• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEMBUAT VIDEO PORNOGRAFI DENGAN DIGITAL FORENSIK DI MEDIA SOSIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PEMBUAT VIDEO PORNOGRAFI DENGAN DIGITAL FORENSIK DI MEDIA SOSIAL"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

Untuk mengetahui dan mendapatkan gambaran pasti betapa mendesaknya digital forensik pada konten pornografi di media sosial. Hal ini juga menjadi literatur bagi masyarakat untuk lebih memahami peran digital forensik dalam kaitannya dengan permasalahan hukum konten pornografi di media sosial.

Latar Belakang

Forensik digital merupakan penerapan ilmu dan teknologi komputer untuk tujuan pembuktian yang sah (for justice), yang dalam hal ini adalah pembuktian secara ilmiah kejahatan teknologi tinggi atau kejahatan komputer sehingga diperoleh bukti-bukti digital yang dapat digunakan untuk menjerat pemimpin. .kejahatan. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang.

Rumusan Masalah

Tujuan Penulisan

Manfaat Penulisan

Kajian Pustaka

Menurut Mardjono Reksodiputro, sistem peradilan pidana adalah suatu sistem pengendalian kejahatan yang terdiri atas lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan bagi narapidana7. 7 Mardjono Reksodiputro, 1993, Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas Toleransi), Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hal.1.

Metode Penelitian

Butir “Dimaksudkan dan tanpa hak untuk mendistribusikan dan/atau mengunduh dan/atau membuat dapat diakses. Kemudian bahan hukum primer dan sekunder dikumpulkan, dikatalogkan dan dikelompokkan sesuai dengan permasalahan yang ada.

Sistematika Penulisan

19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan bahwa informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dan/atau cetakan merupakan alat bukti yang sah. Sedangkan pengertian pornografi diatur secara khusus dalam pasal 1 ayat (1) UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, yang menyatakan: “Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, suara, gambar bergerak, animasi, kartun. , percakapan, gerak tubuh atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang mengandung unsur pencabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.” Dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan perubahannya juga diatur tidak memiliki istilah pornografi, melainkan “konten yang melanggar kesusilaan”.

Dari kedua undang-undang di atas, Pasal 1 ayat (1) UU Pornografi memberikan definisi yang lebih jelas tentang pornografi, yaitu gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, suara, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk lainnya. . penyampaian pesan melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum yang mengandung unsur pencabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat. Barang siapa memproduksi, menciptakan, memperbanyak, menggandakan, mengedarkan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, menjual, menyewakan, atau menyediakan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling sedikit enam (enam) tahun. ) bulan. dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar. Pelanggar pasal di atas akan diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.

Selain itu, pelaku yang melanggar Pasal 4 ayat (1) UU Pornografi diancam pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp250 juta dan paling banyak Rp6 miliar. . Namun UU Informasi dan Transaksi Elektronik beserta perubahannya malah tidak ada istilah pornografi.

Konsep Digital Forensik

  • Cyberporn
  • Peran Digital Forensik
  • Tujuan Digital Forensik
  • Peran Media Sosial

Peran digital forensik dalam membantu pembuktian suatu kejahatan secara digital sangatlah penting, namun digital forensik dapat digunakan tidak hanya untuk mengungkap bukti kejahatan digital, namun juga kejahatan konvensional yang mempunyai bukti elektronik/digital. Pakar digital forensik Christopher mengatakan dalam dunia digital dan elektronik, alat bukti asli tidak dianalisis, mengapa barang bukti harus dilestarikan, berbeda dengan membedah tubuh korban.15 Pelaku kejahatan di. 15 Ni Komang Ratih Kumala Dewi, Digital Forensik di Kasus Pembunuhan, htpp://balipost.com.html diakses 20 Agustus 2019.

Penjahat biasanya selangkah lebih maju dari penegakan hukum dalam hal melindungi diri mereka sendiri dan menghancurkan barang bukti. Oleh karena itu, tugas forensik digital adalah menegakkan hukum dengan mengamankan bukti, merekonstruksi kejahatan, dan memastikan bahwa bukti yang dikumpulkan berguna di pengadilan. Tujuan utama forensik digital adalah untuk mengamankan dan menganalisis bukti digital dengan menggambarkan keadaan artefak digital saat ini.

