PERILAKU PRODUSEN
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah: Ekonomi Mikro Syariah
Dosen Pengampu: Ida Roza, M.E.I
Disusun Oleh :
1. Nurul Fajriatussaadah 2005046002
2. Tyas Prasetyawati 2005046003
3. Rifky Naufal Abi 2005046029
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
TAHUN 2023
ii KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat karunia serta kasing sayang-Nya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai Perilaku Produsen dengan sebaik mungkin. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang kita tunggu syafaatnya di yaumul qiyamah. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Ida Roza, M.E.I selaku dosen mata kuliah Ekonomi Mikro Syariah
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih terdapat banyak kesalahan dan kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dalam kepenulisan. Namun kami sudah melakukan secara maksimal dan sebaik- baiknya. Semoga dengan adanya makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna mebangun kesalahan sebagaimana semestinya.
Semarang, 07 September 2023
Kelompok 3
iii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 1
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
BAB II PEMBAHASAN ... 3
2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Perilaku Produksi ... 3
2.2 Tujuan Produksi dalam Ekonomi Islam ... 4
2.3 Perilaku Produksi Muslim ... 6
2.4 Motivasi Produsen dalam Berproduksi ... 9
2.5 Formulasi Maslahah Produsen ... 11
2.6 Nilai-Nilai Islam dalam Produski ... 14
BAB III PENUTUP ... 16
3.1 Kesimpulan ... 16
3.2 Saran ... 16
DAFTAR PUSTAKA ... 17
1 BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Perkembangan semakin mengalami kemajuan di berbagai aspek kehidupan manusia. Kebutuhan semakin mengalami peningkatan hal ini tentunya mempengaruhi dalam sektor perekonomian. Pada awalnya permasalahan ekonomi adalah karena adanya ketidaseimbangan antara kebutuhan manusia yang tidak terbatas dengan sumber daya yang terbatas.
Dengan adanya problem tersebut menimbulkan suatu kelangkaan yang memunculkan beberapa perilaku dari produsen dan konsumen.
Perilaku produsen didefinisikan sebagai perilaku yang menghasilkan produksi berupa barang maupun jasa. Seorang konsumen tidak akan dapat mengonsumsi barang atau jasa tanpa adanya kegiatan produksi. Keduanya saling berkaitan erat serta tidak dapat dipisahkan. Masalah pokok ekonomi yang dihadapi produsen berupa bagaimana menentukan jenis barang yang akan diproduksi, cara yang perlu dilakukan untuk memproduksi barang tersebut serta menentukan siapa atau target pasar dari barang yang diproduksi. Selain itu di dalam islam unsur kebermanfaatan juga menjadi hal yang penting bagi produsen.
Berdasarkan berbagai permasalahan yang ditemukan diatas, maka penulis akan menguraikan materi yang berjudul “ Perilaku Produsen”. Mulai dari definisi, ruang lingkup, tujuan, perilaku produsen serta nilai-nilai Islam dalam proses kegiatan produksi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan ruang lingkup perilaku produksi 2. Apa tujuan produksi dalam ekonomi Islam?
