• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of Perilaku Pemilih Transpuan Kota Medan Pada Pemilihan Walikota Medan Tahun 2020 di Pelaksana Organisasi Persatuan Transpuan (Petrasu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of Perilaku Pemilih Transpuan Kota Medan Pada Pemilihan Walikota Medan Tahun 2020 di Pelaksana Organisasi Persatuan Transpuan (Petrasu)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.

PERSPEKTIF

Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/perspektif

Perilaku Pemilih Transpuan Kota Medan pada Pemilihan Walikota Medan Tahun 2020 di Pelaksana Organisasi

Persatuan Transpuan (Petrasu)

Behavior of Medan City Transwomen Voters in the 2020 Medan Mayor Election in the Implementing Transwomen Unity

Organization (Petrasu)

Haddad Nasution, Muryanto Amin & Tonny P. Situmorang Magister Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik,

Universitas Sumatera Utara, Indonesia

Diterima: 23 Februari 2023; Direview: 23 Maret 2023; Disetujui: 05 April 2023 Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku pemilih transpuan kota Medan dan faktor-faktor yang mepengaruhinya pada pemilihan Walikota Medan tahun 2020 dengan pendekatan perilaku pemilih. Teori dari Dennis Kavanagh yaitu tiga model untuk menganalisis perilaku pemilih, yakni pendekatan sosiologis, psikologi sosial, dan pilihan rasional, digunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan deskriptif (description research). Data didapatkan dari wawancara langsung di lapangan dan library research. Hasil penelitian menyebutkanbahwa kaum transpuan ini membuat perkumpulannya sendiri karena merasa terasing dengan masyarakat lain dalam suatu komunitas/organisasi. Kecenderungan Perilaku pemilih transpuan kota Medan pada pemilu calon Walikota Medan tahun 2020 menunjukkan perilaku pemilih yang sosiologis.

Kecendrungan ini didasari karena dari semua informan yang berhasil diwawancarai hampir semua diantaranya memiliki preferensi pilihan yang sama dengan teman atau komunitas dan organisasinya.

Kata Kunci: Perilaku Pemilih; Transpuan; Pemilihan Walikota Medan; Pelaksana Organisasi Persatuan Transpuan.

Abstract

The purpose of this research is to analyze the voting behavior of transwomen in the city of Medan and the factors that influence it in the 2020 Medan Mayor election using the voter behavior approach. The theory from Dennis Kavanagh, namely three models for analyzing voter behavior, namely sociological approaches, social psychology, and rational choices, were used to answer the research objectives. This type of research uses qualitative research methods, with a descriptive approach (description research). Data obtained from direct interviews in the field and library research. The results of the study stated that these transwomen formed their own associations because they felt alienated from other people in a community/organization. The tendency of the behavior of transwomen voters in the city of Medan in the 2020 Medan Mayor election shows a sociological voter behavior. This tendency was based on the fact that of all the informants who were successfully interviewed, almost all of them had the same preferences as friends or the community and their organizations.

Keywords: Voter Behavior; trans woman; Medan Mayor Election; Transwomen Unity Organization Executive.

How to Cite: Nasution, H., Amin, M., & Situmorang, T.P., (2023). Perilaku Pemilih Transpuan Kota Medan pada Pemilihan Walikota Medan Tahun 2020 di Pelaksana Organisasi Persatuan Transpuan (Petrasu). PERSPEKTIF. 12(2): 643-655.

*Corresponding Author:

E-mail: muryantoamin@usu.ac.id ISSN 2085-0328 (Print)

ISSN 2684-9305 (Online)

(2)

PENDAHULUAN

Demokrasi merupakan sistem politik di Indonesia yang diterapkan sejak awal berdirinya. Pemilik kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Proses demokrasi di Indonesia tidak hanya berlangsung di pemerintahan pusat, tetapi juga berlangsung di daerah yaitu tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Dengan adanya demokrasi, lahirlah Pemilihan Umum. Salah satu puncak kegiatan demokrasi di tingkat daerah adalah Pilkada.

Pilkada merupakan salah satu pesta demokrasi masyarakat berdomisili dan tercatat sebagai pemilih tetap di daerah tersebut.

Masyarakat berhak untuk menggunakan hak pilih guna menentukan kepala daerah. Kepala daerah sebagai pemerintah daerah diberi kewenangan yaitu otonomi daerah untuk mengatur daerahnya sendiri. Otonomi daerah juga di atur UU No. 32 Tahun 2004.

Kewenangan ini juga meringankan tugas dari pemerintah pusat terhadap daerah di Indonesia

karena pemerintah daerah yang bertanggung jawab terhadap wilayah yang dipimpin.

Pemerintah daerah juga berdaulat kepada masyarakat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi sebagaimana yang dianut dalam sistem negara demokrasi.

Pemilihan umum Wali Kota Medan pada tahun 2020 telah berlangsung dan merupakan pemilihan umum lokal yang diselenggarakan di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Pilkada Medan 2020 diadakan dalam rangka memilih Wali Kota dan Wakil Wali Kota Medan periode 2020-2026. KPU kota Medan telah menetapkan secara resmi hasil rekapitulasi penghitungan suara Wali Kota- Wakil Wali Kota Medan. Telah ditetapkan bahwa perolehan suara untuk pasangan calon Wali Kota-Wakil Wali Kota Medan ini dimenangkan oleh pasangan Bobby Nasution – Aulia Rachman (Thamrin, Nasution, & Ritonga, 2020) (Detik.com).

Gambar 1. Hasil Hitung Suara Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Medan Sumber : website pilkada2020.kpu.go.id

Pemilihan secara langsung yang terbuka dan tentunya seharusnya dilakukan tanpa paksaan dan kemauan sendiri. Yang menjadi pertanyaan apakah ruang pintu yang terbuka ini sudah dapat diterima oleh semua masyarakat atau pemilih. Dan Apakah seluruh masyarakat telah memiliki rasa ingin yang kuat untuk memilih calon kepala daerah? Atau masih ada alasan atau masalah yang membuat pemilih menjadi pemilih yang tidak aktif.

Perilaku pemilih tentunya menjadi bagian dari pemilihan umum. Sangat perlu bagi para calon yang akan dipilih untuk mengukur secara dini bagaimana perilaku pemilih dari masyarakat. Untuk mengetahui perilaku

pemilih perlu adanya analisis dan penelitian. Di dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai jenis perilaku dalam memilih sangat menarik untuk diteliti. Faktanya dalam setiap pemilihan umum belum tentu seseorang ikut berpartisipasi, ada yang memilih karena ikut- ikutan pilihan orangtua, ada yang memilih salah satu kandidat karena agamanya, usianya, jenis kelaminnya dan lain sebagainya. Hal ini berkaitan dengan perilaku masing-masing pemilih dalam suatu pemilihan umum (Handoko, Darmansyah, & Syofian, 2020).

Indonesia dengan keberagamannya dari berbagai etnis, suku dan lainnya memikiki sebagian dari suatu kelompok yang merupakan

(3)

gabungan minoritas. Status minoritas biasanya diberikan kepada sekumpulan masyarakat yang membuat perkumpulan atau komunitas.

Kelompok Lesbian, Gay, Bisex, Transgender (LGBT) merupakan salah satu komunitas kecil dan termasuk kategori status minoritas.

