• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Kesultanan Jambi di Bawah Sultan Thaha Syaifuddin (1900-1904)

N/A
N/A
Selly Indriyani

Academic year: 2025

Membagikan "Perkembangan Kesultanan Jambi di Bawah Sultan Thaha Syaifuddin (1900-1904)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Perkembangan Kesultanan Jambi Pada Masa Sultan Thaha Syaifudin 1900-1904 Shenza Nazila Nazorakhan

Jurusan Pendidikan Sejarah

Link jurnal : https://online-journal.unja.ac.id/index.php/titian

Abstrak

The Jambi Sultanate was an Islamic kingdom that was founded in Sumatra and developed from the 16th to the 19th centuries. During the reign of Sultan Thaha Syaifuddin (1900- 1904), the Jambi Sultanate experienced significant development. During his leadership, Sultan Thaha Syaifuddin succeeded in expanding the territory of the Jambi Sultanate. He also strengthened the kingdom's defense and military to face threats from the Dutch who wanted to control the Jambi region. Apart from that, Sultan Thaha Syaifuddin also tried to improve people's welfare through developing the trade and agricultural sectors. Sultan Thaha Syaifuddin's sultanate reached a period of glory, one of which was to become a pioneer of trade or commerce in Sumatra. especially in the trade of pepper, rubber and other forest products. However, at the end of his reign, the Jambi Sultanate had to face increasingly strong Dutch intervention in the region.

Keywords: Sultan Thah A Syaifudin, Islamic religion, Jambi Sultanate, development Abstrak

Kesultanan Jambi ialah kerajaan Islam yang berdiri di Sumatra dan dikembangkan pada abad ke-16 hingga abad ke-19. Pada masa pemerintahan Sultan Thaha Syaifuddin (1900- 1904), Kesultanan Jambi mengalami perkembangan yang signifikan. Selama kepemimpinannya, Sultan Thaha Syaifuddin berhasil memperluas wilayah kekuasaan Kesultanan Jambi. Ia juga memperkuat pertahanan dan militer kerajaan untuk menghadapi ancaman dari Belanda yang ingin menguasai wilayah Jambi. Selain itu, Sultan Thaha Syaifuddin juga berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pengembangan sektor perdagangan dan pertanian. kesultanan Sultan Thaha Syaifuddin,mencapai pada masa kejayaan yaitu salah satunya adalah menjadi pelopor perdangan atau dagang di Sumatra.

terutama dalam perdagangan lada, karet, dan hasil hutan lainnya. Namun, pada akhir masa pemerintahannya, Kesultanan Jambi harus berhadapan dengan intervensi Belanda yang semakin kuat di wilayah tersebut.

Kata Kunci : Sultan thah a syaifudin, agama islam , keultanan jambi, perkembangan

(2)

A . PENDAHULUAN

Sejarah kesultanan Jambi merupakan bagian penting dari sejarah Indonesia , Namun masih banyak aspek yang belum terdokumentasikan dengan baik. Kota Jambi adalah ibu kota Provinsi Jambi, Indonesia. Kota ini terletak di tepi Sungai Batanghari dan merupakan pusat perdagangan dan industri di wilayah tersebut. Kota Jambi memiliki populasi sekitar 600.000 jiwa dan memiliki beberapa objek wisata menarik, seperti Masjid Agung Jambi, Taman Rimba, dan Taman Nasional Bukit Duabelas. Kota Jambi juga memiliki budaya yang kaya, dengan pengaruh Melayu, Minangkabau, dan Tionghoa.

Provinsi Jambi adalah sebuah provinsi di Pulau Sumatera, Indonesia. Provinsi ini terletak di bagian tengah Pulau Sumatera dan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat di sebelah barat, Provinsi Sumatera Selatan di sebelah selatan, Provinsi Bengkulu di sebelah barat daya, dan Provinsi Riau di sebelah timur.

Provinsi Jambi memiliki luas wilayah sekitar 50.058 km² dan memiliki populasi sekitar 3,5 juta jiwa. Ibu kotanya adalah Kota Jambi, yang terletak di tepi Sungai Batanghari. Provinsi Jambi dikenal dengan kekayaan alamnya, seperti hutan hujan tropis, perkebunan karet, dan tambang batubara. Provinsi ini juga memiliki beberapa objek wisata menarik, seperti Taman Nasional Bukit Duabelas, Danau Kerinci, dan Air Terjun Coban Talang.

