• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN RUMAH TANGGA DALAM UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGAPUSAN KDRT (Studi Kasus Polres Kota Palu) Madia Sartika Benny D. Yusman Awaliah Abstrak - PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN RUMAH TANGG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN RUMAH TANGGA DALAM UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGAPUSAN KDRT (Studi Kasus Polres Kota Palu) Madia Sartika Benny D. Yusman Awaliah Abstrak - PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN RUMAH TANGG"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

709 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN KEKERASAN RUMAH TANGGA DALAM UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2004

TENTANG PENGAPUSAN KDRT (Studi Kasus Polres Kota Palu)

Madia Sartika Benny D. Yusman

Awaliah

Abstrak

Tulisan ini bertujuan untuk mengkaji efektifitas penegakan hukum tentang kekersan dalam rumah tangga di Indonesia dari prospektif sosiologi. Soerjono soekanto mengatakan bahwa efektif atau tidaknya penegakan hukum dalam masyarakat di tentukan oleh beberapa faktor, yaitu apatar hukum, asilitas hukum, kesadaran hukum, kaidah hukum, dan budaya hukum. Prespektif sosiologis di pilih dalam kajian karena penegakan hukum tidak lain adalah upaya melaksanakan hukum dalam masyarakat yang meniscayakan terjadinya interaksi antara hukum sebagai ketentuan normative dengan unsur-unsur dalam masyarakat, seperti nilai, institusi, norma dan lain-lain. Hukum tentrang kekerasan dalam rumah tangga yang di berlakukan melalui Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 hingga saat ini belum sepenuhnya dapat di tegakan secara efekti untuk memberikan perlindungan terhadap korban KDRT.

Kata kunci : penegakan hukum, KDRT, prespektif sosiologis. I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setelah hampir tujuh tahun di berlakukan, UU ini di satu sisi menuai banyak pujian karena di anggap dapat mengatasi sebagian persoalan KDRT dengan lebih mudah , namun di lain sisi mengundang kritik yang tidak sedikit. Hal ini mengundang pertanyaan bagaimana menegakan hukum KDRT, apakah aparat hukum serius menerapkan Undang-Undang ini, atau justru semangat melindungi koraban

(2)

710 kejahatan dalam konteks kehidupan

berumah tangga, sebagaimana yang dikonsepsikan dalam Undang Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah1 Tangga selanjutnya disebut UU PKDRT, adalah sebagai berikut Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”. Sarana non penal inilah sesungguhnya ruang bagi etiologi kriminologi untuk berperan maksimal dalam mnembahas KDRT. Di sini etiologi criminal menerobos bagaimana efektifitasnya non penal dengan mempergunakan optic psikologi, psikiatri dan sosiologi criminal untuk membedah KDRT bahkan menawarkan solusi agar penal menjadi ultimum

remedium dan bukan primum

remedium.

Menurut Douglas dan Waksler istilah kekerasan sebenarnya digunakan

1

Pasal 1 Undang-undang No. 23 Tahun 2004

Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

untuk menggambarkan perilaku, baik yang terbuka (overt) atau tertutup (covert), baik yang bersifat menyerang (offensive) atau yang bertahan (defensive), yang disertai penggunaan kekuatan kepada orang lain. Oleh karena itu secara umum ada empat jenis kekerasan: 2

1. kekerasan terbuka, kekerasan yang diliat, seperti perkelahian

2. kekerasan tertutup, kekerasan yang tersembunyi atau tidak dilakukan seperti mengancam;

3. kekerasan agresif, kekerasan dilakukan tidak untuk perlindungan, tetapi untuk mendapatkan sesuatu, seperti penjabalan; dan kekerasan defensive, kekerasan yang dilakukan untuk perlindungan diri. Baik kekerasan agresif maupun defensive bisa bersifat terbuka atau tertutup prespektif defenisi kekerasan di atas lebih menekankan pada sifat dari sebuah kekerasan. Bagaimana sebuah kekerasan itu disebut terbuka, tertutup, agresif, dan ofensif. Kiranya ini akan dapat

2

Douglas, Jack D. & Frances Chaput Waksler;

Kekerasan dalam Teori-Teori Kekerasan;

(3)

711 dihubungkan dengan kekerasan

macam apa yang terjadi dalam sebuah rumah tangga.

Sally E. Merry,3 “Kekerasan adalah... suatu tanda dari perjuangan untuk memelihara beberapa fantasi dari identitas dan kekuasaan. Kekerasan muncul, dalam analisa tersebut, sebagai

sensitifitas jender dan jenis kelamin”.