Dewasa ini, LGBT sering menjadi pembahasan media maupun di kalangan masyarakat secara langsung. LGBT merupakan komunitas masyarakat yang membuat perkumpulan atas kesamaan orientasi seksual, dikarenakan merasa terasing dari masyarakat umum dan tidak berani terbuka dengan pilihannya. Dengan adanya realita isu kesetaraan gender menjadi polemik dan tentunya menurut peneliti menjadi pembahasan yang layak dan menarik untuk diteliti, khususnya perilaku pemilih kaum transgender (Febriani & Irwanto, 2021).

Transgender di Indonesia masa kini sering disebut dengan “transpuan”, dewasa ini istilah “transpuan” menjadi istilah yang mulai digunakan dalam penelitian-penelitian, seperti yang disebutkan dan dijelaskan dalam jurnal Debineva and Palupessy (2019). Transpuan ini juga sudah disebutkan di dalam KBBI daring (kbbi.kemdikbud.go.id). Istilah transpuan ini sendiri juga sudah menjadi nama di dalam suatu organisasi waria. Jadi, isitilah transpuan ini sendiri telah digunakan sebagai istilah resmi dan dapat digunakan dalam suatu penelitian.

Transpuan di Indonesia sangat mudah dikenali dengan bentuk pisik dan perilakunya yang lebih menyerupai perempuan, namun ada beberapa dari mereka yang tentunya masih tertutup, dan ada yang lebih percaya diri menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya (Debineva & Pelupessy, 2019; Suharyanto, 2015).

Berdasarkan dari berbagai jurnal menyebutkan bahwa transpuan sangat identik dengan keterasingan mereka dari masyarakat dan mereka lebih cenderung menghadapi diskriminasi dan stigma buruk. Keterasingan mereka ini sendiri dikarenakan perbedaan yang sangat mencolok dari masyarakat lainnya, baik dari segi tingkah laku maupun cara mereka dalam berpenampilan. Penampilan dan bahasa tubuh sangat terlihat lebih seperti perempuan dan bahkan menggunakan pakaian perempuan sudah menjadi hal yang biasa, sehingga timbul suatu keunikan yang tentunya berbeda dengan pria pada umumnya.

Kenyataan di masyarakat tidak dapat ditutupi bahwa kaum transpuan sering menjadi bahan candaan dan bahkan menjadi bahan

ejekan maupun hinaan. Walaupun pada prakteknya di lapangan para kaum transpuan menekuni berbagai bidang seperti make up artist, salon, designer, dan lain sebagainya.

Tentunya tidak semua transpuan dapat menerima perlakuan yang diskriminasi. Stigma dari masyarakat yang negatif terhadap kaum transpuan menjadikannya kaum yang asing dan bahkan hina dimata masyarakat. Stigma ini yang membuat kaum transpuan terbentuk di dalam suatu kumpulan dan dapat dikatakan di dalam suatu golongan yang berbeda karena merasa tidak ada tempat yang layak diterima di mata masyarakat. Hingga kaum ini membuat julukan jenis gender sendiri, yakni transpuan yang tentunya membedakannya dari kaum wanita dan pria yang seutuhnya (Murniati, 2004).

Dengan keterasingan di dalam masyarakat, kaum transpuan membuat kelompok berupa komunitas atau organisasi sendiri. Salah satunya adalah Persatuan Transpuan Sumatera Utara (Petrasu) yang dibentuk pada tahun 2019 dan diketuai oleh Rere Al Anshor. Petrasu merupakan organisasi dari kaum transpuan. Organisasi ini dibentuk dengan advokasi untuk membela dan membantu kaum transpuan di provinsi Sumatera Utara dan berpusat di Kota Medan.

Program yang dijalankan fokus dalam bidang sosial, hukum dan lainnya. Ada beberapa komunitas transpuan di Medan, namun peneliti memilih organisasi Petrasu karena organisasi ini cukup menarik, bukan hanya sekedar komunitas yang menunjukkan suatu kuantitas para transpuan, namun juga sebagai bentuk aktifitas sosial untuk membantu kaum transpuan yang mendapatkan masalah dan bahkan seluruh transpuan yang membutuhkan bantuan baik dalam bidang hukum, hak asazi manuasi dan lain sebagainya di Sumatera Utara.

Petrasu juga fokus untuk membantu kaum transpuan terkait bantuan medis dan bantuan jika salah satu transpuan terjadi kemalangan/

meninggal dunia (Marco & Winduwati, 2022).

Petrasu menunjukkan bahwa organisasi transpuan bukan hanya dilihat dari kuantias mereka saja, namun sudah layak dilihat melalui kualitas yang mereka miliki. Hal ini tentunya menjadi titik terang kepada peneliti untuk mendapatkan informasi yang jelas dan tepat dari informan yang lebih memiliki wawasan yang lebih tinggi melalui team pengurus atau pelaksana organisasi Petrasu. Team pengurus dan pelaksana merupakan transpuan yang berpendidikan dan sebagian dari mereka

(4)

adalah lulusan sarjana dan tentunya mengerti tentang politik, sehingga informan yang dipilih tepat sasaran dan paham akan pertanyaan yang ditanyakan saat wawancara penelitian.

Peneliti merupakan yang pertama kali meneliti di dalam organisasi Petrasu ini dan tentunya sangat menarik untuk diteliti dan menjadi kajian yang unik, khususnya bertemu langsung dengan para transpuan yang mana peneliti yakin tidak semua peneliti mempunyai keberanian atau akses untuk bertemu langsung dengan maraknya stigma negatif dari masyarakat terhadap para kaum transpuan.

Tentunya peneliti berharap penelitian ini menjadi pintu awal yang terbuka seluas- luasnya untuk peneliti yang melakukan penelitian selanjutnya di organisasi Petrasu dari bidang sentra ilmu politik maupun bidang kajian lainnya yang berkaitan dengan transpuan di kota Medan. Peneliti memilih Pemilihan umum dikaitkan dengan pemilihan Walikota Medan tahun 2020 karena pemilihan pilkada inilah yang berlangsung setelah berdirinya Petrasu pada tahun 2019.

Transpuan di Kota Medan tentunya memiliki hak politik untuk mendapatkan kesempatan untuk memilih dan tidak ada yang melarangnya untuk datang memilih, contohnya calon kepala daerahnya. Stigma dan diskriminasi yang selama ini membuat golongan ini merasa diasingkan tentunya ada rasa trauma dan bahkan rasa tidak percaya diri.

Dengan stigma dan diskriminasi yang sering terjadi menjadikan peneliti memilih perilaku pemilih (voting behaviour) transpuan untuk diteliti, dan peneliti akan menganalisis perilaku pemilih transpuan kota Medan pada pemilihan Walikota Medan tahun 2020 dengan judul Perilaku Pemilih Transpuan Kota Medan Pada Pemilihan Walikota Medan Tahun 2020, studi kasus pelaksana Organisasi Persatuan Transpuan (Petrasu).

Penelitian Sandy E. James, J.D. (2018), bahwa identitas telah terbukti menjadi faktor penting dalam mempengaruhi sikap politik, seperti tingkat kepercayaan seseorang untuk berpartisipasi dalam aktivitas politik, dan perilaku politik, termasuk memilih dan berpartisipasi dalam protes politik. Secara khusus, identitas telah menjadi faktor yang berpengaruh di antara populasi minoritas.

Sementara para sarjana telah mempelajari lesbian, gay, dan orang biseksual secara luas.