Bahasa yang digunakan di Provinsi Jambi adalah Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu Jambi. Mayoritas penduduknya beragama Islam, tetapi juga terdapat penganut agama Kristen, Buddha, dan Hindu. Ekonomi Provinsi Jambi didominasi oleh sektor perkebunan, pertambangan, pertanian, dan pariwisata. kondisi ekonominya.Perekonomian Jambi didominasi oleh sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, dengan produk unggulan seperti karet, kelapa sawit, minyak bumi, dan batu bara. Provinsi Jambi juga kaya akan sumber daya alam, termasuk hutan tropis yang luas dan potensi pariwisata alam yang indah. Selain itu, masyarakat Jambi memiliki beragam budaya dan tradisi yang khas, seperti kesenian, kerajinan, dan kuliner tradisional. Secara keseluruhan, Provinsi Jambi dapat disimpulkan sebagai sebuah provinsi di Indonesia yang memiliki potensi besar dalam bidang ekonomi, sumber daya alam, dan budaya, sehingga memiliki prospek yang baik untuk terus dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Jambi.

Kesultanan Jambi adalah sebuah kerajaan Melayu yang berdiri pada abad ke-7 Masehi di wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Jambi, Indonesia. Kesultanan ini merupakan salah satu kerajaan maritim terkemuka di Nusantara pada masa kejayaannya. Kesultanan Jambi mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-16 dan ke-17 Masehi, ketika menguasai perdagangan lada dan karet di wilayah Sumatera Selatan. Ibu kota kerajaan ini terletak di Kota Jambi saat ini. Kesultanan Jambi dikenal sebagai salah satu kerajaan maritim terkemuka di Nusantara, bersaing dengan Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit. Kesultanan Jambi bertahan hingga abad ke-19, namun kemudian mengalami kemunduran dan akhirnya dihapuskan oleh Belanda pada tahun 1904, setelah Kesultanan Jambi menyerah dan menerima status sebagai daerah swapraja di bawah kekuasaan Hindia Belanda. Warisan sejarah dan budaya

(3)

Kesultanan Jambi masih dapat ditemukan di Provinsi Jambi hingga saat ini. (Masjkuri, 1985:17-18).

Kesultanan Jambi merupakan salah satu kerajaan Melayu yang berdiri dan berkembang di wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Jambi, Indonesia. Kesultanan ini didirikan pada abad ke-7 Masehi dan mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-16 dan ke-17, ketika menguasai perdagangan lada dan karet di Sumatera Selatan. Sebagai salah satu kerajaan maritim terkemuka di Nusantara, Kesultanan Jambi bersaing dengan kerajaan-kerajaan besar lainnya seperti Sriwijaya dan Majapahit. Ibu kota kerajaan ini terletak di Kota Jambi saat ini.

Kesultanan Jambi bertahan hingga abad ke-19, namun kemudian mengalami kemunduran dan akhirnya dihapuskan oleh Belanda pada tahun 1904. Meskipun demikian, warisan sejarah dan budaya Kesultanan Jambi masih dapat ditemukan di Provinsi Jambi hingga saat ini. (Yulita, dkk,2018:73)

Sultan pertama jambi adalah sultan yang Dimana berhasil membuat Kerajaan ini menjadi Kerajaan yang Makmur dan hidup dalam perdangan monopoli Lada, Bahkan, pada tahun 1616, Sultan Mahmud Badaruddin I adalah sultan pertama Kesultanan Jambi. Ia memerintah Kesultanan Jambi pada abad ke-17, tepatnya pada tahun 1630-1683. Sultan Mahmud Badaruddin I adalah pendiri Kesultanan Jambi modern, dimana ia memindahkan pusat pemerintahan Kesultanan Jambi dari Kota Jambi ke Muara Sabak. Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Jambi mencapai masa kejayaan dan menjadi salah satu kerajaan maritim terkuat di Nusantara. Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaan Kesultanan Jambi hingga ke Palembang, Bangka, Belitung, dan Siak. Sultan Mahmud Badaruddin I juga dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana dan berhasil menjaga stabilitas politik serta kemakmuran Kesultanan Jambi.akan tetapi kemudian timbul banyak sejumlah perselisihan ketika mereka menyatakan berhak mengendalikan Kuala Tungkal, yaitu sebuah kawasan di perbatasan Jambi dengan Indragiri yang merupakan jalan masuk ke kawasan pedalaman tempat lada ditanam.

