• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PINJAMAN YANG BERBASIS TEKNOLOGI FINANSIAL (FINTECH) DENGAN PEER TO PEER LENDING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PINJAMAN YANG BERBASIS TEKNOLOGI FINANSIAL (FINTECH) DENGAN PEER TO PEER LENDING"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 986

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PINJAMAN YANG BERBASIS TEKNOLOGI FINANSIAL

(FINTECH) DENGAN PEER TO PEER LENDING

Mikha Sihotang1), Suhendro1), dan Yetti1)

1)

Program Pascasarjana Magister Ilmu Hukum (S2), Universitas Lancang Kuning Email: mikhasihotang@yahoo.com

Abstract: The purpose of this research is to analyze Consumer Legal Protection Against Financial Technology-Based Loans (Fintech) With Peer To Peer Lending and to analyze the Legal Consequences on Consumer Defaults in Financial Technology-Based Loans (Fintech) With Peer To Peer Lending. The method used is normative legal research.

Based on the results of the study, it is known that the Implementation of Government Obligations in Collecting Waste for Residents in Pekanbaru City Based on Consumer Law Protection Regulations Against Financial Technology-Based Loans (Fintech) With Peer To Peer Lending that has not been going well, because online lender business actors are still violating their rights. -consumer rights and there are still many violations on the implementation of financial technology with Peer To Peer Lending, even though the consumer is in default of the agreement.

Keywords: Legal protection, Fintech, Peer to Peer Lending

Abstrak: Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pinjaman Yang Berbasis Teknologi Finansial (Fintech) Dengan Peer To Peer Lending dan untuk menganalisis Akibat Hukum Terhadap Konsumen Wanprestasi Dalam Pinjaman Yang Berbasis Teknologi Finansial (Fintech) Dengan Peer To Peer Lending. Metode yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Implementasi Kewajiban Pemerintah Dalam Pemungutan Sampah Warga Dikota Pekanbaru Berdasarkan Peraturan Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pinjaman Yang Berbasis Teknologi Finansial (Fintech) Dengan Peer To Peer Lending bahwa belum berjalan dengan baik, karena pelaku usaha pemberi pinjaman online masih melakukan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen dan masih banyak pelanggaran pelanggaran atas penyelenggaran financial technology Dengan Peer To Peer Lending, walaupun konsumen mengalami wanprestasi terhadap perjanjian tersebut.

Kata Kunci: Perlindungan hukum, Fintech, Peer to Peer Lending

Pendahuluan

Pada prakteknya di penyelenggara Peer To Peer Lending terdapat penyelenggara Peer To Peer Lending dan melakukan pelanggaran. Mayoritas fintech Peer To Peer Lending tersebut seringkali membuat kegiatan tagihan utang dengan melakukan intimidasi dan melanggar hak privasi dari nasabah selaku konsumen. Ketika, penerima pinjaman tidak dapat melunasi utangnya yang telah jatuh tempo, biasanya pemberi pinjaman tersebut melakukan penagihan dengan cara mengancam, intimidasi, bahkan

(2)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 987

melakukan tindakan fisik bahkan tidak hanya penerima pinjaman tetapi juga pada teman hingga keluarga penerima pinjaman yang dianggap sebagai penanggung jawab pembayaran utang penerima pinjaman. Pada kegiatan kredit melalui media online yang perjanjiannya tertuang di dalam akta atau kontrak elektronik tentunya klasifikasi dari akta tersebut merupakan akta di bawah tangan, artinya bukan akta yang bersifat autentik atau notariil. Meskipun kontrak elektronik merupakan akta di bawah tangan, namun dapat dijadikan sebagai alat bukti, akan tetapi kekuatan pembuktian akta dibawah tangan tidak sesempurna kekuatan bukti akta autentik. Terdapat setidaknya dua kekurangan atau kelemahan akta di bawah tangan tersebut. Pertama, ketiadaan saksi yang membuat akta di bawah tangan tersebut akan kesulitan untuk membuktikannya. Kedua, apabila salah satu pihak memungkiri atau menyangkali tandatangannya, maka kebenaran akta di bawah tangan tersebut harus dibuktikan kebenarannya di muka pengadilan

