• Tidak ada hasil yang ditemukan

permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya airtanah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya airtanah"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PERMASALAHAN DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIRTANAH Studi Kasus : Pemanfaatan Airtanah pada Cekungan Airtanah (CAT) Bogor

Edi Fajar Prahastianto (P052140124) email : edifajarprahastianto@gmail.com

Tugas M.K. Kebijakan Pembangunan dan Pengelolaan Lingkungan Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PS-PSL)

Institut Pertanian Bogor (IPB)

ABSTRAK

Sumber daya airtanah merupakan salah satu jenis sumberdaya alam terbaharukan (renewable resources). Siklus airtanah merupakan bagian siklus hidrologi yang terjadi dipermukaan bumi. Airtanah tanah tersebut bersumber dari daerah imbuhan air tanah (recharge area). Airtanah merupakan salah satu jenis sumber air yang memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Dewasa ini peran sumberdaya tersebut memiliki peran ekonomis, sehingga memicu eksploitasi airtanah. Pemanfaatan airtanah tersebut menim- bulkan berbagai permasalahan di beberapa aspek, sehingga dalam hal ini diperlukan pengelolaan, agar pemanfaatannya dapat dilakukan secara berkelanjutan. Pengelolaan sumberdaya airtanah harus dilakukan melalui pendekatan ekosistem, melalui kebijakan di berbagai sektor baik dari sisi aspek teknis maupun aspek hukum secara terintegrasi.

PENDAHULUAN

Ada banyak pengertian atau definisi mengenai airtanah. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air mendefinisikan airtanah sebagai air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah. Airtanah me- rupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources). Airtanah merupakan salah satu sumberdaya air selain air sungai dan air hujan. Airtanah juga memiliki peran yang sangat penting terutama dalam menjaga keseimbangan dan ketersediaan bahan baku air untuk kepetingan masyarakat (rumah tangga atau domestik) maupun kepen-tingan industri.

Tidak dapat dipungkiri bahwa keter- sediaan sumberdaya tersebut merupakan salah satu sumberdaya alam yang vital, memiliki peran penting dan strategis, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Hal ini mendorong upaya peman- faatan atau eksploitasi sumberdaya ter- sebut untuk memenuhi berbagai kepen- tingan. Masyarakat memanfaatkan keterse- diaan airtanah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam skala industri keter- sediaan sumberdaya airtanah memiliki nilai ekonomis dan sebagian besar diman- faatkan sebagai bahan baku produksi.

Dewasa ini tidak sedikit pelaku usaha yang memanfaatkan sumberdaya airtanah sebagai bahan baku produksinya, seperti dalam industri air minum dalam kemasan, industri minuman ringan, dan berbagai industri di bidang lainnya.

Sehingga dalam hal ini pada dasarnya sumber daya air termasuk di dalamnya airtanah harus dikelola secara menyeluruh, terpadu dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan untuk mewujudkan keman- faatan air yang berkelanjutan untuk sebe- sar-besarnya kemakmuran rakyat.

PENDEKATAN TEORITIS Sumberdaya Airtanah

Siklus airtanah merupakan bagian dari siklus hidrologi. Proses-proses utama yang berlangsung dalam siklus hidrologi meli- puti proses evaporasi, evapotranspirasi, infiltrasi dan presipitasi. Pada siklus terse- but sebagian air hujan tertampung di da- nau/rawa, sebagian mengalir ke darat (overland flow), membentuk aliran permu- kaan (surface run off /direct run off) seba- gai bagian dari aliran sungai (stream flow) dan sebagian lagi terserap (infiltrasi) di daerah recharge menjadi airtanah.

(2)

Gambar 1. Siklus Hidrologi

Airtanah adalah air yang terdapat di bawah permukaan tanah, pada suatu lapi- san pembawa air yang disebut akuifer.