Selama masa pemerintahan Sultan Thah Syaifudin, Kesultanan Jambi mengalami kemajuan pesat, baik dalam bidang ekonomi, politik, maupun militer. Kerajaan ini mampu memperluas wilayah kekuasaannya dan menjalin hubungan dagang yang menguntungkan dengan kerajaan-kerajaan lain di Nusantara. Salah satu prestasi penting Sultan Thah Syaifudin adalah kemampuannya mempertahankan kedaulatan Kesultanan Jambi dari ancaman kekuasaan Belanda yang semakin ekspansif di wilayah Sumatera pada masa itu. Ia dikenal sebagai sultan yang tegas dan cakap dalam memimpin kerajaannya. Pemerintahan Sultan Thah Syaifudin menjadi salah satu periode keemasan bagi Kesultanan Jambi, di mana kerajaan ini mencapai kejayaan dan kemakmuran yang gemilang. Warisan sejarah dan budaya Kesultanan Jambi pada masa itu masih dapat ditemukan hingga hari ini.

B . METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan adalah metode melibatkan pendekatan historis yang komprehensif.

Pertama, dilakukan analisis mendalam terhadap sejarah Kesultanan Jambi pada periode 1900- 1904, dengan fokus pada latar belakang politik, sosial, dan ekonomi. Tinjauan literatur yang luas dilakukan untuk memeriksa dokumen-dokumen sejarah, arsip kesultanan, dan literatur

(4)

lain yang relevan. Dokumen-dokumen tersebut kemudian dianalisis secara kritis untuk mengidentifikasi perkembangan penting dalam kesultanan. Selain itu, wawancara dilakukan dengan ahli sejarah lokal atau keturunan kesultanan untuk mendapatkan perspektif yang lebih dalam. Pengamatan lapangan juga dilakukan, jika memungkinkan, untuk memperoleh pemahaman langsung tentang lokasi-lokasi bersejarah terkait Kesultanan Jambi. Seluruh data yang terkumpul kemudian dianalisis secara kontekstual dan komparatif dengan kesultanan atau kerajaan lain di Indonesia pada periode yang sama. Hasil analisis ini diinterpretasikan untuk membangun pemahaman tentang faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan kesultanan pada masa Sultan Thaha Syaifuddin dan dampaknya terhadap masyarakat dan politik lokal. Dengan pendekatan ini, diharapkan artikel ini dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam pemahaman sejarah Kesultanan Jambi pada awal abad ke-20.

C. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Proses Masuknya Agama Islam ?

2. Tindakan-Tindakan Sultan Thaha Syaifudin Dalam Perkembangan Islam ? 3. Peninggalan-Peninggalan Sultan Thaha Syaifudin Dalam Proses Islamisasi ?

Sultan 'Thaha Syaifuddin ialah kesultanan Jambi yang terakhir. Dia merupakan pendukung Islam dan pejuang agamanya Islam yang berani melawan imperialism Belanda yang Dimana Belanda memintak untuk pribumi kerja paksa dan tanam paksa yang ingin menanamkan perluasan wilayah yang ada di Jambi. Pada masa itulah sultan thaha syaifudin dinobatkan sebagai sultan pertama yang melawan kebiijakan-kebijakan yang Belanda lakukan secara terang-terangan Sultan Thaha Syaifuddin tersebut memberikan pengumuman terhadapt tidak mau mengakui kekuasaan Belanda dan ia tidak mau mengadakan perkumpulan atau perundingan apa saja yang dilakukan oleh Belanda. Sultan thaha syaifudin bersikap tidak mau mengikuti dan berpihak kepada penjajah Belanda pada masa itu. Atas sikap yang dilakukan oleh sultan tersebut Belanda akhirnya mengangkat sultan baru pada masa kesultanan sultan thaha syaifudin Selama pemerintahan Sultan Thaha Syaifuddin ada tiga Sultan yang diangkat oleh Belanda, yaitu Sultan Nazaruddin (1855 -- 1881). Sultan Muhamad Muhyiddin (1881 - 1885), dan Sultan Akhmad Zfilnuddin (1886 - 1899). Tetapi kegita sultan baru tersebut tidak di akui oleh kalangan rakyat jambi dan rakyat jambi hanya mengakui Sultan Thaha Syaifudin sebagai Sultan Kesultanan Jambi terakhir. Pada abad ke-4 Masehi, Jambi telah menjadi salah satu pusat peradaban di Nusantara. Pada masa itu, Jambi merupakan pusat Kerajaan Melayu, salah satu kerajaan maritim terkemuka di kawasan ini.