Pasal 1335 KUH Perdata menyatakan bahwa suatu persetujuan tanpa sebab atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau terlarang tidaklah mempunyai kekuatan . Setiap perjanjian yang terjadi wajib didasari dengan asas itikad baik, Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa: Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Namun pada faktanya, bahwa dengan adanya pinjaman yang Berbasis Teknologi Finansial (Fintech) Dengan Peer To Peer Lending menimbulkan permasalahan hukum yang terjadi adalah banyak debitur yang tidak menjalankan kewajibannya dan semakin banyak debt collector yang mengancam atau semena-mena, atau adanya data yang dipakai oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Menurut pendapat penulis bahwa dengan adanya pinjaman yang Berbasis Teknologi Finansial (Fintech). Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen merupakan payung yang mengintegrasikan dan memperkuat penegakan hukum di bidang perlindungan konsumen, serta tidak menafikan masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang-undang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. Dilihat dari uraian di atas, jelas bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka penulis merumuskan permasalahannya sebagai berikut Bagaimanakah Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pinjaman Yang Berbasis Teknologi Finansial (Fintech) Dengan Peer To Peer Lending ? dan Bagaimanakah Akibat Hukum Terhadap Konsumen Wanprestasi Dalam Pinjaman Yang Berbasis Teknologi Finansial (Fintech) Dengan Peer To Peer Lending ?

Metode Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan penulis bersifat normatif, yaitu penelitian yang berdasarkan pada kaidah hukum yang berlaku. Peter Mahmud Marzuki merumuskan penelitian hukum sebagai suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Dalam Penelitian hukum normatif menggunakan juga prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.

Selanjutnya dijelaskan pula pendekatan penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian adalah Pendekatan Peraturan Perundang-undangan (Statute Approach), Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach), dan Pendekatan Kasus (Case Approach). Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian hukum normatif mengunakan teknik studi documenter/studi kepustakaan, dan juga wawancara secara nonstruktur. Data yang dikumpulkan dari bahan hukum primer, sekunder, dan tertier selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif. Teknik analisis ini tidak mengunakan

(3)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 988

angka-angka atau statistik, namun lebih kepada penjelasan dalam bentuk kalimat yang dipaparkan secara lugas.

Hasil dan Pembahasan

1. Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pinjaman Yang Berbasis Teknologi Finansial (Fintech) Dengan Peer To Peer Lending

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen memberi pengertian tentang pelaku usaha, pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia. Penjelasan Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 menjelaskan pelaku usaha yang diikat oleh undang-undang ini adalah para pengusaha yang berada di Indonesia, melakukan usaha di Indonesia. Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yang selanjutnya disebut Penyelenggara menurut Pasal 1 Angka 6 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi. Penyelenggara dalam pelaksanaan perjanjian pinjam meminjam uang online ini sebagai Lembaga Jasa Keuangan Lainnya yang berbentuk badan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi. Badan hukum yang menjadi penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis Teknologi Informasi tersebut wajib mengajukan pendaftaran dan perizinan kepada OJK. Hadirnya Peer to Peer Landing menjanjikan solusi bagi orang yang memerlukan pinjaman dan orang yang mencari alternatif investasi.

Peminjam mendapatkan pinjaman terjangkau dengan proses mudah dan cepat, sedangkan pemberi pinjaman mendapatkan pengembalian berbasis bunga karena telah mendanai pinjaman. Secara teoritis, Peer-to-peer Lending adalah kegiatan pinjam meminjam antar perseorangan yang dilakukan secara online melalui platform website dari berbagai perusahaan peer Lending.

Pinjam meminjam menurut Pasal 1754 KUHPerdata adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula.