3. Apa perilaku produksi Muslim?
4. Apa motivasi produsen dalam berproduksi?
5. Apa formulasi maslahah produsen?
6. Apa nilai-nilai Islam dalam produksi?
2 1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui definisi dan ruang lingkup perilaku produksi 2. Untuk mengetahui tujuan produksi dalam ekonomi Islam 3. Untuk mengetahui perilaku produksi Muslim
4. Untuk mengetahui motivasi produsen dalam berproduksi 5. Untuk mengetahui formulasi maslahah produsen
6. Untuk mengetahui nilai-nilai Islam dalam produksi
3 BAB II
PEMBAHASAN 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Perilaku Produksi
Produksi merupakan aktifitas manusia yang dilakukan untuk menghasilkan barang dan jasa agar dimanfaatkan oleh konsumen. Seseorang melakukan produksi untuk dikonsumsi, mereka akan memproduksi sendiri ketika dirasa kebutuhanya masih sedikit. Namun jika kebutuhan manusia semakin meningkat atau lebih kompleks, mereka tidak akan mampu untuk memproduksi kebutuhan yang dibutuhkan sendiri, untuk itu manusia dapat memperoleh barang dan jasa dari pihak yang mampu memproduksi. Menurut Kahf produksi dalam Islam didefinisikan sebagai bentuk aktifitas yang dilakukan sebagi wujud usaha manusia untuk mencapai tujuan hidup tidak hanya secara material namun juga moralitas atau mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Senada dengan penelitian Arijunto yang menjelaskan bahwa kegiatan produksi untuk menyediakan barang dan jasa dengan mengedepankan nilai kemaslahatan dan keadilan bagi manusia. Tindakan Islami dapat dilihat dari bagaimana produsen dapat bertindak adil dan membawa kebaikan bagi masyarakat. Allah berfriman dalam Quran surah Al-Anbiya ayat 80 yang berbunyi:
َنو ُرِكاَش ْمُتْنَأ ْلَهَف ۖ ْمُكِسْأَب ْن ِم ْمُكَن ِصْحُتِل ْمُكَل ٍسوُبَل َةَعْنَص ُهاَنْمَّلَع َو
Artinya: Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi untuk kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah).1
Tafsir Jalalayn menafsirkan ayat diatas (Dan Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi) yaitu baju yang terbuat dari besi, dialah orang pertama yang menciptakannya dan sebelumnya hanyalah berupa lempengan- lempengan besi saja (untuk kalian) yakni untuk segolongan manusia (guna melindungi diri kalian) jika dibaca Linuhshinakum, maka Dhamirnya kembali kepada Allah, maksudnya, supaya Kami melindungi kalian. Dan jika ia dibaca Lituhshinahum, maka Dhamirnya kembali kepada baju besi, maksudnya, supaya baju besi itu melindungi diri kalian. Jika dibaca Liyuhshinakum, maka
1 Depag RI, Al-Quran dan Terjemah, (Jakarta: J-ART,2004),47
4 Dhamirnya kembali kepada Nabi Daud, maksudnya, supaya dia melindungi kalian (dalam peperangan kalian) melawan musuh- musuh kalian. (Maka hendaklah kalian) hai penduduk Mekah (bersyukur) atas nikmat karunia-Ku itu, yaitu dengan percaya kepada Rasulullah. Maksudnya bersyukurlah kalian atas hal tersebut kepada-Ku.2 (https://tafsirq.com)
Pada ayat ini Allah menyebutkan karunianya yang lain, yang diberikannya kepada Daud a.s., yaitu bahwa Daud telah diberi-Nya pengetahuan dan keterampilan dalam kepandaian menjadikan besi lunak di tangannya tanpa dipanaskan, karena keistimewaan ini Daud bisa membuat baju besi yang dipergunakan orang-orang di zaman itu sebagai pelindung diri dalam peperangan. Kepandaian itu dimanfaatkan pula oleh umat-umat yang datang kemudian berabad-abad lamanya. Dengan demikian pengetahuan dan keterampilan yang dikaruniakan Allah kepada Nabi Daud a.s. itu telah tersebar luas dan bermanfaat bagi orang-orang dari bangsa lain. Di samping menjadi mukjizat Nabi Daud. Sebab itu, pada akhir ayat ini Allah mengajukan pertanyaan kepada umat Nabi Muhammad, apakah turut bersyukur atas karunia tersebut? Sudah tentu, semua umat yang beriman kepada-Nya, senantiasa mensyukuri segala karunia yang dilimpahkan-Nya.
(https://tafsiralquran.id).
2.2 Tujuan Produksi dalam Ekonomi Islam
Secara umum, tujuan produksi adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan menambahkan kegunaan barang serta jasa. Kebutuhan manusia akan lebih sulit untuk terpenuhi apabila tidak ada kegiatan produksi.
Selain itu, aktifitas produksi juga digunakan sebagai salah satu cara untuk memenuhi keinginan bagi setiap orang yang meliputi:3
1. Menemukan dan memenuhi kebutuhan manusia. Sebagai produsen harus lebih kreatif dan inovatif dalam menemukan barang dan jasa yang dibutuhkan manusia. Menghasilkan barang dan jasa yang lebih bermanfaat di masa depan.
2. Sebagai sarana untuk memenuhi kegiatan sosial dan sebagai wujud ibadah
2 JavanLabs, Surat Al-Anbiya Ayat 80 | Tafsirq.com
3 Karim, A. A. (2014). Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo.
5 kepada Allah SWT. Tujuan utama dari sebuah produksi adalah memperoleh keberakahan. Kegiatan produksi tidak selalu memberikan keuntungan secara material, namun terdapat keuntungan yang lebih besar yaitu pahala di akhirat.
3. Memenuhi kebutuhan manusia pada tingkatan moderat, hal ini memunculkan dua penerapan dari tujuan tersebut. Pertama, produsen hanya menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Kedua, jumlah produksi tidak berlebihan, namun hanya sebatas kebutuhan yang wajar.