Kerajaan Melayu dikenal sebagai pusat perdagangan dan penyebaran agama Buddha di Sumatera. Letaknya yang strategis di tepi Sungai Batanghari membuat Jambi menjadi salah satu pusat perdagangan penting di Nusantara. Jambi menjadi tempat bertemunya para pedagang dari berbagai wilayah, baik dari dalam Nusantara maupun dari luar, seperti Cina dan India. Selain itu, pada masa Kerajaan Melayu, Jambi juga menjadi pusat perkembangan budaya Melayu yang kaya. Seni, sastra, arsitektur, dan sistem kepercayaan Melayu berkembang pesat di Jambi pada abad ke-4 Masehi. Pengaruh agama Buddha juga sangat kuat, terlihat dari ditemukannya beberapa situs arkeologi seperti candi-candi dan arca Buddha.. Puteri Selaras Pinang Masak yang bijaksana lalu memindahkan pusat

(5)

kerajaan Jambi dari Darmasraya ke daerah Muara Jambi yang bernama Ujung Jabung.

Adanya perdagangan yang dilakukan di daerah selat Malaka yang sangat berkembang pesat pada masa itu. Lalu pusat tersebut tidak hanya dikunjungi oleh saudagar-saudagar tetapi oleh orang berdarah eropa atau saudagar eropa dan termasuk saudagar Arab. Saudagar Arab ini juga menyebarkan Agama Islam di daerah tersebut dan menikah dengan Putri Selaras Pinang Masak yang sangat disukai oleh rakyat Jambi pada suatu hari datang sebuah kapal dagang Turki yang berlabuh di pulau Berbala, setelah lebih dahulu singgah di Pasai, Aceh dan Malaka. Nakhoda kapal tersebutseorang bangsawan Turki, penyebar agama Islam yang bemama Ahmad Salim. Karena .pembawaan Ahmad Salim yang sangat menarik, maka terjadilah pernikahan antara Puteri Selaras Pinang Masak dengan Ahmad Salim yang kemudian bergelar "Datuk Paduko Berhalo". Dan Pengaruh terhadap Ahmad Salim yang besar telah menyebabkan pejabat-pejabat tinggi kerajaan. Jambi memeluk agama Islam yang dimulai dari Puteri Selaras Pinang Masak sendiri Dengan demikian agama Islam masuk di kalangan istana, sehingga sejak itu kerajaan Jambi dikenal dengan nama Kerajaan Melayu Islam, atau Kerajaan Islam Jambi. Perkawinan Puteri Selaras Pinang Masak dengan Datuk Paduko Berhalo dianugerahitiga orang putera dan seorang puteri.

Datangnya penjajah Belanda pada masa kesultanan Fachrudin tahun 1833, Pada masa periode tersebut sultan Fachrudin memintak bantuan kepada pihak penjajah Belanda yaitu untuk mengusir pasukan bajak laut yang ada di daerah kesultanan Jambi yaitu Sungai batang hari adalah pusat pertaman bagi kesultanan Jambi pada masa itu untuk melakukan kegiatan transaksi kegiatan ekonomi . Sultan tersebut meminta bantuan kepada Jan Pieterzoon Coen ia adaalah seorang gubenur jendral (VOC) pada masa itu . Lalu jendral tersebut mengirimkan bala bantuan kapal sebanyak dua kapal ke Jambi di bawah pimpinan kepala perwakilan dagang Opperkoopman Strerck. Maka dari itu selain kunjungannya untuk meberantas bajak laut lalu menyelidiki perdagangan yang ada di Jambi . (Masjkuri, 1985 : 2-3).