Akuifer adalah lapisan batuan jenuh air tanah yang dapat menyimpan dan me- neruskan air tanah dalam jumlah cukup dan ekonomis. Keberadaan dan potensi airtanah tergantung dari sifat fisik akuifer khususnya dalam meluluskan air. Ber- dasarkan pada nilai permeabilitas lapisan batuan yang melingkupi akuifer dan lapi- san kedap, akuifer dapat dibedakan men- jadi 3 jenis, yaitu akuifer tidak tertekan (unconfined aquifer), akuifer tertekan (confined aquifer) dan akuifer setengah tertekan (semi confined aquifer).

Akuifer tidak tertekan adalah akuifer yang bagian atasnya tidak tertutup lapisan yang kedap air atau mempunyai nilai permeabilitas kecil. Karena tidak tertutup lapisan kedap air (impermeable), maka tinggi muka airtanahnya relatip tidak stabil tergantung pada keadaan curah hujan.

Akuifer tertekan adalah akuifer yang diba- gian atas dan bawahnya dibatasi oleh lapi- san kedap air (impermeable) atau bagian lapisan yang mempunyai permeabilitas sangat kecil. Karena bagian atas akuifer tertutup lapisan yang kedap air, maka tekanan pada permukaan airtanah dalam akuifer tidak sama dengan tekanan udara bebas (atmosfir). Pada kondisi tertentu, tinggi muka airtanah pada akuifer tertekan jauh lebih tinggi daripada permukaan airtanah bebas. Bahkan kadang-kadang dapat lebih tinggi dari permukaan tanah dan mengalir sendiri (self flowing).

Akuifer setengah tertekan adalah akuifer yang bagian atas dan bawahnya dibatasi oleh lapisan yang tidak begitu kedap air dengan permeabilitas jauh lebih kecil daripada permeabilitas akuifer itu sendiri. Pada akuifer jenis ini, bocoran (leakage) dapat terjadi dari akuifer ke la- pisan kedap atau sebaiknya, terutama bila muka airtanah pada akuifer turun di bawah lapisan kedap.

Gambar 2. Jenis-Jenis Akuifer (NGWA.

2007)

Cekungan Airtanah (CAT)

Keberadaan air tanah tersimpan dalam suatu kantong-kantong Cekungan Air Tanah (CAT). Pengelolaan airtanah dida- sarkan pada cekungan air tanah yang diselenggarakan berlandaskan pada kebija- kan pengelolaan airtanah dan strategi pengelolaan airtanah. Cekungan Air Tanah (CAT) sebagai suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis seperti proses pengimbuhan, pe-ngaliran, dan pelepasan air tanah berlang-sung. Secara umum CAT dapat dibagi menjadi 4 (empat), yaitu :

CAT Satu kabupaten/Kota

CAT Lintas Kabupaten/Kota

CAT Lintas Provinsi

CAT Lintas Negara.

CAT Bogor merupakan salah satu CAT Lintas Kabupaten/Kota, dimana secara ad- ministrasi CAT tersebut berada di wila-yah Kabupaten Bogor, Kota Bogor dan Kota Depok. Lokasi CAT Bogor berada pada 106o28’20,88”–106o59’45,56” BT dan 06o 24’38,03”–06o47’2,88” LS, dengan luas se- kitar 1.311 km2. CAT Bogor memiliki potensi airtanah tertekan (confined aqufer) sebesar 37 juta m3/tahun dan airtanah be- bas (unconfined aquifer) sebesar 1.019 juta m3/tahun.

(3)

Gambar 3. Peta CAT Bogor (Diolah) Imbuhan dan Lepasan Airtanah

Untuk melaksanakan pengelolaan air- tanah harus dilaksanakan secara utuh di dalam satu cekungan airtanah yang men- cakup daerah imbuhan (recharge area) dan daerah lepasan (discharge area) airtanah.

