• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENJAUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN AKIBAT PERKARA HUTANG PIUTANG (STUDI PUTUSAN NOMOR 31/PID.B/2018/PN UNR)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENJAUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN AKIBAT PERKARA HUTANG PIUTANG (STUDI PUTUSAN NOMOR 31/PID.B/2018/PN UNR)"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENJAUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN AKIBAT

PERKARA HUTANG PIUTANG

(STUDI PUTUSAN NOMOR 31/PID.B/2018/PN UNR) SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Ilmu Hukum

Program Kekhususan Hukum Pidana

Disusun oleh:

Yaklaib’na Sinna Fakturrobby NIM : 30301900430

HALAMAN JUDUL

PROGRAM STUDI (S-1) ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA) SEMARANG

2023

(2)

ii

PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

AKIBAT PERKARA HUTANG PIUTANG (STUDI PUTUSAN NOMOR 31/PID.B/2018/PN UNR)

SKRIPSI

Disusun oleh:

Yaklaib’na Sinna Fakturrobby NIM : 30301900430 HALAMAN PERSETUJUAN

Telah di setujui oleh:

Dosen Pembimbing:

Dr. Ira Alia Maerani, SH, MH NIDN : 06-0205-7803

PROGRAM STUDI (S-1) ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA) SEMARANG

2023

(3)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN AKIBAT

PERKARA HUTANG PIUTANG

(STUDI PUTUSAN NOMOR 31/PID.B/2018/PN UNR) Dipersiapkan dan disusun oleh:

Yaklaib’na Sinna Fakturrobby NIM: 30301900430

Telah dipertahankan di depan tim penguji Pada tanggal, 14 Agustus 2023

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat dan lulus Tim penguji

Ketua,

(Dr. R. Sugiharto, S.H., M.H) NIDN.0602066103

Anggota Anggota

(Dr. H. Trubus Wahyudi, S.H., M.H) (Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H) NIDN.8862970018 NIDN.0602057803

Mengetahui,

Dekan Fakultas Hukum Unissula

Dr. Bambang Tri Bawono, SH., MH.

NIDN.0621027401

(4)

iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Yaklaib’na Sinna Fakturrobby Nim : 30301900430

Fakultas : Hukum

Dengan ini saya menyatakan bahwa, karya tulis yang berjudul:

PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN AKIBAT PERKARA HUTANG PIUTANG

(STUDI PUTUSAN NOMOR 31/PID.B/2018/PN UNR)

Adalah benar hasil karya saya dan penuh kesadaran bahwa saya tidak melakukan tindak plagiasi atau mengambil alih seluruh atau sebagian besar karya tulis orang lain tanpa menyebutkan sumbernya.

Semarang, 28 Juli 2023 Yang menyatakan

Yaklaib’na Sinna Fakturrobby

NIM: 30301900430

(5)

v

PERNYATAAN PERSETUJUAN UNGGAH KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Yaklaib’na Sinna Fakturrobby

NIM : 30301900430

Program Studi : Ilmu Hukum

Fakultas : Hukum

Dengan ini menyerahkan karya ilmiah berupa Tugas Akhir/Skripsi/Tesis/Disertasi*

dengan judul :

PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN AKIBAT PERKARA HUTANG PIUTANG (STUDI PUTUSAN NOMOR 31/PID.B/2018/PN UNR)

dan menyetujuinya menjadi hak milik Universitas Islam Sultan Agung serta memberikan Hak Bebas Royalti Non-ekslusif untuk disimpan, dialihmediakan, dikelola dalam pangkalan data, dan dipublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis selama tetap mencantumkan nama penulis sebagai pemilik Hak Cipta.

Pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh. Apabila dikemudian hari terbukti ada pelanggaran Hak Cipta/Plagiarisme dalam karya ilmiah ini, maka segala bentuk tuntutan hukum yang timbul akan saya tanggung secara pribadi tanpa melibatkan pihak Universitas Islam Sultan Agung.

Semarang, 28 Juli 2023

(Yaklaib’na Sinna Fakturrobby)

(6)

vi ABSTRAK

Kejahatan berupa pembunuhan yang dialami manusia dari waktu ke waktu, bahkan sejak Adam-Hawa kejahatan sudah tercipta, maka dari itulah kejahatan merupakan persoalan yang tak henti-hentinya untuk diperbincangkan. Oleh karena itu kejahatan pembunuhan merupakan tindak pidana materiil karena akibat yang muncul dari perbuatan tersebut yang dilarang, akibatnya yaitu hilangnya nyawa seseorang. Dalam rumusan Pasal 339 KUHP tersebut “menghilangkan nyawa”

orang lain dengan pemberatan.

Metode penelitian yang digunakan yaitu pendekatan Yuridis sosiologis.

Pendekatan ini mengacu pada metode mendeskripsikan deskripsi data yang mana dilakukan dengan cara observasi dan wawancara. Penulis akan membahas apa saja bagaimana dasar pemidanaan hakim dalam memutuskan tindak pidana pembunuhan, serta dasar dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hakim dalam menjatuhkan vonis pidana tentunya didasari oleh pertimbangan yang dibuat berdasarkan fakta hukum yang diperoleh dari pemeriksaan dan pembuktian di dalam persidangan dan Hakim dalam memidanakan pelaku tindak pidana memuat unsur – unsur yang harus dipenuhi sesuai dengan KUHP serta Undang – Undang Kekuasaan Kehakiman.

Kata Kunci : Pemidanaan Hakim, Sanksi Pidana

(7)

vii ABSTRACT

Crime in the form of murder problems experienced by humans from time to time, even since Adam-Eve crime has been created, therefore crime is an issue that cannot be stopped to be discussed. Therefore, the crime of murder is a material crime because of the consequences that arise from the prohibited act, the result is the loss of a person's life. In the formulation of Article 339 of the Criminal Code, the "loss of life" of another person with aggravation.Crime in the form of murder problems experienced by humans from time to time, even since Adam-Eve crime has been created, therefore crime is an issue that is constantly discussed. Therefore, the crime of murder is a material crime because of the consequences that arise from the prohibited act, the result is the loss of a person's life. In the formulation of Article 338 of the Criminal Code, the "loss of life" of another person with aggravation.