Jack Thompson, Stuart J. Turnbull-Dugarte (2021) menjelaskan bahwa partisipasi aktif

dalam proses elektoral dan nonelektoral sangat penting bagi mereka yang mengidentifikasi diri sebagai LGBT, karena partisipasi berfungsi sebagai sarana untuk memaksimalkan inklusivitas, dan juga membantu kontribusi keluaran kebijakan dari pejabat terpilih untuk memajukan kesejahteraan yang memaksimalkan utilitas mereka (Turnbull‐

Dugarte, Townsley, Foos, & Baron, 2022).

Pada peneliti-penelitian terdahulu disebutkan bahwa individu yang mengidentifikasi sebagai LGBT yang tinggal di daerah perkotaan menunjukkan tingkat partisipasi yang lebih tinggi, dan bahwa hasil ini berlaku di berbagai skema klasifikasi perkotaan-pedesaan. Penelitian Jordan weber (2021) mengungkapkan bahwa warga Amerika Serikat secara teratur diingatkan akan pentingnya memberikan suara dalam pemilihan umum. Namun, data menunjukkan partisipasi pemilih termuda di TPS dalam jumlah yang jauh lebih sedikit. Hal yang sama tidak dapat dikatakan untuk kelompok yang terpinggirkan dan minoritas, seperti anggota komunitas LGBTQ (Embun Balqis, 2021).

Pada penelitian Sandy E. James, J.D.

(2018) menjelaskan bahwa identitas telah terbukti menjadi faktor penting dalam mempengaruhi sikap politik, seperti tingkat kepercayaan seseorang untuk berpartisipasi dalam aktivitas politik, dan perilaku politik, termasuk memilih dan berpartisipasi dalam protes politik. Secara khusus, identitas telah menjadi faktor yang berpengaruh di antara populasi minoritas.

Berdasarkan fenomena, latar belakang dan penelitian sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perilaku pemilih transpuan kota Medan dan faktor-faktor yang mepengaruhinya pada pemilihan Walikota Medan tahun 2020 dengan pendekatan perilaku pemilih.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan deskriptif (description research). Dengan metode penelitian ini diharapkan menemukan dan memahami fakta tentang masalah yang diteliti, yaitu perilaku pemilih transpuan kota Medan dengan latar belakang seringnya terjadi diskriminasi di kalangan masyarakat terhadap kaum transpuan dan apa saja yang menjadi pengaruh terhadap mereka dalam memilih melalui pendekatan perilaku pemilih. Metode

(5)

kualitatif deskriptif akan menyajikan temuan sesuai fakta dan bersifat aktual yang dihasilkan dari hasil wawancara langsung dengan pihak terkait (Silalahi, 2012).

Unit analisis penelitian kualitatif yang peneliti pilih adalah fokus pada orang dan struktur, (Patton, 2002, dalam Ade Heryana).

fokus pada orang yaitu berupa individu atau kelompok kecil, dan juga fokus pada struktur, yaitu berupa program, organisasi, maupun unit dalam organisasi. Hal ini tentu peneliti memilih pelaksana organisasi persatuan transpuan (Petrasu) kota Medan sebagai organisasi yang dipilih sebagai unit analisis.

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini secara umum terdiri atas kelompok dan individu, dimana dianggap peneliti sebagai lembaga atau pihak-pihak yang berkaitan dengan apa saja yang akan diteliti (Nawawi, 2017), yaitu mencakup Organisasi Persatuan Transpuan Sumatera Utara (Petrasu) Kota Medan dan Lokasi tempat berlangsungnya kegiatan penelitian ini di kantor Petrasu Jl. Garu III No. 165 G, SM Raja, Medan. Lokasi penelitian dipilih untuk bertemu langsung dengan para Informan dan untuk mendapatkan informasi terkait permasalahan penelitian. Tempat ini adalah lokasi berkumpulnya para pelaksana organisasi Petrasu, namun ada beberapa dari mereka juga yang merekomendasikan untuk bertemu langsung di rumah kontarakan atau kos karena anggota pelaksana Petrasu tidak selalu hadir di kantor tempat mereka kerja berhubung pekerjaan dalam lapangan.

Mengingat kegiatan mereka juga yang lumayan sibuk, ada beberapa transpuan yang direkomendasikan juga untuk dilakukan wawancara penelitian dan bertemu di tempat mangkal atau nongkrong mereka (Purwodihardjo & Sukmaningrum, 2021).

Informan merupakan subjek dalam penelitian ini. Adapun jenis pemilihan informan adalah dengan combination purposeful sampling, tujuannya adalah untuk pemilihan informan dengan metode triangulasi yang bersifat flexibel. Jenis pemilihan informan juga ditambahkan berdasarkan metode snowball (Moleong, 2010)untuk mendapatkan informan tambahan dan rekomendasi dari tim Petrasu hingga informasi menjadi lebih valid. Untuk urutan pengumpulan data pada informan dengan sistem triangulasi sebagai berikut, yaitu:

Informan kunci telah ditentukan yaitu dalam sebuah organisasi, maka informan kuncinya adalah pimpinan organisiasi tersebut.

Informan kunci dalam penelitian ini adalah Ketua Organisasi Persatuan Transpuan Sumatera Utara (Petrasu) di Kota Medan.

Informasi akan diperoleh secara menyeluruh tentang permasalahan yang diangkat oleh peneliti. Informan kunci ini mengetahui tentang kondisi/ fenomena secara garis besar, dan juga memahami informasi tentang informan utama.

Pada penelitian tentang perilaku pemilih sebagai informan utama adalah anggota pelaksana organisasi Petrasu, yaitu: Sekretaris Organisasi Persatuan Transpuan Sumatera Utara (Petrasu) di Kota Medan (1 orang);

Bendahara Organisasi Persatuan Transpuan Sumatera Utara (Petrasu) di Kota Medan (1 orang); Badan Pengawas Persatuan Transpuan Sumatera Utara (Petrasu) di Kota Medan (1 orang); Anggota Pelaksana Persatuan Transpuan Sumatera Utara (Petrasu) di Kota Medan (6 orang); Transpuan kota Medan yang merupakan rekomendasi dari tim pelaksana Petrasu (13 orang).

Sumber dan informan utama di atas dipilih dengan kriteria dan pertimbangan informan tersebut adalah seorang transpuan dan profesional di bidangnya (Sugiyono, 2009).

Informan tambahan yang memberikan manfaat dan relevan. Informan juga pihak yang terkait dengan transpuan dan merupakan pemerhati kaum transpuan di kota Medan. Dalam hal ini peneliti maksud adalah sebagai informan pendukung untuk validasi data supaya tidak searah dan lebih valid.

Adapun sumber data dalam penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu: Data primer bersumber dan diperoleh dengan cara wawancara. Adapun Wawancara yang dilakukan dengan keterangan sebagai berikut:

Secara langsung (tatap muka); tidak langsung (phone call, video call, dan google form); Metode wawancara mendalam (indepth interview);

diskusi kelompok terarah (focus group discussion) (Jonatan, 2006).

Wawancara yang dilakukan sangat dinamis mengikuti kenyamanan para informan.

Kendala di lapangan yang dihadapi peneliti bahwa ada beberapa informan yang tidak bersedia di wawancara secara langsung karena takut didokumentasikan dan diposting di sosial media dengan maraknya isu-isu stigma dan diskriminasi terhadap transpuan/informan.

