• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN ITUKUM TERHADAP PEREMPUAN SEBAGAI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PERLINDUNGAN ITUKUM TERHADAP PEREMPUAN SEBAGAI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

JAKNAL IEGAUTAS I/OLUME 2 NO,I, FEB 2OO9

PERLINDUNGAN ITUKUM TER}LA.DAP PEREMPUAN SEBAGAI KORBAN

KEKERASAII DALAM RUMAH

TANGGA

Oleh. Fenty U. Puluhulawa AbstraA

Ihe housed crirne is one of the action against the Act No 39 year 1999 of Human Right, Act No 2i year 2004 of obliteration of housihold crime. As well, this hosedhold crimeis one

of

the oflense toward the Inte-rnotionol convention of Eliminotion of All forms of Discrimination AgainsWoman (CEDAW).

The emerging o/ the regulation of crime toward womcm bqsed on the throught thot citizens hold the rigkt to obtain the savety feeting end

free from all

crime beased

on our

bqsic constitutioi

and

the PurcasilaBased on thoose thought, househotd crime and discriminotion toward womc* hos

to

be elimination. Iherefore, the victim

of

the household crime, which mostly womail, hove to obtain protectionfrim the government ang the communigt. Ihis is in order to make them ovoided

from

crime

or

crime threats, torture, and anyother action which disgracing the human pride.

-

Subrtantialy, Indonesian has many low tools

to

regulare this problem. In fact, the implementation and aplication of thoosi regulation

ye lot

as

it

is expected rherefore it dis belief from the society toward the low it self. rhere/ore, socialization to all parts ofthe society needs to be done in order to minimazed the household crime action

Kata

Kunci: Perlindungan Hulcum, Perempuan, Korbon Kekerasqn, Rumah Tangga

Pengantar

Bila

ditelusuri secara mendalam maka dapat dipastikan bahwa setiap orang yang membentuk rumah tangga

menginkan untuk hidup

bahagia

sejahtera untuk

selama-lamanya.

Tidak sedikitpun tersirat

maupun

tersurat dalam hati yang

bersangkutan bahwa tujuan berumah

tangga adalah untuk

melalnrkan

tindak kekerasan dalam

rumah tangga. Bagai mana cara mencapai

tujuan rumah tangga

untuk
(2)

JURNAL LEGALUTASYOLUME 2 NO.I, FEB 2OO9

mendapatkan keluarga bahagia dan sejahtera sangatlah bergantung dari

kedua belah pihak baik

suami

ataupun istri. SetiaP

keluarga

mempunyai cara sendiri

dalam

mencapai keluarga Yang harmonis

dan sejahtera.

Dalam mengarungi

bahtera rumah

tangga tidak jarang

terjadi adanya

badai yang

menerPa Yang

kadangkala sulit diduga

kaPan

datangnya. Perbedaan latar belakang buday4 karak;ter, serta kebiasaan

dll

apabila

tidak

dikelola dengan baih

maka berpotensi

menimbulkan

konflik yang akan

menimbulkan petaka cukup dahsYat. Oleh karena itu adanya perbedaan yang walaupun

tidak terlalu besar

aPabila tidak

ditangani dengan baik

akan

berdarnpak pada timbulnya tindakan

kekerasan dalam rumah

tangga

(domestic violencence).

Dalam

hal terjadinya

tindak

kekerasan dalam

rumah tanggq maka biasanYa Pihak

yang mempunyai Posisi

lemah

senantiasa selalu menjadi korban baik secara

fisik

maupun secara pshikis'

Tindakan ini tsntunya

daPat

mernbawa dampak yang cukuP serius

bagi

kelangsungan

hidup

keluarga.