Research method used is the sociological juridical approach. This approach refers to the method of describing data descriptions which are carried out by means of observation and interviews. The author will discuss what is the basis of the judge's punishment in deciding the crime of murder, as well as the basis for the judge's consideration in imposing a sentence.

The results showed that the Judge in imposing a criminal sentence is certainly based on considerations made based on legal facts obtained from examination and evidence in the trial and the Judge in sentencing the perpetrator of a criminal offense contains elements that must be fulfilled in accordance with the Criminal Code and the Law on Judicial Power.

Keywords: Judge Convict, Criminal Sanction

(8)

viii

MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO:

“DAN HANYA KEPADA TUHANMULAH HENDAKNYA KAMU BERHARAP.” (QS AL-INSYIRAH: 8)

PERSEMBAHAN:

Skripsi ini ku persembahkan kepada:

1. Allah SWT sebagai wujud rasa syukur atas ilmu yang Allah berikan kepadaku.

2. Rasulullah Muhammad SAW sebagai rasa cinta saya kepada Rasul.

3. Bapak dan Ibu tercinta (Errin Andiyanto dan Yatimah) beserta keluarga yang senantiasa mendoakan dan memberikan support materi maupun moril.

4. Kakak saya dan adik saya tersayang (Novana Nurul Al Maidah A.Md, Chella Jesica, dan Salsabila Alifatul Khoiyah)

5. Sahabat dan Teman-temanku terbaik yang selalu menemani dan memberikan dukungan.

6. Almamater.

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Assalamu’allaikum Wr.Wb.

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Alhamdulillah penyusunan skripsi dengan judul “PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN AKIBAT PERKARA HUTANG PIUTANG (STUDI PUTUSAN NOMOR 31/PID.B/2018/PN UNR)” dapat terselesaikan, sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program strata satu (S1) pada Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA) Semarang.

Penulis menyadari sepenuhnya tanpa dukungan, dorongan dan bimbingan berbagai pihak, maka penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan.

Untuk itu pada kesempatan ini dan dengan segala kerendahan hati perkenankanlah penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Gunarto, S.H., S.E., AKT., M. Hum. selaku Rektor Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

2. Bapak Dr. Bambang Tri Bawono S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

3. Ibu Dr. Hj. Widayati, SH, MH. selaku Wakil Dekan 1 (Satu) Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang

4. Bapak Dr. Arpangi, SH, MH. selaku Wakil Dekan 2 ( Dua) Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang

(10)

x

5. Bapak Dr. Ariefullah, S.H., M. Hum. Selaku Ketua Prodi Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

6. Ibu Ida Musofiana, S.H., M.H selaku Sekretaris Ketua Prodi Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang

7. Ibu Dr. Ira Alia Maerani S.H., M.H selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.

8. Bapak Winanto, SH., M.H selaku dosen wali yang telah banyak memberikan arahan serta bimbingan dalam pembelajaran kuliah.

9. Bapak Sayuti, S.H Selaku Hakim di Pengadilan Negeri Ungaran.

10. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang (UNISSULA) yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan sebagai dasar penulisan skripsi ini.

11. Staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang (UNISSULA)

12. Ciptoadi Hendra Mahajana, S.H, Shafira Rachmania S.K.M dan Radya Kusuma selaku teman yang selalu ada dan membantu saat mengerjakan skripsi.

13. Putir selaku penyemangat saya yang membantu saat mengerjakan skripsi.

14. David Faqih Adilla selaku saudara saya yang selalu menemani saya.

15. Teman-teman kuliah Fakultas Hukum Unissula terutama, Muhammad Rheza Surya, S.H, Agung Ananta Dwijaya, S.H, Muhammad Iqbal Tamimi, S.H, Auliya Rahma Nurtahlila, S.H, Arendro Wijaya, Samsul Maarif, Riko Reanaldi, Muhammad Shidqi Adlian Wasim, S.H, Bripda Rio Wibisono,

(11)

xi

dan semuanya yang telah memberi penulis semangat untuk menyelesaikan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan pada Ilmu Hukum Pidana khususnya, dan Ilmu Pengetahuan umumnya.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Semarang, 27 Juli 2023 Penulis

Yaklaib’na Sinna Fakturrobby NIM: 30301900430

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN UNGGAH KARYA ILMIAH ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

BAB I ... 1

PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Kegunaan Penelitian... 9

E. Terminologi ... 10

F. Metode Penelitian... 11

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II ... 18

TINJAUAN PUSTAKA ... 18

A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana ... 18

1. Pengertian tindak pidana ... 18

2. Unsur – unsur tindak pidana ... 21

3. Klasifikasi Tindak Pidana... 23

(13)

xiii

B. Tinjauan Umum Tentang Pemidanaan ... 25

1. Pengertian Pemidanaan ... 25

2. Teori Pemidanaan ... 27

3. Macam – macam pemidanaan ... 30

C. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pembunuhan ... 33

1. Pengertian Pembunuhan ... 33

2. Unsur – unsur Tindak Pidana Pembunuhan ... 35

D. Tinjauan Umum Tentang Hutang Piutang ... 40

1. Pengertian Hutang Piutang ... 40

2. Dasar Hukum Hutang Piutang ... 41

E. Tindak Pidana Pembunuhan dalam Perspektif Islam ... 45

BAB III ... 48

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 48

A. Hasil Penelitian ... 48

B. Pembahasan ... 59

1. Pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan di Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang? ... 59

2. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan di Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang? .... 63

BAB IV ... 72

PENUTUP ... 72

A. Kesimpulan ... 72

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN ... 79

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia adalah negara berkembang yang tentunya tidak lepas dari pengaruh perkembangan jaman, yang sekarang ini tidak hanya membawa pengaruh besar terhadap negara Indonesia melainkan juga berdampak pada perkembangan masyarakatnya. Negara Indonesia pasa masa ini tidak hanya mengalami krisis ekonomi melainkan juga krisis moral dimana tingginya tingkat kepadatan penduduk, kemiskinan, dan banyaknya pengangguran. Hal tersebut menimbulkan desakan-desakan ekonomi dimana tingginya harga barang serta kurangnya pendapatan yang didapat oleh warga negaranya dan tingginya tingkat kesulitan warga negara Indonesia dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Desakan ekonomi tersebut dapat membuat manusia mudah marah, stress, dan sakit hati atas perbuatan orang lain terhadap dirinya.

