat memiliki pemahaman secara utuh dan mampu mengontrol sebuah formulasi kebijakan;

c. Setelah proses pendefinisian dan perumusan isu/kebutuhan/masalah yang menghasilkan tujuan dan sasaran serta pemecahan/ solusi telah ditetapkan, maka tahapan pengembangan alternatif kebijakan yang relevan dan terkait langsung dengan upaya memecahkan masalah telah dimulai. Proses ini merupakan proses awal dalam pengembangan dalam menentukan alternatif dan pilihan kebijakan sesuai dengan permasalahan yang ada;

d. Proses pengembangan pilihan kebijakan tersebut akan menghasilkan berbagai macam altematif pemecahan permasalahan masyarakat ke dalam agenda perumusan kebijakan. Alternatif kebijakan yang telah

(18)

dipilih nantinya akan dikembangkan, ditelaah, dan dirumuskan menjadi suatu kebijakan berdasarkan pilihan pemecahan kebijakan yang paling solutif, tepat sasaran, efektif dan efisien. Dalam mengembangkan dan menentukan altematif pilihan kebijakan dibutuhkan penguasaan teori yang relevan dengan materi/ substansi permasalahan yang akan dikembangkan dan kemampuan analisis dalam menentukan skala prioritas terbaik dari altematif pilihan kebijakan yang akan dikem bangkan;

e. Tingkat penguasaan substantif dari orang/lembaga yang mewakili masyarakat sangat penting untuk dimiliki mengingat adanya beberapa karakteristik dalam pengembangan alternatif pilihan kebijakan, antara lain:

1) mempunyai pandangan yang berbeda mengenai penyebab dan solusi permasalahan tersebut meskipun para stakeholder sepakat dengan masalah yang akan ditentukan dalam tahapan identifikasi kebutuhan;

2) perlu melibatkan lebih dari satu pihak-pihak yang terkait untuk mengakomodasi berbagai alternatif pilihan yang tersedia karena bisa saja perumus kebijakan yang terlibat dalam tahap ini tidak mengetahui secara jelas masalah yang dihadapi dan bahkan tidak dipengaruhi oleh masalah tersebut; dan

3) tahap formulasi dan reformulasi mungkin membutuhkan waktu yang cukup lamajika tidak ada suatu kepastian dukungan terhadap altematif kebijakan yang dipilih.

f. Bentuk partisipasi masyarakat yang dapat dilakukan dalam tahapan ini bisa berupa penelitian, diskusi, lokakarya dan seminar, pengajuan usul inisiatif; serta perancangan. Secara ringkas berbagai bentuk partisipasi masyarakat dalam proses formulasi kebijakan adalah:

1) Partisipasi Masyarakat

Dalam bentuk ini dapat dilakukan ketika melihat adanya suatu persoalan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang perlu diteliti dan dikaji secara mendalam dan memerlukan penyelesaian pengaturan dalam suatu kebijakan.

Penelitian ini dapat dilakukan secara mandiri maupun kerja sama dengan suatu instansi pemerintahan yang menangani permasalahan tersebut. Hasil dari penelitian tersebut dituangkan dalam format

(19)

laporan penelitian sehingga dapat dipakai sebagai dasar dalam proses lebih lanjut pada formulasi kebijakan.

2) Diskusi, Lokakarya, dan Seminar

Pelibatan masyarakat dalam bentuk diskusi, lokakarya, dan seminar pada tahap ini dapat dilakukan sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian terhadap suatu obyek yang akan diatur dalam suatu kebijakan. Masyarakat dapat memberikan masukan yang cukup signifikan dalam pengkajian terhadap persoalan materi muatan suatu rancangan kebijakan karena dilakukan oleh para akademisi, pengamat, dan pakar di bidangnya. Oleh karena itu sumbangsih yang dihasilkan dari cara ini akan lebih utuh dan komprehensif dalam melihat suatu persoalan yang akan dimuat dalam rancangan kebijakan. Sehingga akan memperluas cakrawala terhadap materi yang akan dituangkan dalam rancangan kebijakan dan sangat membantu dalam proses penuangan dalam naskah akademik maupun rancangan kebijakannya.