4. Sebagai persiapan untuk kebutuhan masa yang akan datang. salah satu implikasinya yaitu produsen harus melakukan pengembangan dan riset untuk menemukan berbagai jenis kebutuhan, dari segi teknologi yang digunakan sampai standar yang sesuai dengan masa yang akan datang agar dapat mewujudkan kebutuhan yang memadai serta efisien di masa depan. Salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan manfaat dengan cara menjelajahi sumber ekonomi yang sudah disediakan Allah SWT untuk mencapai maslahat merupakan bentuk dari kegiatan produksi dalam ekonomi Islam. Hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan manusia sehingga setiap kegiatan harus berorientasi pada kebutuhan masyarakat.4
Tujuan dari produsen dalam perekonomian Islam bukan untuk meningkatkan profit dunia sehingga perusahaan puas untuk mendapatkan suatu profit yang wajar dan pantas untuk mencapai tujuan utama yakni beribadah kepada Allah. Sedangkan dalam ilmu ekonomi konvensional dengan dorongan motivasi untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri dalam memaksimalkan kekayaannya dengan cara apapun. Seorang produsen harus mampu bersaing dengan produsen lainnya dalam memproduksi kebutuhan manusia yang semakin tidak terbatas. Maka produsen dituntut melakukan pemasaran bagi produk yang dihasilkan. Sebelumnya produsen terlebih dahulu melakukan identifikasi kebutuhan konsumen yang akan
4 Setianingsih, N. L. (2019). Analisis Produksi dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi terhadap Produsen Genteng di Muktisari, Kebumen, Jawa Tengah). LABATILA: Jurnal Ilmu Ekonomi Islam, 03.
6 dipuaskan, menentukan produk yang akan diproduksi, melakukan promosi produk dan penyaluran, sehingga produk yang dihasilakn sampai kepada konsumen.
2.3 Perilaku Produsen Muslim
Secara umum perilaku produsen hanyalah untuk mencari keuntungan yang sebanyak-banyaknya dengan modal yang minimum, biasanya dilakukan dengan cara memberikan diskon kepada pembeli, produsen mematok biaya produksi sampai melakukan diskon besar-besaran untuk cuci gudang. Dan terkadang para produsen juga akan mengalami sebuah isu global dalam memasarkan produk-produknya.
Sistem ekonomi Islam mempunyai konsep yang lengkap dan seimbang dalam segala aspek kehidupan. Yang menunjang terbentuknya masyarakat adil dan makmur. Pendekatan Islam terhadap sistem ekonomi merupakan sebuah pendekatan terhadap peradaban menusia sebagai satu kesatuan. Sehingga pendekatan ini sangat relevan dan mendesak untuk dialamatkan kepada perekonomian. Jika dilihat dari hal tersebut, maka system ekonomi Islam Nampak lebih unggul dibandingkan dengan sistem ekonomi lainnya, terutama adanya distribusi pendapatan dan pembelajarannya yang terarah pada orientasi tumbuhnya peradaban manusia yang adil dan merata.
Sistem ekonomi Islam memiliki sistem yang baik bagi pemerataan dalam distribusi pendapatan melalui instrument zakat, infak dan sedaqah dari kelompok kaya dan kelompok miskin. Dengan adanya sistem ini pertentangan antar kelas tidak akan terjadi karena telah terjadi saling pengertian diantara mereka. Dalam ekonomi Islam setiap individu akan termotivasi untuk dapat bekerja keras. Setiap ajaran menganjurkan penganutnya untuk bekerja sebagai kunci kesuksesan dari setiap individu.5
Menurut Optimum Pareto, dalam Islam penggunaan sumber daya yang paling efisien diartikan dengan maqashid.6 Setiap perekonomian dianggap telah mencapa efisiensi yang optimum bila telah menggunakan seluruh potensi
5 Harfika, T. &. (2019). Teori Perilaku Produsen dalam Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional (Studi Perbandingan). Jurnal Of Institution and Sharia Finance, 2.
6 Ahmad Maulana. (2021): Mengenal Pemikiran Ekonomi Islam Abad 18-19 ( Muhammad Iqbal , Monzer Kahf , M . Umer Chapra ). JPEKBM (Jurnal Pendidikan Ekonomi, Kewirausahaan, Bisnis, Dan Manajemen) 5, no. 1. 96–111.