Sangat filosofis pendapat Sally ini, namun dapat ditangkap maknanya bahwa perilaku kekerasan sangat berkorelasi dengan kehausan akan bagaimana mengekspresikan dirinya, bahwa dialah yang memiliki kekuatan (power) dan karenanya dia pun patut melakukan apa saja termasuk kekerasan baik terhadap isterinya bahkan anak-anaknya.

Berbagai bentuk kekerasan fisik kepada isteri tidak hanya bersifat fisik seperti melempar sesuatu, memukul, menampar, sampai membunuh. Namun juga bersifat non fisik seperti menghina, berbicara kasar, ancaman. Kekerasan seperti ini adalah dalam bentuk kekerasan psikologi/kejiwaan. Dari kasus-kasus seperti di atas, ternyata masih banyak kasus kekerasan terhadap isteri yang tidak di

3

Blok Jurnal Hukum, Perlindungan Terhadap perempuan melalui Undang-undang Kekerasan dalam Rumah Tangga

laporkan dengan alasan, bahwa hal ini merupakan urusan intern keluarga. Suatu penomena dalam masyarakat, Indonesia yang menganggap bahwa menceritakan keburukan atau tindak kekerasan yang di lakukan oleh suami sendiri adalah seperti membuka aib keluarga sendiri pada hal kita ketahui bersama bahwa tindakan suami tersebut merupakan suatu tindakan kriminal.

Pemahaman mengenai konsep perkawinan yang terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata berbeda dengan konsep perkawinan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan4 Pengertian mengenai perkawinan diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyatakan, bahwa : “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa“.

Masalah utama yang perlu mendapat perhatian adalah perlindungan hukum bagi perempuan khususnya isteri yang menjadi korban kekerasan suami. Walaupun dalam

4

Soemiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan, Liberty,

(4)

712 Kitab Undang-undang Hukum Pidana

ada beberapa pasal yang mampu menjerat perlakukan kekerasan ini, namun tindak kekerasan suami terhadap istri masih sering terjadi.

Latar belakang diberlakukannya undang-undang ini adalah sebagaimana dapat dibaca dalam bagian menimbang dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2004,yang antara lain menyatakan:

“Bahwa segala bentuk kekerasan,

terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan, serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus”. B.Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang yang telah diuruaikan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perlindungan hukum

terhadap korban kekerasan Rumah Tangga di Kota Palu

2. Apa saja yang menjadi hambatan-hambatan dalam pemberian perlindungan hukum terhadap korban Kekerasan Rumah Tangga. II. PEMBAHASAN

A. Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga di Polres Kota Palu

(5)

713 korban pada tingkat penyidikan,

penuntutan, pemeriksaan, dalam sidang pengadilan melalui koordinasi dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping dan pekerja social. Diskriminasi terhadap perempuan sudah lama ditentang oleh masyarakat internasional dengan adanya Convention on the Elimination of Discrimination of All Forms against Women tahun 1978 (CEDAW). Konvensi ini sudah diratifikasi oleh pemerintah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984. Dengan diratifikasinya konvensi tersebut, maka menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk mentransformasikan ketentuan yang ada dalam konvensi tersebut ke dalam hukum nasional. Salah satu perwujudan aturan dalam konvensi CEDAW ke dalam sistem hukum nasional kita adalah diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan kekerasan Dalam Rumah Tangga (selanjutnya ditulis UU PKDRT). Dikeluarkannya berbagai konvensi atau undang-undang berperspektif gender untuk melindungi perempuan dari pelanggaran HAM belum dapat sepenuhnya menjamin perempuan dari pelanggaran HAM. CEDAW yang cukup revolusioner telah menjamin hak-hak perempuan atas pekerjaan, politik, pendidikan,

perkawinan dan kesehatan. Oleh sebab itu, negara berperan sebagai penjaga HAM bagi warganya harus menjamin perolehan hak-hak secara de jure tetapi yang terpentingsecara de facto.

Sesungguhnya CEDAW merupakan senjata ampuh bagi perempuan menentang segala bentuk diskriminasi.

Sebelum adanya Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT), KDRT selalu diindikasikan sebagai salah satu bentuk delik aduan. Padahal sebenarnya apabila dilihat dalam Pasal 351 ayat 1 KUHP (tentang Penganiayaan) dan Pasal 356 KUHP(Pemberatan) sama sekali tidak mensyaratkan adanya satu delik aduan.

