Perintisan Budidaya Lebah Madu Klanceng Sebagai Upaya Mendukung Pengembangan Wisata Kampung Kelengkeng Desa
Simoketawang Kabupaten Sidoarjo
Asmungia*, Gita Ardila Anggraenib, Dea Nabilah Idrakic, Hanafid Mohamad Dawud Afriansyahe, Billy Krisna Agusta Aryawiryaf,
a,b,c,d,e,f Teknik Industri-Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
*corresponding author: [email protected]
Abstrak
Membangun destinasi Wisata Kampung Kelengkeng sudah menjadi tekat bagi pemeritah Desa Simoketawang untuk menjadikan desanya tetap menjadi desa mandiri. Melalui hibah pemerintah matching fund, Prodi Arsitektur Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya turun tangan membantu mendesain pengembangan Wisata Kampung Kelengkeng. Pengembangan dirancang secara terintegrasi. Aspek ekonomi yang produktif adalah satu diantara beberapa aspek yang lainnya. Perintisan budidaya lebah madu klanceng salah satu materi aspek tersebut. Pilihan ini didasarkan bahwa budidaya lebah madu klanceng tidak perlu skil dan teknologi yang tinggi, juga tidak perlu modal yang besar, sehingga semua orang bisa melakukannya. Dengan pelatihan dan praktek yang inten kepada karang taruna dan ibu-ibu PKK dari bulan September hingga Oktober 2022 ternyata mapu melahirkan tujuh orang dari Karang Taruna dan empat orang dari Ibu-ibu PKK yang siap menjadi peternak lebah madu klanceng yang mumpuni. Untuk itu pelatihan yang lebih mendalam kepada ke enam orang tersebut segera diagendakan.
Kata kunci, wisata kampung kelengkeng, pelatihan, budidaya klanceng, matching fund Abstract
Building Kelengkeng Village Tourism Destinations is the determination of the Simoketawang Village government to make the village an independent village. Through a government matching fund grant, the Architecture Department-University of 17 August 1945, Surabaya, intervened to help design the development of Klengkeng Village Tourism. Development is designed in an integrated manner. The productive aspect of the economy is one of several aspects. The pioneering of clanceng honey bee cultivation is one of them. This choice is based on the fact that honey bee cultivation does not require high skills and technology, nor does it require large capital, so everyone can do it. With intensive coaching and training for youth organizations and PKK moms from September to October 2022, it turned out to be able to give birth to seven people from Karang Taruna and four from PKK moms who are ready to become competence honey beekeepers. For this reason, more in-depth training for the six people is immediately scheduled.
Keywords, kelengkeng village tourism, training, klanceng cultivation, matching funds
1. Pendahuluan
Desa Simoketawang adalah salah satu desa mandiri yang berada di pinggiran Kabupaten Sidoarjo. Berbekal dengan lahan seluas 2 hektar dengan 150 batang pohon kelengkeng, pemerintah desa Simoketawang bertekat ingin menjadikan desanya menjadi destinasi wisata yang edukatif dan produktif. Maka sejak dua tahun lalu telah dicanangkan membangun obyek Wisata Kampung Kelengkeng. Bekerja sama dengan Prodi Arsitektur Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, melalui hibah matching tund realisasi pengembangan wisata kampung kelengkeng secara terintegrasi sudah mulai diwujudkan.
Salah satu aspek yang dikembangkan adalah obyek wisata dilengkapi dengan aspek edukasi budidaya lebah madu klanceng.
Kedepan dalam waktu dekat di Simoketawang akan ada banyak bunga kelengkeng yang bermekaran sepanjang tahun. Sepanjang tahun itu pula tersedia potensi sumber gizi berkualitas dan bernilai ekonomi yang tinggi. Melalui budidaya lebah madu klanceng sumber gizi tersebut akan dikonversi menjadi madu kelengkeng bukan saja lebih berkualitas namun juga bernilai ekonomi lebih tinggi dibanding dengan madu lebah biasa (Azizah, 2021). Di sisi lain ternyata budidaya lebah madu sangat layak dilakukan karena pertama, lebah klanceng juga menghasilkan beepollen, lilin, propolis yang sangat bermanfaat. Kedua, tidak perlu modal besar untuk berbudidaya lebah madu. Ketiga, tidak mensyaratkan keberadaan lahan yang luas. Ke empat, tidak perlu skil dan teknologi yang rumit, sehingga semua orang bisa menjadi peternak lebah (beekeeper). Ke lima, budidaya lebah ramah lingkungan dan justru berpotensi menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup Bradbear (2009).