7 sumber daya manusia dan meteri yang terbatas sehingga kualitas barang dan jasa maksimum dpat memuaskan kebutuhan. Merumuskan konsep efisiensi usaha untuk melakukan yang terbaik, maka konsep Optimum Pareto ini memperbolehkan penghacuran kelebihan output jika hal ini memungkinkan pelaku bisnis menahan penurunan labanya tanpa harus membuat konsumen, menjadi lebih buruk karena naiknya harga. Produksi berkaitan dengan cara bagaimana sumber daya digunakan untuk menghasilkan produk-produk.
Namun pada saat ini sistem perekonomian dunia mengarah pada sistem ekonomi kapitalis dengan perekonomian Amerika Serikat sebagai acuannya.
Sistem ekonomi ini menganut paham efisiensi berdasarkan Optimum Pareto yang mengasumsikan efisiensi terjadi apabila syarat-syarat berikut bisa tercapai:7
a. Setiap barang dan jasa yang mempengaruhi kepuasan seseorang adalam tersedia di asar (complete).
b. Adanya banyak penjual dan pembeli dalam suatu pasar, dan mereka bebas untuk masuk dan keluar pasar tanpa ada hambatan yang menghalangi, serta tidak ada seorang penjual pun yang dapat mengontrol tingkat harga di pasar (competitive).
c. Semua pelaku ekonomi mengetahui seluruh informasi yang berkaitan dengan preferensi konsumen, teknologi produksi, tingkat harga dan segala informasi yang mereka butuhkan untuk mengambil suatu keputusan ekonomi (full information).
d. Semua pasar dalam perekonomian adalah berada dalam keadaan keseimbangan, dimana jumlah kuantitas barang atau jasa yang diminta adalah sama dengan jumlah kuantitas barang atau jasa yang diminta (general equilibrium).
Teori perilaku produsen dalam perspektif Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia dimana perilakunya diatur berdasarkan agama Islam. Memproduksi suatu barang harus mempunyai hubungan dengan kebutuhan manusia. Berarti barang itu harus diproduksi
7 Ahmad Maulana. (2021): Mengenal Pemikiran Ekonomi Islam Abad 18-19 ( Muhammad Iqbal , Monzer Kahf , M . Umer Chapra ). JPEKBM (Jurnal Pendidikan Ekonomi, Kewirausahaan, Bisnis, Dan Manajemen) 5, no. 1. 96–111.
8 untuk memenuhi kebutuhan manusia, bukan untuk memproduksi barang mewah secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia, sehingga tenaga kerja yang dikeluarkan untuk memproduksi barang tersebut dianggap tidak produktif. Ketika konsumen mengalokasikan dananya untuk aktifitas konsumsi maka produsen akan mengalokasikan dananya untuk penggunaan faktor produksi atau yang akan diproses menjadi output. Karena kesimbangan konsumen terjadi pada saat seluruh anggaran habis untuk konsumen, keseimbangan produsen tercapai pada saat seluruh anggaran habis terpakai untuk membeli faktor produksi, dan setiap produsen akan berupaya mencapai tingkat produksi yang optimum. Berikut merupakan perbedaan produsen Islam dan Konvensional.8
Tabel 1.1 Perbedaan Produsen Islam dan Produsen Konvensional
No Produsen Islam Produsen konvensional
1. Teori ekonomi Islam mengatakan bahwa perilaku produsen dalam memproduksi barang atau jasa dibatasi oleh halal-haram
Teori ilmuan konvensional tidak ada batasan yang membatasi mereka dalam berproduksi 2. Dalam ekonomi Islam motivasi berproduksi
hanya ingin mendapatkan maslahah
Motivasi pelaku produsen konvensional memaksimumkan keuntungan sendiri
3. Rasionalitas dalam produsen Islam dibangun atas dasar ajaran Islam yang merupakan kaidah yang bersifat umum, yaitu pelaku ekonomi bertujuan mendapatkan maslahah dan selalu berusaha untuk tidak melakukan kemubadziran sehingga nantinya akan berhubungan dengan resiko
Rasionalitas dalam produsen konvensional yaitu manusia dianggap rasional jika mereka memaksimalkan utility untuk konsumen dan keuntungan bagi produsen
4. Tujuan berproduksi dalam produsen Islam yaitu para pelaku produsen dalam berproduksi berusaha untuk mencapai falah di dunia dan akhirat