Perjanjian antara penyelenggara Peer To Peer Lending dengan pemberi pinjaman diwujudkan dengan perjanjian pemberian kuasa. Pemberi pinjaman memberikan kuasanya kepada penyelenggara Peer To Peer Lending mewakili dirinya untuk melaksanakan perjanjian pinjam meminjam melalui perjanjian elektronik dengan penerima pinjaman. Hal ini terjadi karena dalam pelaksanaan kegiatan Peer To Peer Lending menuntut proses yang lebih cepat (sebagai bentuk keunggulan). Karakteristik pemberian kuasa tersebut sama dengan pemberian kuasa dalam BW yang pengaturannya dapat dilihat pada Pasal 1792 BW sampai dengan 1819 BW. Dalam hal perjanjian pinjam meminjam antara penerima pinjaman dan pemberi pinjaman (yang dikuasakan kepada penyelenggara) dalam Pasal 20 ayat (2) POJK Nomor 77/POJK.01/2016 wajib paling sedikit memuat; Nomor perjanjian; Tanggal perjanjian; Identitas para pihak; Ketentuan mengenai hak dan kewajiban para pihak; Jumlah pinjaman; Suku bunga pinjaman; Nilai angsuran; Jangka waktu; Objek jaminan (jika ada); Rincian biaya terkait; Ketentuan mengenai denda (jika ada); dan Mekanisme penyelesaian sengketa. Meskipun pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam sistem peer to peer Lending tidak saling bertemu secara langsung, yang mana disebabkan penerima pinjaman untuk mendapatkan pinjaman dimaksud cukup membuka aplikasi pinjaman online dan mengisi formulir pinjaman online, hubungan pinjam peminjam yang terjadi adalah antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman.

(4)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 989

Berikut contoh kasus terhadap Pinjaman Yang Berbasis Teknologi Finansial (Fintech) Dengan Peer To Peer Lending, Kasus Guru TK di Malang yang terjerat pinjaman dari fintech lending. Pertemuan OJK dengan Susmiati juga dihadiri Walikota Malang Sutiaji yang juga memberi perhatian terhadap kasus ini. Dalam pertemuan tersebut, Susmiati menyampaikan bahwa dirinya telah meminjam melalui 19 fintech lending ilegal dan lima fintech lending yang terdaftar atau berizin di OJK. Total kewajibannya mencapai sekitar Rp 35 juta, dengan rincian Rp 29 juta di fintech lending ilegal dan Rp 6 juta di fintech lending resmi. OJK akan memfasilitasi penyelesaian kewajiban Susmiati pada fintech yang legal dan akan berkoordinasi dengan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) mengenai kemungkinan adanya pelanggaran pelayanan yang dilakukan terhadap Susmiati. Sementara mengenai pinjaman pada fintech lending yang ilegal, dalam pertemuan itu disepakati akan dibantu penyelesaiannya oleh Baznas Kota Malang sesuai arahan Walikota. Kantor OJK Malang juga akan menindaklanjuti kasus ini dengan menemui Kapolresta Malang guna membahas penanganan terhadap fintech lending yang ilegal. Sebelumnya, Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L. Tobing juga menyatakan prihatin atas kasus yang menimpa Susmiati dan meminta masyarakat untuk tidak memanfaatkan fintech lending yang tidak terdaftar atau berizin OJK.

Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait. Beberapa sumber formal hukum, seperti peraturan perundang-undangan dan perjanjian standar di lapangan hukum keperdataan kerap memberikan pembatasan-pembatasan terhadap tanggung jawab yang dipikul oleh si pelanggar hak konsumen. Hak dalam Undang- undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Hak Konsumen diatur didalam Pasal 4 pada intinya adalah untuk meraih kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen. Sebab masalah tersebut merupakan hal yang paling utama dalam perlindungan konsumen. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk di dengar, memperoleh advokasi, pembinaan, perlakuan yang adil, kompensasi sampai ganti rugi. Hak-hak konsumen yang tersebut di atas berguna untuk melindungi kepentingan konsumen.