Pedoman wawancara dilakukan denga cara terstruktur, peneliti dapat melakukan observasi dengan mengutamakan perhatian terhadap segi mimik dari wajah informan, keadaan dan respon saat menjawab

(6)

pertanyaan. Wawancara juga dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui phone call, video call, dan google form dikarenakan berhubung penelitian ini dilakukan pada masa pandemi covid19 dengan adanya beberapa informan yang menolak bertemu secara langsung untuk menjaga protokol kesehatan dan mengurangi perkumpulan secara langsung. Data primer adalah berupa script dan rekaman hasil wawancara peneliti dengan informan.

Sumber data diperoleh dari dokumen- dokumen grafis seperti tabel, catatan, chat whatsapp, foto-foto, dan video. Yang menjadi data sekunder adalah dokumen-dokumen yang relevan dengan penelitian ini. Dokumen tersebut dapat berupa kumpulan jurnal, buku, media elektronik dan dokumen lainnya.

Peneliti menggunakan teknik analisa data dengan model analisis interaktif Miles dan Huberman yang terdiri dari tiga hal utama, yaitu: reduksi data; penyajian data, dan penarikankesimpulan/verifikasi. Adapun data yang dianalisis adalah data hasil dari wawancara yang dilakukan dengan pertanyaan terstruktur dan telah mendapatkan infromasi yang mendalam, kemudian hasil dari data observasi dan dokumentasi. Selanjutnya peneliti akan menelaah data-data yang diperoleh, data tersebut dipilah-pilah dan akan disesuaikan dengan kebutuhan penelitian. Sisa data yang tidak dipakai akan direduksi atau dikesampingkan (Sugiyono, 2012).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Deskriminasi Transpuan dalam Pemilihan Umum Walikota Medan 2020

Pemilihan umum akan tetap berkangsung, yang menjadi pertanyaan apakah ruang pintu yang terbuka ini sudah dapat diterima oleh semua masyarakat atau pemilih.

Pemilihan secara langsung yang terbuka dan tentunya seharusnya dilakukan tanpa paksaan dan kemauan sendiri. Dan Apakah seluruh masyarakat telah memiliki rasa ingin yang kuat untuk memilih calon kepala daerah? Atau masih ada alasan atau masalah yang membuat pemilih menjadi pemilih yang tidak aktif.

Keberadaan transpuan ini yang akan diteliti oleh peneliti dan memilih Pelaksana Organisasi Petrasu (Persatuan Transpuan Sumatera utara) yang berpusat di Kota Medan.

Organisasi ini terdiri dari 10 orang pelaksana Petrasu dan telah memberikan rekomendasi untuk tambahan informan dari kaum

transpuan di kota Medan sehingga terdata 23 infroman.

Pemilihan umum wali Kota Medan 2020 telah berlangsung diselenggarakan di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.

Untuk memahami dinamika partisipasi pemilihan di Kota Medan, khususnya terkait dengan faktor sosial budaya, perlu pemahaman tentang konsepsi kebudayaan yang bersinggungan dengan dimensi politik. Dengan adanya realita isu dan fakta kesetaraan gender dan diskriminasi menjadi polemik dan tentunya menurut peneliti menjadi pembahasan yang layak untuk diteliti, khususnya hak pemilih kaum transpuan (transgender). Pemahaman kultural masyarakat dalam praktik politis merupakan bagian kehidupan yang berjalan secara general, tarik-menarik dan kesepakatan terhadap dimensi politik adalah hasil pembelajaran masyarakat sebagai kelompok sosial (Suhartono, Pelly, & Azhari, 2019).

Fenomena pilkada Walikota Medan tahun 2015 dan 2020 meski secara waktu sudah berlalu namun tetap menarik dan relevan dalam melihat perilaku pemilih setelah fenomena tersebut berlangsung; mengingat masih rendahnya derajat partisipasi pemilih pada Pilkada Kota Medan yang lalu dengan angka partisipasi 15.38 persen, terendah di Indonesia dan membandingkannya dengan Pilkada tahun 2020 dengan angka paritisipasi 45,80 persen (Jurnal kpu.go.id).

Sesuai dengan data usia tentunya semua transpuan tersebut layak untuk ikut memilih.

Data diperoleh dengan memastikan kartu identitas yang bersangkutan. Partisipasi melalui data usia menunjukkan bahwa pemilih usia antara 20 ke 30 lebih berminat dan aktif dalam memberikan infomrasi. Data usia juga menunjukkan bahwa transpuan dengan usia diatas 20 tahun lebih berkontribusi dalam suatu organisasi dan berkumpul antara satu dengan yang lainnya.

Ada beberapa alasan dan kasus yang membuat para transpuan tersebut tidak hadir dalam memilih pada suatu pemilihan umum.

Partisipasi cenderung sedikit dengan adanya berbagai alasan tertentu. Mulai dari latar belakang rasa tidak percaya diri, rasa takut, latar belakang diskriminasi dengan isu yang lagi maraknya di sosial media dan juga realitas yang terjadi di kalangan masyarakat terhadap transpuan. Stigma buruk juga menjadi alasan dan tentunya semuanya sangat menarik untuk

(7)

diketahui dengan kaitannya dalam perilaku pemilih.

Dari data wawancara hanya terdapat 9 orang Transpuan yang ikut dan hadir dalam pemilihan Walikota Medan tahun 2020. Yang tidak hadir/ ikut dalam memilih mempunyai alasan tersendiri mengapa tidak ikut berpartisipasi dalam memilih calon Walikota Medan tahun 2020. Hal ini tentunya perlu kita ketahui bahwa masih banyak kaum transpuan yang belum memberikan hak pilihnya dalam pemilukada.

Faktor tidak percaya diri menjadi alasan utama dari semua jawaban kaum transpuan yang tidak hadir dalam pemilihan calon Walikota Medan. Dapat dipastikan stigma dari masyarakat masih melekat di jiwa kaum transpuan. Kelompok yang marginal ini menjadi susah berpartisipasi dengan keinginan yang kurang kuat untuk memilih. Alasan yang berkaitan adalah dari bentuk pisik para transpuan, mengaku sudah berubah mulai dari rambut dengan kategori panjang seperti perempuan, adanya buah dada dan bentuk postur yang seperti wanita membuat para transpuan tidak percaya diri di siang hari.

Peneliti mengamati bentuk postur tubuh atau penampilan para transpuan kota Medan yang peneliti temui secara langsung terdiri dari berbagai penampilan. Sebagaian dari mereka masih ada yang berpenampilan seperti pria pada umumnya. Yang membedakan adalah melalui tingkah lakunya yang “ngondek”. Kata

“ngondek” ini adalah kata yang sudah umum dikalangan para kaum transpuan, yang artinya pria yang tingkah laku atau body languangenya melambai atau kemayu seperti perempuan. Jadi seperti apapun penampilan mereka khususnya dalam berpakaian kesehariannya, namunm mereka tetap “ngondek” alias kemayu.

Sebagian dari mereka juga ada yang sudah berparas seperti wanita seutuhnya, menggunakan make up setiap harinya baik siang maupun malam dan bahkan ada yang tidak percaya diri jika tidak memakai bedak.

Kemudian diantara mereka ada yang sudah mempunyai payudara hasil dari operasi maupun suntikan. Pakaian yang digunakan kesehariannya juga menggunakan pakaian perempuan (Mukhosiyah, 2021).

