• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA LAYANAN JASA PINJAM MEMINJAM BERBASIS DATA ELEKTRONIK (FINTECH) DI INDONESIA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA LAYANAN JASA PINJAM MEMINJAM BERBASIS DATA ELEKTRONIK (FINTECH) DI INDONESIA BERDASARKAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENGGUNA LAYANAN JASA PINJAM MEMINJAM BERBASIS DATA ELEKTRONIK (FINTECH) DI INDONESIA BERDASARKAN

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN

Fendra Yuli Hardiyanto

1)

, Fahmi

1)

, Irawan Harahap

1)

, dan Yeni Triana

1)

1)

Pascasarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Lancang Kuning Email: kotaksurat_fendra@yahoo.com

Abstract: Based on the results of the study, it is known that the legal protection of users of Electronic Data-Based Lending and Borrowing Services (Fintech) is not going well, because there are still many Fintech- based lending and borrowing services whose rights are violated by lending and borrowing services. Things that make online loan service users get into problems at the time of collection. In this case the billing method is sometimes unreasonable by using threats and terror techniques. The Role of OJK for Fintech Actors that the role of OJK for Users of Electronic Data-Based Lending Services (Fintech), issuing various regulations and supervising Fintech while still providing flexibility in the innovation space. In the perspective of the development of business activities in the financial services sector, the occurrence of business conglomerates such as banks, companies, securities, insurance, financing. However, not all online loan companies are registered with the financial services authority.

Keywords: Legal protection, Services, Fintech

Abstrak: Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Layanan Jasa Pinjam Meminjam Berbasis Data Elektronik (Fintech) adalah belum berjalan dengan baik, karena masih banyak layanan jasa pinjam meminjam berbasis Fintech yang dilanggar haknya oleh layanan jasa pinjam meminjam. Hal yang menjadikan pengguna layanan pinjaman online terlibat permasalahan pada saat penagihan. Dalam hal ini metode penagihan terkadang di luar kewajaran dengan menggunakan teknik ancaman dan teror. Peran OJK Terhadap Pelaku Fintech bahwa peran OJK terhadap Pengguna Layanan Jasa Pinjam Meminjam Berbasis Data Elektronik (Fintech), menerbitkan berbagai peraturan serta melakukan pengawasan terhadap Fintech dengan tetap memberikan fleksibilitas ruang inovasi. Dalam perspektif perkembangan kegiatan bisnis sektor jasa keuangan, terjadinya konglomerasi bisnis seperti bank, perusahaan, sekuritas, asuransi, pembiayaan. Namun belum semua perusahaan pinjaman online yang terdaftar pada otoritas jasa keuangan tersebut.

Kata Kunci: Perlindungan hukum, Layanan Jasa, Fintech

(2)

Pendahuluan

Era globalisasi membawa banyak dampak bagi kehidupan masyarakat baik itu dampak positif maupun dampak negatif, salah satunya perkembangan teknologi dan informasi dalam kehidupan sehari-hari kini semakin pesat.1 Globalisasi kini juga menjadi salah satu penyebab timbulnya berbagai kecurangan dalam transaksi perbankan khususnya yang melalui media elektronik.2 Kegiatan pinjam meminjam uang secara langsung berdasarkan perjanjian baik tertulis maupun tidak tertulis merupakan praktik yang telah berlangsung di tengah kehidupan masyarakat. Fintech merupakan implementasi dari pemanfaatan teknologi untuk peningkatan layanan jasa perbankan dan keuangan yang umumnya dilakukan oleh perusahaan rintisan (Startup) dengan memanfaatkan teknologi software internet, komunikasi, dan komputasi terkini.

Tidak dapat dipungkiri lagi jika teknologi digital di sektor finansial atau Fintech memberikan kenyamanan bagi pengguna dalam bertransaksi. Kehadiran Fintech disinyalir dapat mempermudah proses transaksi keuangan maupun akses financial lainnya seperti 1 Lihat pasal 1 angka 1 Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial 2 pinjaman ataupun pembiayaan seperti misalnya memberikan pinjaman tanpa jaminan/agunan serta proses pembiayaan yang cepat dan sederhana. Jika dahulu proses Pinjam-Meminjam uang hanya dapat dilakukan di Bank dengan bertatap muka secara langsung, namun kini setiap orang dapat mengajukan pinjaman uang melalui aplikasi yang disediakan starup atau perusahaan yang menyediakan layanan tersebut dengan sangat mudah.