Apabila hal

ini

terus dibiarkan, maka keadaan

yang buruk

sudah daPat

dipastikan terjadi. Tinda-kan ini tentunya melanggar hak

asasi

manusia. Tindakan kekerasan Yang

terjadi

dalam rumah tarlgga adalah perbuatan

yang selain

melanggar

Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

(HAM)

,

Undang-Undang

Nomor 23

tahun

2004 tentang Penghapusan Kekerasan

Dalam Rumah Tangga

juga

melanggar konvensi

internasional

tentang Convention on

the

Elimination of All Forms of Diskrimination Agains

Women

(CEDAW) yaitu Penghapusan segala

bentuk diskriminasi

terhadaP

perempuan.Dalam

konteks

inter- nasional sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB)

Indonesia mengenrban targgung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan

Deklarasi

Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration

of

Human

Right)

Yang telah ditetapkan

oleh PBB

sebagai

instrumen internasional

lainnYa

mengenai Hak Asasi

Manusia

Sebagai tindak

laqjut dari

ratifikasi tersebut maka Pada tanggal

24 luli

1984 melalui persetujuan DPR telah diundangkanlah Undang-Undang No-

mor 7

tahun 1984 yang meruPakan pengesahan konvensi tersebut. Hal

ini tentunya haruslah

ditindaklanjuti dengan implementasi melalui produk hukum nasional yang telah diwujud-

kan dengan

keluarnYa ketentuan

seba-gaimana telah disebutkan di atas

yakni

Undang-Undang

Nomor

23

tahnn 2004 tentang

PenghaPusan Kekerasan

Dalam

Rumah Tangga.

Munculnya ketentuan

tentang

Tindak Kekerasan

TerhadaP
(3)

JURNALLEGALUTAS YOL(AIE 2 NO.I, FEB 2OOg

Perempuan bertolak dari

pe-

mikiran bahwa setiap *aiga Negara barhak

mendapatkan rasa aman dan bebas

dari

segala bentuk kekerasan

sesuai

dengan falsafah

Pancasila dan Undang

-Undang

Dasar 1945. Berdasarkan

hal tersebut, maka segala macam bentuk kekerasan dalam rumah tangga serta segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan harus dihapus.Atas dasar inilah maka korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan ada- lah kaum perempuan, haruslah men- dapat perlindungan dari negara dan atau masyarakat agar terhindar dan bebas

dari

kekerasan atau ancaman

kekerasan, penyiksaaq

atau perlakuan yang merendahkan derajat dan marta-b41 kemil1usiaen.

Secara substansial

Indonesia

memiliki berbagai

perang-kat

hukum yang mengatur

tentang rnasalah

ini, akan tetapi

dalam kenyataannya masalah penegakan

hukum di lndonesia masih

juga menjadi sorotan

dari

semua pihak,

dan hal ini tentunya

berdampak pada ketidak percayaan masyarakat terhadap

hukum.

Beber-apa fakta

yang dapat

dikemukakan sebagaimana dimuat dalam headline media

lokal

Gorontalo post dinya-

takan bahwa hasil

penelitian

Korimas Perlindungan

Anak

(Komnas PA) tahun

2006 drnyatakan bahwa angka perceraian

di

Indonesia terus meningkat setiap

tahunnya yang dirata -ratakan naik

3,6Yo untuk setiap

daerahnya.

Faktor penyebab

timbul-nya

perceraian 26 kasus

(23,95%)

terjadi karena faktor

ekonomi,

faktor lain karena

pertengkaran terus mene-rus

21

kasus (19,26%), kekerasan dalam rumah tangga 13

kasus (11,92Yo), perselingkuhan 9

kasus (8,25Yo), campur

tangan

keluarga 15 kasus

(13,7 60/o),

kelainan seksual

4

kasus (3,660/o).

Faktor lainnya adalah

ketidak

cocokan keluarga.

Data-data

tersebut adalah

merupakan gambaran dari keadaan yang ada di berbagai provinsi

di

Indonesia.Dari data-data

yang telah

dikemukakan

di atas

semuanya menimbulkan dampak

baik

secara

fisik

maupun psikhis bagi perempuan

itu

sendiri.

Gejala lain yang muncul

bahwa

masyarakat cenderung

ingin

menghakimi sendiri

perbuatannya

dari pada

menyelesaikan melalui

proses hukum yang

berlaku.