Tujuan berproduksi dalam produsen konvensional semata- mata untuk kesejahteraan duniawi 5. Produsen Islam bersumber dari Al Quran dan
Al-Sunnah atau ajaran Islam
Produsen konvensional berdasarkan pada hal-hal yang bersifat positivistik
Sumber: Nurfadhillah (2021)
8 Nurfadillah. (2021) “Perbandingan Teori Produksi Konvensional Dan Islam Di Indonesia,”
Makalah, no. 90500120087
9 2.4 Motivasi Produsen dalam Berproduksi
Pada hakikatnya motivasi utama produsen adalah untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Selain itu pula strategi dan teknik dilakukan untuk mencapai keuntungan secara maksimum baik jangka panjang ataupun jangka pendek. Terkadang untuk mencapai keuntungan yang maksimal produsen mengabaikan segala tanggung jawab dan batasan-batasan yang telah dengan cara menghalalkan segala cara. Jika dilihat “Dalam pandangan ekonomi Islam, motivasi produsen semestinya sejalan dengan tujuan produksi dan tujuan kehidupan material dan spritual untuk menciptakan maslahah, maka motivasi produsen tentu saja juga mencari maslahah, dimana hal ini juga sejalan dengan tujuan kehidupan seorang muslim.”9
Namun demikian, secara jelas peraturan ini memberikan kebebasan yang sangat luas bagi manusia untuk berusaha memperoleh kekayaan yang lebih banyak lagi dalam memenuhi tuntutan kehidupan ekonomi. Dengan memberikan landasan rohani bagi manusia, sehingga sifat manusia yang sebelumnya tamak dan mementingkandiri sendiri menjada terkendali. Didalam Al-Quran itu sifat-sifat alami manusia yang menjadi asa semua kegiatan ekonomi diterangkan:
اًعوُلَه َقِلُخ َن ََٰسنِ ْلْٱ َّنِإ
Artinya: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.10
Berdasarkan Tafsir Jalalysin menafsirkan ayat tersebut (Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh-kesah) lafal haluu`an merupakan hal atau kata keterangan keadaan dari lafal yang tidak disebutkan, dan sekaligus sebagai penafsirnyaSifat ketamakan manusia menjadi keluh kesah, tidak sabar dan gelisah dalam perjuangan mendaptkan kekayaan dan dengan begitu memacu manusia untuk melakukan berbagai aktivitas produktif. Manusia akan semakin giat memuaskan kehendaknya yang terus bertambah, sehingga akhirnya menusia lebih cenderung melakukan kerusakan dibandingkan produksi.
9 Takdir. Harfika. (2019). Teori Perilaku Produsen Dalam Ekonomi Islam Dan Ekonomi Konvensional (Studi Perbandingan), Journal Of Institution And Sharia Finance 2, no. 1: 75–91.
10 Depag RI, Al-Quran dan Terjemah (Jakarta: J-ART, 2004),568
10 Mengacu pada pemikiran As-Syatibi, bahwa kebutuhan dasar manusia harus mencangkup lima hal yaitu: terjaganya kehidupan beragama (ad-din), terpenuhinya kebutuhan materi (al-mal) dan keberlangsungan meneruskan keturunan (an-nasl).11 Maka orientasi yang dibangun dalam melakukan produksi adalah tindakan yang seharusnya dilakukan oleh setiap pelaku ekonomi muslim dalam mengarahkan kegiatan produksinya untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang lima tersebut. Gambaran diatas memberikan pemahaman pada kita bahwa orientasi yang ingin dicapai oleh proses produksi menjangkau pada aspek yang universal dan berdimensi spiritual. Inilah yang menambah keyakinan bagi akan kesempurnaan ajaran Islam.12
Milton Friedman menunjukan bahwa satu-satunya fungsi bisnis adalah untuk melakukan aktiftas yang ditunjukkan dalam rangka meningkatkan keuntungan.13 Isu yang kemudian berkembang menyertai motivasi produsen ini adalah permasalahn etika dan tanggung jawa social produsen. Keuntungan maksimal telah menjadi sebuah insentif yang teramat kuat bagi produsen untuk meleksanakan produksi. Akibatnya motivasi untuk mencari keuntungan maksimal seringkali menyebabkan produsen mengabaikan etika dan tanggung jawab sosialnya, meskipun tidak melakukan pelenggaran hukum formal.