Daerah imbuhan airtanah dan daerah lepa- san airtanah, mempunyai karakteristik hi- drogeologi dan fungsi pengelolaan yang berbeda. Daerah imbuhan airtanah ber- fungsi sebagai daerah resapan secara ala- miah dan pada suatu cekungan airtanah perlu dipelihara dan dilestarikan kebera- daannya. Daerah lepasan airtanah berfung- si sebagai daerah keluaran airtanah secara alamiah pada cekungan airtanah perlu di- kendalikan pemakaian airtanahnya. Mengi- ngat perbedaan pelaksanaan pengelolaan pada masing-masing daerah tersebut maka pada suatu cekungan airtanah perlu dike- tahui daerah imbuhan dan daerah lepasan airtanahnya.

Gambar 4. Peta Imbuhan dan Lepasan Airtanah

ISU PERMASALAHAN

Pemanfaatan airtanah berpotensi me- nimbulkan berbagai dampak atau permasa- lahan. Permasalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai aspek maupun komponen lingkungan hidup. Dalam tulisan ini perma- salahan yang disajikan hanya dibatasi ke dalam beberapa bahasan, mengingat keter- sediaan data dan informasi yang terbatas.

Namun tidak menutup kemungkinan bah- wa permasalahan yang terjadi dapat lebih komplek dan mencakup aspek yang lebih luas. Adapun beberapa permasalahan yang dapat terjadi dari kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya airtanah se- bagai berikut.

Kerusakan Lingkungan

Pemanfaatan airtanah berpotensi da- pat menyebabkan kerusakan lingkungan.

Hal ini dapat terjadi manakala pemanfaatan yang dilakukan tidak memperhatikan kaidah-kaidah lingkungan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa sumberdaya airtanah berasal dari daerah imbuhan airtanah (recharge area). Pemanfaatan airtanah akan mempengaruhi ketersediaan atau cadangannya, manakal laju pemanfaatan tersebut tidak sebanding atau lebih besar dari laju pengisian airtanah pada daerah imbuhan.

Pemanfaatan yang lebih besar dari laju pengisian airtanah tersebut, dampak nega- tif yang terjadi salah satunya adalah amble-

(4)

san tanah (land subsidence). Seperti contoh kasus di wilayah Jakarta, beberapa infor- masi dan media mengabarkan bahwa per- mukaan tanah di Jakarta menurun, hingga mencapai rata-rata 5 cm per tahun. Hal ini dika-renakan laju pemanfaatan airtanah yang cukup besar. Airtanah yang tersimpan di bawah permukaan tanah membentuk se- buah rongga atau pori-pori. Apabila rongga tersebut tidak segera diisi kembali oleh proses pengisian airtanah, maka terdapat rongga-rongga kosong di bawah permu- kaan tanah. Sehingga stabilitas tanah akan berkurang karena tidak ada yang meno- pang bagian atasnya.

Peristiwa amblesan tanah akan mem- pengaruhi infrasturktur yang terdapat di atasnya, selain itu peristiwa tersebut ber- potensi menimbulkan dampak ikutan lain- nya (multiplier effect).

Selain itu dampak lain dari peman- faatan airtanah yang berlebih adalah masuknya (intrusi) air laut. Peristiwa ini terjadi pada wilayah-wilayah CAT yang berada di pesisir. Selain amblesan akibat terciptanya rongga-rongga kosong di ba- wah tanah, pada wilayah-wilayah pesisir akan terjadi proses masuknya air laut ke dalam tanah. Hal ini dikarenakan apabila ketersediaan airtanah yang mampu mena- han air laut berkurang, sehingga keko- songan cadangan airtanah digantikan oleh air laut. Hal ini terlihat pada sumur-sumur penduduk yang airnya berasa asin. Namun untuk kedua peristiwa tersebut belum ditemukan di wilayah CAT Bogor.

Permasalahan Sosial

Pemanfaatan airtanah juga berpotensi menimbulkan isu sosial. Isu sosial yang terjadi berupa adanya keresahan masya- rakat akibat terjadinya kekeringan yang terjadi di sumur-sumur penduduk. Banyak masyarakat awam menilai bahwa adanya industri-industri di wilayah mereka yang memanfaatkan airtanah merupakan penye- bab terjadinya kekeringan di wilayah me- reka.