Pesatnya perkembangan Fintech tak lantas membawa dampak positif saja, akan tetapi banyak permasalahan-permasalahan yang muncul, terutama dari layanan pinjaman uang berbasis Fintech. Mudahnya syarat dalam pengajuan pinjaman membuat banyak orang tergiur untuk mengajukan pinjaman, dimana hanya bermodalkan foto KTP dan mengisi data pribadi saja, setiap orang dapat dengan mudah mendapatkan dana secara cepat, namun dari kemudahan tersebut debitur dapat terjebak dalam jerat bunga pinjaman yang tinggi, hal ini disebabkan belum adanya aturan mengenai batas atas bunga yang ditetapkan terhadap layanan ini, serta tindakan penagihan pinjaman yang dilakukan secara intimidatif yang saat ini menimbulkan keresahan di masyarakat.

Banyaknya aduan terkait tindakan intimidasi dan teror yang dialami debitur pada proses penagihan pinjaman oleh perusahaan penyelenggara Fintech kini menjadi sorotan publik dan menuai persoalan serius yang harus segera ditangani. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) maupun Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sudah menerima banyak pengaduan dari debitur sebagai konsumen jasa keuangan yang menjadi korban. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia menghimbau masyarakat agar berhati- hati dalam melakukan pinjaman dari perusahaan Fintech berbasis aplikasi ini dikarenakan banyaknya aduan debitur terkait cara penagihan pinjaman yang sering dilakukan adalah dengan cara mengancam, pelecehan hingga penyalahgunaan data pribadi debitur dengan mengkases kontak dan menagih lewat orang yang nomornya disimpan di kontak penerima pinjaman.

Dengan demikian dari latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka rumusan masalah yang diambil yaitu Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Layanan Jasa Pinjam Meminjam Berbasis Data Elektronik (Fintech) Di Indonesia Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan?. Bagaimanakah Peran OJK Terhadap Pelaku Fintech?

Metode Penelitian

Dilihat dari jenisnya maka penelitian ini dapat digolongkan kepada penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum sosiologis bertujuan untuk mengetahui bekerjanya

(3)

hukum di dalam masyarakat. Dengan demikian, diharapkan peneliti mampu mengungkap efektifitas berlakunya hukum dalam masyarakat dan dapat mengindentifikasi hukum yang tidak tertulis yang berlaku di dalam masyarakat.

Untuk memperoleh data yang akurat dan dapat dipertanggung-jawabkan, sehingga dapat memberikan gambaran permasalahan secara menyeluruh, maka dalam hal ini penulis menggunaan beberapa teknik pengumpulan data yaitu Observasi, Wawancara yang dilakukan penulis adalah wawancara terstruktur dan non struktur, dan Kajian Kepustakaan. Dalam penelitian hukum sosiologis data dapat dianalisis secara kuantitatif ataupun kualitatif. Data yang telah dikumpulkan dari Data Primer, Sekunder, dan Tersier selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Penarikan kesimpulan dalam penelitian hukum empiris (sosiologis) dilakukan secara induktif.

Hasil dan Pembahasan

1. Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Layanan Jasa Pinjam Meminjam Berbasis Data Elektronik (Fintech) Di Indonesia Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan

Konsep Fintech mengadaptasi perkembangan teknologi yang dipadukan dengan bidang finansial pada lembaga perbankan, sehingga diharapkan dapat memfasilitasi proses transaksi keuangan yang lebih praktis, aman dan modern, meliputi layanan keuangan berbasis digital yang saat ini telah berkembang di Indonesia.4Fintech juga memiliki peran penting dalam mengubah perilaku konsumen serta ekspetasi konsumen diantaranya yaitu dapat mengakses data dan informasi kapan saja dan dimana saja, serta menyamaratakan bisnis besar dan kecil.5Selain itu teknologi informasi juga sangat berperan penting terhadap keberadaan Fintech.6 Menurut Peraturan OJK, teknologi informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi di bidang layanan jasa keuangan. Alasan adanya Fintech yaitu masyarakat tidak dapat dilayani di industri keuangan tradisional karena perbankan terikat pada aturan yang ketat serta keterbatasan industri perbankan dalam melayani masyarakat di daerah tertentu, selain itu juga alasan adanya Fintech karena masyarakat mencari alternatif pendanaan selain jasa industri keuangan tradisional karena masyarakat memerlukan alternatif pembiayaan yang lebih demokratis dan transparan serta biaya layanan keuangan yang efisien dan menjangkau masyarakat luas.7