Idealnya munculnya undang -

undang tindak kekerasan

dalam

rumah tangga diharapkan

dapat

mencegah terjadinya

kekerasan

dalam rumah tangga akan

tetapi

munculnya

berbagai kasus kekerasan terhadap rumah tangga ini memberikan indikasi bahwa hukum

belum mampu

memberikan per- lindungan yang maksimal terhadap

korban sebagai akibat

tindak kekerasan yang tedadi dalam rumah
(4)

JURNAL LEGALUTASVOLUME 2 NO.I, FEB 2OO9

tangga. Oleh sebab itu

Perlu

perhatian

yang

serius

dari

semua

pihak untuk menangani ha1 tersebut, sehingga dengan demikian frekuensi terjadinya

tindak

kekerasan dalam rumah tangga dapat diminimalkan.

Materi ini sengaja

disampaikan dalam bentuk pen-yuluhan hukum kepada masyarakat agar masyarakat

memahanri keberadaan

undang- undang yang kurang

lebih 2

tahun diberlalnrkan di Indonesi a.

Adapun yang menjadi inti

permasalahan

yang

disamPaikan

adalah bagaimana

perlindungan

h"kop terhadap korban

tindak kekerasan dalam rumah tangg{?

Tinjauan Pustalie

Secara umum Undang- Undang Nomor 23

ahun

2004 sebagai salah satu perangkat hukum Yang msngatur

tentang

Penghapusan Kekerasan

datam rumah tangga

menYatakan bahw4 Kekerasan TerhadaP Rumah

Tangga

adalah setiaP Perbuatan terhadap seseorang terutama perem-

pruul yang berakibat

timbulnYa kesengsaraan atau penderitaan secara

fisik,

seksual, psikologis,

dan

atau

penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatarq pemaksaan, atau peram-pasan kemer- dekaan secara melawan huk-um dalam

-

lingkup

rumah tangga.Dari definisi yang diberikan oleh undang-undang

di atas tampak bahwa

tindak kekerasan

yang dimaksud

adalah

tindak kekerasan yang terjadi dalam

rumah tlngga yang

secara khusus

dilakukan terhadap

perempuan

dengan menimbulkan

akibat

yang tidak baik bagi korban.

Selanjutnya dalam

undang-

undang ini dinyatakan

bahwa Penghapusan

Kekerasan

Dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang

diberikan oleh Negara

untuk

mencegah terjadinya

kekerasan

dalam rumah tanggq

menindak

pelaku kekerasan dalam

rumah

tangga dan melindungi

korban

kekerasan dalam rumah tangga.

Tindak kekerasan dalam rurnah

tangga

adalah perbuatan

yang

di samping

menimbulkan

penderitaan

secara fisik juga

menimbulkan penderitaan

secara psilfiis

bagi perempuan.

Oleh

sebab

itu

sudah

seharusnya

dihapus.

Penghapusan

Tindak

Kekerasan

Dalarn

Rumah Tangga bertujuan untuk:

1. Mencegah segala

bentuk

kekerasan dalam rumatr tangga.

2. Melindungi korban

kekerasan

dalam rumah tangga

3. Menindak pelaku

dalam

kekerasan rumah tatgga

4. Memelihara keutuhan

rumah

tangga yailg harmonis

dan

sejahtera.

Selain tujuan yang dikemukakan di atas maka Penghapusan Kekerasan

Dalam

Rumah Tangga didasarkan
(5)

1

JURNAL LEGALUTAS I/OLUME 2 NO.I, FEB 2OO9

atas asas penghormatan

hak

asasi,

keadilan dan

kesetaraan gender,

nondiskriminasi,

dan

perlindungan

korban. Hal ini

sebagaimana dikemukakan

oleh

Mansour Faqih

(1997: 72), yang

mengemukakan bahwa diskriminasi menurut analisis

gender lebih dititkberatkan

pada adarrya ketidakadilan stnrktural dan sistem yang disebabkan oleh gender.

Dengan menggurakan

analisis gender, maka ditemukan manifestasi ketidak adilan sebagai berikut:

1.