Berternak lebah klanceng dapat dilakukan dengan mudah ternyata juga bisa dijadikan sebagai sumber penghasilan sampingan yang perlu dipertimbangkan (Harjanto,2020).
Namun sayangnya paradigma sebagian besar masyarakat umumnya dan warga desa Simoketawang khususnya belum sampai ke tahap itu. Perlu pelatihan dan bimbingan serta pendamping yang intens untuk bisa membuat masyarakat mau berbudidaya lebah madu
klanceng. Melalu program hibah matching fund kali ini program pelatihan, bimbingan dan pendampingan tentang perintisan budidaya lebah klanceng dilakukan. Sebagai obyek sasarannya adalah karang teruna dan ibu-ibu PKK desa Simoketawang. Diharapkan dari program ini kedepan akan lahir peternak-peternak lebah madu klanceng yang handal.
Untuk sebagai pelatihnya didatangkan tenaga ahli yang berkompeten, yaitu tenaga ahli dari Ikatan Lebah Madu Indonesia cabang Jawa Timur.
Program dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian pertaman berupa pelatihan dan bimbingan berlangsung mulai bulan September hingga Oktober 2022 dan dilanjutkan dengan bagian ke dua berupa pendampingan yang akan berlangsung mulai Bulan Nopember 2022 dan seterusnya. Komunikasi dengan para peserta latih akan terus terjaga, karena sudah terjalin kerja sama secara melembaga antara Desa Simoketawang dan Universitas 17 Agustus 1945 Suabaya.
Lebah klanceng merupakan kelompok lebah madu yang tidak berbahaya karena tidak mempunyai sengat. Lebah klanceng mampu beradatasi dengan cepat meski ditempatkan di daerah yang bukan menjadi daerah hidup alamiahnya, sehingga lebah ini dapat dibudidayakan dengan mudah oleh siapapun di manapun (Kwapong, 2010). Disamping kelebihan-kelebihan itu, ternyata dibanding dengan madu dari lebah Apis, madu lebah klanceng mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi. Dengan demikian Jika potensi ini dikelola dengan baik, tentu bisa memberikan kontribusi positif bagi perekonomian masyarakat. Food and Agriculture Organization menyebutkan bahwa budidaya lebah merupakan salah satu peluang ekonomi terbaik bagi masyarakat (Bradbear, 2008).
Sebagai negara megabiodiversitas Indonesia mempunyai banyak kekayaan hayatinya.
Berbagai macam tumbuhan dan pepohonan bukan saja dapat dijumpai di Kawasan hutan, namun juga di hampir wilayah negeri ini. Potensi yang begitu besar ini sejatinya bisa menjadi lahan alternatif untuk bisa dijadikan sebagai jalan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa Indonesia. Tetapi sayang paradigma masyarakat belum semuanya pada taraf itu. Masyarakat pada umumnya memaknai tetumbuhan dan pepohonan bisa dimanfaatkan sebatas pada kayunya sebagai bahan bangunan dan atau dedaunannya sebagai makanan ternak, padahal masih banyak potensi-potensi lain yang bisa
digali, dan bila potensi-potensi itu dapat dikelola dengan baik, niscaya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.
Madu lebah salah satu potensi ikutan yang luar biasa. Sebagai negara tropis, Indonesia dikaruniai kekayaan jenis lebah yang sangat banyak. Indonesia menempati urutan pertama sebagai negara dengan kekayaan jenis lebah madu dari marga Apis yang terbanyak di dunia (Harjanto, 2020). Disamping itu Indonesia juga dikaruniai sekitar 40 jenis lebah tanpa sengat atau lazim disebut dengan kelulut/klanceng. Lebah-lebah itu ternyata bisa dibudidayakan sebagai lebah penghasil madu. Sungguh ironis sekali kalau ternyata selama ini negera megabiodiversitas ini masih menjadi negara pengimpor madu.