Sebagai peminjam, syarat utama melakukan perjanjian peer to peer Lending adalah itikad baik dalam melakukan perjanjian dan tentu saja cakap dalam melakukan perbuatan hukum. Syarat-syarat yang perlu dilakukan oleh penerima pinjaman saat akan bertransaksi dalam platform peer to peer Lending adalah mengunggah semua dokumen yang dibutuhkan untuk mengajukan pinjaman secara online (yang relatif cepat prosesnya), yang di antaranya merupakan dokumen berisi laporan keuangan dalam jangka waktu tertentu dan juga tujuan dalam pinjaman tersebut. Permohonan peminjaman dari data penerima pinjaman bisa diterima atau pun ditolak. Dalam hal data dan informasi pribadi sudah dijabarkan dalam Pengelolaan Data dan Informasi dalam Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18/SEOJK.02/2017 tentang Tata Kelola dan Manajemen Risiko Teknologi Informasi pada Layanan Pinjam Meminjam Uang berbasis Teknologi Informasi. Jika Permohonan dari penerima pinjaman ditolak maka penerima pinjaman harus memperbaiki segala hal yang menjadi alasan penolakan permohonan. Faktor yang dapat mempengarungi adalah kurang lengkapnya dokumen dan informasi yang diisi oleh penerima pinjaman, keakuratan data, dan tidak misleading (menyesatkan). Kemudian, jika diterima, suku bunga pinjaman akan diterapkan dan pengajuan pinjaman penerima pinjaman akan dimasukkan ke dalam marketplace yang tersedia agar semua pemberi pinjaman (lender/investor) bisa melihat pengajuan pinjaman penerima pinjaman Setelah

(5)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 990

mendapatkan dana tersebut, peminjam hanya perlu mencicil sesuai dengan ketentuan cicilan dan waktu pengembalian dana.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi mengatakan bahwa syarat-syarat yang dilakukan oleh investor jika ingin melakukan perjanjian peer to peer Lending tidak tercantum, akan tetapi berbagai platform yang menyediakan jasa pembiayaan peer to peer Lending memiliki syarat-syarat pengajuan diri sebagai investor. Pada dasarnya wanprestasi pada layanan Peer to Peer Lending sama dengan wanprestasi pada umumnya. Tidak dipenuhinya prestasi yang diperjanjikan akan merugikan kreditor.

Dalam hal debitor melakukan wanprestasi, kreditor dapat menuntut beberapa hal yaitu pemenuhan perjanjian, pembatalan perjanjian, ganti rugi, pemenuhan perjanjian dengan ganti rugi, dan pembatalan perjanjian dengan ganti rugi. Penyelenggara sebagai pihak ketiga, yaitu pihak yang menyediakan platform Peer To Peer Lending yang mempertemukan penerima pinjaman dengan pemberi pinjaman, hubungan antara penyelenggara dengan pemberi pinjaman dan penerima pinjaman adalah peyelenggara sistem elektronik dengan pengguna sebagaimana telah disebutkan dalam UU ITE.

Sehingga penyelenggara seharusnya ikut bertanggung jawab atas tindakan perlindungan hukum baik preventif maupun represif.

Perlindungan hukum terhadap penerima pinjaman dalam penyelenggaraan financial technology berbasis peer to peer lending belum melindungi masyarakat sehingga perlu adanya peraturan perundang–undangan serta adanya kerjasama semua pihak untuk mewujudkanya penyelenggaraan financial technology berbasis peer to peer lending yang baik agar ada kepastian hukum, keadilan, kemanfaatan serta perlindungan bagi masyarakat.Berdasarkan hal tersebut penyelenggaraan financial technology berbasis peer to peer lending belum sesuai dengan peraturan yang ada karena masih banyak pelanggaran atas penyelenggaran financial technology.

Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pinjaman Yang Berbasis Teknologi Finansial (Fintech) Dengan Peer To Peer Lending bahwa belum berjalan dengan baik, karena pelaku usaha pemberi pinjaman online masih melakukan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen dan masih banyak pelanggaran pelanggaran atas penyelenggaran financial technology Dengan Peer To Peer Lending, walaupun konsumen mengalami wanprestasi terhadap perjanjian tersebut.

2. Akibat Hukum Terhadap Konsumen Wanprestasi Dalam Pinjaman Yang Berbasis Teknologi Finansial (Fintech) Dengan Peer To Peer Lending

Pada dasarnya, baik hukum konsumen maupun hukum perlindungan konsumen membicarakan hal yang sama, yaitu kepentingan hukum (hak-hak konsumen).