Terjadinya marginalisasi (pemiskinan ekonomi) terhadap kaum perempuar; meskipun tidak setiap marginalisasi perempum disebabkan

oleh

ketidakadilan

gender. Misalnya

barryaknya perempuan

yang

tersingkirkan

dan menjadi miskin

akibat

program pertanian

Revolusi Hijau yang hanya memfokuskan

pada petani laki-laki. Hal ini

karena asumsinya bahwa petani itu identik dengan kaum laki-laki.

Atas

dasar

itu banyak

petani perempuan tergusru

dari

sawah

dan pertanian bersamaan dengan tergusurnya ani-ani, kredit untuk petani yang artinya adalah petani

laki-laki, serta

pelatihan

pertanian yang hanya ditujukan

untuk

kaum lakiJaki.Jadi yang

menjadi

permasalahan adalah

pemiskinan petani

perempuan

yang akibat bias gender.

Di

bidang lain banyak

sekali

pekerjaan perempwrn

seperti

guru TK atau

sekretaris yang

dinilai lebih rendah

dari dibanding pekerjaan laki-laki dan seringkali berpengaruh terhadap perbedaan gaji antara keduajenis pekerjaan tersebut.

2. Terjadinya sub ordinasi

pada

salah satu jenis

kelarnin, umunnya pada kaum perempuan.

Dalam rumah tangga masyarakat

firaupun negar4

banyak

kebijakan yang dibuat

tanpa

menganggap penting

kaum

perempuan.Misalnya

adanya anggapan bahwa perempuan toh nantinya akan ke dapur, mengapa harus disekolahkan,

ini

adalah

bentuk suborganisasi

yang

dimaksudkan. Bentuk

dan

mekanisme sub ordinasi tersebut dari wakfu ke waktu, dari tempat

ke tempat pasti

berbeda.

Misalnya

ada

anggapan bahwa

perempuan mempunyal

pembawaan emosional sehingga

dianggap tidak tepat

tampil sebagai pemimpia

ini

adalah sub

ordinasi dan diskriminasi berdasarkan gender. Selama berabad-abad dengan alasan

doktrin agama kaum perempuan

tidak

boleh memimpin apapun,

termasuk masalah

keduniaan,

tidak dipercaya memberi

kesaksian, bahkan tidak

memperoleh

warisan.

Adanya

penafsiran agamLa

yang

I I I

! i I I I

(6)

JI]RNAL LEGAI,TTAS YOLUME 2 NO.1, FEB 2OA9

J.

mengakibatkan subordinasi dan marginalisasi

kaum

perempuan itulah yang dipersoalkan.

Adanya pelabelan

negatife

(s tre otipe) terhadap

jenit

kslami n tertentu dan akibat sffeotipe itu

terjadi diskriminasi

serta

berbagai ketidakadilan lainnya.

Dalam masyarakat, banyak sekali streotipe

yang

diletakkan pada kaum perempuan yang berakibat

membatasi,

menyulitkan, merniskinkan

serta

merugikan

kaurn perempuan. Hal ini

disebabkan

adanya

keyakinan masyarakat bahwa kaum laki-laki adalah

pencari

nafl<ah (bread

winer)

misalnya,

maka

setiap pekeqaan

yang

dilakukan oleh perempuan dinilai hanya sebagai tarnbahan

dan oleh

karenanya boleh saja dibayar lebih rendah.

Oleh

sebab

itu

dalam keluarga

sopir (dianggap

sebagai

pekerjaan

laki-laki) dan

sering dibayar

lebih tinggi

dibanding pembantu rumah tangga (peran gender perempuan) meski tidak ada yang bisa menjamin bahwa pekerjaan sopir

lebih

berat dan

lebih sulit

dibandingkan memasak dan mencuci.

kekerasan

(violence)

terhadap jenis kelamin tertentu, umrunnya perempuan perbedaan gender.

Kekerasan ini

mencakup kekerasan

fisik

seperti perkosaan

dan pemukularq

sampai

kekerasan

dalam bentuk

halus seperti pelecehan seksual dan

penciptaan

ketergantungan.