Di wilayah Kabupaten Bogor, di sekitar wilayah Kecamatan Caringin, Cijeruk, Ci- gombong dan sekitarnya, banyak warga masyarakat mengalami kekeringan pada

sumur-sumur mereka. Hal tersebut sangat ironis, mengingat di wilayah tersebut ba- nyak berdiri industri-industri yang ber- gerak di bidang air minum dalam kemasan maupun minuman ringan, baik dalam skala kecil, menengah, maupun skala besar.

Secara teoritis, sumberdaya airtanah yang dimanfaatkan oleh masyarakat dan industri merupakan sumberdaya yang berbeda. Pada dasarnya masyarakat me- manfaatkan jenis sumberdaya airtanah tidak tertekan, sedangkan untuk industri sumberdaya airtanah yang dimanfaatkan adalah airtanah tertekan. Kedua jenis airtanah tersebut merupakan sumberdaya yang berbeda bila ditinjau dari sumber pada daerah imbuhannya. Adanya kere- sahan masyarakat tersebut diindikasikan kurangnya pemahaman masyarakat terkait jenis sumberdaya tersebut.

Penyebab lain terjadinya kekeringan dikarenakan kurangnya pengawasan dalam pemanfaatan airtanah. Secara teoritis kebe- radaan airtanah tertekan berada di keda- laman lebih dari 100 meter dari per- mukaan tanah. Sehingga industri yang me- manfaatkan sumberdaya tersebut mem- peroleh air tersebut menggunakan sumur bor dalam. Pertanyaanya adalaha apakah setiap industri benar-benar melakukan pengeboran untuk sumur mereka di kedalaman tersebut.

Untuk indusrti-industri dalam skala menengah dan besar setiap penggunaan airtanah wajib memiliki izin yang dibuk- tikan dengan Surat Izin Penguasaan Airtanah (SIPA) sebagai salah satu pengen- dalian pemanfaatan sumberdaya airtanah.

Permasalahannya adalah apakah industri dalam skala kecil yang biasanya meman- faatkan airtanah untuk keperluan usaha isi ulang air minum dalam kemasan juga me- miliki izin penguasaan airtanah tersebut.

Permasalahan Transportasi

Permasalahan di bidang transportasi juga muncul pada kegiatan pemanfaatan airtanah. Isu tersebut muncul dari kegiatan industri yang memanfaatkan airtanah dan melakukan distribusi produknya meng- gunakan kendaraan pengangkut yang me- lalui jalur darat. Seperti yang terjadi di

(5)

Kabupaten Bogor pada ruas Jalan Suka- bumi-Ciawi, banyak indsutri berskala besar yang memanfaatkan jalur darat untuk distribusi produknya. Jalan Raya Suka- bumi-Ciawi merupakan Jalan Nasional di- mana merupakan akses jalan utama yang menghubungkan Bogor dan Sukabumi.

Kondisi tersebut menjadikan Jalan Suka- bumi-Ciawi memiliki tingkat kepadatan arus lalu lintas yang tinggi. Tingginya kepadatan arus lalu lintas juga merupakan kontribusi dari kegiatan yang dilakukan industri-industri tersebut. Tidak menutup kemungkinan industri di bidang lain juga memberikan pengaruh terhadap tingginya arus lalu lintas di jalan tersebut.

Berdasarkan data yang ada komposisi kendaraan yang melintas dan tingkat (V/C rasio) kejenuhan di Jalan Raya Sukabumi- Ciawi disajikan pada Gambar 5 dan 6.

Tingkat kejenuhan mendekati 1 (satu) artinya bahwa kondisi jalan tersebut men- dekati jenuh, dimana daya tampung ken- daraan di jalan tersebut sudah terlampaui.

Kepadatan di ruas Jalan Raya Sukabumi- Ciawi tersebut pada dasarnya merupakan konstribusi dari berbagai aktivitas yang memanfaatkan jalan tersebut, namun industri dalam skala besar berkorelasi dengan tingkat kepadatan tersebut.