Misalnya dalam rangka menekan biaya dalam pengolahan limbahnya, suatu pabrik membuang sisa hasil produksinya (limbah) ke sungai sehingga menimbulkan pencemaran bagi warga sekitar. Atau seorang pengusaha di bidang perhutanan yang menebang pohon-pohon tanpa memperhitungkan dampaknya terhadap kelestarian hutan terutama hutan sebagai penampung air yang pada jangka panjang dapat menyebabkan bencana bagi manusia. Dampak dari kegiatan ekonomi yang menimbulkan kemudharatan bagi pihak lain dalam bahasa ekonomi dikenal sebgai elsternalitas negative.
Dalam pandangan ekonomi Islam, motivasi produsen semestinya sejalan dengan tujuan produksi dan tujuan kehidupan produsen itu sendiri. Jika tujuan produksi adalah berupaya menyediakan kebutuhan material dan spiritual
11 ir. Harfika. (2019). Teori Perilaku Produsen Dalam Ekonomi Islam Dan Ekonomi Konvensional (Studi Perbandingan).
12 Ibid 38
13 Andreas Nilsson and David T. Robinson. (2018). “What Is the Business of Business?,”
Innovation Policy and the Economy 18, no. 1958 : 79–106, https://doi.org/10.1086/694408.
11 dalam rangka menciptakan maslahah maka motivasi produsen tentu saja mencari maslahah, dimana hal ini juga sejalan dengan tujuan kehidupan seorang muslim.14 Produsen muslim harus berbeda dari produsen non muslim, tidak hanya dari tujuan, tetapi harus pula dari kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya, hal ini diperlihatkan sebagai berikut : Produsen muslim tidak akan terlibat dalam aktivitas yang dilarang menurut syariat Islam. Misalnya : produsen muslim tidak akan memproduksi atau menjual minuman berakohol.15
a. Produsen muslim harus menghindari strategi pasar yang dapat menyebabkan timbulnya hadapan yang dapat menyebakan ketidak sempurnaan pasar.
b. Produsen harus mengikuti kompotisi yang adil dalam setiap aktivitas baik sebagai penjual maupun pembeli barang serta jasa
c. Produsen muslim harus menghindari seluruh praktik eksploitasi, diskriminasi, dan perdagangan yang ketat.16
2.5 Formulasi Maslahah Produsen
Formulasi Maslahah Produsen dapat dirumuskan sebagai berikut:
Maslahah = Keuntungan + Berkah
M = π + B Keterangan :
M= Masalahah Π= Keuntungan B= Berkah
Dalam hal ini berkah didefinisikan bahwa produsen akan menggunakan proksi yang sama dengan yang dipakai oleh konsumen dalam mengidentifikasinya, yaitu dengan adanya pahala pada produk atau kegiatan yang bersangkutan. Adapun rumus keuntungan sebagai berikut:
Rumus Keuntungan:
14 Harfika, T. &. (2019). Teori Perilaku Produsen dalam Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional (Studi Perbandingan). Jurnal Of Institution and Sharia Finance, 2.
15 Amalia, M. N. (2010). Teori Mikroekonomi. Jakarta: Kencana Media Grup.
16 M. Nur Rianto Al Arif dan Dr. Euis Amalia. (2010). Teori Mikroekonomi (Jakarta: Kencana Media Grup),184
12 Pendapatan total/Total Revenue (TR) – Biaya total/Total Cost
π = TR – TC
Pada dasarnya berkah akan diperoleh ketika produsen menerapkan prinsip dan nilai Islam dalam kegiatan produksi yang dilakukan. Berkah didefiniskan sebagai suatu kompenasai yang tidak secara langsung diterima produsen sehingga bisa dirumuskan sebagai berikut:
B= BR – BC = -BC Keterangan:
BR = Berkah Revenue
BC = Berkah Cost (biaya untuk mendapatkan berkah tersebut)
Berdasarkan rumus diatas penerimaan berkah menjadi 0 atau tidak dapat diprediksi karena berkah tidak selalu berwujud secara material.
Produsen yang menerapkan prinsip dan nilai Islam dalam kegiatan produksinya akan rela mengeluarkan biaya yang lebih tinggi, karena dengan cara tersebut produsen akan mendapatan keberkahan berupa pahala dan segala yang memberikan kebaikan serta manfaat bagi semua manusia atau produsen itu sendiri. Dengan demikian maslahah bisa ditulis kembali menjadi:
M = TR – TC – BC
Dalam persamaan diatas, BC menjadi faktor pengurang. Karena berkah tida bisa datang dengan sendirinya melainkan harus dicari dan diupayakan kehadirannya sehingga kemungkinan akan timbul beban ekonomi atau bahkan finansial. Contohnya, produsen dilarang untuk melakukan eksploitasi terhadap tenaga kerja dan harus menunaikan hak-hak tenaga dengan baik. Meskipun kesempatan mengeksploitasi itu terbuka dan tenaga kerja tidak akan menyadarinya. Dengan mengeksploitasi tenaga kerja (menekan tingkat upahnya) sebenarnya produsen dapat meningkatkan efisiensi biaya tenaga kerja yang kemudian akan berdampak pada meningkatnya keuntungan.