Dalam kamus besar bahasa Indonesia perlindungan berasal dari kata lindung yang memiliki arti

mengayomi, mencegah,

mempertahankan, dan membentengi. Sedangkan perlindungan berarti konservasi, pemeliharaan, penjagaan, asilun dan bunker. Beberapa unsur kata perlindungan :

1. Melindungi: menutupi supaya tidak terlihat/tampak,menjaga,memelihar a,merawat,menyelamatkan.

(6)

714 (perbuatan) memperlindungi

(menjadikan atau menyebabkan berlindung).

3. Pelindung: orang yang melindungi, alat untuk melindungi.

4. Terlindung: tertutupi oleh sesuatu hingga tidak kelihatan.

5. Lindungan: yang di lindungi, cak tempat berlindung, cak perbuatan. 6. Memperlindungi: menjadikan atau

menyebabkan berlindung.

7. Melindungkan: membuat diri terlindung.

Hubungan hukum (rechtsbetrekkingen) diartikan sebagai hubungan antara dua atau lebih subyek hukum, hubungan mana terdiri atas ikatan antara individu, dengan individu, antara individu dengan masyarakat atau antara masyarakat dengan masyarakat lain. Dalam hubungan hukum ini. Hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan dengan hak dan kewajiban pihak yang lain.

Perlindungan hukum selalu dikaitkan dengan konsep rechtstaat atau konsep Rule Of Lawkarena lahirnya konsep-konsep tersebut tidak lepas dari keinginan memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, konsep Rechtsct muncul di abad ke-19 yang pertama kali dicetuskan oleh Julius Stahl.Pada saatnya hampir bersamaan muncul pula

konsep negara hukum (rule of Law ) yang dipelopori oleh A.V.Dice

Menurut Grolman sebagai mana di kutip Yesmil Anwar memidanaan dalam hukum dimaksudkan sebagai cara untuk melindungi masyarakat dengan cara membuat pelakunya jera dan tidak membahayakan.5

Secara sosialogis Aparat hukum adalah orang atau pihak yang bertugas menerapkan hukum. Pengertian ini mencakup lingkup yang sangat luas, yakni meliputi petugas pada tingkat atas, menengah dan kebawah, juga meliputi tugas pelaporan, penyelidikan, penuntutan dan peradilan. Dalam melaksanakan tugas-tugas penegakan hukum, petugas memiliki suatu pedoman yang memuat pengaturan di setiap tingkat maupun di setiap unit kerja.

Kesadaran hukum umumnya dipahami sebagai kerelaan warga negara untuk tunduk pada hukum dalam arti mematuhi larangan dan menjalankan perintah yang tercantum dalam aturan hukum dan kesadaran atas nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia, tentang hukum yang ada

5

(7)

715 atau tentang hukum yang di harapkan

ada.6 Paradigma tersebut menurut soetandyo kesadaran masyarakat akan hak-haknya dikatakan penting sebab akan menjadikan warga bisa terhindar dari perilaku diskriminatif dari orang lain, termasuk pemerintah. Selain itu, mereka dapat menempuh langkah yang tepat apabila dalam kenyataannya benar-benar mengalami pelanggaran hak. Dalam hal KDRT kesadaran hukum yang diharapkan oleh undang-undang setidak-tidaknya meliputi: 1. Sadar bahwa ada hukum yang

melarang melakukan tindakan kekerasan terhadap sesama anggota dalam suatu rumah tangga.

2. Sadar bahwa setiap anggota suatu rumah tangga memiliki hak terbebas dari perlakuan KDRT oleh anggota keluarga lainnya.

3. Sadar bahwa dalam diri setiap masyarakat melekat kewajiban untuk memeberikan perlindungan korban KDRT sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Tingkat kesadaran yang lebih tinggi dapat dilihat pada laporan komisi nasional perempuan. Bahwa satu tahun

6

Husain Kasim, H.M. Djafar Saidi dan Husen

Alting, “Legal Awareness of Tax Obligation

and Retribution towards the increase of the Regional Original Revenue of City of Tidore

Archipelago “, Paper, Pascasarjana Universitas Tadulako, Palu, 17 februari 2011.

sejak diberlakukannya undang-undang PKDRT, komnas perempuan mencatat peningkatan kasus KDRT yang didata oleh pengadilan negri dan pengadilan agama mengalami peningkatan paling tinggi dibandingkan dengan jumblah KDRT dari lembaga-lembaga lain. Pasal 11, pemerintah bertanggung jawab dalam upaya pencegahan KDRT. Pasal 12 (1) untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana di maksud dalam pasal 11, pemerintah :

a. Merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga

b. Menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga c. Menyelengarakan sosialisasi

dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah tangga dan

d. Mentelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan standard an akreditas pelayanan yang sensif gender.