Secara umum, risiko yang mungkin muncul dari perusahaan Fintech di Indonesia yaitu risiko penipuan (fraud), risiko keamanan data (cybersecurity), risiko ketidakpastian pasar (Market Risk). Hukum perjanjian dari KUHPerdata menganut asas konsensual, artinya bahwa hukum perjanjian dari KUHPerdata itu menganut suatu asas bahwa untuk melahirkan perjanjian cukup dengan kata sepakat saja, pada detik itu perjanjian sudah jadi atau mengikat. Artinya jika salah satu pihak tidak dapat melakukan kewajibannya sebagaimana disebutkan dalam perjanjian itu, maka pihak lainnya dapat mengadakan penuntutan ke Pengadilan Negeri dengan alasan hak cidera janji (wanprestasi).

KUHPerdata menentukan empat syarat yang harus ada pada setiap perjanjian, sebab dengan dipenuhinya syarat-syarat inilah suatu perjanjian itu berlaku sah. Adapun keempat syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPerdata tersebut adalah sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan untuk membuat suatu perjanjian;

suatu hal tertentu; dan suatu sebab yang halal.

Peristiwa yang banyak terjadi sekarang adalah dibidang utang-piutang, pengembalian utang yang wajib dibayar oleh debitur acapkali tidak sebagaimana yang telah diperjanjikan. Apabila debitur tidak melakukan apa yang dijanjikannya maka dapat dikatakan ia melakukan wanprestasi atau ingkar janji atau juga melanggar perjanjian.

(4)

Wanprestasi merupakan bentuk pelanggaran terhadap perjanjian utang- piutang sebagai sumber persengketaan antara kreditur dengan debitur. Kreditur sudah menagih utangnya, di lain pihak debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya lagi, maka ia harus bertanggung jawab.

Adapun bentuk-bentuk dari layanan Fintech yang ditawarkan meliputi;

Pembayaran (Digital Wallets, P2P Payments), Investasi (Equity Crowd funding, Peer To Peer Lending), Pembiayaan (Crowdfunding, Microloans, Credit Facilities), Asuransi (Risk Management), Lintas-Proses (Big Data Analysis, Predicitive Modeling), Infrastruktur (Security).8Permasalahan jasa keuangan berbasis online tersebut ternyata tidak hanya diindikasikan melakukan pelanggaran hukum saja, melainkan juga melakukan pelanggaran hak asasi manusia, terutama pada Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Pasal 29 Ayat (1) dan Pasal 30.

Berkenaan dengan hal tersebut, perlu adanya upaya dari pemerintah untuk mengatasi permasalahan pinjaman online ini. Dalam hal ini Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Undang- Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, ternyata belum sepenuhnya memberikan perlindungan hokum kepada para pengguna layanan pinjaman online.

Perlindungan terhadap hak pengguna layanan pinjaman online menjadi suatu kebutuhan. Dalam hal ini Pemerintah sangat berperan dalam memberikan perlindungan melalui peraturan perundang-undangan maupun melalui tindakan yang tegas sebagai upaya pencegahan maupun penanganan kasus pelanggaran hak-hak pengguna layanan pinjaman online. Pelanggaran tersebut bahkan mengarah pada pelanggaran HAM sebagai akibat adanya ancaman dan teror terhadap para pengguna layanan pinjaman online yang dianggap lalai dalam melakukan pembayaran. Selain melalui berbagai peraturan perundang-undangan yang memberikan sanksi terhadap penyelenggara yang melanggar hak-hak pengguna layanan pinjaman online, maka perlu adanya upaya pemerintah untuk mencegah dan menangani berbagai kasus kejahatan yang dilakukan oleh penyelenggara pinjaman online, yang salah satunya melalui upaya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak Otoritas Jasa Keuangan bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika.