Konten Bermuatan Pornografi

  • Macam - Macam Konten
  • Jenis Jenis Konten

Isi gambar ada banyak jenisnya seperti gambar buatan yang menyerupai benda nyata, gambar imajiner yang menjelaskan suatu makna dan juga gambar abstrak. Konten video saat ini menjadi konten yang paling banyak dicari oleh pengguna web di seluruh dunia. Dengan berkembangnya zaman dan teknologi yang semakin memudahkan penyebaran informasi melalui web yang memiliki kecepatan sangat baik saat ini, konten video menjadi pilihan banyak orang.

Jika konten dibuat dengan baik dan menghibur banyak orang, pasti akan meningkatkan popularitas Anda dengan cepat. Meskipun blog dan video blog umumnya berisi kisah-kisah pribadi dari kehidupan sehari-hari, baik saat beraktivitas maupun saat bepergian, namun konten ini juga sangat populer dan disukai banyak orang. Selama konten blog dan video blog yang dibuat menarik, tentu akan banyak peminatnya di kalangan pengguna media sosial.

Pengaturan Pornografi

  • Ruang Lingkup Pornografi

Menurut Sudarto, pengertian unsur-unsur tindak pidana harus dibedakan dengan pengertian unsur-unsur tindak pidana sebagaimana tercantum dalam rumusan undang-undang. Tindak pidana pornografi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang kejahatan terhadap kesusilaan yang diatur dalam pasal 281 -283 dan 532 - 533 tentang pelanggaran kesusilaan yang menyatakan. Ketentuan Pasal 183 KUHAP hampir sama dengan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Kehakiman Nomor 4 Tahun 2004, yaitu.

Yang dimaksud dengan alat bukti yang sah atau yang diatur dalam undang-undang ada dalam Pasal 184 KUHAP yaitu. Berdasarkan undang-undang tersebut, terdapat tambahan jenis alat bukti di persidangan, yaitu informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik. Dalam hal ini, media sosial menjadi sarana bagi pelaku untuk membuat konten pornografi yang sesuai dengan Pasal 53 Undang-Undang Lalu Lintas Informasi dan Elektronik mengatur bahwa semua peraturan perundang-undangan yang telah berlaku sebelumnya berlaku sepanjang masih berlaku. .

Sistem Peradilan Pidana

  • Konsep Tindak pidana
  • Unsur – Unsur Tindak Pidana

Perbuatan pidana merupakan perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, bertentangan dengan hukum, patut dihukum, dan dilakukan dengan kesalahan. Seseorang yang melakukan suatu tindak pidana akan dipertanggungjawabkan secara pidana apabila ia melakukan suatu kesalahan, seseorang bersalah apabila ia melakukan perbuatan tersebut, hal ini dilihat dari sudut pandang masyarakat yang mempunyai pandangan normatif mengenai kesalahan yang dilakukannya. Pengertian tindak pidana dalam KUHP dikenal dengan istilah kriminalitas dan dalam literatur hukum pidana sering menggunakan tindak pidana berat, sedangkan pembentuk undang-undang merumuskan undang-undang dengan menggunakan istilah peristiwa pidana atau tindak pidana atau tindak pidana. Unsur-unsur (dalam arti sempit) tindak pidana pencurian biasa, misalnya tercantum dalam Pasal 362 KUHP.24 Menurut Lamintang, setiap tindak pidana dalam KUHP secara umum dapat dijelaskan unsur-unsurnya. . menjadi dua macam, yaitu unsur subyektif dan obyektif.

Yang dimaksud dengan unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri pelaku tindak pidana atau yang berkaitan dengan pelaku dan mencakup segala sesuatu yang terkandung dalam hatinya. Sedangkan unsur “objektif” adalah unsur-unsur yang berkaitan dengan keadaan, yaitu keadaan di mana tindakan pelaku harus dilakukan.