Dari hasil wawancara di lapangan, peneliti mengamati dan menganalisa dan mengumpulkan informasi fakta bahwa beberapa kaum transpuan kota Medan khususnya yang bergabung dalam organisasi Petrasu merasa tidak percaya diri untuk

berpartisipasi dalam memilih. Latar belakang stigma masyarakat menjadi alasan dan rasa trauma yang mendalam dari perlakuan masyarakat terhadap transpuan. Rasa takut dan tidak percaya diri menjadi pikiran utama dan merasa diasingkan jika berada dalam keramaian atau kelompok masyarakat. Hal ini membuktikan fakta bahwa deskriminasi dari masyarakat masih melekat di jiwa transpuan kota Medan dan merasa belum diterima masyarakat.

Peneliti juga mengamati alasan lainnya bahwa bentuk pisik sangat menjadi alasan utama timbulnya deskriminasi. Adanya pengelompokan dari transpuan tentunya menjadikan mereka lebih mencolok dibandingkan gabungan masyarakat lainnya.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan pisik yang unik dari transpuan kota Medan menunjukkan bahwa walaupun mereka merasa sudah cantik dan beberapa diantara mereka sudah hampir mirip menjadi perempuan secara pisik, namun mereka masih tetap tidak percaya diri untuk berpartisipasi di siang hari dan berkumpul di keramaian masyarakat.

Namun peneliti menganalisa bahwa fakta lainnya setelah mendapatkan informasi dari informan berikutnya yang ikut berpartisipasi mengaku tidak ada masalah waktu di lapangan saat memilih. Proses tetap seperti biasa, lancar dan tidak ada perbedaan antara transpuan dan masyarakatlainnya (Purwodihardjo &

Sukmaningrum, 2021).

Dengan jawaban dari beberapa transpuan tersebut peneliti mengamati dan telah menganalisa bahwa transpuan yang tidak percaya diri datang untuk berpartisipasi adalah karena latar belakang deskriminasi dari masyarakat, namun sebagian besar itu adalah anggapan-anggapan atau dugaan dari kaum transpuan itu sendiri. Karena stigma yang begitu mendalam membuat kaum transpuan selalu merasa diasingkan dan belum siap untuk berbaur dengan masyarakat. Rasa perbedaan masih lekat di benak mereka dan mendalam.

Kenyataannya untuk praktik di lapangan masih aman dan lancar, tidak ada praktik membeda-bedakan kaum transpuan dengan masyarakat lainnya. Namun hal ini berkaitan dengan transpuan mana yang datang berpartisipasi. Jika anda cukup mencolok atau secara pisik maupun cara berpakaian sangat berbeda, tidak menutup kemungkinan anda akan menjadi bahan perhatian. Tergantung terhadap masyarakat yang bagaimana yang

(8)

berhadapan dengan anda saat berada di lokasi pemilu.

Menurut pedoman umum pelayanan waria (2008), ada dua permasalahan yang dialami waria, yaitu: permasalahan internal dan eksternal.

Permasalahan internal. Merasa tidak jelas identitas dan kepribadiannya mengakibatkan waria berada dalam posisi kebingungan, canggung, tingkah laku berlebihan, dampak lainnya sulit mencari pekerjaan bahkan depresi dan mau bunuh diri.

Merasa terasing dan merasa ditolak mengakibatkan para waria meninggalkan rumah, frustasi, kesepian, mencari pelarian yang seringkali makin merugikan dirinya.

Merasa ditolak dan didiskriminasi mengakibatkan permasalahan terutama dalam kehidupan, sosial, pendidikan, akses pekerjaan baik formal maupun informal. Implikasinya adalah banyak waria yang merasa kesulitan memperoleh pekerjaan, pendidikan, maupun terhambat proses interaksi sosial.

Permasalahan eksternal (Permasalahan keluarga). Pada konteks integrasi dengan keluarga para waria seringkali dianggap sebagai aib dan mendatangkan kesialan dalam keluarga sehingga banyak diantara mereka tidak mengakui, mengucilkan, membuang, menolak, mencemooh bahkan mengasingkan. Selain itu, keluarga juga menutup atau menarik diri dari masyarakat.

Permasalahan masyarakat. Para waria dan komunitasnya dianggap sebagai sosok yang melakukan penyimpangan yang banyak menimbulkan masalah di lingkungan masyarakat. Terutama dari segi permasalahan seksual yang dapat mempercepat penyebaran IMS (Infeksi Menular Seksual) dan HIV/AIDS.

Disamping itu masyarakat juga mempunyai stigma dan penolakan terhadap waria dan keluarganya. Sehingga berdampak kepada pengucilan sosial, diskriminasi dan pelecehan serta perlakuan salah lainnya. Data. Belum ada data yang akurat dan mutakhir tentang gambaran profil waria. Hal ini menyebabkan sulitnya merumuskan program dan kebijakan, serta rencana kerja bagi lembaga/instansi terkait dan melaksanakan koordinasi secara terpadu. Kebijakan. Belum optimalnya kebijakan dan peraturan yang memberikan pelayanan sosial terhadap waria terhadap akses ke dunia pendidikan dan pekerjaan belum memperoleh perhatian yang optimal.

Dari permasalahan internal di atas sangat berpengaruh terhadap perilaku transpuan dalam memilih. Rasa keterasingan yang membuat para kaum transpuan tidak percaya diri berkumpul dengan masyarakat lain.

Permasalahan ini tentuk membuktikan adanya stigma dari masyarakat yang sangat mendalam dan hingga kini masih tertanam dan menjadi pengaruh yang sangat besar bagi kaum transpuan di kota Medan. Permasalahan eksternal tersebut juga sangat berpengaruh terutama dalam bidang data.

Sesuai dengan informasi dari informan tersebut memang benar bahwa kurangnya perhatian dan pendekatan terhadap kaum transpuan. Berharap bahwa pemerintah juga melakukan pendekatan tehadap kaum transpuan sehingga memiliki rasa percaya diri yang kuat dan diberikan edukasi maupun hak beredukasi.

Analisis Pendekatan Perilaku Memilih Terhadap Pemilih Transpuan

Ada beberapa pendekatan yang dilihat untuk menganalisis perilaku memilih, menurut Dennis Kavanagh melalui bukunya yang berjudul Political Science and Political Behavior, menyatakan terdapat tiga model untuk menganalisis perilaku pemilih, yakni pendekatan sosiologis, psikologi sosial, dan pilihan rasional. Merujuk pada hasil studi serta pendekatan-pendekatan di atas, Penelitian ini juga mencoba menggambarkan dan menganalisis tentang kecenderungan perilaku pemilih kaum transpuan. Data telah diperoleh dan dianalisis, kemudian dipilah-pilih dengan mendeskripsikan data yang lebih valid dan memberikan kesimpulan. Ketiga pendekatan ini akan dijelaskan dan dibahas sebagai berikut:

a. Pendekatan Sosiologis.

Pendekatan sosiologis, yaitu bahwa perilaku politik sesorang itu lebih cenderung dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan yang meliputi sosial ekonomi, afiliasi etnik, tradisi keluarga, keanggotaan terhadap suatu organisasi, usia, jenis kelamin dan tempat tinggal. Pendekatan sosiologis lebih menekankan pada variabel pengelompokan sosial dalam melihat perilaku pemilih.

Jika berbicara tentang sosial ekonomi, para transpuan ini tidak mementingkan seberapa jauh lokasi pemilihan umum berada.

Lokasi tidak menjadi kendala sebagai alasan tidak ikut memilih. Kebanyakan dari kaum transpuan ini tinggal sendiri dan mengasing,

(9)

berada di kos-kosan dan kontrakan, sehingga mereka lebih sering bersama dan berjumpul dengan komunitasnya.

