• Tidak ada hasil yang ditemukan

perkembangan pemikiran islam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "perkembangan pemikiran islam"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

Judul “Perkembangan Pemikiran Islam” diambil dari nama mata kuliah yang diberikan kepada mahasiswa Program Doktor Ilmu Islam Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember. Pemikiran Islam muncul dan menempati ranah yang tidak ditegaskan secara eksplisit oleh nash-nash wahyu. Di antara bidang-bidang yang termasuk dalam lingkup pemikiran Islam adalah kalam (teologi), tasawuf, filsafat dan fiqh.

Di sini disajikan tulisan-tulisan yang menjadi bahan diskusi asli dalam kajian perkembangan pemikiran Islam. Bahwa konsep agama menjadi titik perbedaan pendapat antar mazhab yang muncul pada awal sejarah pemikiran Islam. Kajian mengenai perkembangan pemikiran Islam tentu saja tidak terbatas pada topik-topik yang disajikan dalam antologi ini, seolah-olah berada dalam wilayah yang tidak terbatas.

PENDAHULUAN

Sahl ibn 'Abdillah al-Tustari (W 283 H), dia mengatakan bahawa ahli sufi ialah orang yang bebas daripada kesamaran dan dipenuhi dengan cara berfikir yang memusatkan perhatian kepada Allah dan memutuskan hubungan dengan manusia, baginya begitu juga. antara emas dan gangsa. Sahl ibn Abdillah al-Tustari berkata bahawa tashavuf ialah makan sedikit, bertenang dengan Allah dan menjauhi manusia. Abu Muhammad Ruwaym (W 303 H), beliau mengatakan bahawa tasawuf terdiri daripada tiga sikap; berpegang pada kemiskinan dan berharap kepada Tuhan, rendahkan diri dan utamakan orang lain dengan tidak menunjuk-nunjuk dan meninggalkan usaha.

Al-Junaid al-Baghdadi (W 297 H), beliau mengatakan bahawa tashawwuf ialah seseorang yang tidak ada hubungan dengan Tuhan. Abu Muhammad Ruwaim, dia berkata bahawa tashawwuf menjadikan kamu bersama Allah menurut kehendakNya. Abu Bakar al-Syibli (W 334 H), dia berkata bahawa ahli sufi adalah anak kecil dalam kandungan Allah.

SEJARAH MASUKNYA DI INDONESIA

Wacana tasawuf Nusantara menjadi menarik dan menjadi isu penting apabila berlaku perdebatan antara Nuruddin al-Raniri dengan pengikut Hamza Fansuri di Aceh. Dengan demikian, penelitian tasawuf Nusantara pada masa awalnya tentunya akan selalu menemui sosok Hamza Fansuri. Tahun kelahiran dan kematian Hamza Fansuri masih belum diketahui secara pasti sehingga hari ini.

Kedua, Syams al-Din Pasai sendiri menulis ulasan tentang syair-syair Hamzah Fansuri dan ini menjadi bukti bahawa pesona ajaran Hamzah Fansuri masih kuat pada awal abad ke-17 Masihi. Konsep wahdat al-wujud Hamzah Fansuri dapat dilihat dari ilustrasi kedudukan Tuhan di alam semesta. Idea dan pemikiran tasawuf Hamzah Fansuri kemudiannya diikuti oleh Syamsuddin Sumatrani yang dilihat dari pelbagai perspektif.

Ini menjadikan Syamsudin disebut sebagai salah satu mata rantai pemikiran tasawuf wahdat al-wujud di Nusantara, dan kedudukan Syams al-Din al-Sumatrani menjadi sangat penting selepas Hamzah Fansuri. Tulisan Syams al-Din al-Sumatrani ialah Syarahan Ruba'i Hamzah Fansuri dan Syarahan Syair Ikan Tongkol. Namun yang masih menjadi persoalan ialah bilakah antara Syams al-Din al-Sumatrani dan Hamzah Fansuri mempunyai hubungan pelajar dan guru, di mana dan bila Syams al-Din al-Sumatrani mengajar Hamzah Fansuri.

Siapakah sebenarnya Syams al-Din al-Sumatrani, tidak banyak maklumat tentang biografi ulama besar ini, seperti halnya maklumat tentang Hamzah Fansuri. Pada masa inilah kumpulan Hamzah Fansuri dan Syams al-D³n al-Sumatrani mendapat pengikut yang cukup dalam masyarakat, serta kedudukan yang kuat di istana. Sebagai contoh, bagaimana Nur al-Din al-Raniri membantah ajaran Hamzah Fansuri dalam Al-Muntahi, memetik kenyataan Abu Mansur al-Hallaj, atau Syams al-Din al-Sumatrani dalam Mir'at al-Muhaqqiqin, dalam yang mana kenyataan Abu Yazid al-Bisthami.

Manakala Hamzah Fansuri dan Syams al-Din al-Sumatrani dikatakan sebagai ahli sufi palsu yang telah menyeleweng daripada ajaran wahdat al-wujud yang sebenar. Pengaruh Al-Raniri jelas menyebabkan pengikut wahdat al-wujud di Aceh terpinggir malah mengalami masa sukar. Malah ada pengikut Hamzah Fansuri dan Syams al-Din al-Sumatrani yang dijatuhkan hukuman mati, seperti yang direkodkan oleh Nur. al-Din ar-Raniri dalam Tib-yan fi Ma'rifat al-Adyan, tetapi tidak dijelaskan sama ada mereka dibunuh dengan cara dibakar atau cara lain. Apabila 'Abd al-Rauf al-Sinkili meninggalkan Aceh untuk belajar di Timur Tengah pada tahun di Aceh, timbul polemik antara Nur al-Din al-Raniri dengan pengikut Hamzah Fansuri dan Syams al-Din al- Sumatrani.

ا للقلا ىرذ فى تاقلعتم لقن مل تاليعا افورح انك ننحو هيف تنا ان

لصو نمع لئسف وه وه فى كللاو وه تناو تنا

Setelah berbagai kasus dan polemik yang terjadi pada periode sebelumnya (hingga abad ke-18), kajian tasawuf menunjukkan sudut pandang yang berbeda. Tarekat Syattariyah mulai ditentang oleh para pengikut tarekat Naqsabandiyah yang menganggapnya sesat karena mengajarkan ajaran Wahdat al-Wujud dan doktrin tujuh derajat, padahal menurut Fathurrahman tarekat Syattariyah di Sumatera Barat saat itu telah dilucuti dari ajaran tujuh mulia dan Wahdat al-Wujud, sehingga berbeda dengan Syattariyah yang mula-mula dibawakan oleh al-Singkili.

Kyai Khalil ditugaskan menulis buku tentang ilmu agama, al-Bantani menulis tentang tasawuf dan Indonesia Rifai menulis buku tentang masalah fiqh.149. Itupun pada abad ke-19, terdapat kecenderungan yang lebih kuat terhadap puritanisme di kalangan ulama Indonesia yang lebih menekankan pada aspek syariat (fiqh), misalnya dalam kasus Sumatera Barat dengan padrinya, atau kasus Jawa. dengan terjadinya pemberontakan di Banten.150 Sebagai gambaran misalnya pada tahun 1802 ada tiga orang ulama Minangkabau yang pulang dari Mekah, yaitu Haji Miskin dari Pandai Sikat, Luhak Agam, Haji Abdurrahman dari Piobang. Ketiga gerakan haji tersebut juga diikuti oleh generasi penerus ulama Minangkabau pada pertengahan abad ke-19 hingga awal abad ke-20, seperti: Syaikh Muhammad Djamil Djambek, Haji Abdullah Indonesia dan Haji Abdul Karim Amrullah.

Tokoh yang mempunyai pengaruh luas di Indonesia pada abad ke-19 tentunya adalah Syekh Nawawi al-Bantani. Khatib Minangkabau Indonesia (w. 1915) menjadi terkenal karena kontroversinya dengan adat matrilineal di Minangkabau dan menentang tarekat Naqsabandiyah yang mempunyai jumlah pengikut terbesar di Sumatera Barat. Pada abad ini, banyak ulama Indonesia yang mempunyai pengaruh luas dan menjadi penulis terkemuka di Indonesia.

Mahfudz Termas (Mahfudz bin Abdullah al-Tarmasi), yang tinggal dan mengajar di Mekkah pada pergantian abad.154 Karya terbesarnya adalah kitab fiqih empat jilid berjudul Mauhibah Zawi al-Fadl, yang merupakan tafsir terhadap kitab fiqh al-Muqaddimah al-Hadramiyah karya 'Abdullah Ba-Fadl yang banyak digunakan di pesantren. Para ulama Indonesia yang bangkit dan bersinar pada abad ke-19 hampir selalu mengangkat tema penekanan aspek syariah, dan menulis buku-buku yang lebih fokus pada fiqh, sedangkan buku-buku yang berkaitan dengan ajaran Wahdat al-Wujud cenderung ditinggalkan dan juga diajarkan. hanya untuk siswa terpilih. Van Den Berg menyusun katalog buku-buku yang diajarkan di pesantren, dan diikuti oleh Martin van Bruinessen yang melacaknya.

Pada akhirnya kediaman Islam sebagai lembaga pendidikan Islam khususnya di Pulau Jawa pada abad ke-20 hampir tidak ditemukan adanya ajaran tentang ajaran wahdat al-wujud, seperti kitab-kitab karya para sufi seperti Ibnu ‘Arabi, atau al-Jili 156 Jika dilihat sekilas memang terkesan mengejutkan mengingat pola mistik mempunyai pengaruh yang kuat terhadap Islam di Indonesia.

CATATAN PENUTUP

Para ulama awal nusantara seperti para wali seperti Maulana Malik Ibrahim, Sunan Bonang dan lain-lain atau Hamzah Fansuri, Nurudin al-Raniri dan generasi berikutnya merupakan produk dan mata rantai penyebaran Islam di Indonesia. Johns, “On Islamic Mystics and Historical Writing”, dalam Taufik Abdullah (Ed), History and Society: The Historical Trajectory of Islam in Indonesia, Jakarta: Obor, 1987, hal. Hal serupa juga dilakukan oleh para ulama Indonesia yang muncul dan mempengaruhi tradisi intelektual Islam di nusantara pada abad kesembilan belas.

Sejarah Masuknya Islam ke Kabupaten Muara Enim", dalam Gadjahnata dkk, Masuk dan Perkembangan Islam di Sumatera Selatan, Jakarta: UI Press. 34; Asal Usul dan Perkembangan Tarekat Sufi di Asia Tenggara", di Studia Islamika, vol. Kerajaan Islam di Jawa, Peralihan Majapahit ke Mataram, Jakarta: Grafiti Press dan KITLV.

Fansuri, Hamzah, “Asrar al-Arifin,” dalam Johan Doorenbos, 1933, Tulisan Hamzah Pansoeri, Leiden: N.V.h Batteljee & Terpstra. Hafidudin, 1990, “Review Tafsir al-Munir Karya Imam Muhammad Nawawi Tanara” dalam Ahmad Rifa'i Hasan, Warisan Intelektual Islam Indonesia, Kajian Karya Klasik, Bandung: Mizan. Kelompok Syiah dan Ahlussunnah telah berebut pengaruh dan kekuasaan di nusantara sejak awal sejarah Islam.

Islam i Sydøstasien ; Reflekterende og nye retninger” i Indonesien, nr. 19, Cornell Modern Indonesia. 1987, "On Islamic Mystics and Historical Writing", i Taufik Abdullah (Ed), History and Society: The Historical Path of Islam in Indonesia, Jakarta: Torch. 1991, "Zubdat al-Asrar" i Nabilah Lubis, redigeret manuskript af Zubdat al-Asrar fi Tahqiq Ba'd Masyarib al-Akhyar af Sheikh Yusuf al-Taj, Desertasi, Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah.

The importance of al-Ghazali and his works to Indonesian Muslims; A Preliminary Study,” dalam Studia Islamika, Vol 3, Jakarta: PPIM.

DOKTRIN DAN AMALIYAH TASAWUF

Peran ulama yang melakukan musyawarah di LBMNU hendaknya melakukan pembentukan kader dan terus melahirkan banyak ulama dan ulama yang memberikan kontribusi penting dalam menjawab permasalahan umat yang kompleks, ditambah lagi perkembangan yang pesat dan canggih memerlukan ulama yang intelektual. . inovatif, sehingga dapat memberikan penyegaran dan perubahan pemikiran bahwa santapan shalihun likulli wal wal. Qureshi, The Political Role of Ulama in Muslim Society, dalam Abubakar A., ​​​​Bagader (ed.), The Ulama in the Modern Muslim National State, Muslim Youth Movement of Malaysia, Kuala Lumpur 1983. Aziz Masyhuri, Persoalan Keagamaan yang Akibatkan Muktamar dan Muktamar Nasional Ulama Nahdlatul Ulama, (Surabaya: PP. Rabithat al-Ma`ahid al-Islamiyah/ Dinamika Press, 1997).

Mohammad Daud Ali, Islamisk Lov: Introduktion til videnskaben om lov og islamisk retsorden i Indonesien, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2000). Poetoesan-Poetoesan Congress Nahdlotoel Oelama`, Oetoesan Nahdlotoel Oelama`, No 3 th1(Soerabaia: tp., 1347 H) Sahal Mahfudh, Bahthul masail og Istinbat Hukum NU: A. Jamaluddin Miri (ter.), AHKAMUL FUQAHA: Solutions to Actual Problems in Islamic Law Decisions of the Congress, National Conference and Konbes Nahdlatul Ulama Surabaya: TN NU East Java and Diantama, 2004).

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Pada abad kesepuluh Alhazen menemukan sejumlah hukum optis, misalnya, bahwa seberkas cahaya menempuh jalan yang tercepat dan termudah, suatu pendahulu prinsip Format

Pendekatan ini didasarkan pada prinsip syariah yang sesuai dengan ajaran Islam dan persoalan masyarakat. yang akuntansi syariah mungkin dapat membantu menyelesaikannya

Tarik ulur perbincangan mengenai persepsi tentang Islam apakah sebagai serangkaian ajaran-ajaran agama saja atau juga sekaligus sebagai sistem negara yang mengatur