Banyak sekali

kekerasan

terhadap perempuan yang terjadi karena adanya streotipe gender dan sosialisasi gender yang amat

lama

sehingga mengakibatkan

kaum

perempuan secara fisik lemah dan laki-laki umunya lebih

kuat maka hal itu

tidak

menimbulkan masalah sepanjang anggapan lemahnya perempuan

tersebut mendorong

laki-laki

boleh dan bisa

seenaknya

memukul dan

mernperkosa

perempum. Banyak

tsdadi perkosaan

jusfru

bukan karena unsur kecantikan narnun

krena

kekuasaan dan streotipe ge,nder

yang diletakkan pada

kaum perempuan.

5.

Karena peran gender perempuan adalah mengelolah rumah

tmggq

maka banyak perenrpu{m yang

menanggung beban

kerja

domestik lebih banyak dan lebih lama. Dengan

kata lain,

peran

gender

perempuan mengelol4

menjaga dan

memelihara

kerapian tersebut

telah

mengakibatkan

tumbuhnya tradisi dan keyakinan masyarakat bahwa mereka harus bertanggung

jawab atas

terlaksananya keseluruhan pekerjaan domestik.

Sosialisasi peran gender tersebut

menimbulkan rasa

bersalah

4.

(7)

J{TRNAL LEGALUTAS VOLUME 2 NO.], FEB 2OO9

dalam

diri

perempuan

jika

tidak

menjalankan tugas-tugas domestik tersebut. Sedang bagi kaum laki-laki tidak saja merasa

bukan tanggung

jawabny4 bahkan banyak hadisi adat yang melarang laki-laki

tillibat

dalarn

peke{aan domestik.

Beban tersebut bahkan menjadi dua kali

lipat

bagi bagi perempuan yang bekerja

di luar rumah.

Selain

bekda di luar

rumatr, mereka

juga masih harus

bertanggung jawab atas keseluruhan pekerjaan domestik. Maka hubungan antara buruh dengan ishinya be6entuk cara produksi

yang

feodalistik,

yakni para buruh

membeli

perempuan guna

rnelal,ani keluarga. Namum

bagi

mereka

yang secara ekonomi

cukup, pekerjaan domestik

ini

kemudian dilimpahkan ke pihak lain yakni pembantu rumah tangga. Proses

ini

mengandung

arti

terjadi

pemindahan

marginalisasi subordinasi

dan beban

kerja (burden)

dari

para

istri ke

para pembantu

rumah

tangga yang

kebanyakan juga

kaum perempuan.

Peristiwa hukum dalam lapangan

hukum pidana disebut

sebagai Strsbaar

Feit

atau tindak pidana dan

peristiwa pidana dalam

lapangan hukum psrdata yang disebut dengan

istilah

Onrechtmatige

Daad

atau perbuatan melawan hukum,

Menurut Prodjodikoro

bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan

yang

pelakunya dikenakan pidana.

(Kansil, 2004:37)

Dalarn istilah tindak

pidana terdapat unsur-unsur

yakni

unsur

objektif dan subjeltif.

Unsur

subj ektif terdiri dari :

.

Kesengajaan atau Ketidaksengaja-an

r

Maksud pada suatu percobaan

o

Macam-macam maksud

o

Msrencanakan

terlebih

dahulu Sedangkan unsur-unsur objektif dari tindak pidana meliputi:

o

Sifat melanggar hukum

o

Kualitas dari si pelaku

o

Kausalitas yaitu hubungan antara suafu tindakan sebagai penyebab dengan kenyataan sebagai akibat (Fuad dan Tongat 2004:34)

Secara sederhana

kata perlindungan memiliki 3 unsur yakni, subjek yang melindungi, objek yang

akan terlindungi

karenanya" alat,

instrumen maupun upaya

yang

dipergunakan untuk

tercapainya perlindungan tersebut.