Dari informasi dari beberapa informan, mereka adalah yang bertempat tinggal sendiri dan mengasing dari keluarga. Ada beberapa dari mereka yang berasal dari luar kota dan memilih menetap tinggal di kota Medan.

Sebagian dari mereka adalah penduduk asli Medan, namun lebih memilih tinggal sendiri dengan alasan kebebasan. Mereka lebih memilih tinggal sendiri juga supaya bebas berteman dengan sesama kaum transpuan atau komunitasnya. Hal ini juga menguatkan bahwa kaum transpuan ini lebih memilih berkumpul dengan komunitasnya dari pada keluarganya.

Tentunya menguatkan bahwa kaum transpuan lebih mengikuti komunitasnya, terutama dalam suatu menentukan pendapat dan pilihan (Coleman et al., 2012).

Menurut Ajzen, 1991, dalam Jurnal Dileep Kumar Mohanachandran dan Normala S.

Govindarajo, sikap adalah orientasi sosial - kecenderungan yang mendasari untuk menanggapi sesuatu yang baik atau tidak menyenangkan (M. & Govindarajo, 2020). Oleh karena itu sikap memilih dalam konteks perilaku (perilaku memilih) didefinisikan sebagai sikap yang lebih menguntungkan atau tidak menguntungkan sehubungan dengan niat individu untuk melakukan perilaku yang dipertimbangkan. Sikap (Voting attitude) adalah kombinasi dari evaluasi suatu perilaku dan keyakinan tentang hasil dari perilaku tersebut. Evaluasi bisa positif atau negatif.

Melakukan suatu perilaku (Memberikan suara) mungkin bergantung pada keyakinan mana yang diaktifkan dan apakah keyakinan itu positif atau negatif (M. & Govindarajo, 2020).

Faktor lainnya adalah berkaitan dengan pekerjaan mereka yang diminati yaitu

“mangkal” dalam arti menjajakan diri di malam hari. Jadi, tinggal sendiri merupakan pilihan yang pas sehingga bebas untuk melakukan pekerjaan ini. Walaupun ada dari mereka yang menjadikan mangkal sebagai kerja sampingan.

Karena pekerjaan ini biasanya dilakukan malam hari.

Sesuai dengan pernyataan informan bahwa mereka lebih memilih sendiri karena berkaitan dengan posisi pekejaan mereka yang menjajakan diri (jual diri). Hal ini tentunya membuktikan bahwa profesi mereka belum tentu diterima oleh keluarganya dan tentunya terbukti bahwa masih banyak kaum transpuan yang belum merasa percaya diri atau belum

berani diketahui oleh keluarganya terkait jati dirinya yang sebenarnya. Hal ini menguatkan kembali bahwa kaum transpuan tentunya kurang komunikasi dengan keluarga, terutama dalam menentukan suatu pilihan, khususnya dalam pemilu.

Waria dalam keberadaanya memiliki permasalahan yang cenderung dikaitkan dengan status di dalam keluarganya. Ada beberapa waria yang jati dirinya sebagai waria tidak diketahui oleh keluarganya dan masih berani kembali ke rumah, namun dalam berpenampilan sebagai pria, namun ada yang memilih untuk menghilang karena takut di ketahui dan bahkan menjadikannya pelarian seumur hidup (Mukhosiyah, 2021).

Faktanya, sesuai dengan informasi dari wawancara transpuan di Kota Medan, ada beberapa dari transpuan ini yang sudah diterima juga di lingkungan keluarganya. Hal ini peneliti amati saat berkunjung dengan salah satu transpuan anggota dari Petrasu dengan julukan nama Sella, transpuan ini tinggal bersama saudara kakak kandung yang sudah berkeluarga. Transpuan ini sudah diterima apa adanya walaupun secara pisik sudah merubah dirinya menjadi wanita, berambut panjang, ada buah dada dan memakai pakaian perempuan.

Uniknya transpuan ini sudah bekerja di salah satu perusahaan kesehatan gigi dan juga berprofesi secara profesional, dan juga diterima menjadi dirinya sendiri layaknya seorang transpuan. Orangtua juga sudah menerima keadaannya dan tidak mempermasalahkan pilihannya menjadi seorang transpuan (Febriani & Irwanto, 2021).

Hal yang sama juga dengan Nanda, anggota dari Petrasu. Transpuan ini tinggal dengan orangtuanya dan menerima keadaanya menjadi seorang transpuan di kota Medan.

Keseharian tetap menjadi seorang yang feminin dan bahkan sering membantu kegiatan Ibunya di dapur layaknya anak gadis di rumahan.

Namun peneliti mengamati bahwa beberapa dari transpuan ini yang menetap tinggal bersama keluarga adalah seorang transpuan yang telah kehilangan sosok sang ayah yang sudah tiada. Hal ini menjadi salah satu faktor mereka tetap berada di rumah orangtuanya.

Setelah dilakukan penelitian dan analisis serta wawancara, bahwa pemilih transpuan dengan pendekatan sosiologis, adanya kecenderungan faktor kedekatan yang setuju denganjawaban, ada 19 orang karena mengikuti apa yang dipilih oleh komunitasnya, sedangkan sisanya tidak setuju. hal ini

(10)

disebabkan oleh adanya lebih cenderung terhadap faktor kedekatan atau persatuan, karena mengikuti apa yang dipilih oleh komunitas organisasinya. Jadi pilihan yang dijatuhkan sama dengan pilihan dari komunitas organisasinya. Peneliti menyimpulkan bahwa pilihan pemilih transpuan tersebut sangat dipengaruhi latar belakang lingkungan tempat tinggal, yakni lingkungan komunitasnya.

Perilaku ikut-ikutan terhadap komunitas organisasi menjadi latar belakang kaum transpuan untuk memilih dan melihat bagaimana karakteristik pemimpin yang tepat menurutmereka.

Hasil wawancara bahwa suku dan agama menjadi alasan siapa yang akan dipilih sebagai calon. Kemudian peneliti memperkuat dengan hasil wawancara bahwa pernyataannya sesuai semua yang diwawancara menjawab dengan jawaban yang sama.

Namun, komunitas atau organisasi menjadi tempat yang lebih disenangi untuk berkumpul. Bahkan lebih sering berada bersama komunitas mereka daripada keluarga sendiri. Ide dan saran organisasi tentunya sangat berpengaruh dan menjadi landasan untuk memilih.

Dari informasi pernyataan di atas yang di utarakan bahwa mereka diarahkan oleh teman- teman transpuan kerena kekurangan informasi, hal ini menunjukkan karena mereka kurang paham terkait isu politik. Model perilaku ini dialami oleh seorang transpuan terhadap komunitasnya karena dengan sendirinya mereka akan membenarkan apa yang menjadi arahan atau pembicaraan komunitasnya.

Terkait pengaruh usia calon pemimpin tidak menjadi pengaruh terhadap perilaku pemilih kaum transpuan. Namun berlawanan dengan jenis kelamin, transpuan kota Medan lebih memilih calon pemimpin pria dan tentunya peneliti amati dengan hasil wawancara bahwa informasi dari infroman semuanya lebih memilih calon pemimpin dengan jenis kelamin pria.

Lebih lanjut menurut peneliti, bahwa adanya pemilih transpuan yang ikut-ikutan dalam menjatuhkan pilihan terhadap seorang kandidat menunjukkan tipe apatis mereka.