Di Indonesia sering kita jumpai pola-pola serta perilaku kejahatan mulai dari yang dilakukan oleh kelas menengah kebawah hingga kaum menengah keatas. Tentu saja dampak yang ditimbulkan oleh berbagai jenis macam perilaku menyimpang tersebut sangat meresahkan dan mengkhawatirkan Sebagian besar masyarakat. Misalnya kasus Tindak Pidana Korupsi yang menyebabkan terhambatnya pembangunan di bidang infrastruktur, Pendidikan serta sector sosial kemasyarakatan lainnya, Tindak Pidana Terorisme juga masih ada yang

(15)

2

bermunculan dengan korban-korbannya yang rata-rata tidak bersalah namun harus ikut juga merasakan dampak dari aksi-aksi teror yang dilakukan secara keji dan membabi buta. Dalam cakupan wilayah Semarang sendiripun demikian kasus begal, yang sempat menebar kekhawatiran bagi pengguna kendaraan di malam hari, begitu juga kasus narkotika yang amat sangat merusak efeknya terlebih lagi bila sudah sampai pada generasi muda bangsa Indonesia yang sejatinya ditangan merekalah tergantungkan masa depan Bangsa Indonesia.

Situasi ini mengakibatkan seringnya terjadi tindak pidana yang dilakukan oleh masyarakat guna untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari serta melampiaskan emosinya karena keadaan yang buruk bagi dirinya, dan karena tidak dapat menanggung desakan ekonomi tersebut, mengakibatkan seseorang dapat berbuat atau melakukan berbagai tindak kejahatan. Alasan-alasan tersebut mengakibatkan banyak orang yang mengambil jalan pintas dan menghalalkan segra cara untuk dapat memenuhi kebutuhannya secara mudah, seperti melakukan tindak pidana pencurian, pembunuhan, dan lain-lainnya.

Negara sebagai badan pemerintahan tertinggi harus dapat memberikan perlindungan terhadap warga negaranya. Oleh karena itu negara dalam melindungi dan menjamin warga negaranya harus memiliki aturan atau ketentuan-ketentuan yang berguna untuk mengatur masyarakat agar dapat terciptanya keadilan, kesejahteraan, dan kedamaian bagi seluruh warga negaranya.

Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kepentingan yang berbeda-beda dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari, oleh karena itu sering munculnya

(16)

3

perbenturan kepentingan serta perselisihan dalam upaya untuk memenuhi kebutuhannya. Selain adanya perbenturan kepentingan terkadang manusia dapat melakukan Tindakan-tindakan yang berbahaya dan merugikan orang lain.

Berdasarkan Unang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat 3 berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”, untuk itu negara Indonesia harus memiliki Hukum atau peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, memberi keadilan, dan mencegah terjadinya kekacauan. Isi pasal tersebut menunjukan bahwa setiap tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh aparat negara haruslah berdasarkan hukum, tindak lanjut dari aturan tersebut diatur didalam Pasal 28A Undang-undang Dasar tahun 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”. Bunyi Pasal tersebut merupakan bahwa negara melindungi hak asasi manusia yang dituangkan didalam peraturan per undang- undangan. Oleh karena itu munculah bebeapa peraturan perundang-undangan seperti hukum pidana, hukum perdata, dan hukum lain-lainnya.

Hukum pidana merupakan aturan yang diadakan oleh suatu negara yang menentukan tentang perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan atau dilarang yang diancam oleh pidana tertentu bagi siapa yang melanggarnya dan dalam hal apa kepada mereka yang melanggar larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi hukuman serta menentukan dengan cara bagaimana hukum itu dapat dijadikan atas perbuatan yang telah dilakukan. Perbuatan yang dilarang tersebut deperti pelanggaran dan kejahatan terhadap kepentingan umum.

(17)

4

Salah satu hukum yang mengatur mengenai perlindungan hak asasi manusia dari manusia lainnya adalah hukum pidana. Hukum Pidana merupakan bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi, barangsiapa yang melanggar larangan tersebut untuk menentukan kapan dana dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan satua dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan, dan untuk menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidan aitu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.1

Hukum ini mengatur mengenai perbenturan kepentingan yang dilakukan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhannya, sering kali dalam upayanya manusia melakukan Tindakan-tindakan yang melanggar ketentuan atau yang telah diatur dan diberikan oleh negara dan sering sekali Tindakan tersebut terjadi seperti tindak pidana pembunuhan, pencurian, penganiayaan, dan lain-lain.

Tindak pidana tersebut merupakan tindak pidana yang diatur didalam kitab Undang-undang Hukum Pidana satau KUHP.

Pelaku yang melakukan perbuatan yang dilarang dalam KUHP dikenal dengan pelaku tindak pidana, Adapun pelaku tersebut perbuatannya harus memenuhi rumusan delik, sebagai contoh jika pelaku dinyatakan melakukan tindak pidana pembunhuan maka hatus ada nyawa yang telah diambil atau sudah

1 Moeljanto, Azaz-azaz Hukum Pidana, (Jakarta : Bina Aksara, 1987), hal 1.

(18)

5

hilangnya nyawa seseorang tersebut, tindak pidana ini diatur dalam Pasal 338 KUHP, Pasal 340 KUHP, dan Pasal 354 KUHP.

Kejahatan berupa persoalan pembunuhan yang dialami manusia dari waktu ke waktu, bahkan sejak Adam-Hawa kejahatan sudah tercipta, maka dari itulah kejahatan merupakan persoalan yang tak henti-hentinya untuk di perbincangkan.

Oleh karena itu “Dimana ada manusia pasti ada kejahatan”; “Crime is esternal- as eternal as society”.2 Kejahatan merupakan tindakan yang melanggar undang- undang atau ketentuan yang berlaku dan diakui secara legal. Kejahatan merupakan delik hukum, artinya kejahatan merupakan suatu pelanggaran hukum yang dirasakan melanggar rasa keadilan, misalnya perbuatan seperti pembunuhan. Banyaknya kasus pembunuhan yang terjadi dimasyarakat yang kita lihat dari media massa menunjukkan perkembangan kasus pembunuhan akhir-akhir ini cukup meningkat. Pembunuhan tersebut dilatar belakangi oleh beberapa faktor, seperti kecemburuan sosial, dendam dan faktor psikologi pelaku kejahatan. Faktor utama dari sebuah kejahatan sebenarnya adalah faktor pendidikan, kurangnya pendidikan yang dimiliki oleh pelaku kejahatan membuat pelaku tidak memikirkan terlebih dahulu akibat yang akan terjadi dari tindakan yang dilakukan. Secara yuridis, kejahatan adalah segala tingkah laku manusia yang bertentangan dengan hukum, dapat dipidana, yang diatur dalam hukum pidana. Sedangkan secara sosiologis, kejahatan merupakan Tindakan atau perbuatan tertentu yang tidak disetujui oleh masyarakat.