3) Pengajuan U sul inisiatif

Pengajuan usul inisiatif untuk dibuatnya suatu kebijakan dapat dilakukan masyarakat dengan atau tanpa melalui cara-cara yang telah disebutkan diatas terlebih dahulu. Akan tetapi, pengajuan usul inisiatif ini tentu akan lebih kuat jika didahului dengan mempertimbangkan usulan dan aspirasi masyarakat melalui cara- cara terse but diatas terhadap suatu masalah yang akan diatur dalam.

suatu kebijakan. Pengajuan usul inisiatif dari masyarakat dapat diajukan melalui tiga jalur pilihan yaitu: Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) (untuk Rancangan Undang-Undang tertentu). Agar usul inisiatif ini dapat dipertimbangkan dan menjadi bahan dasar pembuatan suatu kebijakan, maka usul inisiatif masyarakat harus disesuaikan dengan program legislatif nasional yang telah ditentukan oleh badan legislasi di DPR.

4) Perancangan terhadap suatu Rancangan Kebijakan

Partisipasi masyarakat dalam bentuk perancangan terhadap suatu kebijakan dapat dilakukan masyarakat sebagai wujud partisipasi masyarakat sehingga setelah melakukan pengelolaan berbagai masukan dan aspirasi dari masyarakat, bahan pertimbangan

(20)

tersebut dapat dituangkan dalam suatu rancangan kebijakan. Di dalam rancangan ini, sebaiknya di dahului dengan uraian naskah akademik dibuatnya suatu rancangan kebijakan. Selanjutnya dari berbagai pokok pikiran dalam naskah akademik kemudian dituangkan dalam rancangan kebijakan menurut format yang telah ditentukan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 ten tang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

12. Tahap Pembahasan Rancangan Kebijakan

a. Perumusan tujuan kebijakan, setelah mendapat berbagai saran dari masyarakat dilakukanlah berbagai diskusi dan pembahasan untuk memperoleh alternatif-alternatif kebijakan. Beberapa alternatif kemudian dianalisis kembali dan dipertajam menjadi tujuan-tujuan kebijakan. Beberapa tahapan dalam pembahasan, yaitu:

1) perumusan tujuan kebijakan, setelah mendapat berbagai saran dari masyarakat dilakukanlah berbagai diskusi dan pembahasan untuk memperoleh alternatif-alternatif kebijakan. Beberapa alternatif kemudian dianalisis kembali dan dipertajam menjadi tujuan-tujuan kebijakan;

2) pemilihan model kebijakan, pemilihan model kebijakan dilakukan terutama untuk menentukan pendekatan, metoda dan strategi yang paling efektif dan efisien mencapa1 tujuan-tujuan kebijakan.

Pemilihan model ini juga dimaksudkan untuk memperoleh basis ilmiah dan prinsip-prinsip kebijakan sosial yang logis, sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan; dan

3) penentuan Indikator Sosial, agar pencapaian tujuan dan pemilihan model kebijakan dapat terukur secara objektif, maka perlu dirumuskan indikator-indikator sosial yang berfungsi sebagai acuan, ukuran atau standar bagi rencana tindak dan hasil-hasil yang akan dicapai.

b. Pada tahapan ini, masyarakat dapat memberikan informasi yang relevan, terlibat dan/ atau dilibatkan secara langsung dalam rangkaian pembahasan rancangan kebijakan, serta berhak memberi dukungan atau penolakan melalui berbagai media yang disediakan oleh institusi

(21)

pembuat kebijakan. Bentuk partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan tahap yang cukup krusial dalam pembentukan suatu kebijakan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa ketika memasuki tahap pembahasan kebijakan, maka biasanya masyarakat merasa berkepentingan dari timbulnya suatu kebijakan yang akan dikeluarkan.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika pada tahap ini banyak bentuk partisipasi masyarakat yang dapat dilakukan dalam proses pembuatan kebijakan. Secara ringkas beberapa bentuk perumusan kebijakan pada tahapan ini antara lain:

1) Diskusi Dalam Bentuk Media Tatap Muka

Pelaksanaan perumusan dalam bentuk diskusi, lokakarya dan seminar ini dapat dilakukan analis kebijakan dalam rangka memperoleh kejelasan persoalan terhadap materi yang tengah dibahas dalam lembaga legislatif. Karena diskusi, lokakarya dan seminar ini dilakukan ketika proses pembentukan Undang-Undang tengah memasuki pembahasan dalam tahap legislatif, maka narasumber yang dihadirkan tidak hanya dari kalangan para ahli, akademisi, pakar maupun pengamat, tetapi sebaiknya mendatangkan juga politisi yang berkecimpung langsung dalam pembahasan suatu Rancangan Undang-Undang (RUU). Dengan demikian, diskusi, lokakarya dan seminar, akan mendapatkan gambaran yang utuh terhadap persoalan yang tengah dibahas dalam lembaga legislatif. Bentuk partisipasi dalam uraian di atas tidak hanya terbatas pada proses pembahasan rancangan kebijakan dalam bentuk undang-undang saja, tetapi juga dalam bentuk peraturan perundang-undangan lainnya.