Tipeini menunjukkan perilaku acuh tidak acuh di kalangan pemilih, khususnya pemilih transpuan yang dilatarbelakangi karena persepsi tidak pentingnya mereka ikut berpartisipasi dalam pemilu. Akibatnya mereka

kurang terlibat dalam pemilihan seperti menjadi tim sukses atau menjadi anggotapartai politik. Selain itu pula tidak mengikuti perkembangan informasi dan isu-isu politik yang terjadi. Hasil analisis menunjukkan rata- rata 100 persen pemilih lebih tidak perduli tentang apa yang dia pilih dan ikut-ikutan.

b. Pendekatan Psikologi Sosial.

Pendekatan psikologis yaitu alasan yang berhubungan dengan faktor-faktor psikologi.

Pendekatan yang dilakukan dengan mengidentifikasi seseorang terhadap partai tertentu yang kemudian akan mempengaruhi sikap orang tersebut dalam memutuskan calon atau sikap terhadap pilihan isu-isu yang berkembang, melihat perilaku politik dari persepsi seseorang mengenai masalah politik.

Menurut pendekatan psikologis ada beberapa faktor yang mendorong pemilih menentukan pilihannya, yaitu: identifikasi partai, orientasi kandidat, dan orientasi isu/tema. Pertama, identifikasi partai digunakan untuk mengukur sejumlah faktor predisposisi pribadi maupun politik. Seperti pengalaman pribadi atau orientasi politik yang relevan bagi individu. Pengalaman pribadi dan orientasi politik sering diwariskan oleh orang tua, serta dapat pula dipengaruhi oleh lingkungan, ikatan perkawinan, dan situasi krisis.Namun, figur kandidat yang dianggap memiliki kharismatik dan sosok idaman bagi masyarakatdalam penelitian ini lebih tidak mempengaruhi psikologis pemilih transpuan, Mengingat kecenderungan pemilihtranspuan menjatuhkan pilihannya bukan karena adanya konteks ketokohan yang berperan dominan.

Pendekatan sosiologis saling berkaitan dengan pendekatan psikologis. Seseorang yang memilih seorang kandidat bisa jadi atas pertimbangan kesamaan suku danagama.

Namun hal itu diperantarai oleh persepsi dan sikap, baik terhadap faktor sosiologis tersebutmaupun terhadap partai politik atau kandidat. Yang muncul kemudian bukan faktor sosiologis secaraobjektif, melainkan faktor sosiologis sebagaimana dipersepsikan.

Berdasarkan pernyataan di atas menunjukkan tidak adanya perilaku yang psikologis pada pemilihtranspuan, dimana pemilih transpuan tidak menjatuhkan pilihan pada figur kandidat yang mereka idolakan.

Meskipun tidak banyak diantara mereka menunjukkan perilaku model ini. Menurut peneliti, adanya perilakupsikologis inikarena tidak adanya kedekatan pemilih transgender

(11)

terhadap figur kandidat yang mereka anggap mampumemimpin daerahnya. Bahkan, mereka hanya sekedar mengetahui informasi dari media, seperti sosial media, TV, dan lain sebagainya. Informasi hanya di dapat sekedar nama calon, agama, sehingga tidak menutup kemungkinan kaum transpuan ini tidak mengenal secara langsung. Hal ini tentu sangat berpengaruh terhadap kandidat mana yang mereka pilih. Sehingga mereka hanya berpatokan terhadap informasi apa saja yang mereka peroleh.

Dari informasi kaum transpuan ini, peneliti menganalisa bahwa tidak adanya informasi yang diperoleh atau tidak perduli mencari infromasi tentang profil kandidat.

Kemudian semua infroman transpuan tidak ada yang mengenal dekat dengan kandidat atau calon pemimpinnya dan tidak ada kaitannya dengan organisasi atau komunitas mereka.

Dalam pendekatan psikologis, Adanya pemilih yang mengidolakan seorang kandidat adalah hasil evaluasi terhadap kandidat.

Evaluasi terhadap kandidat sangat dipengaruhi oleh sejarah dan pengalamanmasa lalu kandidat baik dalam kehidupan bernegara maupun bermasyarakat. Beberapa indikator yang biasa dipakai oleh para pemilih untuk menilai seseorang kandidat khususnya bagi parapejabat yang hendak mencalonkan kembali, di antaranya kualitas, kompetensi dan integritas kandidat. Namun masih banyak diantara kaum transpuan ini yang belum mengenal secara langsung calon pemimpinnya, bahkan hanya mendengar infromasi sekedarnya saja melalui media.

Melalui analisis terhadap informan atau sebesar 100 % yang sangat setuju. Tidak ada kedekatan secara ideologi, emosional dan identifikasi terhadap kandidat. Informan rata- rata memilih dengan kandidat yang seagama tanpa melihat latar belakang kandidatnya.

c. Pendekatan Pilihan Rasional

Pendekatan pilihan rasional yaitu pendekatan yang lebih menimbang-nimbang keuntungan apa yang diperoleh oleh seseorang jika memilih calon pemimpinnya. Hal ini tentunya juga berkaitan dengan pihak organisasi, apakah mereka mendapat keuntungan tertentu yang berpengaruh terhadap organisasinya. Hal ini berkaitan dengan komunitas yang ada dan tidak adanya pendekatan antara kandidat dan komunitas kaum transpuan.

Keperibadian ataupun figur kandidat tidak serta merta berpengaruh terhadap

perilaku memilih kaum transpuan ini. Begitu juga terkait visi dan misi tidak berpengaruh terhadap organisasi Petrasu. Hal ini tidak jauh dengan apa yang peneliti amati bahwa tidak ada respon bahwa transpuan ini memiliki perhatian yang penuh terhadap imbalan atau keuntungan yang mereka peroleh saat memilih atau menentukan siapa pilihannya.

Setelah peneliti analisis melalui jawaban dari informan bahwa tim Petrasu dan transpuan lainnya tidak terlalu fokus terhadap membandingkan dan menghitung dari segi keuntungan yang mereka peroleh. Hal ini tetap dikaitkan dengan fokus mereka adalah untuk memilih bukan karena telah membandingkan dan meraih keuntungan baik pribadi maupun di dalam komunitas dan organisasi. Namun hal ini tidak berkaitan dengan pola pikir kaum transpuan dengan minimnya informasi terkait calon kandidat dan bahwa calon Walikota Medan tahun 2020 bukan berasal dari pejabat yang menjabat dengan jabatan yang sama sebelumnya.

Membahas terkait keuntungan pribadi yang diperoleh oleh transpuan tidak terlihat dari hasil analisis wawancara secara mendalam, jalan untuk menuju ke arah keuntungan juga sangat jauh dan tidak menjadi acuan seorang transpuan untuk memilih pada pemilihan Walikota Medan tahun 2020. Begitu juga halnya dalam komunitas dan berorganisasi di lingkungan transpuan.

Kaum transpuan lebih cenderung belum siap dalam hal politik, sehingga rasa tidak perduli sering muncul. Tingkat keinginan mencari keuntungan peribadi juga belum ada dalam pemilu. Organisasi Petrasu saat ini lebih fokus terhadap advokasi, merangkul kaum transpuan dan membantu dalam bidang hukum. Tentunya juga sudah layak menjadi perhatian Pemerintah dan kandidat calon pemimpin untuk lebih memperhatikan perilaku pemilihnya, terutama pemilih kaum transpuan di Kota Medan.