2 Yesmil Anwar, 2010, kriminologi, Rafika Aditama, Bandung, hlm.200

(19)

6

Kejahatan pembunuhan merupakan tindak pidana materiil karena akibat yang muncul dari perbuatan tersebut yang dilarang, akibatnya yaitu hilangnya nyawa seseorang. Dalam rumusan Pasal 338 KUHP tersebut “menghilangkan nyawa” orang lain merupakan wujud perbuatan atau salah satu syarat terpenuhinya unsur-unsur tindak pidana dalam hal ini yaitu unsur obyektif.

Pembunuhan itu sendiri diatur dalam Pasal 338 KUHP yang menyatakan

“Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, dipidana karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun”.

Didalam Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 93 juga dijelaskan bahwasannya Allah berfirman :

نَم َو لُت قَي اًنِم ؤُم اًد ِ مَعَتُم ُهُؤا َزَجَف ُمَّنَهَج اًدِلاَخ اَهيِف َب ِضَغ َو َُّاللّ

ِه يَلَع ُهَنَعَل َو َّدَعَأ َو ُهَل اًباَذَع اًميِظَع

"Dan barang siapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya." (QS An-Nisa' : 93)

Seperti halnya warga Dusun Krajan Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang yang bernama Poniman Bin Katam terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana “Dengan sengaja merampas orang lain yang disertai suatu perbuatan pidana” sebagaimana diatur dalam Pasal 339 KUHP.

Penerapan pendekatan sosiologi dalam studi hukum Islam berguna untuk memahami secara lebih mendalam gejala-gejala sosial di seputar hukum Islam, sehingga dapat membantu memperdalam pemahaman hukum Islam doktrinal

(20)

7

dan pada gilirannya membantu dalam memahami dinamika hukum islam.3 Hubungan timbal balik antara hukum Islam dan masyarakat juga dapat dilihat dari masyarakat muslim menerapkan hukum Islam itu sendiri.

Sosiologi hukum membahas tentang pengaruh timbal balik antara perubahan hukum dan masyarakat. Perubahan hukum dapat mempengaruhi perubahan masyarakat, dan sebaliknya perubahan masyarakat dapat menyebabkan terjadinya perubahan hukum. Bila pendekatan ini diterapkan dalam kajian hukum Islam, maka tinjauan hukum Islam secara sosiologis dapat dilihat pada pengaruh hukum Islam pada perubahan masyarakat muslim, dan sebaliknya pengaruh masyarakat muslim terhadap perkembangan hukum Islam.

Hubungan timbal balik antara hukum Islam dan masyarakat muslim dapat dilihat pada perubahan orientasi masyarakat muslim dalam menerapkan hukum Islam, perubahan hukum Islam karena perubahan masyarakat muslim, dan perubahan masyarakat muslim yang disebabkan berlakunya ketentuan baru dalam hukum Islam.4

Dalam hukum Islam sebenarnya hutang piutang (qardh) merupakan pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Hal tersebut diperbolehkan dengan berdasarkan tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya. Tidak ada seorangpun yang memiliki segala barang yang dia butuhkan. Oleh karena itu, pinjammeminjam sudah

3 M. Rasyid Ridla, “Sosiologi Hukum Islam (Analisis Terhadap Pemikiran M. Atho’

Mudzar),”Jurnal Ahkam, 2 (12, 2012), 303.

4 Sudirman Tebba, “Sosiologi Hukum Islam”, (Yogyakarta: UII Press, 2003), 1.

(21)

8

menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia ini, dan masyarakat Islam adalah agama yang sangat memerhatikan segenap kebutuhan umatnya.5

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :

“ PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENJATUHKAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN AKIBAT PERKARA HUTANG PIUTANG

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Bagaimanakah pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan dengan pemberatan perkara hutang piutang di Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang?

2. Bagaimanakah dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana pembunuhandengan pemberatan perkara hutang piutang di Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah untuk:

5 Ismail Nawawi, “Fikih Muamalah klasik dan kontemporer” (Bogor: Ghalia Indonesia, 2017), 178.

(22)

9

1. Mengetahui pemidanaan yang dilakukan oleh hakim terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan di Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang.

2. Mengetahui dasar pemidanaan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana bagi pelaku tindak pidana pembunuhan di Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu:

1. KegunaanTeoritis

a. Disini kegunaan penelitian adalah untuk menambah kajian, informasi dan wawasan pengetahuan tentang hukum pidana, khususnya berkaitan dengan peran hakim dalam memutuskan pemidanaan pembunuhan.

b. Untuk menyelesaikan tugas penelitian hukum yang merupakan syarat untuk menyelesaikan studi Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

2. Kegunaan Praktis

a. Memberikan pengetahuan bagi penulis skripsi untuk menjawab pokok rumusan masalah yang dikaji dalam skripsi ini.

b. Memberi pemahaman dan wawasan dalam pencegahan terhadap tindak pidana pembunuhan serta bagi semua

(23)

10

pihak di dalam penegakan hukum yang berkaitan dengan tindak pidana pembunuhan.

E. Terminologi

1. Pertimbangan (konsiderans) merupakan dasar dari putusan.

Pertimbangan dapat meliputi pertimbangan tentang duduk perkaranya dan pertimbangan tentang hukumnya.6 Apa yang dimuat dalam bagian pertimbangan dari putusan tidak lain adalah alasan-alasan hakim sebagai pertanggungan jawab kepada masyarakat mengapa ia sampai mengambil putusan demikian.7 2. Majelis marupakan dewan atau rapat yang mengemban tugas

tertentu mengenai kelembagaan/kenegaraan.8

3. Hakim berasal dari kata مكح – مكحي - مكاح : sama artinya dengan qadhi yang berasal dari kata يضق–يضقي-ضاق artinya memutus.