Upaya lainnya adalah bila secara terang perusahaan yang memiliki layanan digital tersebut belum memiliki izin dari OJK alias illegal, maka tak ada langkah lain selain menggunakan cara represif dengan menutup layanan aplikasi tersebut. Oleh karena itu, koordinasi OJK dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika memiliki relevansinya. Selain itu juga Kementerian Komunikasi dan Informatika semestinya memiliki kecakapan sistem teknologi dengan menolak proses pemasangan aplikasi di layanan digital bila tidak memenuhi syarat formal sebagaimana diatur dalam peraturan perundang- undangan. Dalam konteks ini, perusahaan penyedia teknologi finansial diharuskan menyertakan dokumen legalitas perusahaan dari OJK sebelum memasang aplikasi di platform digital.

Adanya legalitas perusahaan pinjaman online, maka pelanggaran hak pengguna layanan pinjaman online diharapkan dapat meminimalkan resiko pelanggaran hak pengguna serta apabila pelanggaran hak pengguna layanan tetap terjadi maka pihak yang berwenang dapat lebih mudah untuk menjangkau pihak penyedia jasa layanan karena telah tersedianya dokumen yang lengkap tentang pihak penyedia layanan tersebut.

Dalam hal ini penyelenggara wajib menyediakan escrow account dan virtual account, dalam rangka pelunasan pinjaman, pihak penerima pinjaman tidak membayar langsung

(5)

ke rekening pihak pemberi pinjaman tetapi melalui sistem dan jalur yang sudah disediakan oleh penyelenggara yaitu dengan melalui escrow account yang telah disediakan oleh pihak penyelenggara layanan untuk diteruskan kepada virtual account pihak pemberi pinjaman. Fungsi dari escrow account dan virtual account tersebut adalah agar penyelenggara fintech ini tidak menyalahgunakan dana pinjaman yang diberikan oleh pihak pemberi pinjaman itu, dikatakan bahwa tata kelola system teknologi informasi di layanan ini juga sudah sesuai dengan prosedur arahan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang di wujudkan dalam Pasal 26 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.

2. Peran OJK Terhadap Pelaku Fintech

Pasal 6 Undang-Undang OJK, OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap Kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan; Kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal; dan Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Untuk perlindungan konsumen, dalam Pasal 28 Undang-Undang OJK diatur tentang wewenang OJK untuk melakukan tindakan pencegahan kerugian konsumen yang meliputi:

Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya; Meminta lembaga jasa keuangan untuk menghentikan kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan masyarakat;

dan Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di sektor jasa keuangan.

Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan otoritas tunggal di sektor jasa keuangan di Indonesia.OJK memerlukan adanya jaminan sumber pembiayaan yang mampu mendukung efektifnya pelaksanaan tugas dan fungsi sebagai salah satu unsur menjadikan OJK sebagai lembaga yang independen dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan. Sesuai dengan Pasal 34 ayat 2 Undang-Undang OJK, Angaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan. Ketentuan tersebut bermakna bahwa pembiayaan kegitan OJK, sewajarnya didanai secara mandiri yang pendanaanya bersumber dari pungutan kepada pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keungaan, pembiayaan secara adil harus dibebankan kepada pihak yang secara langsung menerima manfaat dari efektifnya fungsi pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan oleh OJK.11

Terhadap pihak yang sedang mengalami kesulitan keuangan dan dalam upaya penyehatan dan/atau dalam pemberesan, dapat dilakukan penyesuain pungutan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pungutan oleh OJK. Alasan pembentukan OJK antara lain adalah makin kompleks dan bervariasinya produk jasa keuangan, munculnya gejala konglomerasi perusahaan jasa keuangan, dan globalisasi industri jasa keuangan. Disamping itu, salah satu alasan rencana pembentukan OJK adalah karena pemerintah beranggapan BI, sebagai Bank Sentral telah gagal dalam mengawasi sektor perbankan. Kegagalan tersebut dapat dilihat pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia mulai pertengahan tahun 1997, sejumlah bank yang ada pada saat itu dilikuidasi.12.