2) Rumusan Kebijakan Dalam Bentuk RUU Alternatif

Penyusunan RUU alternatif dilakukan dengan mengikuti format sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan jo. Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2022. Penyampaian RUU alternatif ini harus dilakukan pada tahap awal pembahasan RUU di lembaga legislatif, yaitu bersamaan dengan dilakukannya pengajuan RUU kepada DPR baik yang dilakukan oleh pemerintah maupun DPR sendiri. Sebab, jika penyampaian RUU alternatif baru diajukan pada pertengahan atau bahkan diakhir pembahasan suatu RUU, maka

(22)

sasaran disampaikannya RUU alternatif tidak akan efektif dalam mempengaruhi pembahasan suatu RUU.

3) Rumusan Kebijakan Melalui Media Cetak

Melalui media cetak ini dapat dilakukan dengan membuat opini terhadap suatu masalah yang tengah dibahas dalam lembaga legislatif. Opini ini dapat berupa artikel, jumpa pers, wawancara, peryataan-pernyataan, maupun berupa tajuk-tajuk berita dari surat kabar dan majalah. perumusan kebijakan melalui media cetak ini banyak dilakukan, karena caranya yang relatif praktis bila dibandingkan dengan bentuk lainnya. Analis Kebijakan tidak akan kehilangan banyak waktu untuk melakukannya.

4) Perumusan Kebijakan Melalui Media Elektronik

Perumusan kebijakan melalui media elektronik ini dapat dilakukan oleh analis kebijakan dengan membuat dialog dengan menghadirkan narasumber yang kompeten terhadap suatu permasalahan yang tengah dibahas dalam lembaga legislatif. Dialog melalui media elektronik ini mempunyai jangkauan yang cepat luas dan dapat mendorong masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam membahas persoalan yang menyangkut masyarakat luas. Oleh karena itu, perumusan dalam bentuk media elektronik ini perlu digalakkan dalam proses pembentukan Undang-Undang sehingga akan menyadarkan masyarakat tentang hak dan kewajibannya yang akan diatur dalam Undang-Undang.

5) Perumusan Kebijakan Melalui Jaringan Kelembagaan

Perumusan kebijakan dalam bentuk ini dapat dilakukan analis kebijakan dalam rangka mendukung, menolak maupun menekan materi yang tengah dibahas dalam proses pembentukan suatu kebijakan. Hal ini dapat dilakukan melalui kelompok masyarakat dengan jumlah yang besar. Akan tetapi, pengaruh dari cara ini akan lebih berhasil dalam mempengaruhi lembaga legislatif jika dilakukan oleh masyarakat yang langsung berkepentingan, dengan jumlah yang besar dan dilakukan secara berkelanjutan.

13. Tahap Pelaksanaan Kebijakan

a. Dalam tahap pelaksanaan kebijakan dilakukan dengan memberikan dukungan atas kebijakan yang telah ditetapkan. Implementasi kebijakan merupakan lanjutan dari tahap perumusan kebijakan rencana yang telah

(23)

disepakati sebelumnya, terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, maupun tujuan yang akan dicapai melalui kebijakan tersebut. Dalam implementasi kebijakan, keterlibatan berbagai unsur sangat dibutuhkan bersama dengan pemerintah sebagai pelaksana kebijakan. Ruang lingkup partisipasi dalam implementasl kebijakan melalui program dan kegiatannya meliputi pertama, menggerakkan sumber daya dan dana.