(8)

716 terkait dalam melaksanakan ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2).7 Pasal 44 (1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp. 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10(sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp. 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah). (3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15(lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp. 45.000.000.00 (empat puluh lima juta rupiah). (4) dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana

7

Pasal 11 Undang-undang No. 23 Tahun 2004

Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

B. Hambatan-hambatan Dalam Pemberian Perlindungan Hukum Terhadap korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga

1. Faktor hukumnya sendiri Ada sedikit permasalahan dalam hal ini, karena ternyata dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga tidak ditemukan pengertian yuridis dari rasa sakit, jatuh sakit, atau luka bera,padahal pengertian ini paling penting untuk menentukan dan membuktikan jenis perbuatan yang dilakukanolehpelaku/tersangka/terd akwa,karenanya pengertian-pengertian tersebut harus dicari dalam KUHP dan Yurisprudensi. Tindak pidana kekerasan fisik ini merupakan delik aduan. Jadi kasus kekerasan fisik bisa diadili di pengadilan bila ada aduan terlebih dahulu. Selain itu, Pasal 44 ayat (4) UU PKDRT memungkinkan suatu delik aduan bisa di cabut.

(9)

717 menggunakan pendekatan victim

blaming dan victim participating dalam merespon kasus kekerasan. Korban kekerasan memiliki keraguan, kekhawatiran, dan ketakutan untuk melaporkan kejadian yang dialami. Korban merasa takut pada proses hukum yang akan dijalani. Kesadaran dan kepekaan gender para penegak hukum masih kurang, sehingga kadang-kadang korban justru menjadi objek. Sistem Peradilan Pidana Terpadu yang Berkeadilan Gender alam Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPTPKKTP) merupakan sistem terpadu yang menunjukkan proses keterkaitan antar instansi/ pihak yang berwenang menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan akses pelayanan yang mudah dan terjangkau bagi korban dalam setiap proses peradilan kasus kekerasan terhadap perempuan. (SPPT-PKKTP) menuntut adanya penegak hukum yang memiliki visi berkeadilan gender dan tidak bias gender Kasus KDRT terkadang sulit untuk diproses. Biasanya mengalami kesulitan dalam hal pembuktian (saksi biasanya tidak ada), perkara dicabut oleh korban sendiri (karena cinta/ karena perkara nafkah).Lembaga Kepolisian, ditemukan adanya kekurangsiapan dalam menangani kasus KDRT dengan

Ruang Pelayanan Khususnya (RPK). Idealnya kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga ditangani oleh polisi wanita. Namun demikian saat ini jumlah Polwan masih sangat terbatas. Lembaga Kejaksaan, yang melaksanakan tugasnya sebagai penuntut umum, berdasarkan UU Nomor 16 tahun 2004. Selain itu Kejaksaan juga memiliki peran yang sangat penting dalam proses penegakan hukum pidana, karena dapat tidaknya perkara pidana, dalam hal ini tindak kekerasan fisik dalam rumah tangga masuk ke pengadilan adalah tergantung sepenuhnya oleh Kejaksaan (Penuntut Umum). Hakim, mempunyai andil besar dalam perlindungan kepada korban kekerasan dalam rumah tangga. Hakim berhak memutuskan perkara, sehingga dengan adanya pidana yang dijatuhkan kepada pelaku bisa memberi perlindungan dan pencegahan terjadinya tindak kekerasan fisik dalam rumah tangga. Hakim bebas menjatuhkan pidana kepada pelaku. Dalam praktek peradilan pidana, meskipun hakim bebas tetap terikat dengan apa yang didakwakan oleh penuntut umum. Hakim tidak boleh memutus apa yang tidak didakwakan oleh Penuntut Umum.

(10)

718 Sarana atau fasilitas tersebut

antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup dan seterusnya. Dalam hal sarana dan fasilitas, di wilayah hukum Polres Kota Palu telah ada LSM yang bergerak di bidang kewanitaan. Akan tetapi belum bisa maksimal dalam melakukan pendampingan. Terlebih wilayahnya sangat luas. Selain itu, belum adanya pendampingan korban oleh LSM untuk dengan memberikan pendampingan terhadap korban secara litigasi maupun non litigasi. Pendampingan ini penting, karena untuk dapat mengembalikan kepercayaan diri korban, dan juga untuk mengembalikan trauma.8