Gambar 5. Komposisi kendaraan yang me- lewati Jalan Raya Sukabumi- Ciawi (Sumber : AMDAL PT.

Tirta Investama, 2014)

Gambar 6. Perubahan V/C Rasio di Jalan Raya Sukabumi-Ciawi (Sumber : AMDAL PT. Tirta Investama, 2014)

Penerapan Kebijakan

Berdasarkan amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Penge- lolaan Lingkungan Hidup, dalam peman- faatan sumberdaya alam dilaksanakan berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan mem- perhatikan :

Keberlanjutan proses dan fungsi lingkungan hidup;

Keberlanjutan produktivitas lingku- ngan hidup

Keselamatan, mutu hidup, dan kesejahteraan masyarakat

Manakala daya dukung dan daya tam- pung sudah terlampaui, maka segala segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melam- paui daya dukung dan daya tampung ling- kungan hidup tidak diperbolehkan lagi.

Namun permasalahan yang terjadi adalah belum terdapat adanya perhitungan daya dukung dan daya tampung untuk sum- berdaya airtanah di wilayah CAT Bogor.

Pengaturan lingkungan hidup dalam pelaksanaan pembangunan masih belum terlaksana dengan baik, karena belum tun- tasnya penjabaran dari Undang-Undang ke- dalam sistem pengaturan yang dapat men- jadi pegangan bagi para pelaksana pemba- ngunan di lapangan.

Di wilayah Kabupaten Bogor sendiri, implementasi dari Perda Kabupaten Bogor Nomor 17 Tahun 2011 tentang Pengelolan Air Tanah juga menumi banyak perma- salahan di lapang dan disinyalir berten- tangan dengan ketentuan di bidang ling- kungan hidup lainnya.

(6)

SOLUSI KEBIJAKAN

Pendekatan Kelembagaan

Sumberdaya airtanah merupakan salah satu jenis sumberdaya alam, sehingga pengelolaannya mengikuti kaidah-kaidah pengelolaan sumberdaya alam. Ruang ling- kup pengelolaan sumberdaya alam meli- puti :

Inventarisasi,

Perencanaan,

Pelaksanaan,

Pengawasan

Secara lebih rinci PP No 43/2008 mengatur pengelolaan airtanah yang meli- puti kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengevaluasian penyeleng- garaan konservasi airtanah, pendayagu- naan airtanah, pengendalian daya rusak airtanah berdasarkan cekungan airtanah.

Kegiatan ini ditujukan untuk mewujudkan kelestarian, kesinambungan ketersediaan serta kemanfaatan airtanah yang berke- lanjutan.

Gambar 7. Pengelolaan airtanah berdasar- kan PP No. 43/2008

Sehubungan dengan pelaksanaan de- sentraliasai pengelolaan airtanah, bebe- rapa hal penting yang perlu mendapat perhatian dan perlu dipersiapkan daerah antara lain :

a. Penyediaan peta dan informasi tentang air tanah.

b. Kesepatakan antara bupati atau wali- kota dalam mengelola cekungan air tanah lintas kabupaten/kota dan kese- patakan gubernur dalam mengelola cekungan air tanah lintas provinsi, terutama mencakup inventarisasi poten- si, perencanaan pendayagunaan, perun- tukkan pemanfaatan, konservasi dan pengendalian.

c. Pemberdayaan daerah dalam penye- lenggaraan pengelolaan, menyangkut kemampuan teknis sumber daya manu- sia, peralatan serta ketersediaan data atau informasi tentang sumber daya air tanah.

d. Pengaturan terpadu berbagai sektor da- lam pemanfaatan air tanah, sehingga tidak terjadi konflik kepentingan.

e. Pendayagunaan airtanah yang lebih me- nekankan pada tujuan pelestarian dan perlindungan sumberdaya airtanah alih- alih untuk memperbesar PAD.