Lalu Penjajah Belanda bisa memanfaatkan kesempatan yang ada untuk memasuki wilayah Jambi, dengan alas an mengusir bajak laut yang ada di Sungai batang hari atas perintah sultan tersebut. Belanda pun melakukan usaha-usaha yang meyelidiki tentang perdagangan yang ada di Jambi dan termasuk apa saja yang di hasilkan oleh wilayah Jambi tersebut. Dan mereka tidak takut-takutnya memberikan banyak bingkisan atau hadiah kepada orang -orang tertentu , Lalu penjajah Belanda memberikan perjanjian dengan pedagang-pedagang yang aada di sana khususnya pedagang cina . Oleh karana itu Sultan Muhammad Fachruddin marah besar kepada penjajah Belanda yang dikira Sultan tersebut mengira bahwa bantuan- bantuan yang diberikan oleh penjajah Belanda adalah hanya strategi kolonial Belanda agar mereka bisa menguasai dan ikut campur tangan dalam pemerintahan Kesultanan Melayu Jambi. Lalu Sultan tersebut menyerang penjajah Belanda didaerah Rawas atau Kota Palembang Kedatangan Kolonial Belanda dan keikutsertaan mereka didalam pemerintahan kesultanan sebenarnya telah memperburuk membuat perpecahan internal, yang berujung pada perlawanan keras dari penduduk lokal. Meskipun demikian, Penjajah Belanda tidak pernah menyerah untuk menguasai wilayah Kesultanan Melayu Jambi, berbagai cara-cara dan strategi untuk bisa masuk dan berkuasa Jambi .

(6)

Kolonial Belanda masuk ke daerah Kesultanan Jambi pada tahun 1615 M pada masa kekuasaan Sultan Abdul Kahar. Strategi Belanda untuk masuk dan berkuasa di Jambi adalah dengan menerapkan sistem monopoli perdagangan di Jambi serta mencampuri urusan politik dan pemerintahan Kesultanan Jambi. Belanda memaksakan perjanjian-perjanjian yang membawa Jambi di bawah kekuasaan mereka, dan memanfaatkan campur tangan dalam pemerintahan untuk memperkuat posisi Belanda di Jambi. Tindakan-tindakan Belanda ini menimbulkan perlawanan dari Sultan Jambi dan rakyat, terutama karena perbedaan agama dan upaya Belanda untuk mengubah kehidupan masyarakat Jambi yang sudah lama menganut agama Islam. (Masjkuri, 1985:18).

Belanda membuat perjanjian yang di dalamnya adalah Perjanjian Sungai Baung, Penjajah Belanda yang memiliki persenjataan yang sangat lengkap untuk menekankan Sultan Fakhruddin harus menyerah dan menandatangani perjanjian yang dibuat oleh Belanda di SungaI Baung pada tanggal 4 November 1833 yaitu dalam surat tersebut ialah : Kolonial Belanda yang menguasai wilayah, menjaga wilayah Jambi dan Belanda berhak atas menduduki posisi yang sangat kuat di daerah Jambi dan Belanda itu termasuk menguasai di daerah di Jambi (Masjkuri, 1985:22).

Belanda melakukan moderasi dan campur tangan dalam kedaulatan Kesultanan Jambi, yang menimbulkan kebencian rakyat Jambi karena berbeda keyakinan dan Belanda ingin menguasai serta mengatur kehidupan mereka. Akibat dari tindakan Belanda tersebut, Sultan Thaha Syaifuddin naik tahta pada tahun 1858 dan tegas mengakhiri semua perjanjian yang tidak menguntungkan rakyat Jambi, hanya menguntungkan pihak Belanda. Sultan Thaha Syaifuddin kemudian menyatakan perang terhadap Belanda, dan mendapat dukungan penuh dar rakyat Jambi. Belanda merasa kewalahan menghadapi perlawanan yang diberikan oleh Sultan Thaha Syaifuddin, yang merupakan seorang panglima perang yang berani dan memiliki semangat juang tinggi untuk mempertahankan kedaulatan Kesultanan Jambi. Yang mengakibatkan moderasi dan campur tangan dalam ke kedaulatan kesultanan Jambi ,Lalu Sultan Thaha Syaifudin di angkat pada tahun 1858 dalam tegas mengakhiri semua perjanjian yang tidak ditandatanganin yang dibuat oleh kolonial Belanda karena dalam surat tersebut hanya pihak Kolonial Belana yang mendapatkan keuntungan dalam menguasai wilayah Jambi (Mirnawati, 2012:48), dan tata cara Belanda mengatur kehidupan agama Islam dan sangat bertolak belakang dengan sikap Sultan Thaha Syaifudin yang memperjuangkan Agama Islam terhadap Kolonial Belanda. Lalu Kolonial Belanda menyatakan membuat pernyataan peperangan kepada Sultan Thaha Syaifudin, Akan tetapi, Sultan Thaha Syaifudin mendapatkan dukungan penuh oleh rakyat terhadap peperangan antara pribumi dan colonial Belanda, Namun Belanda menjadi sangat ketakutan dalam mengalahkan Sultan Thaha Syaifudin. Belanda mengetahui bahwa Sultan Thaha Syaifudin adalah panglima tertinggi, tidak mau sama sekali bertemu dan berunding kepada pihak Belanda, Sultan Thaha Syaifudin bersifat seperti itu dikarenakan yang dilakukan adalah untuk menjaga wilayah dan kedaulatan Masyarakat Jambi dan kesultanan Jambi. SuItan Thaha Syaifudin juga berhasil membuat pemerintahan yang berpusat di daerah Tembesi, Lalu Sultan Thaha Syaifudin melakukan semangat juang yang lebih intens dengan menyampaikan secara terang terangan