Sedangkan menurut bahasa adalah orang yang bijaksana atau orang yang memutuskan perkara dan menetapkannya.9

4. Pelaku adalah orang yang melakukan suatu tindakan.

5. Tindak Pidana dalam istilah bahasa Belanda diterjemahkan dengan “strafbarfeit”, yang secara teoritis merupakan kreasi dari para ahli hukum Belanda dan Indonesia hingga saat ini. Didalam

6 Sudikno Mertokusumo, 1993, “Hukum Acara Perdata Indonesia”, Yogyakarta: Liberty, Hal.

178.

7 Ibid.

8 https://glosarium.org/arti-majelis/ diakses selasa 3 januari 2023 pukul 20.51

9 file://sirkulasiku/pengertian-syarat-dan-fungsi-hakim.html. diunduh Selasa 3 Januari 2023 Pukul 22.00.

(24)

11

doktrin (sumber hukum pidana) ilmu pengetahuan hukum pidana istilah strafbarfeit ini telah menimbulkan perdebatan di kalangan para sarjana di Indonesia maupun sarjana diluar Indonesia.10 6. Pembunuhan adalah suatu tindakan untuk menghilangkan nyawa

seseorang dengan cara yang melnaggar hukum, maupun tidak melawan hukum.11

7. Perkara bisa diartikan sebagai sebuah persoalan, masalah atau urusan yang butuh penyelesaian.

8. Hutang yaitu sesuatu yang bernilai dan dipinjam dari pihak lain, dimana peminjam memiliki kewajiban untuk membayar sesuai dengan nilai yang pernah dipinjam tersebut dikuatkan dengan peraturan yang sudah disepakati sebelumnya.12

F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Yuridis sosiologis. Metode yuridis sosiologis mengacu pada metode mendeskripsikan deskripsi data yang berada di tempat menurut prinsip hukum yang berlaku, prinsip hukum atau peraturan perundang-undangan, metode yang terkait dengan masalah yang diteliti, kemudian dilanjutkan

10 H.M. Rasyid Ariman dan M. Fahmi Raghib, Hukum Pidana, Setara Press, Malang, 2015, hlm.58.

11 Pengertian Pembunuhan dan Jenisnya - Sosial79 diakses Selasa 3 Januari 2023 Pukul 22.15.

12 https://jagad.id/pengertian-hutang/ diakses Selasa 3 Januari 2023 Pukul 22.30.

(25)

12

dengan menggunakan data asli.13 Penelitian ini dilakukan melalui observasi dan wawancara.

2. Spesifikasi Penelitian

Pada saat penelitian ini dilakukan, terlihat bahwa penelitian yang digunakan memiliki sifat analisis deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala tertentu. Maksudnya secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta dan fenomena pada saat ini atau pada masa lampau di suatu daerah tertentu. Peneliti menggunakan spesifikasi penelitian Deskriptif Analisis yaitu untuk memusatkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori dan pelaksanaan hukum positif atau hukum yang berlaku pada masa sekarang khususnya menyangkut masalah pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan dan pemecahan masalah-masalah yang berada Di Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang melalui wawancara terhadap pihak Hakim di Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kantor Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang yang beralamat di jalan Gatot Subroto No. 16 Ungaran, Kabupaten Semarang Provinsi Jawa Tengah.

4. Sumber data dab bahan baku

13 Ronny Hanitijosoemitro,Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri.Ghalia Indonesia, Jakarta.,2007,hlm.97

(26)

13

Sumber data yang digunakan penulis dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu:

1) Data primer

Metode pengumpulan data dilakukan secara langsung melalui wawancara, yaitu pada saat melakukan proses wawancara terlebih dahulu menyusun pertanyaan sebagai pedoman.

2) Data sekunder

Dalam penelitian ini adalah sumber data yang diperoleh peneliti dari kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, serta memuat dokumen resmi, dan buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan dan lain sebagainya.14 Data sekunder dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan yang mengikat berupa perundang- undangan, terdiri dari:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

3) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

4) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

5) Hukum dan Peraturan Perundangan yang terkait dengan materi tertulis ini.

14 Soerjono Soekamto,Pengantar Penelitian Hukum,UI-Pres,Jakarta,1986,hlm.12

(27)

14 b. Bahan hukum sekunder,

Yaitu bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan bagi bahan hukum primer, yaitu data yang berasal dari bahan pustaka yang berhubungan dengan objek penelitian antara lain berupa buku-buku, dokumen, hasil karya ilmiah dan publikasi yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yaitu tentang pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan.

c. Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, terdiri dari: Kamus hukum dan Kamus besar bahasa Indonesia serta bacaan-bacaan yang bisa lebih memperjelas informasi tentang penelitian yang dikaji oleh penulis.

5. Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara sebagai berikut:

a. Studi Lapangan

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara terpandu yaitu dengan menyiapkan pertanyaan terlebih dahulu sebagai pedoman dan mengajukan pertanyaan, namun masih memungkinkan untuk beradaptasi dengan perubahan situasi pada saat wawancara yaitu dengan bertanya kepada Hakim Pengadilan Negeri Semarang.

b. Studi Pustaka

Sumber data yang diperoleh dari kepustakaan adalah informasi yang diperoleh dengan membaca dan menyusun bahan pustaka, termasuk

(28)

15

peraturan formal dan informasi termasuk dokumen, serta bukti yang telah diarsipkan untuk masalah penelitian.

c. Studi Dokumen

Studi Dokumen merupakan teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen tertulis, gambar, hasil karya, maupun elektronik.

6. Metode Penyajian Data

Setelah semua data selesai diperoleh dari penelitian, kemudian data tersebut akan diteliti kembali. Digunakan untuk menjamin data yang diperoleh tersebut sudah dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan kenyataan.

Selanjutnya data dianalisis, disusun secara sistematis dan disajikan dalam bentuk skripsi.

7. Metode Analisis Data

Data-data yang terkumpul, diolah dan disusun secara sistematis, logis dan yuridis guna mendapatkan gambaran umum dari objek penelitian.

Gambaran umum objek penelitian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan secara tepat ciri-ciri individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, menentukan penyebaran gejala, dan menentukan apakah gejala tersebut berkaitan dengan gejala lain di masyarakat atau proses pengolahannya. Terkait. Data tersebut berdasarkan hasil penelitian lapangan, kemudian hasil penelitian lapangan dikembangkan dengan data

(29)

16

yang diperoleh dari penelitian kepustakaan untuk memperoleh data yang akurat.

(30)

17 G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan dan memberikan gambaran secara garis besar, penulis menggunakan sistematika penulisan hukum sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab ini merupakan uraian pendahuluan yang menguraikan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan penelitian, Kegunaan Penelitian, Terminologi, Metode Penelitian, Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulis menguraikan Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Perspektif Islam.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini menjelaskan tentang hasil penelitian dan pembahasaan yang mengemukakan tentang Pertimbangan Majelis Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Akibat Perkara Hutang Piutang di Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang.

BAB IV PENUTUP

Dalam bab ini membahas mengenai kesimpulan dari rangkuman hasil penelitian dan saran-saran.

(31)

18 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana

1. Pengertian tindak pidana

Tindak pidana yaitu pengertian dasar dalam hukum pidana yang biasanya berhubungan dengan perbuatan yang melanggar hukum pidana. Istilah tindak pidana sendiri berasal dari hukum belanda yang dikenal sebagai Strafbaarfeit yang artinya Straf yaitu pidana dan hukum. Baar diartikan benar atau boleh. Feit diartikan dengan tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan15. Perbuatan yang dimaksud yaitu perbuatan yang melanggar hukum pidana atau disebut perbuatan jahat. Perbuatan jahat yang dipidana dibagi menjadi dua (2) yaitu :

a. Orang yang melanggar larangan yang telah dibuat b. Tindakan atau perbuatan yang dilarang oleh hukum

Menurut Moeljatno, tindak pidana merupakan suatu tindakan yang dilarang oleh aturan hukum, larangan tersebut disandingkan dengan sanksi atau ancaman yang ditujukan kepada siapapun yang melanggar hukum tersebut.16

Menurut Vos, delik adalah perbuatan salah yang diancam oleh peraturan perundang-undangan, sehingga suatu perbuatan pada umumnya dilarang dengan ancaman pidana.17

15 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2007, hlm 69

16 Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Hukum Pidana, Kencana, Jakarta, 2014, hlm 35

17Tri Andrisman. Hukum Pidana. Universitas Lampung. 2007. Bandar Lampung. hlm 81

(32)

19

Menurut Muljatno, "dapat dipidananya perbuatan" (de strafbaarheid van het feit atau het verboden zijr van hel feit) dan "dapat dipidananya seseorang"

(strafbaarheidvanden persoon), dan selaras dengan ini beliau mengartikan

"perbuatan pidana" (criminal act) dan "pertanggungan jawab pidana" (criminal responsibility atau criminalliability)”.18

Saat merumuskan atau membuat tindak pidana, ada sumber hukum pidana yang di dalamnya terdapat perundang-undangan tertulis dan tidak tertulis atau biasa kita dengar dengan Hukum Pidana Adat, fungsi hal tersbut agar masyarakat kita dapat memahami hukum yang bersangkutan, sehingga aturan hukum harus dirumuskan. Maka dibentuklah aturan hukum pidana tertulis yang dirumuskan atau dibuat di dalam KUHP dan di dalam Undang-Undang, sedangkan aturan hukum pidana yang tidak tertulis merupakan Hukum Adat. Adapun pengertian hukum pidana secara luas yaitu :

a. Tindakan manusia dalam hal ini termasuk kejahatan pelanggan, termasuk mengabaikan dan kelalaian.

b. Tindakan ini dilarang dan dihukum atau diberi sanksi.

c. Tindakan ini dilakukan oleh orang-orang yang dapat bertanggung jawab atas perbuatannya.19

18Sudarto, Hukum Pidana 1 Edisi Revisi, Badan Penerbit Yayasan Sudarto, 2018, hlm.50-51.

19Andi Zainal Abidin Farid, Bentuk – Bentuk Khusus Perwujud Delik (Percobaan , Penyertaan, Dan Gabungan Delik) Dan Hukum Penitensier, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm.224

(33)

20

Didalam istilah belanda, tindak pidana diartikan dengan strafbaar feit.

Didalam Wetboek van Strafrecht (WvS) Belanda dan juga WvS Hindia Belanda Nv.sNI makna starfbaarfeit sudah dijelaskan, akan tetapi tidak ada penjelasan resmi tentang makna starbaarfeit itu sendiri.

Maka dari itu para hukum berusaha untuk menafsirkan atau menerjemahkan apa makna sebenarnya serta kandungan dari kata starbaarfeit. Di dalam KUHP telah di terjemahkan mengenai makna dari kata tersebut namun belum ada penjelasan pasti akan istilah tersebut20

Disini penulis akan memberikan definisi tindak pidana menurut beberapa ahli hukum pidana, yaitu sebagai berikut :

Menurut Simons Strafbaarfeit adalah perbuatan melawan hukum berkaitan dengan kesalahan (schuld) oleh orang yang dapat bertanggung jawab. Kesalahan ini termasuk kesengajaan (dolus) dan kealpaan atau lalai (culpalata) yang menggabungkan unsur-unsur perbuatan pidana dan orang yang dapat bertanggung jawab21

Menurut Bambang Poernomo strafbaar feit adalah hukum sanksi. Definisi ini diberikan berdasarkan ciri hukum pidana yang membedakan dengan lapangan hukum yang lain, yaitu bahwa hukum pidana sebenarnya tidak mengadakan norma sendiri melainkan sudah terletak pada lapangan hukum yang lain, dan sanksi pidana diadakan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma di luar hukum pidana.

20 Tri Andrisman, Hukum Pidana, Asas-Asas dan Dasar Aturan Umum Hukum Pidana Indonesia,Universitas Lampung, 2009, Hlm 70

21 Sudarto, Op Cit., hlm.51-52.

(34)

21 2. Unsur – unsur tindak pidana

Suatu Tindakan bisa disebut sebagai tindak pidana jika tindakan tersebut mengandung unsur dan syarat yang memenuhi dalam ketentuan tindak pidana tersebut. Banyak tokoh yang mengemukakan unsur tindak pidana, namun dalam perbedaan tersebut mereka mempunyai prinsip yang sama, yaitu unsur – unsur tindak pidana menurut beberapa ahli yaitu :

a. Menurut Simons bahwa Perbuatan manusia yaitu perbuatan positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan, akan diancam dengan pidana (Stratbaargesteld), melawan hukum (onrechtmatig), dilakukan dengan kesalahan, oleh orang yang mampu bertanggung jawab. Simons membagi unsur – unsur tindak pidana menjadi unsur obyektif dan subjektif

1) Unsur Obyektif

Tujuan Perilaku manusia, konsekuensi perilaku yang nyata, dan kondisi tertentu yang menyertai perilaku tersebut, seperti sifat "ruang terbuka" atau "tempat umum" dalam Pasal 281 KUHP

2) Unsur Subjektif

Orang yang memikul tanggung jawab dengan adanya kesalahan (dolus atau cupla). Perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan, dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau keadaan mana perbuatan itu dilakukan.

(35)

22

b. Menurut Van Hamel bahwa Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, dilakukan dengan kesalahan, dan patut dipidana22. Van hamel juga berpendapat bahwa unsur – unsur tindak pidana dibagi menjadi unsur subjektif dan objektif

1) Unsur Objektif

Unsur yang terdapat di luar pada si pelaku tindak pidana.

2) Unsur Subjektif

Unsur yang melekat pada diri si pelaku, yang di kaitkan dengan diri si pelaku dan segala sesuatu yang berada di hatinya. Unsur ini terdiri dari:

• Kesengajaan (dolus)

• Kealpaan (culpa)

• Niat (voortnemen)

• Maksud (oogmerk)

• Dengan rencana terlebih dahulu

• Perasaan takut (vrees)

22 Ibid, hlm.54-55.

(36)

23 3. Klasifikasi Tindak Pidana

Tindak pidana atau delik adalah perbuatan yang dilarang dan dilakukan oleh seseorang atau suatu kelompok. Dengan melanggar perbuatan yang dilarang maka seseorang dapat dikenai sanksi atau hukum pidana. Tindak pidana dibagi beberapa jenis yaitu :

a. Kejahatan dan Pelanggaran

Delik ini disebutkan dalam Undang – undang KUHP buku ke II yang isinya tentang delik – delik kejahatan sedangkan KUHP buku ke III berisi delik – delik pelanggaran.

b. Delik Formal dan Delik Materiil

1) Delik formal yaitu delik yang berfokus pada tindakan yang dilarang dan harus dihukum sesuai atau oleh Undang – undang.

2) Delik materiil yaitu delik yang berfokus pada kejahatan yang konsenkuensinya tidak diinginkan

c. Delik Commissions, Delik omissionis dan Delik commissionis per omissionemcommissa

1) Delik commissions yaitu delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan

2) Delik omissionis yaitu delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah

3) Delik commissionis per omissionemcommissa yaitu delik yang berupa pelanggaran larangan tetapi dapat dicapai dengan tidak melakukannya

(37)

24 d. Delik Dolus dan Delik Culpa

1) Delik dolus yaitu delik yang memuat unsur kesengajaan

2) Delik culpa yaitu delik yang memuat tentang kealpaan sebagai salah satu unsur

e. Delik Tunggal dan Delik Berganda

1) Delik tunggal yaitu delik yang dilakukan dengan perbuatan satu kali 2) Delik berganda yaitu delik yang baru disebut delik jika dilakukan

beberapa kali perbuatan

f. Delik yang berlangsung terus menerus dan Delik selesai

1) Delik yang berlangsung terus menerus yaitu delik yang memiliki ciri bahwa keadaan terlarang berlangsung terus

2) Delik selesai yaitu delik yang ada saat permulaannya ada pula saat berhentinya, karena perbuatan yang dilarang sudah dianggap selesai

g. Delik Aduan dan Delik laporan

1) Delik aduan yaitu delik yang penuntutannya dilakukan jika ada pengaduan dari pihak yang terkena. Delik aduan sendiri dibedakan menurut sifatnya yaitu

a) Delik absolut yaitu sifatnya hanya bisa dituntut jika ada pengaduan

b) Delik relative yaitu adanya hubungan istimewa antara pembuat tuntutan dengan orang yang terkena

(38)

25

2) Delik laporan yaitu delik yang hanya pemberitahuan belaka tentang terjadinya sesuatu tindak pidana kepada Polisi atau Jaksa.

B. Tinjauan Umum Tentang Pemidanaan 1. Pengertian Pemidanaan

Pemidanaan dapat diartikan sebagai tahap dalam penetapan sanksi serta penerapan sanski dalam hukum pidana. Pemidanaan dapat disebut juga sebagai suatu pemberian atau penjatuhan pidana23. Disini kata “pidana” dapat diartikan sebagai hukum, dan “pemidanaan” dapat diartikan sebagai hukuman kepada seseorang yang melakukan tindak kejahatan. Pidana didalam hukum pidana merupakan sebuah alat yang bila dilaksanakan akan menimbulkan penderitaan dan rasa yang tidak enak bagi yang melanggar hukum atau disebut terpidana.

“Sudarto mengatakan, "hukuman" berasal dari kata dasar, "hukum", yang dapat diartikan sebagai "menentukan hukum" atau "memutuskan hukum" ("berechten"). Istilah “hukuman” dapat diartikan, yaitu hukuman dalam kasus pidana biasanya identik dengan “pemidanaan” atau “hukuman / menjatuhkan hukuman” oleh hakim.”24

Hukum pidana terbagi menjadi dua (2) jenis yaitu Hukum pidana materiil dan Hukum pidana formil, penjelasan menurut Tirtamidjaja Hukum Pidana materiil dan Hukum pidana formil yaitu25

23 Barda Nawawi Arief, Perkembangan Sistem Pemidanaan Di Indonesia, Penerbit Pustaka Magister Semarang, 2007, hlm.1.

24Muladi dan Barda Nawawi Arief, Op Cit., hlm.1.

25 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika,. Jakarta, 2005, hlm. 2

(39)

26

1. Hukum pidana Materiil merupakan seperangkat norma hukum yang mendefinisikan kejahatan, menetapkan kondisi bagi para pelanggar untuk dihukum, menunjukkan siapa yang dapat dihukum dan dapat menerapkan hukuman kepada para pelanggar hukum itu sendiri.

