PERLAKUAN GURU PAI TERHADAP SISWA PENGECUALIAN DI SD NEGERI KULAM DATA KECAMATAN LHOKNGA
KABUPATEN ACEH BESAR
Muhammad Syarif, S.Pd.I, MA Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh Email; [email protected]
ABSTRAK
Konsep pendidikan terhadap anak berkebutuhan khusus menunjukan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya tanpa adanya diskriminatif yaitu dapat mengikuti segala program pendidikan. Perlakuan guru PAI terhadap siswa pengecualian di SD Negeri Kulam Data Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar dengan mengkondisikan kelas ABK duduk di bangku depan dekat dengan guru agar mudah dipantau dalam proses pembelajaran, ABK diberi pelayanan individu yaitu ABK sering didekati dan diberi pertanyaan agar ABK memahami pelajaran dan tidak tertinggal dengan siswa normal lainnya. Pihak sekolah memberikan layanan individu untuk ABK dengan mengadakan jam tambahan Pendidikan Agama Islam bagi siswa berkebutuhan khusus yang dilakukan setelah pulang sekolah.
Evaluasi pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus melalui pemantauan secara terus menerus terhadap kemajuan dan kemunduran belajar anak. Evaluasi dilakukan bersama dengan anak normal yang lain dengan waktu dan soal yang sama, hal tersebut diterapkan pada UTS, UAS, UAN. Apabila hasil tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan maka diadakan remedial.
Kata kunci: Guru PAI, Siswa Pengecualian
A. Pendahuluan
Pendidikan inklusif dilaksanakan untuk memenuhi hak setiap anak dalam memperoleh pendidikan yang layak. Dalam Undang- undang disebutkan bahwa kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah adalah Pemerintah dan Pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa diskriminatif.1 Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang dan zat adiktif lainnya juga dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus.2 Selain anak-anak berkebutuhan khusus yang telah disebutkan di atas, anak memiliki bakat dan/atau kecerdasan luar biasa juga dikategorikan sebagai anak-anak berkebutuhan khusus.
Merspon Undang-undang di atas, sejak beberapa tahun ini muncul program pendidikan inklusi sebagai alternatif pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus. Pendidikan inklusi berarti sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk belajar bersama dengan anak sebaya di sekolah reguler yang dekat dengan tempat tinggalnya.3
Sekolah reguler dengan orientasi inklusif merupakan cara yang paling efektif untuk memerangi sikap diskriminatif, menciptakan masyarakat yang terbuka, membangung suatu masyarakat inklusif
1Undang-undang No 20 tahun 2003 pasal 11 ayat 1
2Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa
3Direktorat PSLB, Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi (Mengenal Pendidikan Terpadu), (Jakarta: Depdiknas, 2007), hal. 4.
dan mencapai pendidikan untuk semua; lebih dari itu, sekolah inklusif memberikan pendidikan yang efektif kepada mayoritas anak dalam meningkatkan efisiensi sehingga menekan biaya untu keseluruhan sistem pendidikan.4
Konsep pendidikan terhadap anak berkebutuhan khusus menunjukan bahwa anak-anak berkebutuhan khusus mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhannya tanpa adanya diskriminatif yaitu dapat mengikuti segala program pendidikan.
Pendidikan anak berkebutuhan khusus merupakan pembaharuan pendidikan di sekolah umum. Berkembangnya sistem pelaksanaan pendidikan inklusif, terlihat dari semakin banyaknya sekolah-sekolah reguler melaksanakan pendidikan inklusif membuat guru dituntut memiliki kesiapan dalam menerima anak berkebutuhan khusus.
Bagi siswa pengecualian, peran aktif dan dukungan dari orang tua sangat dibutuhkan, karena hal ini sangat menentukan dalam kesehatan dan perkembangan pada anak, khususnya dalam perkembangan belajarnya. Efektivitas berbagai program penanganan untuk siswa pengecualian akan sangat tergantung pada peran serta dan dukungan penuh dari keluaraga dan masyarakat.5 Penguasaan berbagai kemampuan pada anak akan mencapai kemajuan yang lebih baik jika pada prosesnya terdapat kolaborasi antara orang tua dengan para profesional praktisi pendidikan.6
4Sue Stubbs, Inclusive Education Where There Few Resources, alih bahasa Susi Septaviana R, Didi Tarsidi Jurusan Pendidikan Luar Biasa, UPI (ed.) 2002.
5Hallahan dan Kauffman, Exceptional Learners; Introduction to Special Education 10th ed, USA: Person, 2006), hal. 81.
6Hunt dan Marshall, Exceptional Children and Youth, (Boston:
Houghton Miffin Company, 2005), hal. 45.
Pendidikan terhadap siswa pengecualian (inklusif) adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya.7 Menurut Depdiknas menegaskan bahwa pendidikan inklusif didefinisikan sebagai Sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang terdekat dengan tempat tinggalnya.8
Guru yang menangani siswa berkebutuhan khusus di sekolah reguler perlu memahami kondisi siswa berkebutuhan khusus. Tiap siswa yang berkebutuhan khusus perlu pendekatan yang berbeda agar dapat mengikuti proses pembelajaran di kelas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran menyeluruh dari strategi guru menangani perilaku bermasalah siswa berkebutuhan khusus di kelas reguler.
Peneliti ingin meneliti mengenai penggunaan strategi dan perlakuan guru dalam menangani perilaku siswa yang dianggap bermasalah di kelas reguler. Harapannya melalui penelitian ini akan diketahui bagaimana sikap dan perlakuan guru yang seharusnya dalam pelaksanaan pendidikan inklusif agar anak berkebutuhan khusus mendapatkan layanan pendidikan sesuai kebutuhannya. Hasil dari penelitian diharapkan dapat memberikan saran dan masukan
7Budiyanto, dkk, Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar, 2012, hal. 3-4
8Direktorat Pembinaan SLB, Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, (Jakarta, Depdiknas, 2007), hal. 4.
kepada guru di kelas reguler yang juga memiliki siswa berkebutuhan khusus, khususnya di SD Negeri Kulam Data Kecamatan Lhoknga Kabupaten Aceh Besar.
B. Jenis-jenis Anak Pengecualian dan Cara Menanganinya
Anak berkebutuhan khusus (anak pengecualian atau di sebut juga sebagai anak luar biasa) di definisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna. Penyebutan sebagai anak berkebutuhan khusus, dikarenakn dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan sosial, layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat khusus. 9
Dalam dunia pendidikan, anak berkebutuhan khusus di klasifikasikan atas beberapa kelompok sesuai dengan jenis kelainan anak. Berikut ini akan dijelaskan beberapa jenis-jenis anak berkebutuhan khusus, sebagai berikut:
1. Anak Tuna Netra, adalah anak yang mempunyai kekurangan secara indrawi, yakni indra penglihatan. Meskipun indra penglihatannya bermasalah, intelegensi yang mereka miliki masih dalam taraf normal. Hal-hal yang berhubungan dengan mata diganti dengan indra lain sebagai kompensasinya.
2. Anak Tuna Rungu, adalah anak yang mempunyai kelainan pada pendengarannya. Mereka mengalami kesulitan dalam berinteraksi dan bersosialisasi terhadap orang lain terhadap lingkungan termasuk pendidikan dan pengajaran. Anak tuna rungu dibagi menjadi 2 yaitu, tuli (the deaf), dan kurang dengar (hard of hearing).
3. Anak Tuna Daksa, adalah anak yang mempunyai kelainan pada tubuhnya yakni kelumpuhan. Anak yang mengalami
9Abu Ahmadi, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rinekacipta, 2008), hal. 52.
kelumpuhan ini disebabkan karena polio dan gangguan pada syaraf motoriknya.10
4. Anak Tuna Wicara, adalah anak yang mengalami kelainan pada proses berbicara atau berbahasa. Anak yang seperti ini mengalami kesulitan dalam berbahasa atau berbicara sehingga tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
5. Kelainan Emosi, adalah anak yang mengalami gangguan pada tingkat emosinya. Hal ini berhubungan dengan masalah psikologisnya. Anak yang mengalami kelainan emosi ini dibagi menjadi 2 macam yaitu:
a. Gangguan Prilaku, ciri-cirinya yaitu:
1) Suka mengganggu di kelas
2) Tidak sabaran, terlalu cepat beraksi 3) Tidak menghargai orang lain 4) Suka menentang
5) Suka menyalahkan orang lain 6) Sering melamun.
b. Gangguan Konsentrasi (ADD/Attention Deficit Disorder), gejala-gejalanya terjadi paling sedikit selama 6 bulan.
Gejala-gejala tersebut diantaranya yaitu:
1) Tidak mendengarkan orang lain berbicara
2) Sering gagal dalam memperhatikan objek tertentu 3) Sering tidak melaksanakan perintah dar orang lain.
c. Anak Hiperaktif (ADHD/Attention Deficit with Hiperactivity Disorder), gejala-gejalanya yaitu:
1) Tidak bisa diam
2) Ketidakmampuan untuk member perhatian yang cukup lama
3) Hiperaktivitas 4) Canggung
6. Keterbelakangan Mental, adalah anak yang memiliki mental yang sangat rendah, selalu membutuhkan bantuan orang lain karena tidak mampu mengurus dirinya sendiri, kecerdasannya terbatas, apatis, serta perhatiannya labil. Berdasarkan intelegensinya, anak yang terbelakang mentalnya terbagi menjadi beberapa bagian yaitu:
a. Idiot, yaitu anak yang paling rendah taraf intelegensinya (IQ > 20), perkembangan jiwanya tidak akan bertambah
10Heri Purwanto, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung:
UPI, 1988), hal. 14.
melebihi usia 3 tahun, meskipun pada dasarnya usianya sudah remaja atau dewasa.
b. Imbesil, yaitu anak yang mempunyai (IQ 20-50), perkembangan jiwanya dapat mencapai usia 7 tahun, bisa diajari untuk memelihara diri sendirivdalam kebutuhan yang paling sederhana.
c. Debil atau moron, yaitu anak yang mempunyai (IQ 50-70), keterbelakangan Debil tidak separah dua jenis diatas.
Perkembangan jiwanya dapat mencapai hingga 10 ½ tahun.
Orang Debil ini dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
7. Psikoneurosis, anak yang mengalami psikoneurosis pada dasarnya adalah anak yang normal. Mereka hanya mengalami ketegangan pribadi yang terus menerus, selain itu mereka tidak bisa mengatasi masalahnya sendiri sehingga ketegangan tersebut tidak kunjung reda.11 Psikoneurosis ini dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Psikoneurosis kekhawatiran, adalah anak yang mempunyai rasa khawatir yang berlebihan dan tidak beralasan.
b. Histeris, adalah anak yang secara tidak sadar melumpuhkan salah satu anggota tubuhnya, sesunguhnya secara organis tidak mengalami kelainan.
c. Psikoneurosis obsesif, adalah anak yang memiliki pikiran- pikiran dan dorongan-dorongan tertentu yang terus menerus.
8. Psikosis. Psikosis disebut juga dengan kelainan kepribadian yang besar karena seluruh kepribadian orang yang bersangkutan terkena dan orang tersebut tidak dapat hidup dengan normal.12
9. Psikopathi, adalah kelainan tingkah laku, maksudnya penderita psikopathi ini tidak dapat memperdulikan norma- norma sosial. Mereka selalu berbuat semaunya sendiri tanpa mempertimbangkan kepentingan orang lain, hingga sering sekali merugikan orang lain. Dan penderita psikopathi ini tidak menyadari adanya kelainan pada dirinya.
11Wirawan Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 212.
12Wirawan Sarwono, Pengantar Psikologi…, hal. 215.
C. Model Pendidikan Terhadap Siswa Pengecualian
Menurut Suyanto dan Mudjito13 ada tiga model pendidikan untuk menggabungkan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal dalam satu lingkungan belajar, yakni:
1. Mainstream, adalah system pendidikan yang menempatkan anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah umum, mengikuti kurikulum akademis yang berlaku, dan guru juga tidak harus melakukan adaptasi kurikulum. Diikuti oleh anak-anak yang sakit namun tidak berdampak pada kemampuan kognisinya.
2. Integrasi, adalah menempatkan anak-anak berkebutuhan khusus dalam kelas anak-anak normal, dimana mereka mengikuti pelajaran-pelajaran yang dapat mereka ikuti dari gurunya. Sedangkan untuk mata pelajaran akademis lainnya anak-anak berkebutuhan khusus itu memperoleh pengganti di kelas yang berbeda dan terpisah. Penempatan integrasi itu tidak sama dengan integrasi pengajaran dan itegrasi sosial, karena tergantung pada dukungan yang diberikan sekolah.
3. Inklusi, adalah system penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama- sama dengan peserta didik pada umumnya.14
D. Cara mengajar Siswa Pengecualian
Cara Praktis dalam pengajaran Anak Berkebutuhan Khusus memuat informasi yang menunjang metode pengajaran guru.Untukituguru harus mengikuti pelatihan pendidikan inklusif yang praktis dan komprehensif agar dapat memahami dan menerapkan lebih baik strategi-strategi yang digunakan dalam pendidikan inklusif.
13Suyanto dan Mudjito. Masa Depan Pendidikan Inklusif, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar, 2012), hal. 5.
14Permendiknas No. 70 tahun 2009
Adapun cara mengajar anak berkebutuhan khusus adalah sebagai berikut:
1. Bersikap baik dan positif,
2. Gunakan seting kelas yang sesuai,
3. Bicaralah dengan jelas dengan posisi wajah menghadap siswa, 4. Menfaatkan semua metode komunikasi,
5. Gunakan strategi pengajaran yang efisien 6. Utamakan dukungan teman sebaya
7. Manfaatkan materi pengajaran yang ada sebaik mungkin 8. Beri penjelasan pada semua anak mengenai diabilitas 9. Buatlah kelas anda seaksesibel mungkin dan
10.Berbagilah pengalaman.
E. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Siswa Pengecualian
Sebelum masuk tahap pelaksaan atau implementasi, tentunya guru harus menyusun perencanaan. Dalam konteks perencanaan pembelajaran dapat diartikan sebagai proses penyusunan materi pelajaran, penggunaan media pembelajaran, penggunaan pendekatan atau metode pembelajaran, dan penilaian dalam suatu lokasi waktu yang akan dilaksanakan pada masa tertentu untuk mencapai tujuan yang ditentukan.15
Implementasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah suatu pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas.
Pelaksanaan pembelajaran agama Islam di SD Negeri Kulam Data Lhoknga hampir sama dengan sekolah reguler, kurikulumnya relatif sama dengan kurikulum di sekolah umum, hanya dibatasi pada
15Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 17.
jumlah materinya. Materi yang diajarkan di SD Negeri Kulam Data Lhoknga menggunakan penyesuaian materi dari Departemen Pendidikan Nasional yang kemudian digunakan sebagai acuan dalam proses belajar mengajar. Seperti yang diungkapkan Ibu Fadhliah, bahwa:
“Materi yang diajarkan di SD Kulam Data Lhoknga kurang lebih sama dengan materi diterapkan di SD Negeri pada umumnya.
Soalnya kegiatan pembelajaran di sekolah ini dalam hal penataan ruang kelasnya menjadi satu kelas antara siswa berkebutuhan khusus dengan siswa normal lainnya”.16
Adapun pokok-pokok materi Pendidikan Agama Islam di SD Negeri Kulam Data Lhoknga secara garis besarnya sebagai berikut: 1) Al-Qur’an, 2) Aqidah, 3) Akhlak, 4) Fiqih, 5) Tarikh/ Sejarah Islam.17
Selanjutnya, terkait dengan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SD Negeri Kulam Data Lhoknga, bahwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SD Negeri Kulam Data Lhoknga ini selama 4 jam pelajaran dalam seminggu, dengan alokasi waktu pembelajaran hanya 40 menit/jam”.18
Adapun langkah-lagkah yang dilakukan guru Pendidikan Agama Islam saat pembelajaran melalui pengamatan yang dilakukan penulis pada hari Senin-Rabu, 21-23 November 2016, bahwa tahap pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang ada di SD Negeri Kulam Data Lhoknga antara lain adalah sebagai berikut:
16Hasil Wawancara dengan Ibu Fadhliah, (Guru Pendidikan Agama Islam SD Negeri Kulam Data Kecamatan Lhongka Kabupaten Aceh Besar), Tanggal 21 November 2016.
17Hasil Telaah Dokumentasi Pembelajaran PAI di SD Negeri Kulam Data, Tanggal 21-23 November 2016.
18Hasil Telaah Dokumentasi Roster Pembelajaran PAI di SD Negeri Kulam Data, Tanggal 21-23 November 2016.
1. Pra Intruksional
Tahap ini tahap sebelum pelajaran dimulai dengan doa pembukaan yaitu basmalah, di lanjutkan dengan guru melakukan absensi, selanjutnya guru memberikan apersepsi. Setelah itu siswa berkebutuhan khusus ditempatkan dibangku paling depan.
2. Instruksional
Pada tahap ini merupakan tahap inti dari serangkaian aktifitas pembelajaran yang dilakukan guru dengan peserta didik dalam mencapai suatu tujuan yang termuat dalam rencana pelaksanaan pembelajaran, dalam pelaksanaan pembelajaran guru Pendidikan Agama Islam melakukan pendekatan dengan peserta didik serta menggunakan beberapa metode, tahapannya sebagai berikut:
Pertama, Guru menuliskan materi di papan tulis, dan menjelaskannya. Selanjutnya siswa menyalinnya dalam buku masing- masing, namun bagi beberapa anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan, maka guru akan membantu. Metode ini digunakan guru pada awal pelajaran, bisa dikatakan prolog dari awal proses pembelajaran dan digunakan pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
Kedua, Siswa membaca satu persatu di depan, motode ini dilakukan agar peserta didik terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga proses pembelajaran tidak bersifat satu arah, melainkan ada feed back dengan peserta didik.
Ketiga demontrasi, metode ini merupakan metode interaksi edukatif yang sangat efektif dalam membantu peserta didik untuk mengetahui proses pelaksanaan pembelajaran, metode ini biasanya digunakan pada materi pokok atau pokok bahasan yang
membutuhkan praktek seperti materi praktek wudhu’, pelaksanaan shalat, pelaksanaan haji dan lainnya.
Keempat, cerita, metode ini merupakan metode yang di terapkan oleh semua guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam sebagaimana upaya untuk mengembangkan pola pikir peserta didik, metode ini dinilai efektif dalam meningkatkan motivasi siswa dalam menguasai materi yang akan dibahas pada pertemuan berikutnya.
Kemudian guru memberi pertanyaan kepada siswa, dan lebih sering pertanyaan diberikan kepada anak berkebutuhan khusus.
3. Penutup
Tahap ini guru Pendidikan Agama Islam memberikan penguatan atau kesimpulan tentang pembelajaran yang sudah disampaikan. Sebelum kegiatan pembelajaran diakhiri guru memberikan beberapa pekerjaan rumah kepada siswa. Kemudian, pembelajaran diakhiri dengan membaca doa bersama-sama.
Pihak sekolah di SD Negeri Kulam Data Lhoknga juga memiliki program khusus dalam pelaksanaan pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus. Program tersebut yaitu memberikan layanan jam tambahan kepada siswa-siswi berkebutuhan khusus yang dilaksanakan setelah pulang sekolah. Hal tersebut dilakukan untuk memberikan layanan individu kepada anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah regular agar anak berkebutuhan khusus tidak ketinggalan pelajaran dengan siswa normal lainnya, khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Perbedaan terletak pada perhatian dan motivasi guru yang diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan penulis saat pembelajaran Pendidikan
Agama Islam berlangsung guru mengkondisikan kelas, siswa berkebutuhan khusus duduk di bangku depan dekat dengan guru agar guru lebih mudah memantau dalam proses pembelajaran. Guru juga sering mendekatinya dan memberikan pertanyaan.
Adapun yang dilakukan pihak sekolah untuk mengoptimalkan pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk anak berkebutuhan khusus yaitu dengan mengadakan jam tambahan.
Program tersebut dilaksanakan setelah pulang sekolah, hal tersebut dilakukan untuk memberikan layanan individu kepada anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah regular agar anak berkebutuhan khusus tidak ketinggalan pelajaran dengan siswa normal lainnya, khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Dari hasil penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah inklusi SD Negeri Kulam Data siswa berkebutuhan khusus dan siswa normal belajar bersama dalam satu kelas. Dalam pelaksanaannya siswa berkebutuhan khusus duduk di bangku depan dekat dengan guru agar guru lebih mudah memantau dalam proses pembelajaran. Selain itu guru juga selalu melibatkan anak berkebutuhan khusus dalam pembelajaran kooperatif dengan anak normal lain yaitu dengan mendekati siswa berkebutuhan khusus dan di beri pertanyaan. Hal tersebut dilakukan agar anak berkebutuhan khusus lebih mudah memahami pembelajaran dan tidak tertinggal dengan siswa normal lainnya. Selain itu, untuk mengoptimalkan layanan pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus pihak sekolah mengadakan jam tambahan
dilaksanakan setelah pulang sekolah, salah satu mata pelajarannya adalah Pendidikan Agama Islam.
F. Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus
Evaluasi merupakan alat untuk mengukur sampai di mana kemampuan anak didik menguasai materi yang telah diberikan.
Evaluasi dapat dijadikan oleh sekolah sebagai bahan introspeksi diri, dengan melihat sejauh mana kondisi belajar yang diciptakannya.
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan pembelajaran Pendidikan Agama Islam seperti yang diugkapkan Ibu Arita Maulina, bahwa:
“Untuk tesnya ada ulangan setiap selesai materi, tiap pertengahan semester juga ada UTS dan setiap akhir semester ada UAS. Soalnya sama, bentuk bisa bervariasi, ada soal dengan bentuk memilih jawaban seperti: pilihan ganda, dua pilihan (benar-salah, ya- tidak), menjodohkan, dan ada juga bentuk soal dengan uraian.
Selanjutnya untuk non tesnya, dinilai dari perkembanganya saat mengikuti pelajaran, aktif dan tidaknya murid. Masalahnya kadang ada murid di dalam kelas tapi hanya bengong tidak bisa menangkap terkait dengan pelajaran yang diajarkan”.19
Selanjutnya, berikut ini merupakan petikan wawancara dengan guru pembimbing khusus bagi anak berkebutuhan khusus Ibu Suryani, yaitu:
19Hasil Wawancara dengan Ibu Fadhliah, (Guru Pendidikan Agama Islam SD Negeri Kulam Data Kecamatan Lhongka Kabupaten Aceh Besar), Tanggal 22 November 2016.
“Evaluasi yang dilakukan pada kelas reguler sama dengan anak yang lain. Jika siswa ABK pada saat dilakukan evaluasi nilainya tidak memenuhi standar minimal, maka diadakan remedial. Remedial itu dilaksanakan bersama-sama dengan siswa lain yang juga belum memenuhi standar minimal. Ini menunjukkan kembali jika siswa ABK di kelas reguler mendapat perlakuan yang sama dengan siswa lain”.20
Hal senada juga dikemukakan oleh Kepala SD Negeri Kulam Data Lhoknga, Ibu Nurhasyidah, bahwa:
“Evaluasi yang dilakukan seperti evaluasi pada umumnya.
Evaluasi yang dilakukan di kelas reguler ada program remedial untuk anak yang belum mencapai standar minimal yang ditetapkan. Jadi guru memantau anak secara terus menerus. Setelah itu juga diadakan review yaitu mengecek kembali keadaan siswa sebelum mendapatkan layanan khusus dan sesudahnya sehingga guru tahu perkembangannya sejauhmana dan program yang diberikan berhasil atau tidak”.21
Dari petikan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa peran evaluasi sangat penting agar pembelajaran efektif. Di samping berguna untuk mengetahui pencapaian kompetensi siswa, juga informasi yang diperoleh dapat digunakan untuk perencanaan pembelajaran berikutnya. Hasil evaluasi dapat menggambarkan siswa yang telah mencapai maupun yang belum mencapai standar kompetensi minimal yang ditetapkan sekolah. Siswa yang sudah
20Hasil Wawancara dengan Ibu Suryani, (Guru Pembimbing Khusus ABK SD Negeri Kulam Data Kecamatan Lhongka Kabupaten Aceh Besar), Tanggal 21 November 2019.
21Hasil Wawancara dengan Ibu Nurhasyidah, (Kepala Sekolah SD Negeri Kulam Data Kecamatan Lhongka Kabupaten Aceh Besar), Tanggal 21 November 2019.
mencapai kompetensi diadakan pengayaan sedangkan siswa yang belum mencapai standar kompetensi minimal diadakan remedial.
Guru Pendidikan Agama Islam Ibu Arita Maulina juga menjelaskannya dalam kutipan wawancara berikut ini:
“Anak berkebutuhan khusus juga mengikuti tes akhir semester maupun UAN sama seperti anak lainnya. Soal yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus di SD Negeri Kulam Data Lhoknga ini sama dengan anak yang lain. Sebenarnya soal yang diberikan pada anak berkebutuhan khusus tidak harus sama dengan anak yang lain.
Pada ujian akhir semester soal dapat dibuat oleh guru pembimbing sendiri, namun setelah diadakan pertemuan dengan wali murid, para wali murid sepakat jika anaknya mendapatkan soal yang sama dengan anak yang lain. Di SD Negeri Kulam Data Lhoknga para anak berkebutuhan khusus mengikuti UAN SD sehingga mereka bisa melanjutkan ke SMP”.22
Dari petikan wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus di SD Negeri Kulam Data Lhoknga mengikuti ujian yang sama dengan anak lain. Pemilihan ujian tersebut didasarkan atas kesepakatan orang tua atau wali murid sehingga tidak jarang jika anak berkebutuhan khusus dapat melanjutkan sekolah di sekolah-sekolah reguler.
Evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SD Negeri Kulam Data Lhoknga dilaksanakan serempak satu kelas seperti pada kelas reguler pada umumnya. Siswa ABK maupun siswa bukan anak berkebutuhan khusus mendapatkan soal yang sama dengan waktu
22Hasil Wawancara dengan Ibu Arita Maulina, (Guru Pendidikan Agama Islam SD Negeri Kulam Data Kecamatan Lhongka Kabupaten Aceh Besar), Tanggal 22 November 2019.
yang bersamaan pula. Dalam evaluasi diadakan pula remedial atau perbaikan. Setelah anak dievaluasi dan hasilnya tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka guru mengadakan remedial.
Remedial ini bukan hanya untuk ABK saja tetapi juga untuk semua anak yang mengikuti tes dan hasilnya tidak atau kurang dari standar yang ditetapkan. Hal tersebut sebagaimana yang di ugkapkan Ibu Suryani, berikut ini:
“Evaluasi yang dilakukan pada kelas reguler sama dengan anak yang lain. Jika siswa ABK pada saat dilakukan evaluasi nilainya tidak memenuhi standar minimal, maka diadakan remedial. Remedial itu dilaksanakan bersama-sama dengan siswa lain yang juga belum memenuhi standar minimal. Ini menunjukkan kembali jika siswa ABK di kelas reguler mendapat perlakuan yang sama dengan siswa lain”.23
Remedial diadakan oleh guru sebagai upaya perbaikan terhadap sesuatu yang dipandang masih belum mencapai apa yang diharapkan atau diarahkan kepada pencapaian hasil belajar yang optimal. Dengan diadakannya remedial tersebut maka diharapkan ada peningkatan prestasi sesuai dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan.
Untuk pelaksanaan evaluasi akhir atau tes akhir semester dan/atau tes kenaikan kelas dan UAN, siswa ABK mengikuti ujian bersama teman-temannya yang lain. Meskipun ABK mendapatkan perlakuan yang khusus saat pembelajaran, akan tetapi mereka da pat mengikuti ujian bersama teman-temannya yang lain. Hal tersebut atas kesepakatan orang tua para ABK, karena semua program yang
23Hasil Wawancara dengan Ibu Suryani, (Guru Pembimbing Khusus ABK SD Negeri Kulam Data Kecamatan Lhongka Kabupaten Aceh Besar), Tanggal 21 November 2019.
menyangkut ABK harus dilaksanakan secara terbuka dan harus ada konsultasi dengan pihak-pihak terkait khususnya orang tua.
Dari hasil penelitian di SD Negeri Kulam Data Lhoknga, maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi dilakukan sebagai upaya untuk mengetahui pencapaian kompetensi siswa serta sebagai bahan untuk menyempurnakan perencanaan pembelajaran berikutnya. Evaluasi tengah semester, uijan kenaikan kelas maupun UAN dilaksanakan serempak satu kelas seperti pada kelas reguler pada umumnya. Siswa ABK maupun siswa bukan anak berkebutuhan khusus mendapatkan soal yang sama dengan waktu yang bersamaan pula. Setelah anak dievaluasi dan hasilnya tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, maka guru mengadakan remedial.
G. Faktor Pendukung dalam Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi Anak Berkebutuhan Khusus di SD Negeri Kulam Data Lhoknga
Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus di SD Negeri Kulam Data pastilah pembelajaran tersebut tidak dapat berjalan dengan baik tanpa adanya faktor yang mendukung terlaksananya pembelajaran. Berikut petikan wawancara dengan Ibu Suryani, bahwa pada dasarnya semua pihak di sekolah ini, baik kepala sekolah, guru bahkan termasuk guru Pendidikan Agama Islam, sangat mendukung agar proses pembelajaran dan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus berjalan dengan lancar.24
24Hasil Wawancara dengan Ibu Suryani, (Guru Pembimbing Khusus ABK SD Negeri Kulam Data Kecamatan Lhongka Kabupaten Aceh Besar), Tanggal 21 November 2019.
Lebih lanjut, dinyatakan juga oleh Ibu Nurhasyidah mengenai faktor pendukung dalam pembelajaran di SD Negeri Kulam Data Lhoknga sebagai berikut:
“Dari sarana dan prasarana, pihak sekolah selalu dan terus berupaya agar mendukung. Selain itu, komite sekolah juga sangat mendukung. Lalu dari pihak orang tua itu juga sangat mendukung, setiap diundang ke sekolah dalam berbagai keperluan, maka meraka selalu menyempatkan waktu untuk datang dan memberikan dukungan dalam setiap apapun yang diprogramkan oleh sekolah”.25
Dari beberapa petikan wawancara di atas dan melalui pengamatan selama penelitian. Penulis dapat menyimpulkan bahwa faktor-faktor pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SD Negeri Kulam Data Lhoknga di antaranya adalah: dukungan orang tua siswa, guru selalu mengajar dengan sabar, latar belakang pendidikan guru yang sudah sesuai, didukung oleh komite sekolah, keberadaan SD Negeri Kulam Data Lhoknga didukung oleh pemerintah Kabupaten Aceh Besar, anak berkebutuhan khusus berusaha agar tidak ketingggalan pelajaran dengan siswa lain, adanya jam tambahan untuk anak berkebutuhan khusus, adanya guru pembimbing khusus, adanya sosialisasi tentang anak inklusi.
H. Faktor Penghambat dan Solusi dalam Implementasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi ABK di SD Negeri Kulam Data Lhoknga
25Hasil Wawancara dengan Ibu Nurhasyidah, (Kepala Sekolah SD Negeri Kulam Data Kecamatan Lhongka Kabupaten Aceh Besar), Tanggal 21 November 2019.
Selain faktor pendukung, ada juga faktor yang menghambat pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam sebagaimana yang diungkapkan Ibu Arita Maulina dalam wawancara di bawah ini:
“…Siswa: kesadaran menerima jam tambahan masih kurang, harus dipaksa dan harus diberi penekanan. Seharusnya anak sudah memiliki kesadaran sendiri.26
Fasilitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam masih terbatas sebagaimana pernyataan Ibu Fadhliah berikut ini:
“Fasilitas pembelajaran memang sudah ada, tetapi belum mencukupi sepenuhnya, untuk fasilitas pembelajaran Pendidikan Agama Islam di antaranya ada mushalla, tempat wudlu, al-Qur’an, dan lain-lain”.27
Dari beberapa petikan wawancara di atas dan melalui pengamatan selama penelitian. Penulis dapat menyimpulkan bahwa faktor-faktor penghambat dan solusi yang dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SD Negeri Kulam Data Lhoknga di antaranya adalah:
1. Tingkat kesadaran masyarakat umum dan keluarga penyandang kelainan khusus tentang arti pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang relatif kurang. Solusi: Sekolah mensosialisasikan pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, mengadakan
26Hasil Wawancara dengan Ibu Arita Maulina, (Guru Pendidikan Agama Islam SD Negeri Kulam Data Kecamatan Lhongka Kabupaten Aceh Besar), Tanggal 22 November 2019.
27Hasil Wawancara dengan Ibu Fadhliah, (Guru Pendidikan Agama Islam SD Negeri Kulam Data Kecamatan Lhongka Kabupaten Aceh Besar), Tanggal 22 November 2019.
pelatihan ketrampilan dan pengembangan bakat minat anak berkebutuhan khusus.
2. Masih terbatas sarana dan prasarananya. Seperti minimnya alat peraga dalam media pembelajaran. Solusi: Memanfaatkan dan mendayagunakan dengan sebaik-baiknya sarana prasarana yang ada.
3. Buku-buku penunjang khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SD Negeri Kulam Data Lhoknga untuk anak berkebutuhan khusus sesuai jenis ketunaan belum ada. Solusi: Dalam pelaksanaannya guru menggunakan buku- buku Pendidikan Agama Islam yang sudah ada.
4. Jam pelajaran Pendidikan Agama Islam dirasa masih kurang.
Solusi: Guru Pendidikan Agama Islam mengadakan jam tambahan sepulang sekolah bagi anak berkebutuhan khusus.
5. Kurangnya kesadaran dari siswa dalam mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam. Solusi: Sebisa mungkin guru Pendidikan Agama Islam melakukan pendekatan secara halus kepada siswa dan menjadikan pembelajaran Pendidikan Agama Islam menyenagkan.
I. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian dan pemahaman yang mengacu pada pembahasan, serta berdasarkan analisis data yang diuraikan secara deskriptif di atas, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pelaksanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Isam bagi Anak Berkebutuhan Khusus, meliputi; a) Siswa berkebutuhan khusus dan siswa normal belajar bersama dalam satu kelas, b) Tahap pelaksanaan pembelajaran yaitu pra intruksional berisi
pembukaan, intruksional berisi penyampaian materi, dan yang terakhir yaitu penutup berisi kesimpulan, c) Pelaksanaannya, untuk mengkondisikan kelas ABK duduk di bangku depan dekat dengan guru agar mudah dipantau dalam proses pembelajaran, ABK diberi pelayanan individu yaitu ABK sering didekati dan diberi pertanyaan agar ABK memahami pelajaran dan tidak tertinggal dengan siswa normal lainnya.
Pihak sekolah memberikan layanan individu untuk ABK dengan mengadakan jam tambahan Pendidikan Agama Islam bagi siswa berkebutuhan khusus yang dilakukan setelah pulang sekolah.
2. Evaluasi pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusu adalah melalui pemantauan secara terus menerus terhadap kemajuan dan kemunduran belajar anak. Evaluasi dilakukan bersama dengan anak normal yang lain dengan waktu dan soal yang sama, hal tersebut diterapkan pada UTS, UAS, UAN. Apabila hasil tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan maka diadakan remedial.
3. Faktor-faktor pendukung dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam antara lain: a) Dukungan orang tua siswa, b) Guru selalu mengajar dengan sabar dan tlaten, c) Latar belakang pendidikan guru yang sudah sesuai, d) Didukung oleh komite sekolah, e) Sekolah inklusi didukung oleh pemerintah Kabupaten Boyolali, f) ABK berusaha agar tidak ketingggalan pelajaran dengan siswa lain, g) Adanya jam tambahan untuk anak berkebutuhan khusus, h) Adanya guru pembimbing khusus, dan i) Adanya sosialisasi tentang inklusi.
4. Faktor penghambat dan solusi pelaksanaan Pendidikan Agama Islam bagi anak berkebutuhan khusus di SD Negeri Kulam Data Lhoknga adalah:
a. Tingkat kesadaran masyarakat umum dan keluarga penyandang kelainan khusus tentang arti pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang relatif kurang. Solusi: Sekolah mensosialisasikan pentingnya pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, mengadakan pelatihan ketrampilan dan pengembangan bakat minat.
b. Masih terbatas sarana dan prasarananya. Seperti minimnya alat peraga dalam media pembelajaran. Solusi:
Memanfaatkan dan mendayagunakan dengan sebaik- baiknya sarana prasarana yang ada.
c. Buku-buku penunjang khususnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SD Negeri Kulam Data untuk siswa berkebutuhan khusus sesuai jenis ketunaan belum ada. Solusi: Dalam pelaksanaannya guru menggunakan buku-buku Pendidikan Agama Islam yang sudah ada.
d. Jam pelajaran Pendidikan Agama Islam yang dirasa masih kurang. Solusi: Guru Pendidikan Agama Islam mengadakan jam tambahan sepulang sekolah bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
e. Kurangnya kesadaran dari siswa dalam mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam. Solusi: Sebisa mungkin guru Pendidikan Agama Islam melakukan pendekatan secara halus kepada siswa dan menjadikan suasana pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang menyenagkan.
Daftar Pustaka
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi Guru, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
Abu Ahmadi, Psikologi Belajar, Jakarta: Rinekacipta, 2008.
Budiyanto, dkk, Modul Pelatihan Pendidikan Inklusif, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar, 2012.
Direktorat Pembinaan SLB, Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, Jakarta, Depdiknas, 2007.
Direktorat PSLB, Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi (Mengenal Pendidikan Terpadu), Jakarta: Depdiknas, 2007
Hallahan dan Kauffman, Exceptional Learners; Introduction to Special Education 10th ed, USA: Person, 2006.
Heri Purwanto, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung: UPI, 1988
Hunt dan Marshall, Exceptional Children and Youth, Boston: Houghton Miffin Company, 2005.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 Tentang Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa Permendiknas No. 70 tahun 2009.
Sue Stubbs, Inclusive Education Where There Few Resources, alih bahasa Susi Septaviana R, Didi Tarsidi Jurusan Pendidikan Luar Biasa, UPI (ed.) 2002.
Suyanto dan Mudjito. Masa Depan Pendidikan Inklusif, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar, 2012
Undang-undang No 20 tahun 2003 pasal 11 ayat 1
Wirawan Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.