“Setih Setia” dan diikutin oleh Masyarakat dan rakyat kesultanan tersebut. SuItan Thaha memperjuangkan terbentuknya kesatuan dan persatuan seluruh rakyat Jambi untuk mengusir

(7)

dan melawan koIoniaI BeIanda. Sultan Thaha Syaifudin dan rakyat Jambi disebut juga dengan perlawanan gerilya. Perang geriIya merupakan strategi militer teritorial dengan cara muncul dan menghilang, bolak-balik kemana-mana, mempersulit musuh untuk terlibat tetapi terasa menyerang dimana-mana (Suryhadiprojo, 2008:108).

Adapun Tindakan-tindakan sultan thaha syaifudin dalam masa pemerintahannya

1. Sultan Thaha Syaifudin menjadi seorang pelopor pada peang gerilya yang dipercaya oleh rakyatnya.

Adapun peninggalan- peninggalan sultan thaha syaifuddin dalam proses Islamisasi 1. Masjid agung al-falah

2. Makam taman rajo-rajo

3. Istana Abdurrahman Thaha Syaifuuddin 4. Rumah batu olak kemang

5. Benteng peninggalan pada zaman Belanda

Berikut adalah beberapa pencapaian penting Kesultanan Jambi pada masa pemerintahan Sultan Thaha Syaifuddin:

1. Memperluas Wilayah Kekuasaan:

a. Sultan Thaha Syaifuddin berhasil memperluas wilayah kekuasaan Kesultanan Jambi, terutama di sepanjang Sungai Batanghari dan daerah pedalaman.

b. Ia memperkuat kontrol Jambi atas daerah-daerah penghasil lada, karet, dan hasil hutan lainnya.

2. Mempertahankan Kemerdekaan:

a. Sultan Thaha Syaifuddin berhasil mempertahankan kemerdekaan Kesultanan Jambi dari upaya penjajahan Belanda.

b. Ia memimpin perlawanan rakyat Jambi melawan invasi Belanda selama bertahun-tahun.

3. Pengembangan Ekonomi:

a. Masa pemerintahan Sultan Thaha Syaifuddin ditandai dengan perkembangan ekonomi Kesultanan Jambi.

b. Ia mendorong peningkatan produksi dan ekspor komoditas unggulan seperti lada, karet, dan hasil hutan.

c. Kesultanan Jambi menjadi salah satu pusat perdagangan penting di Sumatera pada masa itu.

4. Pembangunan Infrastruktur:

a. Sultan Thaha Syaifuddin melakukan pembangunan infrastruktur untuk mendukung aktivitas ekonomi dan pertahanan.

b. Ia membangun jalan, jembatan, dan saluran air untuk memperlancar transportasi dan distribusi barang.

5. Pengembangan Budaya dan Pendidikan:

a. Masa pemerintahan Sultan Thaha Syaifuddin juga ditandai dengan perkembangan budaya dan pendidikan di Kesultanan Jambi.

(8)

Pada tanggal 2 November 1858 kolonial Belanda mengangkat sultan menjadi Sultan dengan gelar Sultan Ahmad Nazaruddin, dan Pangeran Martoningrat diangkat sebagai Putera Mahkota. Lalu Jambi di pecahkan menjadi dua bagian antara lain yaitu : Daerah Jambi Ilir dengan Sultan Ahmad Nazaruddin dan Daerah Jambi Ulu dengan Sultan Thaha Syaifuddin, karena ia tidak mau mengakui kekuasaan Gubernement sewaktu ia dinobatkan. Setelah penolakan penolakan yang dilakukan oleh Sultan Thaha Syaifudin , Pada Juli 1858 dilakukan sebuah perbincangan yang resmi untuk memberangkatkan pasukan dan dari diminta mengizinkan penempatan seorang asisten residen di Jambi (Locher-Scholten, 2008:144).