Kedua, kegiatan administrasi dan koordinasi, dan ketiga, melalui penjabaran program;

b. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan program merupakan satu unsur penentu keberhasilan program itu sendiri.

diskusi, lokakarya dan seminar Partisipasi masyarakat dalam bentuk diskusi, lokakarya dan seminar ini dapat dilakukan masyarakat dalam rangka memperoleh kejelasan persoalan terhadap materi yang tengah dibahas dalam lembaga legislatif. Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan- tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan. Tindakan ini berusaha untuk mengubah keputusan menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. lmplementasi pada hakikatnya juga upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah program dilaksanakan. Implementasi kebijakan tidak hanya melibatkan instansi yang bertanggung jawab untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga menyangkut jaringan kekuatan politik, ekonomi, dan sosial. Dalam tataran praktis, implementasi adalah proses pelaksanaan keputusan dasar. Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan yakni:

1) tahapan pengesahan peraturan perundangan;

2) pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana;

3) kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan;

4) dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki atau tidak;

5) dampak keputusan sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana;

6) upaya perbaikan atas kebijakan peraturan perundangan.

14. Tahap Evaluasi Kebijakan

a. Tahapan ini merupakan tahapan yang meliputi kegiatan-kegiatan pemeriksaan yang objektif, sistematis, dan empiris terhadap efek dari kebijakan yang telah dijalankan, seberapa jauh capaian kebijakan tersebut terhadap target yang ingin dicapai. Dengan demikian, evaluasi kebijakan ini mempunyai tingkat urgensi yang sama dengan tahapan perumusan dan tahapan implementasi kebijakan. Partisipasi masyarakat dalam evaluasi ini berkaitan dengan masalah pelaksanaan program secara menyeluruh. Partisipasi lni bertujuan untuk mengetahui apakah pelaksanaan program telah sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau

(24)

ada penyimpangan. Keterlibatan masyarakat dalam proses evaluasi kebijakan publik tentunya disesuaikan dengan kapabilitas dan ketertarikan terhadap masing-masing isu kebijakan yang akan dievaluasi;

b. Proses evaluasi kebijakan lni meliputi evaluasi terhadap kebijakan sampai dengan program atas kebljakan tersebut, juga evaluasi atas kinerja aktor-aktor yang terlibat dalam lmplementasi kebijakan terse but.

Tahap evaluasi ini merupakan tahap penutup dalam proses kebijakan.

Namun demikian jika proses kebijakan ini sebagai sebuah siklus kebijakan, maka hasil evaluasi ini dapat dijadikan umpan balik (feedback) bagi perumusan kebijakan berikutnya; dan

c. Partisipasi masyarakat pada tahapan evaluasi kebijakan dapat diwujudkan dalam bentuk dialog dengan masyarakat untuk mengetahui sejauh mana efektivitas pelaksanaan kebljakan dan apakah ada tindak lanjut menyangkut kelangsungan kebljakan tersebut. Mekanisme evaluasi lainnya dapat dilaksanakan dalam bentuk survei atau jajak pendapat yang melibatkan publik atas kebijakan yang telah dijalankan.

15. Partisipasi masyarakat dalam proses kebijakan pada masing-masing tahapannya menurut Cohen & Uphoff dalam Dwiningrum (2009) dijelaskan dalam tahap-tahap sebagai berikut:

a. pengambilan keputusan, yaitu penentuan alternatif dengan masyarakat untuk menuju kesepakatan dari berbagai gagasan yang menyangkut kepentingan bersama;

b. pelaksanaan, yaitu penggerakan sumber daya dan dana. Dalam pelaksanaan merupakan penentu keberhasilan program yang dilaksanakan;

c. pengambilan manfaat, yaitu partisipasi berkaitan dengan kualitas hasil pelaksanaan program yang bisa dicapai;

d. evaluasi, yaitu berkaitan dengan pelaksanaan program secara menyeluruh. Partisipasi ini bertujuan mengetahui bagaimana pelaksanaan program berjalan.

16. Setiap kebijakan negara (public policy) mengandung resiko untuk mengalami kegagalan. Penyebab dari kegagalan suatu kebijakan (policy failure) dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori, yaitu:

a. karena "non implementation" (tidak terimplementasi), dan b. karena "unsuccessful (implementasi yang tidak berhasil).

17. Tidak terimplementasikannya suatu kebijakan itu berarti bahwa kebijakan itu tidak dilaksanakan sesuai dengan direncanakan. Sedangkan implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi bila suatu kebijakan tertentu telah dilaksanakan sudah sesuai rencana, dengan mengingat kondisi eksternal ternyata sangat tidak menguntungkan, maka kebijakan

(25)

tersebut tidak dapat berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang telah dikehendaki;

18. Kebijakan yang memiliki resiko untuk gagal disebabkan oleh faktor-faktor diantaranya pelaksanaannya jelek (bad execution), kebijakannya sendiri itu memang jelek (bad policy) atau kebijakan itu sendiri yang bernasib kurang baik (bad luck). Adapun telaah mengenai dampak atau evaluasi kebijakan adalah, dimaksudkan untuk mengkaji akibat dari suatu kebijakan atau dengan kata lain untuk mencarijawaban apa yang terjadi sebagai akibat dari pada "implementasi kebijakan".