Dalam rangka mendorong terwujudnya perlindungan konsumen dari segi hal, maka OJK juga turut mengeluarkan regulasi terkait perlindungan konsumen sektor jasa keuangan. Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dalam Pasal 1 angka 3 diatur tentang perlindungan konsumen adalah perlindungan terhadap Konsumen dengan cakupan

(6)

perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan. Dikeluarkanya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan merupakan suatu bentuk perlindungan yang diberikan oleh OJK. Bentuk perlindungan yang diatur dalam POJK 1/2013 berupa perlindungan preventif dan represif.13 Bentuk perlindungan preventif dilakukan dalam bentuk program literasi keuangan dan program pencegahan kerugian, sedangkan bentuk perlindungan represif dilakukan dalam bentuk penyelesaian sengketa, penghentian kegiatan atau tindakan lain, dan pembelaan hukum untuk melindungi konsumen.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen memungkinkan penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilaksanakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen. Untuk membantu penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, undang-undang ini memperkenalkan sebuah lembaga yang bernama Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Badan ini merupakan badan hasil bentukan pemerintah yang berkedudukan di ibu kota Daerah Tingkat II Kabupaten/Kota.

Berkenaan dengan hal tersebut, maka pelaku usaha yang melanggar hak-hak pengguna layanan pinjaman online sebagai konsumen dikenakan sanksi. Pada dasarnya, hubungan antara konsumen dan pelaku usaha adalah hubungan hukum keperdataan, tetapi UU Perlindungan Konsumen juga mengenakan sanksi pidana bagi pelanggar hak-hak konsumen, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen Pasal 45 Ayat 3, “Penyelesaian di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada Ayat 2 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang.

Simpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis antara lain Perlindungan Hukum Terhadap Pengguna Layanan Jasa Pinjam Meminjam Berbasis Data Elektronik (Fintech) Di Indonesia Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan bahwa belum berjalan dengan baik, karena masih banyak layanan jasa pinjam meminjam berbasis data elektronik (Fintech) yang dilanggar haknya oleh layanan jasa pinjam meminjam. Hal yang menjadikan pengguna layanan pinjaman online terlibat permasalahan pada saat penagihan. Dalam hal ini metode penagihan terkadang di luar kewajaran dengan menggunakan teknik ancaman dan teror melalui media elektronik. Peran OJK Terhadap Pelaku Fintech bahwa OJK terhadap Pengguna Layanan Jasa Pinjam Meminjam Berbasis Data Elektronik (Fintech), menerbitkan berbagai peraturan serta melakukan pengawasan terhadap Fintech dengan tetap memberikan fleksibilitas ruang inovasi. Dalam perspektif perkembangan kegiatan bisnis sektor jasa keuangan, yaitu terjadinya konglomerasi bisnis melalui keterkaitan bisnis sektor keuangan seperti bank, perusahaan, sekuritas, asuransi, pembiayaan.Namun belum semua perusahaan pinjaman online yang terdaftar pada otoritas jasa keuangan tersebut, sehingga pada saat ini terdapat pihak penyedia jasa layanan legal dan illegal atau tidak terdaftar.

Daftar Pustaka

[1] Adrian Sutedi, 2008, Tanggung Jawab Produk dalam Hukum Perlindungan Konsumen, Bogor: Ghalia Indonesia.

[2] Asser Rutten, dalam Bambang Sutiyoso, “Penafsiran Kontrak Menurut

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Maknanya Bagi Para Pihak

yang Bersangkutan,” Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Vol. 20, No. 2, 2013.

(7)

[3] C.S.T. Kansil, 2010, Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, Jakarta: : Pradnya Paramitha.

[4] Celina Tri Siwi Kristiyanti, 2011, Hukum Perlindungan Konsumen, Cetakan III, Jakarta: Sinar Grafika.

[5] Endang Purwaningsih, 2010, Hukum Bisnis, Bogor: Ghalia Indonesia.

[6] Janus Sidabalok, 2010, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

1. , 2014, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, Cet III, Bandung:

Citra Aditya Bakti.

[7] Munir Fuadi, 2010, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Cetakan Kedua, Bandung : Citra Aditya Bakti.

[8] Ridwan Khairandy, 2011, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, Jakarta: Pascasarjana Universitas Indonesia.

[9] Subekti, 2009, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cetakan IV, Jakarta: Intermasa.

[10] Sutan Remy Sjahdeini, 2013, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan

Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank Di

Indonesia, Jakarta: Institut Bankir Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data dalam penelitian menggunakan analisis data Peraturan Perundang-Undangan terkait perlindungan hukum data pribadi berdasarkan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 11

Menurut Pasal 26 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, perusahaan yang