Lebah klanceng merupakan kelompok lebah madu yang tidak berbahaya karena tidak mempunyai sengat. Lebah klanceng mampu beradatasi dengan cepat meski ditempatkan di daerah yang bukan menjadi daerah hidup alamiahnya, sehingga lebah ini dapat dibudidayakan dengan mudah oleh siapapun di manapun. Disamping kelebihan-kelebihan itu, ternyata dibanding dengan madu dari lebah Apis, madu lebah klanceng mempunyai nilai ekonomis yang lebih tinggi (Kwapong, 2010). Dengan demikian Jika potensi ini dikelola dengan baik, tentu bisa memberikan kontribusi positif bagi perekonomian masyarakat. Food and Agriculture Organization menyebutkan bahwa budidaya lebah merupakan salah satu peluang ekonomi terbaik bagi masyarakat (Bradbear, 2008).
Selain madu yang berkualitas, produk beepollen dan propolis juga produk lebah klanceng bernilai ekonomis tinggi yang bisa dipanen juga. Disamping itu secara ekologis, lebah klanceng ternyata berfungsi sebagai serangga penyerbuk berbagai tanaman yang patut dibudidayakan secara besar-besaran. Dengan adanya jasa penyerbukan lebah ini, produksi pertanian dan perkebunan menjadi optimal. Namun sayangnya hingga kini belum ada kajian ekonomis terhadap serangga kecil klanceng yang berjasa pada peningkatan hasil pertanian dan perkebunan.
Pesan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pesan bahwa budidaya klanceng mampu menjaga kelestarian lingkungan begitu kental sekali. Dengan budidaya klanceng masyarakat akan tercerahkan bagaimana menambah penghasilan dengan cara mudah sehingga bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi
juga para petani yang hasil panennya meningkat. Pada saat yang sama masyarakat secara tidak langsung juga akan tercerahkan bagaimana bisa berperan aktif ikut serta melestarikan lingkungan hidupnya melalui penanaman bunga-bungaan dan pepohonan yang berbunga sebagai sumber makanan lebah. Dengan adanya budidaya lebah klanceng, masyarakat petani akan mengubah pestisida kimiawinya menjadi pestisida yang ramah lebah, pada saat yang sama masyarakat juga tidak mudah membakar sampah dedaunan dimana asapnya akan mengganggu lebah. Nampak jelas sekali pembelajaran kepada masyarakat kepada bagaimana menjaga kelestarian lingkungannya. Sehingga sangat tidak berlebihan jika usaha budidaya lebah klanceng ini dilakukan secara besar-besaran.
2. Metoda.
Program budidaya lebah madu klanceng yang diselenggarakan di Desa Simoketawang, adalah program rintisan yang sebelumnya belum pernah diselenggarakan pogram yang serupa sehingga hingga kini juga belum ada warga yang membudidayakan lebah madu klanceng. Masyarakat sasaran yang menjadi obyek pengabdian kali ini adalah generasi muda (Karang Taruna) dan ibu-ibu penggian PKK. Sejauh ini mereka sebatas mengetahui bahwa memang ada madu lebah klanceng, namun terkait dengan budidayanya belum ada satupun yang mencobanya lantaran belum tahu bagaimana membudidayakannya. Untuk itu pelaksanaan program pengabdian kali ini dibagi menjadi dua tahap kegiatan, yaitu tahap sosialisasi dan pelatihan serta tahap pendampingan.
Tahap sosialisasi dan pelatihan. Pada tahap ini diawali dengan sosialisasi budidaya lebah klanceng. Ini penting, karena ternyata hampir semua Karang Taruna dan Ibu PKK belum tahu pentingnya dan betapa besarnya manfaat budidaya lebah klanceng. Mereka perlu dibangkitkan semangat dan motivasi untuk berbudidaya lebah klanceng. Selanjutnya program sosialisasi dilanjutkan dengan pelatihan dan praktek yang meliputi materi mengenali lebah klanceng, menyiapkan sarana dan prasarana, menyediakan makanannya, perawatannya, pemanenannya, pengolahan hasil panen dan pemasaran hasil panen. Guna menjamin semua materi dapat disampaikan dan dapat dierima oleh peserta latih dengan
sempurna, maka pemateri/pelatih disampaikan oleh tenaga ahli yang berkompeten di bidangnya yang didatangkan dari asosiasi Ikatan Lebah Madu Indonesia (ILMI) cabang Jawa Timur.
Untuk mengetahui hasil capaian dari tahap ini, peserta latih akan mengikuti pre test dan post test terkait dengan pengetahuan umum tenatang lebah klanceng dan pengetahuan praktis terkait dengan praktek-praktek budidaya lebah klanceng. Hasil komparasi dari kedua test ini akan terlihat seberapa berhasil capaian didapatkan.