Namun, karena pengusaha muslim berorientasi pada berkah maka hal tersebut tidak akan dilakukan, meskipun konsekuensinya harus mengeluarkan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi. Produsen seperti ini rela mengeluarkan biaya
13 tinggi dikarenakan yakin bahwa hanya dengan cara tersebut berkah dari langit maupun di muka bumi akan diberikan oleh Allah.
Berkah dari langit akan berupa pahala yang kelak diterimanya di akhirat, sementara berkah di bumi dapat berwujud segala hal yang memberikan kebaikan dan manfaat bagi produsen sendiri atau juga manusia secara keseluruhan. Komitmen produsen terhadap hak-hak tenaga kerja, akan meningkatkan etos, loyalitas, dan produktivitas tenaga kerja terhadap produsen. Akibatnya para tenaga kerja akan bekerja dengan lebih baik sehingga pada akhirnya juga akan menguntungkan produsen itu sendiri. Komitmen seperti ini dipastikan juga akan meningkatkan citra positif produsen di mata masyarakat sehingga kemungkinan juga akan meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap produsen. Sehingga masyarakat akan mengkonsumsi barang atau jasa lebih banyak lagi, dalam artian permintaan terhadap barang dan jasa akan meningkat dari yang dihasilkan produsen. Jadi, upaya mencari berkah dalam waktu jangka pendek akan menurunkan keuntungan (karena adanya biaya berkah), tetapi untuk jangka panjang kemungkinan justru akan meningkatkan keuntungan (karena meningkatnya permintaan).
Adanya biaya untuk mencari berkah (BC) tentu saja akan membawa implikasi terhadap harga barang dan jasa yang dihasilkan produsen. Harga jual produk adalah harga yang telah mengakomodasi pengeluaran berkah tersebut, yaitu:
BP = P + BC Maka, rumusan mahlahah akan berubah menjadi:
M = BTR – TC – BC
Selanjutnya dengan pendekatan kalkulus terhadap persamaan di atas, maka bisa ditemukan pedoman yang bisa digunakan oleh produsen dalam memaksimalkan mashlahah atau optimum mashlahah condition (OMC) yaitu:
BP dQ = d.TC + d.BC
Jadi optimum mashlahah condition dari persamaan di atas menyatakan bahwasannya mashlahah akan maksimum jika dan hanya jika nilai dari unit terakhir yang diproduksi (BPdQ) sama dengan perubahan (tambahan) yang terjadi pada biaya total (dTR) dan pengeluaran berkah total (dBC) pada unit
14 terakhir yang diproduksi. Jika nilai dari unit terakhir yang diproduksi (BPdQ) masih lebih besar dari pengeluarannya, d.TC+d.BC, maka produsen akan mempunyai dorongan (incentive) untuk menambah jumlah produksi lagi.
Hanya jika nilai unit terakhir hanya pas untuk membayar kompensasi yang dikeluarkan dalam rangka memproduksi unit tersebut, d.TC+d.BC, maka tidak akan ada lagi dorongan bagi produsen untuk menambah produksi lagi. Dalam kondisi demikian produsen dikatakan berada pada posisi keseimbangan (equilibrium) dan optimum.
Produsen dalam pandangan ekonomi islam adalah mashlahah maximizer. Mencari keuntungan melalui produksi dan kegiatan bisnis lain memang tidak dilarang, sepanjang berada pada tujuan dan hukum islam.