Legal Sistem

Tentang hal ini Friedman menulis: “Pertama-tama, banyak ciri dari sistem hukum yang berfungsi dapat disebut struktural: bagian yang bergerak, bisa dikatakan, dari mesin. Pengadilan adalah contoh yang sederhana dan nyata.”27 Artinya, salah satu bentuk berjalannya sistem hukum dapat disebut sebagai struktur yang merupakan bagian dari mekanisme peradilan. Friedman menyatakan bahwa komponen substansi hukum adalah “…the product of the legal system.”28 Menurutnya, pengertian substansi hukum juga mencakup aturan-aturan hukum.

Sebelum menjelaskan budaya hukum lebih detail, struktur dan substansinya sering juga disebut dengan sistem hukum. Budaya hukum menurut Friedman diartikan sebagai ... “sikap dan nilai yang berkaitan dengan hukum dan sistem hukum, beserta sikap dan nilai yang mempengaruhi perilaku yang berkaitan dengan hukum dan lembaganya, baik secara positif maupun negatif29. dan nilai-nilai, yang berkaitan dengan hukum atau sistem hukum, serta sikap dan nilai-nilai.

Konsep PertanggungJawaban

  • Konsep Kesengajaan
  • Tindak Pidana Pornografi
  • Sistem Pembuktian Hukum Acara Pidana dan Alat Bukti

Pembenarannya adalah suatu alasan yang tercantum dalam undang-undang bahwa orang yang melakukan perbuatan itu dibenarkan oleh undang-undang, yang terdapat dalam Pasal 48.49 ayat 1, 50, dan 51 KUHP. Untuk dapat dibuktikan seseorang melakukan tindak pidana pornografi, maka harus dibuktikan bahwa orang tersebut telah memenuhi seluruh unsur-unsur tindak pidana pornografi yang terdapat dalam Pasal 282 – 283 dan 532 – 533 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). . Dan tindak pidana pornografi ini juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, pada Pasal 4 sampai 14 tentang Larangan dan Pembatasan.

Dari Penjelasan Pasal 183 KUHP dapat dikatakan pembentuk undang-undang telah memilih alat pembuktian yang paling tepat. “Tidak seorang pun dapat dihukum karena suatu tindak pidana, kecuali jika pengadilan dengan alat bukti yang sah menurut undang-undang yakin bahwa orang yang dianggap bertanggung jawab itu bersalah atas tindak pidana yang didakwakan kepadanya.” Dalam hal ini hakim, penuntut umum, terdakwa, dan penasihat hukum terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian pembuktian yang ditentukan oleh undang-undang.

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan alat bukti yang sah. Pembuktian juga merupakan suatu proses yang berisi petunjuk-petunjuk sesuai dengan hukum untuk membuktikan kesalahan seseorang.

Kesimpulan

  • Urgensi Digital Forensik Dalam Konten Pornografi Di Media
  • Pertanggungjawaban Pidana Pembuat Konten Pornografi Di

Asas pertanggungjawaban pidana diatur dalam Pasal 2 KUHP (disingkat KUHP) bahwa “ketentuan pidana peraturan perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana di Indonesia”. Oleh karena itu, tindak pidana adalah segala ketentuan hukum mengenai perbuatan apa yang dapat dipidana dan kejahatan apa yang dapat dijatuhkan. Lex specialis derogat legi generali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat KUHP.

Bahwa hukum informasi dan transaksi elektronik bersifat Lex Specialis (hukum khusus) dalam hukum pornografi dan hukum pidana bersifat lex generalis (hukum umum). Jadi jika ada hukuman bagi pelakunya, maka itu adalah retribusi atas perbuatannya, yang bertujuan untuk memperbaiki sikap dan perilaku agar lebih baik dalam menggunakan layanan media sosial dan juga bertujuan untuk mencegah kemungkinan orang lain melakukan tindakan serupa.

Saran

Referensi

Dokumen terkait

Even though the bounds test for cointegration does not require pre-examining the order of integration, we need all variables to be I1 in order to examine the long-run relationship

Eff ect of rosiglitazone on the frequency of diabetes in patients with impaired glucose tolerance or impaired fasting glucose: a randomised controlled trial The DREAM Diabetes