f. Pengaturan penempatan kawasan in- dustri yang memerlukan air sebagai bahan baku dan proses industri, sesuai dengan potensi sumber daya air yang tersedia

g. Konsistensi daerah dalam meneruskan kebijakan yang telah diambil saat ini yaitu pengurangan debit pengambilan airtanah untuk industri di daerah rawan airtanah, serta pelarangan peman- faatan air tanah bebas untuk industri.

h. Rencana jangka panjang atas kebutuhan air untuk masyarakat luas dan berbagai kegiatan sektoral.

i. Pengadaan dan penambahan jumlah sumur pantau untuk mengetahui peru- bahan-perubahan kondisi airtanah aki- bat pengambilan sebagai tindak lanjut dalam mengambil keputusan penge- lolaan air tanah.

j. Penertiban sumur-sumur pengambilan airtanah yang tidak berizin, sebagai sa- lah satu upaya untuk mencegah keru- sakan air.

Karena SDA dan lingkungan meru- pakan suatu ekosistem yang kompleks, maka diperlukan metode inventarisasi dan perencanaan, serta organisasi pengawasan yang bersifat multidisiplin dan terintegrasi,

(7)

dengan tujuan untuk menyerasikan usaha- usaha pengelolaan sumberdaya alam.

Sering terjadi benturan antar sektor dan antar daerah dalam pengelolaan SDAL, karena belum adanya keserasian dalam pengaturan dan kebijakan antar daerah dalam upaya pembinaan keserasian antara pembangunan dengan lingkungan hidup, padahal sistem lingkungan hidup tidak mengikuti batas-batas administrasi peme- rintahan.

Pengelolaan airtanah pada hakekatnya melibatkan banyak pihak dan harus dilaku- kan secara bijaksana dengan mendasarkan aspek hukum dan aspek teknis.

Inventarisasi Sumberdaya Airtanah Dalam melakukan strategi pelaksanaan pengelolaan airtanah diperlukan data dan informasi yaitu meliputi : potensi airtanah dan karakteristik hidrogeologis cekungan air tanah yang bersangkutan, proyeksi ke- butuhan air untuk berbagai keperluan pada cekungan air tanah yang bersangkutan dan perubahan kondisi dan lingkungan air tanah. Salah satu tahapan dalam pelaksa- naan perencanaan pengelolaan airtanah adalah inventarisasi sumberdaya airtanah.

Penetapan Daya Dukung

Setelah melakukan inventarisasi langkah selanjutnya adalah menentukan daya dukung. Daya dukung lingkungan hi- dup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antar keduanya. Daya dukung dimak- sudkan untuk mengetahui kapasitas atau potensi airtanah sebenarnya (real time) berdasarkan kondisi perubahan lingkungan dalam cekungan airtanah. Sehingga dengan diketahui daya dukung airtanah maka suatu kebijakan pengelolaan lingkungan hidup khususnya pengelolaan sumberdaya airtanah dapat dilakukan berdasar daya tampung tersebut. Apabila diketahui daya dukung airtanah telah terlampui, maka tidak diperkenankan lagi dilakukan pemanfaatan airtanah tersebut.

Konservasi Recharge Area

Pada penjelasan sebelumnya telah di- informasikan bahwa airtanah bersumber

dari daerah imbuhan (recharge area).

Sehingga upaya nyata yang dapat dilakukan untuk menjaga ketersediaan airtanah adalah dengan melakukan upaya konser- vasi pada recharge area.

Setiap kegiatan yang memanfaatkan sumberdaya airtanah pada hakekatnya wa- jib menjaga ketersediaan sumberdaya ter- sebut dengan melakukan berbagai upaya konservasi. Upaya konservasi dilakukan dengan tujuan untuk menjaga kelestarian lingkungan recharge area agar fungsi eko- logis dapat berjalan secara optimal. Apabila kawasan ini rusak tidak diragukan lagi bahwa cadangan airtanah pada suatu ceku- ngan airtanah akan berkurang atau bahkan habis.

Berdasarkan peta daerah imbuhan dan lepasan airtanah (Gambar 4), CAT Bogor memiliki daerah imbuhan airtanah yang berada di wilayah Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dan Taman Na- sional Gunung Gede Pangrango (TNGGP).