Kehadiran huk-um di

dalarn

masyarakat di antaranya adatah untuk mengintegrasikan

dan

mengkoor- dinasikan kepentingan

yang

saling bsrbenturan antara

satu

sama lain, sehingga benturan tersebut sedapat mungkin diminimalkan.
(8)

JURNAL LEGALUTASVOLUME 2 NO.], FEB 2OO9

Hukum adalah

mewakili

otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan-kepentingan manusia yang

perlu dilindungi

dan

di

atur,

oleh

sebab

itu untuk

memberikan

perlindungan tersebut ,

maka

manusia telah mati Pun

masih

mendapatkan tempat dalam hukum,

termasuk manusia yang

masih

dalam kandungan

apabila

kepentingannya menghendaki untuk itu.(Rahardjo, 2000: 53)

Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Undang-Undang

Nomor

23

tahun 2004

menetapkan tentang

bsntuk-bentuk kekerasan

dalarn

rumah tanggayaitrl

Kekerasan Fisik,

meliPuti

memukul, menafirpar,

mencekik, menendang melempar barang barang kefllbuh korban, menginjalg melukai

dengan tangan kosong

atau

alatlsenj ata, membunuh.

Psikologis, bertsriak-

terialq menyumpah,msngancam,

merendahkan" mengatur, melecehkan,

menguntit, dan

mernata-matai,

tindakan-tindakan lain

Yang menimbulkan rasa

takut

(temrasuk yang diarahkan kepada orang-orang

dekat korban, misalnya

keluarg4 anak, suarni, teman dekat dll).

Seksual, melakukan tindakan

yang

mengmah

ke

ajakan/desakan seksual

sepfii

menyenhrh, merabq

mencitrm dan atau

melakukan

tindakan-tindakan

lain yang

tidak

dikehsndaki korban,

menonton

produk pornografi, gurauan-gurauan

seksual yang tidak

dikehendaki

korban,

ucapan-ucapan yang merendahkan

dan

melecehkan dan

mengarah pada aspek

jenis

kelamin/seks korban,

metnaksa

berhubungan seks tanpa persetujuan

korban dengan kekerasan

fisik maupun

tidah

memaksa melalarkan aktivitas-aktivitas seksual yang tidak disukai, merendahkan, menyakiti atau melukai korban.

Finansial, mengambil

uang

korbaru menahan dan

tidak

memberikan kebutuhan

financial

korbaru mengendalikan

dan

mengawasi pengeluaran uang sampai sekecil-kecilnya, semuanya dengan maksud untuk dapat mengendalikan tindakan korban.

Spriual,

merendatrkan keyakinan dan kepercayaan korban, memaksa korban untuk meyakini hal- hal yang tidak

diyakirioyq

mamaksa

korban

mempraktikan

ritual

dm

keyakinan tertentu.

MasYarakat

masih menganggap bahwa wilaYah rumah taflgga masuk dalam wilaYah domestic

yang

bebas

dari

camPur tangan

pihak luar. Oleh

sebab itu segala peristiwa yang terjadi dalam rumah

tarlgga. Semua

Perbuatan

yang telah disebutkan

aPabila

dilanggar, maka akan dikenai sanksi pidana berdasarkan unfleng-undang ini.

qk+::--:

(9)

JURNAL IEGALUTAS VOLUME 2 NO.I, FEB 2OO9

Faktor-Faktor

Yarg

Memungkinkan

Tindak

Kekerasan

Dalam

Rnmah Tangga

1. Sebagian besar

masyarakat cenderung

sulit

untuk diketahui

pihak lum balrkan

penegak

hukum sekalipun,

terlebih

peristiwa yang terkait

dengan hubungan suami isteri, sehingga

tabu untuk

dikomunikasikan dengan orang lain.

2. Pffaturan perundangan

yang

mensyaratkan bahwa

tindak pidana yang terjadi datam rumah tangga merupakan

delik

aduan,

sehingga bila korban

tidak mengadu

pada yang

berwajib,

pihak berwajib tidak

bisa melakukan apa-apa. Kondisi

ini

membuat pelaku merasa terbebas dari sanksi pidana dari peraturan yang ada.

3.

Adanya cultur poternalistic

yutg mengajarkan bahwa

isteri

haruslah setia dan tzat

pada suami tanpa reserve. Tidak turut

apa yang menjadi

keinginan suami berarti

tidak

setia, tidak baik dan melanggar adat istiadat.