Upaya- Upaya yang dilakukan dijalankan oleh Belanda pada tahun 1857 dan 1858 agar Sultan Thaha Syaifudin mau mengakui kekuasaan Kolonial Belanda Dalam perjanjian ini, Kesultanan Jambi mengakui kedaulatan Hindia Belanda atas wilayahnya, menyetujui untuk tidak melakukan hubungan dagang atau politik dengan negara lain tanpa seizin Hindia Belanda, dan setuju untuk membuka wilayahnya bagi perdagangan Belanda. Hindia Belanda juga mendapatkan hak untuk mendirikan pos-pos dagang dan benteng di wilayah Jambi.

Perjanjian Bongaya ini menandai dimulainya dominasi Belanda atas Kesultanan Jambi dan menjadi awal dari penjajahan Belanda di wilayah tersebut. Hal ini kemudian memicu perlawanan dan perang gerilya dari masyarakat Jambi, terutama suku-suku asli seperti Orang Kubu dan Suku Anak Dalam, untuk mempertahankan kemerdekaan dan identitas budaya mereka. (Lindayanti, dkk, 2014: 167)

Runtuhnya Kesultanan Jambi pada masa kepemimpinan Sultan Thaha Syaifuddin disebabkan oleh konflik berkepanjangan dengan Belanda. Belanda merasa terancam oleh kekuatan Kesultanan Jambi dan berusaha untuk menundukkannya. Terjadi pertempuran dan perang yang berkepanjangan antara Kesultanan Jambi dan Belanda. Belanda secara sistematis berusaha untuk melemahkan dan mengambil alih kekuasaan Kesultanan Jambi melalui blokade ekonomi, pengambilalihan sumber daya alam, dan pengiriman pasukan untuk menyerang Kesultanan Jambi. Di sisi lain, Kesultanan Jambi juga mengalami kelemahan internal, seperti konflik di kalangan elit istana dan keluarga kerajaan, serta kelemahan dalam sistem pemerintahan dan administrasi. Kesultanan Jambi juga mengalami kemunduran ekonomi dan kesulitan keuangan.

Dalam menghadapi tekanan Belanda, Sultan Thaha Syaifuddin memimpin perlawanan yang gigih untuk mempertahankan kemerdekaan Kesultanan Jambi. Perlawanan Sultan Thaha Syaifuddin berlangsung selama bertahun-tahun, namun akhirnya kalah menghadapi kekuatan militer Belanda yang lebih besar. Lalu tewaslah Sultan Thaha Syaifudin pada tahun 1904 yang Dimana Sultan Thaha Syaifudin gugur dalam melawan Kolonial Belanda , menandai berakhirnya kekuasaan Kesultanan Jambi dan jatuhnya Jambi di bawah kekuasaan kolonial Belanda.

Dan berakhirnya masa pemerintahan kesultanan Jambi menyusul gugurnya Sulthan Thaha Saifuddin tanggal 27 April 1904 lalu Kolonial Belanda berhasil untuk menguasai wilayah – wilayah yang ada di Kesultanan Jambi, Melalui Perjanjian Bongaya pada 2 November 1858, Kesultanan Jambi terpaksa mengakui kedaulatan Hindia Belanda atas wilayahnya. Perjanjian ini memberikan hak-hak istimewa kepada Belanda, seperti membuka wilayah Jambi bagi perdagangan Belanda dan mendirikan pos-pos dagang serta benteng di Jambi. Dengan

(9)

ditandatanganinya Perjanjian Bongaya, Jambi secara resmi menjadi bagian dari Hindia Belanda (Nederlandsch Indie) dan berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Hal ini kemudian memicu perlawanan dan perang gerilya dari masyarakat Jambi, terutama suku-suku asli, untuk mempertahankan kemerdekaan dan identitas budaya mereka.

D. KESIMPULAN

Masa pemerintahan Sultan Thaha Syaifuddin, Kesultanan Jambi mencapai beberapa prestasi penting. Pertama, Sultan Thaha Syaifuddin berhasil memperluas wilayah kekuasaan Kesultanan Jambi, terutama di sepanjang Sungai Batanghari dan daerah pedalaman, serta memperkuat kontrol Jambi atas daerah-daerah penghasil lada, karet, dan hasil hutan lainnya.