Dari hasil wawancara dengan informan seelah peneliti analisis, ada beberapa alasan mengapa mereka kurang perduli terhadap politik: Minimnya rasa keinginan mencari informasi; Kesibukan profesi atau pekerjaan di luar bidang politik; Kurang percaya terhadap sistem pemerintahan; Merasa tidak menguntungkan secara peribadi; Tidak percaya terhadap pemimpin sebelumnya dengan pengalaman korupsi

Peneliti kemudian menganalisis lebih dalam bahwa kurangnya perhatian kaum

(12)

transpuan ini terhadap politik dan pemilu sangat berhubungan dengan statusnya sebagai transpuan. Merasa diasingkan dari masyarakat dan tidak dibutuhkan, sehingga rasa acuh tak acuh sering muncul. Kepercayaan terhadap Pemerintah juga menjadi faktor pengaruh, adanya koruptor atau penyalahgunaan jabatan dari pengalaman pejabat-pejabat sebelumnya menjadi sejarah yang tentunya muncul sebagai pertimbangan kaum transpuan untuk tidak memilih

Faktor kesibukan atau pekerjaan juga menjadi faktor tidak keperdulian terhadap politik. Adanya organisasi dan komunitas yang mereka pikir lebih penting untuk dikembangkan dan menjadi perhatian mereka, dan profesi lainnya. Seperti halnya kaum transpuan yang berkeliaran di malam hari, sibuk dengan kegiatan dan profesinya menjajakan diri dan siang harinya digunakan untuk waktu tidur, sehingga tidak ada waktu untuk memikirkan sesuatu yang dianggapnya diluar keuntungan bagi dirinya. Oleh karena itu dalam pendekatan rasional tidak terlihat adanya proses pertimbangan terhadap perilaku memilih kaum transpuan di kota Medan.

SIMPULAN

Kaum transpuan kota Medan merupakan pemilih minoritas dalam pemilu Walikota Medan tahun 2020. Kaum transpuan ini membuat perkumpulannya sendiri karena merasa terasing dengan masyarakat lain dalam suatu komunitas/organisasi. Dilatar belakangi diskriminasi dari masyarakat dan stigma buruk masih melekat pada diri kaum transpuan yang membuat mereka tidak percaya diri untuk berpartisipasi dalam pemilu. Rasa tidak percaya diri ini menjadi faktor pengaruh, namun fakta praktiknya tidak ditemukan masalah saat berada di lapangan bagi transpuan yang ikut berpartisipasi dalam pemilu. Kecenderungan Perilaku pemilih transpuan kota Medan pada pemilu calon Walikota Medan tahun 2020 menunjukkan perilaku pemilih yang sosiologis.

Kecenderungan Perilaku pemilih transpuan kota Medan dalam menjatuhkan pilihannya kepada seorang kandidat bahwa mereka memilih kandidat dan menjatuhkan pilihannya dipengaruhi faktor latar belakang dari lingkungan sosial mereka. Dimana komunitas/

organisasi memiliki pengaruh besar terhadap pilihan pemilih transpuan terhadap seorang kandidat. Kecendrungan ini didasari karena

dari semua informan yang berhasil diwawancarai hampir semua diantaranya memiliki preferensi pilihan yang sama dengan teman atau komunitas dan organisasinya.

DAFTAR PUSTAKA

Coleman, E., Bockting, W., Botzer, M., Cohen- Kettenis, P., DeCuypere, G., Feldman, J., … Zucker, K. (2012). Standards of Care for the Health of Transsexual, Transgender, and Gender-Nonconforming People, Version 7.

International Journal of Transgenderism,

13(4), 165–232.

https://doi.org/10.1080/15532739.2011.70 0873

Debineva, F., & Pelupessy, D. (2019). Mengurangi Prasangka Negatif Terhadap Transpuan dengan Metode Kontak Imajiner Melalui Photovoice Kepada Orang Muda di Tangerang, Indonesia. Intuisi: Jurnal Psikologi

Ilmiah, 11(1).

https://doi.org/https://doi.org/10.15294/i ntuisi.v11i1

Embun Balqis, F. (2021). Hak Sipil dan Politik Kaum Marginal: Upaya dan Perjuangan Kelompok Transpuan di Kota Pangkalpinang. Civil Officium: Journal of Empirical Studies on Social

Science, 1(1), 39–46.

https://doi.org/10.53754/civilofficium.v1i1.

307

Febriani, N. I., & Irwanto, I. (2021). Gambaran Resiliensi Transpuan yang Bekerja sebagai Pekerja Seks di Jakarta. PSIKODIMENSIA,

20(1), 35.

https://doi.org/10.24167/psidim.v20i1.274 0

Handoko, T., Darmansyah, R., & Syofian. (2020).

FENOMENA LOCAL STRONGMAN (Studi Kasus Pengaruh Sukarmis dalam Mendukung Kemenangan Andi Putra sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kuantan Singingi).

Moderat, 6(3), 655–664.

Jonatan, S. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu.

M., D. K., & Govindarajo, N. S. (2020). Theory of Reasoned Action and Citizen’s Voting Behaviour. Pertanika Journal of Social Science and Humanities, 28(1), 695–715.

Marco, F., & Winduwati, S. (2022). Aktivitas Komunikasi Sanggar Seroja dalam Mengedukasi Transpuan di Jakarta. Koneksi,

6(1), 205.

https://doi.org/10.24912/kn.v6i1.15673 Moleong, L. J. (2010). Metodologi Penelitian

Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mukhosiyah, C. (2021). Hak Keperdataan Transpuan dalam Hukum di Indonesia. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Murniati, A. N. P. (2004). Getar Gender: Perempuan Indonesia dalam Perspektif Sosial, Politik,

(13)

Ekonomi, Hukum, dan HAM. Magelang:

Indonesia Tera.

Nawawi, H. (2017). Metode Penelitian Bidang Sosial.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Purwodihardjo, O. M., & Sukmaningrum, E. (2021).

Gambaran Dukungan Keluarga, Keterhubungan dengan Komunitas dan Resiliensi pada Transpuan Dewasa Awal.

Prosiding Konferensi Nasional Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, 1(1).

Silalahi, U. (2012). Metode Penelitian Sosial.

Bandung: Refika Aditama.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2012). Memahami Penelitian Kualitatif.

Bandung: Alfabeta.

Suhartono, E., Pelly, U., & Azhari, I. (2019).

Rendahnya Partisipasi Pemilih Dalam Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota

Medan Tahun 2015; Suatu Tinjauan Antropologi Politik. Jurnal Antropologi Sumatera, 17(1), 12–29.

Suharyanto, A. (2015). Waria dalam Pandangan Antropologi Tubuh, Anthropos: Jurnal Antropologi Sosial dan Budaya (Journal of Social and Cultural Anthropology), 1 (1): 94- 101.

Thamrin, F. A., Nasution, M. H., & Ritonga, A. D.

(2020). Menakar Partisipasi Politik Masyarakat Kota Medan Terhadap Pemilihan Walikota Medan Tahun 2020. Politeia: Jurnal Ilmu Politik, 12(2).

Turnbull‐Dugarte, S. J., Townsley, J., Foos, F., &

Baron, D. (2022). Mobilising support when the stakes are high: Mass emails affect constituent‐to‐legislator lobbying. European Journal of Political Research, 61(2), 601–619.

https://doi.org/10.1111/1475-6765.12483

Referensi

Dokumen terkait

Good is an elected member of the National Academy of Engineering, a past president of the American Chemical Society, a fellow of the American Association for the Advancement of

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, juga teori-teori yang sudah disampaikan serta berdasar pada hasil penelitian relevan yang sudah dijelaskan di