Tahap pendampingan. Di akhir tahap sosialisasi dan pelatihan diharapkan peserta latih sudah bisa mengawali budidaya lebah klanceng. Belum cakap betul memang. Untuk menjadi seorang peternak lebah yang cakap perlu banyak pengalaman riil dan itu perlu jam terbang dalam berbudidaya lebah yang cukup dan itu bisa lama. Untuk memperpendek jam terbang itu, peserta latih akan mendapatkan pendampingan dari tenaga ahli (ILMI) baik secara tatap muka langsung maupun pendampingan secara online (zoom). Diyakini selama mereka berbudidaya lebah klanceng pada awalnya mereka akan menjumpai berbagai kasus yang perlu pendampingan.
3. Hasil dan Diskusi.
Berbekal 2 hektar lahan dengan 150 pohon kelengkeng beserta kolam renang dan kafe seperti terlihat pada Gamba 1, Pemerintah Desa Simoketawang bertekad ingin membangun destinasi Wisata Kampung Kelengkeng. Sejak tahun tahun 2020 pengelolaannya dibawah kendali BUMDES. Melalui program matching fund yang didanai oleh pemerintah, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya menjalin kerja sama dengan Pemerintah Desa Simoketawang guna menata dan mengembangkan destinasi wisata kampung kelengkeng. Sketsa pengembangan telah dibuat seperti pada Gambar 2 dan sejak dua bulan lalu sudah mulai direalisasikan.
a b c
Gambar. 1 (a) pintu masuk obyek wisata kampung kelenkeng; (b) bahan kebun kelengkeng; (c)kolam renang beserta kafenya
a b c
Gambar. 2 (a) icon Wisata Kampung Kelengkeng; (b) komplek bermain anak; (c) komplek berbagai macam edukasi
Pengembangan ke arah aspek edukasi tidak ketinggalan, salah satunya telah dicanangkan untuk dibangun rumah-rumah lebah madu klanceng. Agar bisa menjadi pusat edukasi budidaya lebah madu klanceng yang juga bernilai ekonomi yang tinggi, maka saat kini telah dilaksanakan program pelatihan dan pengkaderan peternak lebah madu klanceng. Sebagai obyek pelatihannya menyasar kelompok ibu-ibu PKK aktif dan kelompok karang taruna seperti pada Gambar 3.
a b
Gambar.3 (a) ibu-ibu PKK; (b) karang taruna sebagai peserta pelatihan
Pada tahap awal telah dilakukan kegiatan sosialisasi ke peserta latih tentang pemahaman akan lebah klanceng dan dilanjutkan dengan pelatihan bagaimana membudidayakannya. Agar target kegiatan dapat dicapai secara optimal, maka sebagai instruktur/pelatih didatangkan dari tenaga ahli yang berkompeten, yaitu anggota Ikatan Lebah Madu Indonesia cabang Jawa Timur. Adapun pelaksanaanya adalah sebagai berikut:
Tahap Sosialisasi dan Pelatihan.
Waktu pelaksanaan : Setiap hari Ahad bulan September – Oktober 2022 Tempat pelaksanaan : Lokasi Wisata Kampung Kelengkeng Simoketawang Peserta latih : Ibu PKK (20 orang) dan Karang taruna (10 orang) Instruktur/pelatih : Anggota ILMI Jawa Timur.
Target yang diinginkan : Semua peserta latih (100%) mempunyai pemahaman yang baik tentang lebah klanceng dan pemahaman tentang bagaimana membudidayakannya.
Alat ukur capaian : Pre test vs post test
Telah dilakukan pre test kepada semua peserte latih sebelum diadakan sosialisasi dan pelatihan. Pre test diberikan dalam bentuk pertanyaan dengan jawaban multiple choice.
Dengan pre test ini ingin diketahui tingkat pemahaman/pengetahuan mereka tentang lebah dan bagaimana membudidayakannya. Disamping itu dengan hasil pre test ini akan dipakai sebagai dasar penetapan strategi penyampaian materi pelatihannya. Dan juga telah dilaksananan post test kepada semua peserta latih dan hasil testnya seperti tertera pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Peserta Latih yang Berhasil Menjawab Test
Pengetahuan tentang
Peserta yang Berhasil Menjawab (orang) Pre Test Post Test 1. Lebah klanceng.