Sehingga untuk menjaga ketersediaan sumberdaya airtanah maka daerah imbu- han airtanah yang berada di kedua TN tersebut wajib dijaga. Salah satu jenis kegiatan konservasi yang dapat dilakukan dan ditawarkan oleh kedua lembaga ter- sebut adalah program adopsi pohon.

Program adopsi pohon bekepentingan mendorong masyarakat luas, baik warga negara Indonesia maupun asing agar lebih peduli terhadap lingkungan dan konservasi alam melalui penanaman pohon-pohon un- tuk perbaikan dan pemulihan kawasan hu- tan yang rusak di dalam kawasan taman nasional. Program tersebut berharap kepa- da semua komponen masyarakat, baik per- orangan, kelompok masyarakat, maupun organisasi/lembaga dapat belajar dan me- mahami permasalahan konservasi alam yang ada, untuk kemudian terlibat dan ber- peran-serta secara sukarela, aktif dan ber- kontribusi pendanaan untuk pelaksanaan program adopsi pohon.

Adopsi Pohon adalah donasi dana yang dititipkan oleh Bapak/ibu Asuh (ADOPTER) kepada masyarakat lokal untuk tujuan res- torasi/rehabilitasi dengan penanaman ka- wasan hutan yang rusak. Nominal donasi dana untuk adopsi pohon berbeda di kedua

(8)

lokasi recharge area, begitu pula dengan jangka waktu kerja samanya (Tabel 1). Be- berapa data jumlah pohon yang telah dita- nam oleh adopter di recharge area disa- jikan pada Tabel 2 dan 3.

Mengacu pada zonasi indikatif, zona reha-bilitasi TNGGP terutama pada areal kritis, namun di dalamnya termasuk sawah, fasilitas umum, fasilitas sosial serta pemu- kiman, sehingga luas areal yang perlu dire- habilitasi/restorasi seluas kurang lebih 3000 hektar. Sedangkan di kawasan TNGHS luas areal yang perlu direhabilitasi/res- torasi seluas kurang lebih 15.000 hektar.

Gambar 8. Pembagian ruang dan jenis komposisi tanaman untuk pe- laksanaan program adopsi po- hon

Tabel 1. Rincian Donasi Program Adopsi Pohon

Jenis TNGHS TNGGP

Penanaman Rp 14.000 Rp 37.800

Konsorsium GEDEPAHALA Rp 3.500 Rp 16.200

Sistem Dukungan Masyarakat Hulu (SISDUK) Rp 28.000 -

Fasilitas Rp 21.000 -

Database Sistem dan Pemetaaan Rp 3.500 -

Pemberdayaan masyarakat - Rp 54.000

Total Donasi Rp 70.000 Rp 108.000

Jangka waktu 5 Tahun 3 Tahun

Sumber : TNGHS dan TNGGP, 2012

Tabel 2. Data Jumlah Pohon Yang Telah Ditanam Di Kawasan TNGGP Dalam Program Adopsi Pohon

No Adopter Lokasi Tanggal

Penanaman Jumlah Bibit

1 PDIP Blok Wanamega, Bodogol 1/3/2008 4.000

2 Menteri Keuangan Blok Pasir Malang, Bodogol 03/01/08 400

3 Menteri Perdagangan Blok Pasir Malang, Bodogol 03/01/08 400 4 Menteri Pemberdayaan perempuan Blok Pasir Malang, Bodogol 03/01/08 400 5 Menteri Kesehatan Blok Pasir Malang, Bodogol 03/01/08 400

6 Deputi BI Blok Pasir Malang, Bodogol 03/01/08 400

7 Mazars Blok Cilengkong, Bodogol 03/02/09 400

8 Gunma Safari Blok Tiwel, Bodogol 23/01/2010 396

9 Mazars Blok Tiwel, Bodogol 20/04/2010 2.000

10 Bank Mandiri Blok Pasir Ipis, Cimande 26 /11/2011 800 11 PT. Tirta Investama Blok Pasekon, Cimande 17/12/2012 1.200 Sumber : TNGGP, 2012

Tabel 3. Data Jumlah Pohon Yang Telah Ditanam Di Kawasan TNGHS Dalam Program Adopsi Pohon

No Adopter Lokasi Tanggal

Penanaman Jumlah Bibit 1. Mitra TNGHS Cianten, Resort Gunung Butak Desember 2009 9.690 2. PT. KMI Cililin, Resort Gunung Koneng 18 Februari

2010 10.000

3. PT. Crawford Cidahu, Resort Kawah Ratu 2 Oktober 2010 1000

Pembagian Ruang Penanaman berdasarkan Komposisi Tanaman

Hutan Alam TN

Kawasan Perluasan TN

Drh Penyangga TN

Komposisi jenis: Tanaman hutan

> penyediaan kebutuhan dan habitat satwa liar

Komposisi jenis: Campuran Tanaman hutan & tanama buah produktif,

> penyedia kebutuhan dan habitat satwa liar dan hasil hutan non kayu yang dapat dimanfaatkan masyarakat setempat Komposisi jenis: Campuran Tanaman hutan, tanaman buah &

tanaman semusim > penyedia kebutuhan masyarakat setempat Tanaman masyarakat dengan pola usaha tani dan bertanam dengan memperhatikan aspek konservasi tanah dan resapan tanah/hidrologis Kawasan batas TN

(9)

No Adopter Lokasi Tanggal

Penanaman Jumlah Bibit 4. Yamaha Jelajah Alam Sukagalih, Resort Gunung

Kendeng 29 Mei 2010 2300

5. PT. Grace Cidahu, Resort Kawah Ratu 16 April 2011 200 6. Yamaha Green United Sukagalih, Resort Gunung

Kendeng 1 Mei 2011 1000

7. Kagoshima University Garehong, Resort Gunung Butak 4 November 2011 5000 8. Universitas Pakuan Garehong, Resort Gunung Butak 4 November

2011 190

9. PILI Network Loji, Resort Salak I 2 Oktober 2011 100 10. PT. AIA Ciodeng, Resort Gunung Bodas Oktober 2011 2.000 11. Gunma Safari Park Gunung Bunder, Resort Salak II Desember 2011 1.230 12 POK IPB '57 Koridor Halimun Salak 21 Desember

2011 300

13 PT. Amerta Indah

Otsuka (Pocari Sweat) Kuta Jaya, Resort Kawah ratu November 2012 25.000 Sumber : TNGHS, 2012

KESIMPULAN

Pada hakekatnya tujuan pengelolaan sumberdaya alam adalah untuk menda- patkan manfaat dan hasil yang maksimal secara berkelanjutan.

Dalam mengalokasikan sumberdaya alam ini harus diusahakan perimbangan antara populasi manusia dengan sumber- daya alam yang ada, dengan mengusahakan pula pencegahan kerusakan pada sumber- daya alam dan lingkungan hidup.

Jika sasaran pengelolaan sumberdaya alam adalah ekosistem sumberdaya alam, maka sesungguhnya pengelolaan lingku- ngan hidup sudah tercakup dalam penge- lolaan sumberdaya alam.

Pada dasarnya pengelolaan terhadap lingkungan dilakukan berdasarkan pende- katan ekosistem yang terintegrasi, mengi- ngat sumberdaya alam dan lingkungan tidak mengikuti batas-batas administrasi.

DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140 Sekertariat Negara. Jakarta

Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerinta Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah.

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83. Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia. Jakarta Republik Indonesia. 2012. Peraturan Pemerinta Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48. Kementerian Sekertariat Negara. Jakarta

Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor.

Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 17 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Air Tanah. Lembar Daerah Kabupaten Bogor Tahun 2011 Nomor 17. Sekertaris Daerah. Bogor

Referensi

Dokumen terkait

3 A person who carries out an activity is taken to have complied with the cultural heritage duty of care in relation to Aboriginal cultural heritage if— a the person is acting— i