BAB III

MONITORING DAN EVALUASI

¢

Pelaksanaan Monitoring dan Evaluasi Kebijakan, dilakukan dengan ketentuan yaitu:

1. Kepala Badan melalui Tim Penyusunan Rekomendasi Kebijakan bekerja sama dengan Pimpinan Unit Orginasi Eselon I melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan hasil penyusunan rekomendasi kebijakan;

2. Kegiatan monitoring dan evaluasi hasil penyusunan rekomendasi kebijakan diselenggarakan untuk mengukur atau menilai efektivitas penerapan Kebijakan dan didokumentasikan oleh Tim Penyusunan Rekomendasi Kebijakan yang bertanggung jawab kepada Kepala Badan serta dilaporkan kepada Menteri;

3. Dalam hal penerapan keputusan kebijakan dinilai kurang efektif, Tim Penyusunan Rekomendasi Kebijakan melakukan evaluasi sebagai bahan untuk memperbaiki, menyempurnakan, atau merumuskan kembali hasil rekomendasi kebijakan.

(26)

BAB IV

SISTEM PENYIMPANAN HASIL REKOMENDASI KEBIJAKAN

Hasil Rekomendasi Kebijakan yang telah disampaikan kepada Menteri dan unit kerja di lingkungan Kementerian dibuat dalam bentuk cetak maupun non-cetak diserahkan, disimpan dan diseminasikan melalui Perpustakaan Kementerian.

BABV PENUTUP

Pedoman penyusunan rekomendasi kebijakan ini hendaknya dijadikan pedoman bagi semua pihak yang terlibat dalam penyusunan rekomendasi kebijakan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Dengan diimplementasikannya penyusunan rekomendasi kebijakan ini diharapkan akan dihasilkan rekomendasi kebijakan yang akurat dan tepat guna.

Pedoman penyusunan rekomendasi kebijakan ini akan terus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan organisasi Kementerian dan perkembangan teknologi informasi serta perubahan peraturan perundang-undangan yang ada.

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

BUDI KARY A SUMADI

9alnan

sesuai dengan aslinya

.95

\* "--

.= ',ss>

t,

0'

) ~ -."

5

-

'

F. BUDI PRAYITNO

(27)

ANAK LAMPIRAN

KEPUTUSAN MENTER! PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR KM 41 TAHUN 2023 TENTANG

PEDOMAN PENYUSUNAN REKOMENDASI KEBIJAKAN TRANSPORTASI DI LINGKUNGAN

PERHUBUNGAN

CONTOH FORMAT REKOMENDASI KEBIJAKAN 1. Artikel Kebijakan

...

KEMENTERIAN

1,5

t

i

't

i !

' !

I l

i I

! !

i ;

i l

!

l

1,5

'

} -

l

i i i i I

:

l

j

!

0,5

GAMBAR COVER

Nomor Kedinasan :

l enter

t

ARTIKEL KEBIJAKAN

JUDUL (TIMES NEW ROMAN 14-16 pt)

BADAN KEBIJAKAN TRANSPORTASI

I

l_ ---

Tahun

1 enter

t

(28)

Sistematika penulisan artikel kebijakan memiliki kekhususan dari ketiga jenis karya tulis ilmiah Analis Kebijakan yang telah dijelaskan sebelumnya.

Artikel kebijakan dapat disusun sesuai dengan bentuk artikel masing-masing yang telah ditentukan oleh organisasi/institusi/kementerian/lembaga yang menerbitkan artikel kebijakan tersebut. Misalnya, artikel kebijakan yang berbentuk opini, sistematika penulisannya dapat mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh media massa penerbit artikel opini. Sementara itu, artikel dalam bentuk jurnal ilmiah sistematika penulisannya pun mengikuti ketentuan institusi/lembaga yang menerbitkan jurnal ilmiah, baik jurnal nasional maupun jurnal internasional.

I I I I I I I I

---•

I

1 - ---,

: Diharapkan tetap memperhatikan :

I I

Ketentuan Tambahan dalam : penyusunan Artikel Kebijakan ' I I I

I I

L---'

(29)

2. Makalah Kebijakan

i

1

! 1.5

; ct.

liaant

} db

! •

GAMBAR

COVER

MAKALAH KEBIJAKAN

« JUDUL (TIMES NEW ROMAN 14-16 pt) 1,5

Nomor Kedinasan :

1 enter

t

BADAN KEBIJAKAN TRANSPORTASI 1 enter

t

Tahun

____________________ J

!

(30)

.

1. Nama Penulis

2. Penulisan Alamat Penulis 3. Abstrak dan Kata Kunci 4. Pendahuluan

5. Metode Penelitian 6. Hasil dan Pembahasan 7. Kesimpulan

8. Saran

9. Daftar Pustaka

KET: untuk design dan tata letak diserahkan kepada Analis Kebijakan

Diharapkan tetap memperhatikan Ketentuan Tambahan dalam penyusunan Makalah Kebijakan '

---.

I I I I t I I I I I

I I

L---•

t t t I I t f I I I I I t I I I t I I

� ---·

I

(31)

3. Kertas Kerja Kebijakan (Policy Paper)

1-·:·::-··-1--- ---·-·

1

j

sl.

l

,@ii • l

I 0,5

!

[ l

'.i::

i:

l

:.: l

:

} t

:

!,

i

'i

i

l

} GAMBAR

l

COVER ]

i

i

i

!

l

!:,

i

! ' i

; t

POLICY PAPER l

JUDUL (TIMES NEW ROMAN 14-16 pt) j

!

l

;

!

i

!

!,i

!:,

t

i

i

l: !:.

Nomor Kedinasan :

; •• t

BADAN KEBIJAKAN ! ; TRANSPORTASI

j KEMENTERIAN PERHUBUNGAN j

+

j

1enter } j

!__________________ ---:�_:: ]

(32)

2. Pendahuluan

3. Latar Belakang Dari Kebijakan 4. Pernyataan Kebijakan

5. Pembahasan

6. Kesimpulan dan Rekomendasi 7. Referensi

8. Lampiran (Jika memang ada) 9. Biografi Singkat Penulis

Ket: untuk design no 1-9 diserahkan kepada Analis Kebijakan

I -- - --- ---,

} Diharapkan tetap memperhatikan I Ketentuan Tambahan dalam :

I

penyusunan Policy Paper '

I

I I

I I

L--- t

I

La---

I

(33)

4. Risalah Kebijakan (Policy Brie/J i i

1.5

i ,

I

«db

l

I

i

i

i i i i

! ;

i i

I

i

I

I I

i !

i

I ! I

I

i

I

!

i

«ft

} 1.5 l I

!

i

! i i

t

GAMBAR COVER

POLICY BRIEF

JUDUL (TIMES NEW ROMAN 14-16 pt)

--- : I !

I l

i

i

;

i

i j

i

!

Nomor Kedinasan :

1 enter

t

BADAN KEBIJAKAN TRANSPORTASI KEMENTERIANPERHUBUNGAN

t

1 enter

!

i

!

I l

Tahun

!

--- I

l L_

(34)

1. Ringkasan Eksekutif 2. Pendahuluan

3. Deskripsi Isu

4. Rekomendasi Kebijakan 5. Kesimpulan

6. Apendiks (Jika Diperlukan) 7. Referensi/Daftar Pustaka 8. Lampiran

Ket: untuk design no 1-8 diserahkan kepada Analis Kebijakan

---, ' Diharapkan tetap memperhatikan : Ketentuan Tambahan dalam ' penyusunan Policy Brief ;

---·

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

Salinan sesuai dengan aslinya TES

KEPALA

BIRO

HUKUM,

F. BUDI PRAYITNO

BUDI KARYA SUMADI

Gambar

GAMBAR  COVER
GAMBAR  COVER

Referensi

Dokumen terkait

Analisa ini terutama ditekankan pada bagaimana perlakuan akuntansi atas metode pengakuan Pendapatan dan Biaya, serta bagaimana perlakuan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 2 didalam

09134 - 37 Fund Start Date 17 May 2015 Unit Price upon Offering 10.00 Usufruct Right 0% Size of the Fund 151,048,053.85 3rd Quarter 2022 Benchmark Alinma Saudi IPO Equities