Sultan Thaha Syaifuddin berhasil mempertahankan kemerdekaan Kesultanan Jambi dari upaya penjajahan Belanda. Ia memimpin perlawanan rakyat Jambi melawan invasi Belanda selama bertahun-tahun. masa pemerintahan Sultan Thaha Syaifuddin ditandai dengan perkembangan ekonomi Kesultanan Jambi. Ia mendorong peningkatan produksi dan ekspor komoditas unggulan seperti lada, karet, dan hasil hutan, sehingga Kesultanan Jambi menjadi yaitu adalah pusat perdagangan yang berpengaruh di Sumatera pada masa itu.

Sultan Thaha Syaifuddin melakukan pembangunan infrastruktur untuk mendukung aktivitas ekonomi dan pertahanan, seperti membangun jalan, jembatan, dan saluran air untuk memperlancar transportasi dan distribusi barang. masa pemerintahan Sultan Thaha Syaifuddin juga ditandai dengan perkembangan budaya dan pendidikan di Kesultanan Jambi.

Ia mendorong perkembangan seni, sastra, dan tradisi budaya Melayu Jambi, serta mendukung pengembangan lembaga-lembaga pendidikan Islam di wilayah kekuasaannya.

Lalu Konflik antara Sultan Thaha Saifuddin dan pihak Belanda bermula ketika Belanda berusaha memperluas pengaruhnya di Jambi dengan menandatangani perjanjian-perjanjian yang merugikan Kesultanan Jambi. Sultan Thaha Saifuddin menolak untuk menandatangani perjanjian tersebut dan memilih untuk melawan Belanda. Pertempuran sengit pun terjadi antara pasukan Kesultanan Jambi yang dipimpin oleh Sultan Thaha Saifuddin dengan pasukan Belanda. Perang ini dikenal sebagai Perang Jambi atau Perang Thaha yang berlangsung selama bertahun-tahun. Dalam pertempuran tersebut, Sultan Thaha Saifuddin menunjukkan perlawanan yang gigih terhadap dominasi Belanda di Jambi.

Meskipun pada akhirnya Belanda berhasil mengalahkan pasukan Kesultanan Jambi, perlawanan Sultan Thaha Saifuddin tetap dikenang sebagai simbol perjuangan rakyat Jambi melawan kolonialisme Belanda. Konflik ini menggambarkan betapa kuatnya upaya Kesultanan Jambi untuk mempertahankan kedaulatannya dari intervensi Belanda.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, W. (2005). Selayang Pandang Indonesia. Solo: PT Liga Serangkai.

Donald, K. (2021). Sepak Terjang Sultan Thaha Syaifuddin, Pahlawan Nasional Jambi

(10)

dalam Melawan Belanda, Draft, Retreifed from

Elsbeth, L. S. (2008.) Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial, hubungan JambiBatavia (1830- 1907) dan Bangkitnya Imperialisme Belanda. Jakarta: KITLV Jakarta.

Masjkuri. (1985). Sultan Thaha Saifuddin. Jakarta: Depdikbud Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.

Yulita, O., & Nofra, D. (2019). PERLAWANAN KESULTANAN MELAYU JAMBI TERHADAP KOLONIAL BELANDA: KASUS SULTAN MUHAMMAD FACHRUDDIN (1833-1844 M) DAN SULTAN THAHA SAIFUDDIN (1855- 1904 M). Jurnal Fuaduna: Jurnal Kajian Keagamaan dan Kemasyarakatan, 2(2), 73- 85

Yulita, O., Nofra, D., & Ahat, M. (2019). PERJUANGAN SULTAN THAHA SAIFUDDIN DALAM MENENTANG KOLONIAL BELANDA DI JAMBI (Tinjauan Historis 1855- 1904 M). Hadharah: Jurnal Keislaman dan Peradaban, 13(2) Abdullah, Raden, Kenang-kenangan Pahlawan Jambi Sultan Ratu Thaha Syaifuddin, biasa

ttisebut Sultan Thaha, tahun 1855-1901.

Badan Pelaksana Pendirian Museum Propinsi Jambi, Sejarah Jambi rlari masa ke masa, Jambi, tabun 1973.

Sanusi Pane, Sejanh Indonesia, Jilid ll, PN Ba1ai Pustaka, Jakarta 1965. ~·

Sukotjomartowidjojo, lndische Militaire Tifdscttrift, terjemahan. Syekhan Gathmyr, Sultan Thaha Syaifuddin 1855,-1904, Jambi, tahun 1967.

Daliman, Islamisasi dan Perkembangan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia, (Yogyakarta:

Ombak, 2012)

Referensi

Dokumen terkait