Mashlahah bagi produsen terdiri dari dua komponen yaitu keuntungan dan berkah. Dalam mencari keuntungan ditentukan oleh pendapatan total ditambah dengan biaya total. Sedangkan dalam mencari berkah produsen akan memperoleh apabila produsen menerapkan prinsip dan nilai islam dalam kegiatan produksinya. Penerapan nilai dan prinsip islam ini seringkali menimbulkan biaya ekstra yang relatif besar dibandingkan jika mengabaikannya. Produsen dalam melakukan kegiatan produksi selalu mencari mashlahah yang maksimum. Optimum mashlahah condition menyatakan bahwasannya untuk memperoleh mashlahah optimum jika dan hanya jika nilai dari unit terakhir yang diproduksi sama dengan perubahan (tambahan) yang terjadi pada biaya total dan pengeluaran berkah total pada unit terakhir yang di produksi
2.6 Nilai-Nilai Islam dalam Produksi
Produsen yang mengaplikasikan nilai-nilai Islam menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan maslahah yang maksimal. Artinya seluruh kegiatan produksi akan terikat dengan nilai-nilai sesuai Islam. Menurut Lubis mengembangkan nilai-nilai Islam yang relevan dengan produksi meliputi Khilafah, adil dan takaful. Berikut nilai-nilai Islam dalam produksi secara rinci:
1. Berwawasan jangka panjang yang berarti memiliki orientasi untuk tujuan akhirat.
2. Menepati janji dan kontrak yang sudah disepakati dalam internal
15 maupun eksternal
3. Memenuhi takaran, ketepatan, kelugasan dan kebenaran 4. Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis
5. Memuliakan prestasi atau produktifitas
6. Mendorong ukhuwah antar sesama pelaku ekonomi 7. Menghormati hak milik individu
8. Syarat dan rukun transaksi 9. Adil dalam bertransaksi 10. Memiliki wawasan sosial 11. Pembayaran upah tepat waktu 12. Menghindari hal haram
16 BAB III
PENUTUP 3.1 Kesimpulan
Produksi merupakan kegiatan manusia yang dilakukan untuk menghasilkan barang dan jasa agar dimanfaatkan oleh konsumen. Secara umum, tujuan produksi adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan menambahkan kegunaan barang serta jasa. Kebutuhan manusia akan lebih sulit untuk terpenuhi apabila tidak ada kegiatan produksi. Salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan manfaat dengan cara menjelajahi sumber ekonomi yang sudah disediakan Allah SWT untuk mencapai maslahat merupakan bentuk dari kegiatan produksi dalam ekonomi Islam.
Perilaku produsen dalam perspektif Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia dimana perilakunya diatur berdasarkan agama Islam. Memproduksi suatu barang untuk memenuhi kebutuhan manusia, bukan untuk memproduksi barang mewah secara berlebihan yang tidak sesuai dengan kebutuhan manusia. Dalam pandangan ekonomi Islam, motivasi produsen semestinya sejalan dengan tujuan produksi dan tujuan kehidupan produsen itu sendiri yaitu mencari maslahah, dimana hal ini juga sejalan dengan tujuan kehidupan seorang muslim.
Produsen yang menerapkan nilai-nilai Islam dalam produksinya tidak hanya mendapatkan keuntungan saja, namun juga akan mendatangkan keberkahan. Keuntungan dan berkah yang didapatkan merupakan bentuk maslahah yang mendukung tercapainya falah dan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
3.2 Saran
Dengan diselesainya makalah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah terlihat dalam pembuatan makalah ini. Tak lupa, kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan.
Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan yang membangun untuk perbaikan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
17 DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Maulana. (2019). Mengenal Pemikiran Ekonomi Islam Abad 18-19 Amalia, M. N. (2010). Teori Mikroekonomi. Jakarta: Kencana Media Grup.
Andreas Nilsson and David T. Robinson, “What Is the Business of Business?,” Innovation Policy and the Economy 18, no. 1958 (2018):
79–106, https://doi.org/10.1086/694408.
Arijunto, A. (2011). Etika Bisnis Islam. Jakarta: Raja Gofindo Persada.
Harfika, T. &. (2019). Teori Perilaku Produsen dalam Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional (Studi Perbandingan). Jurnal Of Institution and Sharia Finance, 2.
Karim, A. A. (2014). Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Muhammad Iqbal , Monzer Kahf , M . Umer Chapra. (2021). JPEKBM (Jurnal Pendidikan Ekonomi, Kewirausahaan, Bisnis, Dan Manajemen) 5, no.
1: 96–111.
Nurfadillah. (2021). Perbandingan Teori Produksi Konvensional Dan Islam Di Indonesia,”Makalah, no. 90500120087.
Setianingsih, N. L. (2019). Analisis Produksi dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi terhadap Produsen Genteng di Muktisari, Kebumen, Jawa Tengah). LABATILA: Jurnal Ilmu Ekonomi Islam, 03.
Takdir. Harfika. (2019). Teori Perilaku Produsen Dalam Ekonomi Islam Dan Ekonomi Konvensional (Studi Perbandingan), Journal Of Institution And Sharia Finance 2, no. 1: 75–91.