Hal ini pada

akhirnya menimbulkan rasa

nrima

isteri

terhadap perlakuan

macam

apapun dari suaminya.

Bila suami berbuat kejam atau tidak sewajarnya terhadap isterinya, itu sudah hal yang

lunrah.

Bahkan

yang lebih ekstrim

adanya

pandangan bahwa

perbuatan

yang

tidak

menyenangkan yang dilakukan suarni terhadap isteri semuanya adalah kesalahan isteri.

Oleh sebab itu isteri merasa layak

dihukum dan

diperlalrukan demikian.

4.

Penegak hukun masih ragu-ragu

dalarn menangani

kekerasan seksual

suami

terhadap isteri.

Masih ada kebimbangan apakah

ini tindak pidana atau

bukan, sehingga setiap ada laporan atau pengaduan pengaduannya

menjadi bertele-tele,

korban

akhirnya enggan

mengadu.

Belum lagi

petugas penerima

laporan yang

kurang professional.

5.

Sejaian dengan hukum pernbuktian,

tindak kekerasan

sumri

terhadp isteri masuk ke wilayah pembuktian

yang

teramat

nnnit

Dbutuhkan keterangan saksi, keterangan ahli"

sxd

(visum et repertum), petuqiuk

serh

keterangan terdakwa yang

memang sangat sulit

mem-

perolehnya Parapihak ymg terkait dsngm kasus

ini

terkendala pada

beban psikologis

rmhrk

mengungkrykan qa

adanya sehingga

bukti-bukti itu

sering

hanyalah merupakan

sebuah rekayasa.

Masalah Yang Dihadapi

Kaum

Perempuan Terhadap

Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga

L-

(10)

.NIRNAL IEGALUTAS VOLUME 2 NO,I, FEB 2OO9

1. Tidak mudah

melaPorkan

kasusnya karena dianggaP mem- buka aib keluarga.

2.

Ragu melaporkan karena bias, yang dipersalahkan adalah Pihak perempuan karena

tidak

benar

msngurus keluarga.

3. Takut

melaporkan karena bias memperparah kekerasan yang dialaminya. Suami semakin gelaP mata kalau mengetahui isterinYa berani melaporkan dirinYa.

4.

Berani melapor

ke polisi,

tetapi respon aparat yang

tidak

serius,

karena kasus ini

dianggaP

sebagai masalah Pribadi, atauPun

direspon tetaPi sulit

untuk

msmbultikan tindak

kekerasan

yang terjadi.

5.

Berani melapor

dan

ada bukti

kuat. Dilema buat

seorang

perempurn aPabila sang suarni sebagai pencari naftah keluarga dipenjara atas perbuatan yang dia lakukan terhadaP isterinYa.

Dai

beberaPa Poin Yang telah diuraikan

di

atas, maka Ymg menjadi

korban adalah pihak yang lemah dalart hal ini perqnpuan. Oleh sebab itu sejak tahun 2004 pemerintah Indonesia telah melalarkan kebijakan mengeluarkan Undang-Undanf

Nomor 23

Tahun

2004 tentang Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Undang-undarg

ini

sengaja dikeluarkan dalam rangka melindungi

kaum perempuan dari

tindakan

semena-mena kaum lakai-laki'

Perlindungan

Hukum Bagi

Kaum Perempuan

Undang-undang

No 23

tahun

2004 tentang

PenghaPusan Kekerasan.

Dalam

Rumah Tangga

dalam

Pasal

44

menyatakan: (1)

Setiap orang yang

melakukan perbuatan kekerasan

fisik

dalam

lingkup rumah tangga

diPidana paling larna

5

tahun atau denda 15 juta rupiah; (2) Dalam hal Perbuatan tersebut

di

atas, yang bersangkutan

jat h sakit maka

diancam Pidana paling

lama 10

tahun penjara atau denda

30 juta

rupiah;

(3)