Macam-macam lebah klanceng 2 26
Karakteristik lebah klanceng 0 27
Manfaat lebah klanceng 3 30
Habitat lebah klanceng 3 29
Cara hidup lebah klanceng 2 29
Keunggulan lebah klanceng 2 26
Koloni lebah klanceng 2 29
Madu lebah klanceng 3 29
2. Budidaya lebah klanceng
Membuat habitat lebah 2 29
Pengadaan makanan lebah 2 30
Memisah koloni lebah 0 29
Membuat rumah lebah 3 30
Mengenali hama lebah 3 30
Mengenali produk lebah 3 30
Merawat koloni lebah 1 29
Memanen madu, beepolen, propolis 1 26
Penanganan hasil panen 0 27
Pengembangannya 0 25
3. Biaya budidaya lebah klanceng
Biaya awal 4 30
Biaya operasional 3 28
Biaya pengembangan 4 27
Biaya tetap 2 30
Biaya variabel 2 27
Dari Tabel 1 tersebut terlihat bahwa nyaris semua peserta latih tidak bisa menjawab semua pertanyaan dengan baik. Kenyataan ini mengindikasikan bahwa mereka tidak memiliki pengetahuan umum yang cukup tentang lebah madu klanceng dan juga tidak mengerti bagaimana membudidayakannya. Tidak lebih dari empat orang dari 30 orang yang berhasil menjawab pertanyaan dengan baik tiga orang dari kelompok karang taruna dan satu orang dari ibu-ibu PKK. Mereka berempat mengaku mempunyai ketertarikan tentang lebah klanceng sehingga sering browsing lebah klanceng di internet. Sementara
yang lain kurang sekali memahami. Ketidakfahaman mereka memang selama ini mereka belum pernah ikut pelatihan sebelumnya. Namun satu hal yang perlu disayangkan bahwa mereka tidak memanfaatkan media internet sebagai media berselancar untuk mendapatkan banyak informasi tentang budidaya lebah klanceng. Di sisi lain ternyata kebanyakan dari mereka latar elakang pendidikannya hanya SLTA, bahkan ada lima diantaranya hanya SLTP. Mengacu pada hasil pre test, maka pelatihan dilangsungkan secara pelan-pelan dan bertahap, serta lebih ditekankan pada demo dan praktek langsung.
Namun yang perlu diacungi jempol adalah, mereka mempunyai semangat tinggi untuk belajar meski usia mereka (terutama Ibu-Ibu PKK) sudah tidak bisa dibilang muda lagi, mereka secara aktif mengikuti seluruh materi pelatihan dengan seksama. Dan alhasil bisa ditunjukkan dari hasil post test terlihat bahwa ada kenaikan tingkat kelulusan yang tajam.
Kenaikan ini menunjukkan bahwa mereka mampu menyerap semua materi yang telah diberikan, dan juga menunjukkan proses transfer dan transformasi keilmuan melalui pelatihan berlangsung denga baik. Kenyataan ini mengisyaratkan bahwa kedepan akan segera lahir peternak-peternak lebah madu klanceng yang cakap.
Pasca pelatihan, kepada peserta latih juga telah dilakukan penjajagan dan pemantapan untuk mengetahui siapa diantara mereka yang benar-benar berminat untuk menjadi peternak lebah madu. Dan ternyata ada sebelas orang terdiri atas tujuh orang dari kelompok Karang Taruna dan empat dari kelompok Ibu PKK yang menyatakan diri berminat dan siap untuk diberikan pelatihan lanjutan sebagai peternak lebah.
Tidak cukup hanya dengan hasil post test yang melonjak naik, kemampuan mereka belum teruji dengan baik. Mereka perlu segera mempraktekkan keilmuannya dengan menjadi peternak lebah yang sebenarnya. Dan untuk menjamin keberhasilannya, maka kepada mereka diberikan pendampingan. Selama proses transformasi itu mereka pasti akan menjumpai berbagai macam kasus yang mungkin belum sempat dibahas saat mengikuti pelatihan. Disinilah pentingnya progam pendampingan. Adapun pelaksanaanya seperti berikut:
Tahap Pendampingan.
Waktu pelaksanaan : Bulan Nopember – Desember 2022
Tempat pelaksanaan : Lokasi Wisata Kampung Kelengkeng Simoketawang Peserta pendampingan : Ibu PKK (20 orang) dan Karang taruna (10 orang) Instruktur/pelatih : Anggota ILMI Jawa Timur.