Perlindungan konsumen diartikan sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian pemenuhan hak-hak konsumen sebagai wujud perlindungan kepada konsumen, maka hukum perlindungan konsumen tidak lain adalah hukum yang mengatur upaya-upaya untuk menjamin terwujudnya perlindungan hukum terhadap kepentingan konsumen.

Konsep dari layanan Finetch berbasis Peer to Peer Lending menyalurkan dana dari Pemberi Pinjaman kepada Penerima Pinjaman dalam suatu platform yang disedikan oleh penyelenggara layanan Fintech untuk menciptakan suatu peminjaman yang memadai yang dibutuhkan oleh penggunanya. Kegiatan pinjam meminjam uang berbasis Peer to Peer Lending merupakan wewenang dari OJK untuk mengatur dan mengawasi terhadap seluruh kegiatan dalam sektor jasa keuangan. Sehingga dengan demikian OJK harus siap dengan mekanisme penyelesaian masalah yang akan timbul dikemudian hari apabila terjadi gagal bayar oleh penerima pinjaman sehingga menyebabkan kerugian bagi pemberi pinjaman dalam mekanisme layanan Fintech berbasis Peer to Peer Lending.

(6)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 991

Syarat-syarat perjanjian bersifat komulatif, bukan limitatif. Jika salah satu syarat atau beberapa syarat bahkan semua syarat tidak dipenuhi, maka perjanjian itu tidak sah.

Syarat sepakat mengikatkan diri dan kecakapan para pihak merupakan syarat subjektif.

Syarat subjektif berkaitan dengan orang-orang atau subjek yang mengadakan perjanjian.

Akibat hukum dari tidak dipenuhinya syarat subjektif adalah perjanjian tersebut dapat dibatalkan (vernietigbaarheid). Selanjutnya, syarat suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal termasuk syarat objektif. Syarat objektif berkaitan dengan objek dari perbuatan hukum yang dilakukan yaitu isi perjanjian. Akibat hukum yang ditimbulkan dari tidak dipenuhinya syarat objektif adalah batal demi hukum (neitigbaarheid).

Bahwa proses penyelengaraan Peer to Peer Lending antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman yang telah sepakat serta telah di tuangkan dalam dokumen elektronik, maka kedua belah telah sesuai dengan syarat sahnya perjanjian pada Pasal 1320 KUHPerdata yaitu kesepakatan, kecakapan, kausa yang halal, hal tertentu. Bahwa perjanjian yang telah disepakati antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman pada penyelengaraan Peer to Peer Lending harus ditaati keduanya hal itu sesuai dalam KUH Perdata Pasal 1338 menyebutkan “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya

Akibat hukum tidak ditaatinya kesepakatan antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman pada penyelengaraan Peer to Peer Lending maka terjadi wanprestasi sehingga pemberi pinjaman dapat memperingatkan kepada penerima pinjaman untuk melaksanakan perjanjiannya namun pada praktiknya penerima pinjaman banyak yang tidak memenuhi kewajiban maka pemberi pinjaman melakukan peringatan kepada penerima pinjaman sering melanggar hukum.

Akibat Hukum Terhadap Konsumen Wanprestasi Dalam Pinjaman Yang Berbasis Teknologi Finansial (Fintech) Dengan Peer To Peer Lending bahwa terjadi wanprestasi sehingga pemberi pinjaman dapat memperingatkan kepada penerima pinjaman untuk melaksanakan perjanjiannya namun pada praktiknya penerima pinjaman banyak yang tidak memenuhi kewajiban maka pemberi pinjaman melakukan peringatan kepada penerima pinjaman sering melanggar hukum.

Simpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis antara lain Implementasi Kewajiban Pemerintah Dalam Pemungutan Sampah Warga Dikota Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Pinjaman Yang Berbasis Teknologi Finansial (Fintech) Dengan Peer To Peer Lending bahwa belum berjalan dengan baik, karena pelaku usaha pemberi pinjaman online masih melakukan pelanggaran terhadap hak-hak konsumen dan masih banyak pelanggaran pelanggaran atas penyelenggaran financial technology Dengan Peer To Peer Lending, walaupun konsumen mengalami wanprestasi terhadap perjanjian tersebut. Akibat Hukum Terhadap Konsumen Wanprestasi Dalam Pinjaman Yang Berbasis Teknologi Finansial (Fintech) Dengan Peer To Peer Lending bahwa terjadi wanprestasi sehingga pemberi pinjaman dapat memperingatkan kepada penerima pinjaman untuk melaksanakan perjanjiannya namun pada praktiknya penerima pinjaman banyak yang tidak memenuhi kewajiban maka pemberi pinjaman melakukan peringatan kepada penerima pinjaman sering melanggar hukum.

Daftar Pustaka

[1] Agus Priyonggojati, 2019, Perlindungan Hukum Terhadap Penerima

Pinjaman Dalam Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis Peer To

(7)

National Conference on Social Science and Religion (NCSSR 2022) 992 Peer Lending, Tesis, Program Magister Fakultas Hukum Universitas Semarang, 2019.

[2] Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan III, Jakarta: Sinar Grafika.

[3] Chandra Radita, 2018, Tanggung Gugat Penyelenggara Peer to Peer Landing Jika Penerima Pinjaman Melakukan Wanprestasi,Universitas Airlangga, Jurnal Juris-Diction, Volume 1 No. 2.

[4] Ernama, Budiharto, Hendro, 2017 “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial Technology (Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016)”, Diponegoro Law Journal, Vol. 6, No. 35.

[5] Gatot Supramono, 2013, Perjanjian Utang Piutang, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

[6] Gita Andini, 2017, Faktοr-Faktοr Yang Menentukan Keputusan Pemberian Kredit Usaha Mikrο Kecil dan Menengah (UMKM) Pada Lembaga Keuangan Mikrο Peer tο Peer Lending,” Skripsi, FEB, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

[7] Janus Sidabalok, 2012, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung: Nuansa Aulia.

[8] Kadek puspa, Sudaryana Wayan, 2019, Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Pengguna Layanan Fintech (Financial Technology),Jurnal ilmu hukum, Vol. 7, No.2, Universitas Udayana, 2019.

[9] Kalsum Fais, 2021, Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Tesis, Program Magister Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

[10] M. Sadar, Mοh. Taufik Makaraο, Hablοel Mawadi, 2012, Hukum Perlindungan Kοnsumen di Indοnesia, Jakarta: Akademia.

[11] Merine Gararita Sitompul, 2018, Urgensi Lgalitas Financial Technologi (Fintech): Peer to Peer Lending Di Indonesia, Jurnal Yuridis Unaja Vol. 1 No. 2.

[12] Muhammad Erieq, 2019, Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Fintech Lending Yang Di Rugikan Dalam Transaksi Peminjaman Uang Secara Online, Tesis, Program Magister Fakultas Hukum Universitas Jember.

[13] Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Cetakan XI, Jakarta:

Kencana.

[14] Ratna Hartono, Juliani Purnama, 2018, Hubungan Hukum Para Pihak dalam Peer to Peer Landing, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum No. 2.

[15] Sutedi Adrian, 2014, Aspek Hukum Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta: Raih Asa Sukses.

[16] Wayan Bagus, 2014, Peranan otoritas jasa keuangan dalam mengawasi lembaga keuangan non bank berbasis financial technology jenis Peer to Peer Lending.Jurnal ilmu hukum,Vol.02, No.04, Universitas Udayana.

[17] Zein Subhan, 2019, Tinjauan yuridis pengawasan Otoritas Jasa Keuangan

terhadap aplikasi pinjaman dana berbasis elektronik (Peer to Peer

Lendig/crowfunding) di Indonesia, Jurnal bisnis dan akuntasi Unsurya, Vol.4,

No.2. Unsurya.

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa penelitian terdahulu yang membahas tentang perkembangan fintech syariah (peer to peer lending dan crowdfunding) dapat disimpulkan bahwa Peer to Peer syariah