III PENUTUP A.Kesimpulan

1. Perlindungan oleh pihak advokat diberikan dalam bentuk konsultasi hukum, melakukan mediasi ataupun negoisasi diantara para pihak korban dan pelaku KDRT, serta mendapingi korban pada tingkat penyidikan, penuntutan, pemeriksaan, dalam sidang pengadilan melalui koordinasi

8

Dorkas Setiawati Penyidik PPA

(Perlindungan Perempuan dan Anak), Palu, Kamis 16 Juni 2016

dengan sesama penegak hukum, relawan pendamping dan pekerja social. perlindungan dengan penetapan pengadilan dikeluarkan dalam bentuk perintah perlindungan yang diberikan selama 1 tahundan dapat diperpanjang. Pengadilan dapat melakukan penahanan dengan surat perintah penahanan terhadap pelaku KDRT selama 30 hari setelah pelaku tersebut melakukan pelangaran atas peryatan yang ditandatanganinya mengenai kesangupan untuk memenuhi perintah perlindungan dari pengadilan. pelayanan kesehatan penting sekali artinya terutama dalam upaya pemberian sanksi terhadap pelaku KDRT.

(11)

719 pengaduan dari korban maka

pelaku tidak dapat dituntut atas tindak pidana yang dilakukannya. Faktor petugas penegak hukum, yaitu petugas penegak hukum (polisi, jaksa, hakim) masih banyak yang bersikap bias gender, bahkan acapkali menggunakan pendekatan victim blaming dan victim participating dalam merespon kasus kekerasan.

B.Saran

Adapun saran dari penulis yaitu:

1. Untuk para penegak hukum dan masyarakat, perlu diadakan sosialisasi dan pelatihan-pelatihan tentang permasalahan kekerasan dalam rumah tangga, khususnya kekerasan terhadap isteri.Dengan adanya Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, diharapkan semua pihak dapat memahami keberadaan undang-undang ini, khususnya kepada petugas penegak hukum dapat mengimplementasikan

undang-undang ini dalam menyelesaikan kasus-kasus kekerasan rumah tangga dengan baik sehingga dapat memberikan perlindungan kepada isteri sebagai korban kekerasan suami

.

(12)

720 DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku

Hatta, Mohammad, sistem peradilan pidana terpadu, Yogyakarta, Galang Press, 2008

Friedman, Lawerence W, Teori dan Filsafat Hukum, Rajawali Press, Jakarta; 2011

Romli Atmasasmita, Kapita selekta Hukum Pidana dan Kriminologi, (Bandung:

Mandar Maju, 1995)

Atmasasmita, Romli; Sistem Peradilan Pidana(Criminal Justice System); Bina Cipta;

Bandung; 1996

Douglas, Jack D. & Frances Chaput Waksler; Kekerasan dalam Teori-Teori

Kekerasan; Ghalia Indonesia; 2002

B. Artikel internet

Blok Jurnal Hukum, Perlindungan terhadap perempuan melalui undang-undang

kekerasan dalam rumah tangga:analisa perbandingan antaraIndonesia dan India,

diakses 23 April 2009 http://www.lbh-apik.or.id/kdrt-pentingnya.htm, diakses 23 April

2009

www.pemantauperadilan.com, Kekerasan Dalam Rumah Tangga, di akses tanggal

10 juli 2009

C. Peraturan perundang-undangan

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan

(13)

721 Peraturan Menteri pemberdayaan perempuan Nomor 1 Tahun 2010 tentang standar pelayanan minimal bagi layanan terpadu perempuan dan anak korban kekerasan

Wawancara

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengujian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa aktivitas antioksidan pada sampel daun sirsak (Annona muricata L.) yang berasal dari daerah Makassar

[r]

The first questionnaire contained some topics based on topic books and some techniques used by the teachers to teach those topics to the young learners.. The

Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup penting karena termasuk faktor resiko utama penyakit jantung koroner disamping hipertensi dan merokok. Kebiasaan makan individu..

Panliten tindakan kelas katindakake kanggo aweh inovasi sajrone piwulangan basa Jawa mligine ing materi aksara Jawa legena lan sandhangan swara ngunakake model

Untuk itulah LDK AL Azzam Universitas Budi Luhur mengadakan suatu kegiatan Rangkaian Milad LDK Al Azzam dengan tema : “Al Azzam Evolut10n to Glory of Islam” yang diharapkan

–The following CLI command is used to take the device from privileged EXEC mode to the global configuration mode:..

Pengenalan dibuat sesuai dengan butiran, jelas dan maklumat benar, penjelasan dan contoh diberikan berkaitan dengan topik perbincangan Pengenalan adalah dibuat dengan