Target yang diinginkan : Setidaknya lahir 20 peternak lebah yang berhasil.
Program pendampingan ini secara formal mestinya akan berlangsung sampai program matching fund berakhir di bulan Desember. Namun karena adanya rasa tanggungjawab moral yang melekat, maka program pendampingan bisa jadi akan berlangsung hingga dalam kurun waktu yang lama, baik itu pendampingan secara luring maupun daring.
4. Kesimpulan.
Dari hasil pembahasan di bagian hasil dan diskusi, akhirnya dapat disimpulkan bahwa pertama, setelah dilakukan beberapa kali pelatihan, setidaknya 26 peserta latih baik dari kelompok ibu-ibu PKK maupun Karang Taruna secara keilmuan telah mempunyai kemampuan untuk menjadi peternak leba madu klanceng. Namun secara ketrampilan mereka belum teruji dengan baik mengingat proses pendampingan masih sedang berlangsung dan akan berlangsung dalam waktu yang lama (setidaknya sampai bulan Desember 2022). Kedua, ternyata ada sebelas orang terdiri atas tujuh orang dari kelompok Karang Taruna dan empat dari kelompok Ibu PKK yang menyatakan diri berminat dan siap untuk diberikan pelatihan lanjutan sebagai peternak lebah.
Ucapan Terima Kasih.
Diucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Pemerintah Indonesia (Dirjen Dikta) yang telah memberikan hibah Pendanaan Matching Fund anggaran 2022 yang diusulkan oleh Program Studi Arsitektur, Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya.
2. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya atas dukungan administrasi dan fasilitas
3. Mitra Desa Simoketawang, Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, Bapak Abdul
Waras selaku kepala desa dan Bapak Suyantok selaku sekretaris desa.
4. Mahasiswa yang membantu secara penuh terlaksananya program ini.
Referensi
Azizah, K. (2021). Madu Klanceng vs Madu Biasa, Kenali Kelebihan dan Khasiatnya untuk Kesehatan.
Dalam https://www.merdeka.com/trending/madu-klanceng-vs-madu-biasa-kenali-kelebihan- dan-khasiatnya-untuk-kesehatan-kln.html, diunduh 25 September 2022.
Bradbear, N. (2009). Bees and their role in forest livelihood: A guide to the services provided by bees and the sustainable harvesting, processing and marketing of their products.
FAO, Rome.
Deliza, R & Vit, P. Sensory Evaluation of Stingless Bee Pot-Honey. Pot-Honey: A Legacy of Stingless Bees (eds. P. Vit, R.M. Pedro & D.W. Roubik), pp. 3 – 17. New York: Springer.
DOI 10.1007/978-1-4614-4960-7_24.
Harjanto, S. et al. (2020). Budidaya Lebah Madu Kelulut Sebagai Alternatif Mata Pencaharian Masyarakat. Jogjakarta: Yayasan swaraowa.
Kwapong, P; Aidoo, K; Combey, R; and Karikari, A. (2010). Stingless Bees, Importance, Management and Utilisation, A Training Manual For Stingless Beekeeping. Accra North: Unimax MacMillan.
Ramirez, V.M; Calvillo, L.M; Kevan, PG. (2013). Effects of Human Disturbance and Habitat Fragmentation on Stingless Bees. Pot-Honey: A Legacy of Stingless Bees (eds. P. Vit, R.M.
Pedro & D.W. Roubik), pp. 3 – 17. New York: Springer. DOI 10.1007/978-1-4614-4960- 7_24.
Rasmussen, C. (2008). Catalog of the Indo-Malayan/Australasian stingless bees (Hymenoptera: Apidae: Meliponini). Zootaxa 1935 pp 1-80.
Silva, I.A.A; et al. (2013). Phenolic profile, antioxidant activity and palynological analysis of stingless bee honey from Amazonas, Northern Brazil. Food Chemistry 141 (2013) 3552–
3558.
Vit, P. (2013). Melipona favosa Pot-Honey from Venezuela. Pot-Honey: A Legacy of Stingless Bees (eds. P. Vit, R.M. Pedro & D.W. Roubik), pp. 3 – 17. New York: Springer. DOI 10.1007/978-1-4614-4960-7_24.