APabila menimbulkan matinya orang dipidana dengan pidana penjara paling lama 15

tahun atau denda 45 juta ruPiafu (4) Dalam

hal

perbuatan dilakukan tapi

tidak

menimbulkan rasa

sakit

dan halangan dalam melakukan pekerj aan maka dipidana paling lama

4

bulan atau denda

5 juta

ruPiah.Pasal 45

berbunyi: (1) Apabila

seseorang

melakukan kekerasan psikhis dalam lingtup rumah tanggq maka dipidana penjara

3

tahun atau denda Paling lama

9

tahun; (?) APabila Perbuatan

tersebut dilalokan dan

tidak menimbulkan rasa sakit dan halangan

dalam

melakukan Pekerjaan maka dipidana

4

bulan atau denda 3 juta rupiah.

Pasal 46

berbunYi: APabila

melakukan

tindak

kekerasanseksual maka dipidana penjara 12 tahun, atau denda 36 juta rupiah
(11)

JURNAL LEGALUTAS VOLL]ME 2 NO.I, FEB 2OOg

Pasal

47

berbunyi: Msmaksa

melakukan hubungan

seksual,

dipidana dengan pidana

penJara

minimal

4

tahun maksimal 15 tahun atau denda

12

jata, maksimal 300 jutarupiah.

Pasal 48 berbunyi:

Apabila

perbuatan

sebagaimana dimaksud mengakibatkan

korban

mendapat

luka yang tidak

memberi harapan

sembuh sama sekali,

mengalami gangguan daya

pikir

atau gangguan kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 minggu terus menerus atau 1 tahun

tidak berturut-turug gugur

atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan

tidak

berfirngsinya

alat reproduksi, dipidana

paling singkat

5

tahun atau penjara paling

lama

20

tahun, atau denda paling sedikit

25

jata rupiah, paline banyak 500 juta rupiah.

Pasal

49

berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3

tahun atau denda paling banyak 15

juta rupiah setiap orang yang: (a) me- nelantarkan orang lain dalam lingtr-up

rumah tangganya pasal

9 (1);

(b) menelantarkan orang lain sebagaiman dimaksud dalam pasal g (2).

Penutup

Dari

hal-hal

yang

diuraikan di

atas ternyata begitu

besar perlindungan hukum yang diberikan oleh Negara kepada seorang perem- puarL derni untuk peningkatan harkat dan marlabat perempuan itu sendiri.
(12)

JURNAL LAGALUTAS VOLUME 2 NO. I, FEB 2OO9

Daftar Pustaka

Fuad

UsfA A,

2004, Pengantat Hulatm Pidona,lJniversitas Muhamadiyah Malang,Malang.

Kansil, CST, 2004, Pokok-Polcok Hulatm Pidana, Hulatm Pidana Untuk tiap Orang, Pradya Paramita

Luhulima

Archi

Sudarti, 2000, Pemahaman Bentuk Bentuk Tindak Kekerasan

Dalam

Rumah Tangga, Pusat

Kajim wanita

dan Jender universias

Indonesi4 Jakarta

Mertokusumo,

S, 2004,

Penemuan

Huhtm sebuah

Penganlar, Liberty, Yogfakarta.

Rahardjo, Sadipto, 2000, Ilmu Hulatm, Citra Aditya Bakti, Bandung

Soekanto, Soerjono, 1984, Pengantar Penelitidn Huhtm, Universitas Indonesia Pres, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekprasan Dalam Rumah Tangga.

Keputusan Presiden

Nomor l8l

tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti

Kelreras an TerhadaP P eremPuan'

Referensi

Dokumen terkait

23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, diharapkan semua pihak dapat memahami keberadaan undang-undang ini, khususnya kepada petugas penegak

Menurut Undang – Undang Nomor 23(10) Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga mengenai hak – hak pembantu rumah tangga yang menjadi

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam

Undang-undang RI Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kekerasan dalam rumah tangga adalah:

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Pasal 1 angka 4: Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa

, Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Universitas

berumah tangga, sebagaimana yang dikonsepsikan dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah 1 Tangga selanjutnya disebut

23 Tahun 2004 tentang penghapusan kekerasan Dalam Rumah Tangga menyatakan bahwa: “Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang