Menyatakan bahwa disertasi yang berjudul “Penentuan Awal Bulan Imlek di Indonesia: Permasalahan dan Solusinya” benar-benar karya asli saya, kecuali kutipan yang telah disebutkan. Permasalahan perbedaan penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah di Indonesia merupakan permasalahan klasik, namun masih menjadi permasalahan terkini dan menjadi permasalahan besar di masyarakat. Dalam penelitian ini penulis mengkaji: (1) Sistem penentuan awal bulan lunar di Indonesia, (2) Apa dan bagaimana permasalahannya, (3) Apa relevansi jawaban menyatukan awal bulan lunar masalah-masalah ini dan kemudian apa strateginya.
Analisis datanya bersifat induktif, yaitu terlebih dahulu menemukan fakta tentang sistem penentuan awal bulan penanggalan lunar di Indonesia, faktor-faktor penyebab perbedaan tersebut, dan pengaruhnya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah diperlukannya keseragaman dalam menentukan awal bulan penanggalan lunar di Indonesia. Pemerintahannya adalah Ulil Amri yang mempunyai kewenangan penuh dalam menentukan awal bulan penanggalan lunar yang dilakukan secara obyektif dan ilmiah.
Penentuan awal bulan lunar termasuk dalam kategori fiqh ijtima'î, sehingga harus diatur oleh pemerintah agar tidak terjadi kekacauan.
Latar Belakang Masalah
Badan ini bertugas memberikan nasihat kepada Menteri Agama dalam menentukan awal bulan lunar, khususnya bulan-bulan yang berkaitan dengan ibadah. Masyarakat Islam Indonesia melalui ormas Islam masih berbeda pendapat mengenai cara menentukan awal bulan lunar. Dalam konteks Indonesia, penentuan awal bulan dengan menggunakan konsep wujûd al-hilal juga menjadi penyebab terjadinya perbedaan penentuan awal bulan.
Mengenai penggunaan hisab sebagai metode penentuan awal bulan, mereka berargumentasi dengan dalil-dalil syariat umum20, yaitu melalui lafadz ‘syahida’ dalam Q.S. Mereka juga menggunakan lafadz faqdurû lahû dalam hadits tentang kaifiyyah penentuan awal bulan Syawal dan Ramadhan sebagai pembenaran diperbolehkannya penggunaan hisab. Muncul pandangan untuk melakukan keseragaman awal bulan Imlek di seluruh dunia Islam, yaitu dengan metode rukyat global.
29 Wahyu Widiana, “Penetapan Awal Bulan Kawin dan Permasalahannya di Indonesia, dalam Farid Ismail dan Sriyatin Sadiq, (ed.) Hisab Rukyat; Jembatan Pemersatu Umat, hal. Meski awalnya ada yang merasa tidak tepat suatu cara pemaksaan yang pada akhirnya akan membawa keuntungan bagi semua pihak30 dan menjadi satu-satunya solusi untuk menyatukan penentuan awal bulan Ramadhan dan Idul Fitri di Indonesia.Pemerintah dalam menentukan awal bulan lunar , harus memilih pendapat yang paling rasional, baik dari sudut pandang syar'i maupun dari sudut pandang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendapat yang jelas dan akurat ini patut dijadikan acuan dalam menentukan awal bulan lunar di Indonesia. Pembahasan ini juga akan menjelaskan besarnya dampak perbedaan penentuan awal bulan lunar di Indonesia, sehingga menjadi argumentasi dalam mewujudkan gagasan pemersatu awal bulan lunar. Judul yang dipilih untuk membingkai wacana diskusi kali ini adalah “Sistem Penentuan Awal Bulan Imlek di Indonesia”.
Permasalahan
- Identifikasi Masalah
- Pembatasan Masalah
- Perumusan Masalah
- Kegunaan Penelitian
- Pendekatan Penelitian
- Teknik Pengumpulan Data
- Metode Analisis Data
Melakukan kajian komprehensif dan mendalam terhadap sistem penentuan awal bulan lunar dan permasalahannya di Indonesia dan internasional. Karena cakupan kajian mengenai penentuan awal bulan Imlek, maka penulis akan membatasi tema pembahasan penelitian pada sistem penentuan awal bulan Imlek di Indonesia. Apa relevansi pemersatu penentuan awal bulan lunar untuk menjawab permasalahan tersebut dan bagaimana strategi penyatuannya?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami sistem penentuan awal bulan lunar dan permasalahannya di Indonesia serta menggali relevansi integrasinya untuk menjawab permasalahan tersebut. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan hisab rukyat khususnya dalam penentuan awal bulan lunar di Indonesia. Dalam pelaksanaannya, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak baik pemerintah, ormas, dan masyarakat untuk mencari solusi permasalahan penentuan awal bulan lunar di Indonesia.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif 34 Pertama, peneliti akan menguraikan sistem penentuan awal bulan lunar dan permasalahannya di Indonesia. Setelah itu, penulis akan mengkaji relevansi penyatuan penetapan awal bulan untuk menjawab permasalahan yang muncul. Apabila berdasarkan data yang dikumpulkan hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut menjadi teori.37 Analisis data dalam penelitian ini juga bersifat komparatif38 karena peneliti akan membandingkan pendapat para ulama dalam menentukan awal bulan lunar.
Dalam praktiknya, peneliti akan menguraikan perbedaan penentuan awal bulan lunar di Indonesia dan asbâb al-khilâfnya. Secara teoritis dan konseptual, hal ini berkaitan dengan bagaimana seharusnya peran pemerintah dalam upaya unifikasi di awal bulan lunar ini. Dari langkah-langkah tersebut, diharapkan ada benang merah menuju konsep pemersatu awal bulan lunar di Indonesia.
Tinjauan Pustaka
Penulis tidak banyak menemukan penelitian yang mengkaji secara mendalam dan komprehensif permasalahan penentuan awal bulan penanggalan lunar di Indonesia. Hanya dengan itulah penyatuan awal bulan lunar di Indonesia bisa terwujud.39 Sayangnya artikel ini hanya berbentuk artikel pendek. Oleh karena itu, pembahasan pemikiran NU dan Muhammadi menghitung rukyat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pemikiran menghitung rukyat atau menentukan awal bulan lunar.
Wahyu Widiyana dalam makalah berjudul “Penentuan Awal Bulan Imlek dan Permasalahannya di Indonesia”41 menjelaskan penyebab perbedaan awal bulan lunar di Indonesia. Dalam tesisnya yang bertajuk 'Menuju Titik Temu Muhammadiyah - NU dalam Menentukan Awal Bulan Imlek', Sunarto memfokuskan pembahasan pada perbedaan metode penentuan awal Bulan Imlek antara NU (Nahdhatul Ulama) dan Muhammadiyah. Jika ketinggian hilal mencapai 2 derajat atau lebih setelah matahari terbenam, maka ada kemungkinan adanya kesepakatan antara Muhammadiyah dan NU dalam menentukan awal bulan lunar.
Lihat Wahyu Widiana, “Menentukan Awal Bulan Imlek dan Permasalahannya di Indonesia,” dalam Farid Ismail dan Sriyatin Sadiq, (eds.) Hisab Rukyat; Jembatan Menuju Persatuan Rakyat, hal. 42 Wahyu Widiana, “Penentuan Awal Bulan Imlek dan Permasalahannya di Indonesia,” dalam Farid Ismail dan Sriyatin Sadiq, (eds.), Hisab Rukyat; Jembatan Menuju Persatuan Rakyat, hal. Jika ketinggian hilal antara 0 dan 2 derajat, hampir bisa dipastikan akan terjadi perbedaan antara Muhammadiyah dan SEKARANG dalam menentukan awal bulan lunar.
Sementara itu, NU menurunkan kriteria ketinggian bulan baru (imkân ar-ru'yat) agar dapat terwujud landasan bersama dalam menentukan awal bulan lunar. Organisasi keagamaan didorong untuk menerima tawaran alternatif yang lebih baik terkait penentuan awal bulan lunar.46. Nur Hidayat menegaskan dalam artikelnya “Kewenangan Pemerintah Dalam Perspektif Fiqh Siyasah Yusuf Qardhawi”49 bahwa Pemerintah (dalam hal ini Kementerian Agama RI) mempunyai kewenangan penuh dalam menentukan awal Bulan Imlek di Indonesia.
Sistematika Pembahasan
Terlebih lagi, Majelis Ulama Indonesia sendiri menegaskan bahwa seluruh umat Islam di Indonesia wajib mengikuti peraturan pemerintah mengenai penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal, dan Zulhijjah.47 Tanpa mengikuti peraturan yang mengikat, keseragaman awal bulan lunar akan sangat sulit tercapai karena perbedaan ijtihad. 34;Pemersatu Penetapan Tanggal 1 Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah di Indonesia”48 yang menyatakan bahwa untuk mempercepat terwujudnya keseragaman penentuan awal bulan lunar, diperlukan pendekatan kekuasaan (otoritas) selain pendekatan metodologis. Pembahasan kedua, penulis akan memberikan contoh dampak perbedaan penentuan awal bulan penanggalan lunar di daerah banyuwangi, semarang, sleman dan bandar lampung.
Setelah itu, mereka akan mempelajari pemerintahan dan memilih amri untuk mengetahui sejauh mana kewenangan pemerintah dalam menentukan awal bulan lunar. Dalam penentuan awal bulan penanggalan di Indonesia, pemerintah menggunakan metode imkman al-ru'yah yang mengacu pada kesepakatan MABIMS, yaitu pada saat matahari terbenam, tinggi badan (ketinggian) anak minimal 2° di atas cakrawala dengan umur minimal 8 jam dari ijtimak, sudut elongasi (jarak kelengkungan) tepi Bulan dan Matahari minimal 3°. Permasalahan dalam penentuan awal bulan penanggalan lunar di Indonesia adalah ketidakkonsistenan dalam penetapannya yang seringkali berdampak buruk bagi masyarakat luas.
Ketidakseragaman penentuan awal bulan lunar ini muncul karena ormas Islam menentukannya berbeda dengan pemerintah, karena mereka punya cara sendiri dalam menentukannya. Satuan awal bulan lunar di Indonesia sangat relevan untuk menjawab permasalahan perbedaan penentuan awal bulan lunar. Kesatuan strategi penentuan awal bulan lunar di Indonesia tidak cukup hanya menggunakan pendekatan mufakat atau “menunggu kesepakatan” dari ormas Islam yang berbeda pendapat.
Keputusan Menteri Agama dalam menentukan awal bulan lunar harus mengikat semua pihak untuk ditaati demi tercapainya keseragaman dalam menentukan awal bulan lunar di Indonesia. Pemerintah sebagai ulil amri mempunyai kewenangan penuh dalam menentukan awal bulan lunar dengan menggunakan cara yang paling akurat dan dalil yang jelas. Pada tahap awal, pemerintah harus melarang ormas Islam mengumumkan secara terbuka penetapan awal bulan lunar.
Saran-Saran
Jika ada ormas Islam yang tidak menaati ketentuan tersebut, pemerintah harus memberikan sanksi tegas. Menetapkan undang-undang tentang penentuan awal bulan lunar untuk menciptakan keseragaman dalam penentuan awal bulan lunar. Pemerintah sebaiknya mengambil tindakan tegas terhadap ormas Islam yang melanggar peraturan pemerintah dan secara sepihak mengumumkan penetapan awal bulan kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Arkanuddin, Muthoha, “23 Tahun Resolusi Sidang Isbat Penentuan Awal Bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah di Indonesia”, http://rukyatulhilal.org/ tanggal akses. Az-Zarqâ, Muthafâ Ahmad, “Tentang Penentuan Hilal dengan Menghitung Hari Ini” dalam, Hisab Bulan Qamariah; Tinjauan Syar'i Penentuan Awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, terj. Pedoman penghitungan awal bulan Qamariyah (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1994.
Nur, “Kewenangan Pemerintah dalam Penetapan Awal Bulan Imlek,” dalam Jurnal Jurisdictie; Jurnal Hukum dan Syari'ah, Volume 3, Edisi 1 Juni 2012. Husein, Ibrahim, “Tinjauan Hukum Islam Mengenai Penentuan Dimulainya Bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah”, dalam Mimbar Hukum, no. Hakim (ed.), Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta: Proyek Peningkatan Kajian Kerukunan Umat Beragama, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Beragama, Badan Penelitian dan Pengembangan Keagamaan, dan Diklat Keagamaan, Kementerian Agama Republik Indonesia , 2004.
Ridha, Muhammad Rasyid, “Menentukan Bulan Ramadan dan Membincangkan Penggunaan Akaun,” dalam Akaun Bulan Kamariah; Tinjauan syar'i tentang penentuan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah, terj. Sanusi, Ahmad, Pelaksanaan Kegiatan Rukyat Awal Bulan Hijriah di Pelabuhan Ratu, http://www.pa-cibadak.go.id/artikelen/baca/17, diakses 26 Februari 2012. Shadiq, Sriyatin, Perkembangan Rukyat akaun dan penentuan awal bulan Kamariah dalam Menuju Kesatuan Hari Raya, Surabaya: Bina Ilmu, 1995.
Siddiq, Suwandojo, Profesor ah, Bandung: Bosscha, 2009. Sunarto, S.HI, Menuju Titik Temu Muhammadiyah – NU dalam Penetapan Awal Bulan Imlek, UIN Jakarta, Skripsi, 2005. Hakim, (ed.), Hisab Rukyat dan Perbedaannya, Jakarta: Proyek Kajian Peningkatan Kerukunan Kehidupan Beragama Kehidupan Beragama Pusat Penelitian dan Pengembangan Badan Penelitian dan Pengembangan Agama dan Pendidikan Keagamaan, 2004.
Zaidan, Abdul Karim, Dr. Sudah. Hasil wawancara dampak perbedaan penentuan awal bulan penanggalan di Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur1. 2 Muthoha Arkanuddin, 23 tahun penutup sidang Isbat penentuan awal bulan Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah di Indonesia (update), (Yogyakarta, t.p., t.t.).