2. Hukum pidana formil merupakan seperangkat aturan hukum yang mengatur bagaimana hukum pidana substantive di lindungi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang tertentu, atau sebaliknya, yang mengatur bagaimana menerapkan hukum pidana untuk mendapatkan keputusan hakim dan menentukan bagaimana keputusan hakim harus dilaksanakan.

Hukum pidana materiil merupakan sebuah aturan dasar yang isinya berupa larangan atau perintah yang jika hal tersebut tidak dilakukan atau dilaksanakan maka konsekuensinya akan mendapatkan hukuman, sedangkan hukum pidana formil berisi tentang tata cara pelaksanaan hukum pidana materiil itu sendiri.

Pemidanaan difungsikan sebagai suatu tindakan untuk seseorang yang melanggar hukum, sebenarnya Teori pemidanaan ini bertujuan untuk menekankan bahwa kebenaran suatu tindakan haruslah dinilai dari akibat perbuatan tersebut yang dimana pemidanaan tidak semata - mata dijatuhkan karena seseorang berbuat kejahatan, namun agar orang tersebut mendapatkan efek jera dan tidak akan melakukan hal tersebut lagi, serta sebagai contoh untuk orang lain supaya tidak melakukan kejahatan yang sama.

(40)

27

Pemidanaan bukan sama sekali diberikan untuk menuntut atas tindakan yang telah diperbuat oleh seseorang namun sebagai upaya dalam pembelajaran atau suatu pembinaan bagi seorang pelaku tindak pidana dan juga sebagai upaya pencegahan untuk terjadinya kehajatan yang sama.

2. Teori Pemidanaan

Terjadinya beberapa teori yang lahir dari beberapa pemikiran diatas tentang tujuan pemidanaan, teori tersebut terbagi menjadi 3 bagian seperti yang akan penulis jabarkan dibawah ini :

1) Teori absolut atau teori pembalasan (Vergeldings Theorien)

Teori absolut ini membenarkan pemidanaan dilakukan karna seseorang telah melakukan kejahatan, Immanuel kant mendukung teori ini yang mengatakan

“Fiat justitia ruat coelum” (walaupun besok dunia akan kiamat, namun penjahat terakhir harus menjalankan pidananya).kant mendukung teori ini berdasarkan moral. Kemudian terdapat dukungan lain terkait dengan teori ini yakni Hegel yang mengatakan bahwa hukum merupakan wujud dari sebuah kemerdekaan, sedangkan suatu kejahatan merupakan sebuah tantangan bagi hukum dan keadilan. Oleh karena itu kejahatan harus di hanguskan. Teori pembalasan ini di dalam nya lagi terbagi menadi 2 macam, yaitu:

a) Teori pembalasan obyektif : Teori ini berorientasi pada pemuasan dari perasaan dendam khususnya di kalangan masyarakat yang dalam hal ini perbuatan si pelaku kejahatan harus dibalas dengan pidana yang merupakan

(41)

28

suatu derita yang seimbang dengan musibah yang diakibatkan oleh si pelaku kejahatan.

b) Teori pembalasan subyektif : teori ini lebih ditujukan kepada seseorang yang telah berbuat kejahatan. Menurut toeri ini ketika seorang berbuat kejahatan maka atas perbuatan tersebut seseorang harus diberi hukuman.26 Hegel yang merupakan salah satu tokoh yang membenarkan teori tersebut berpendapat bahwa pidana merupakan suatu valid dalam ranga memberikan konsekuensi dari adanya suatu tindak pidana kejahatan. Karena suatu kejahatan merupakan sebuah penentangan sendiri terhadap hukum di suatu Negara. maka dari itu pidana disebut “Negation Der Nagetion” (peniadaan atau pengingkaran terhadap pengingkaran). Pendapat dari seorang sarjana tersebut diatas merupakan dasar pada

“The Philoshopy of Vengeance” atau filsafat pembalasan dalam di dalam mencari dasar pembenar dari pemidanaan.

2) Teori relatif atau tujuan (Utilitarian/Doeltheorieen)

Teori ini mengandung dasar dari sebuah pandangan bahwa maksud dari pemidanaan merupakan upaya dari perlindungan kepada masyarakat dan juga sebagai pencegahan supaya kehatan tersebut tidak terulang kembali. Salah satu tokoh yang menganjurkan teori ini adalah Paul Anselm Van Feurbach, beliau berpendapat bahwa memberikan ancaman berupa pidana saja tidak cukup melainkan harus ada upaya penegakan pidana secara langsung. Tujuan teori ini adalah "quia peccatumest" (karena orang berbuat kejahatan) melainkan "ne

26 A. Fuad Usfa, Pengantar Hukum Pidana, (Malang: UMM Press, 2004),hlm.145

(42)

29

peccetur"(supaya orang jangan melakukan kejahatan) yang juga sebagai dasar pembenaran terhadap teori ini. Teori relatif atau tujuan (doeltheorien) menurut Adami Chazawi berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Tujuan pidana ialah tata tertib masyarakat, dan untuk menegakkan tata tertib itu diperlukan pidana27

3) Teori gabungan (vereningingsheorieen)

Pengemuka dari teori ini adalah Rossi (1787 - 1884). Teori ini disebut dengan teori gabungan karna Rossi mengganggap bahwa meskipun pembalasan termasuk dalam asas pidana dan berat nya suatu pidana tidak boleh melebihi suatu pembalasan yang adil, namun ia memiliki keyakinan bahwa pemidanaan dapat memperbaiki sesuatu yang telah rusak di masyarakat. Di dalam teori gabungan ini isinya dibagi menjadi dua hal yang cukup besar, yaitu :

a)

Teori yang lebih condong kearah pembalasan , akan tetapi pembalasan disin tidak boleh melebihi kapasitasnya dan harapan nya dapatdipertahankanya tata tertib di masyarakat.

b)

Teori yang mengedepankan perlindungan tata tertib masyarakat, akan tetapi hukuman yang diberikan tidak boleh lebih besar dari apa yang telah dilakukan oleh terpidana.

27 Dr. Ira Alia Maerani, S.H., M.H.”Hukum Pidana & Pidana Mati”.Semarang: Unissula Press, 2018. Hlm 113

(43)

30 3. Macam – macam pemidanaan

Bicara terkait halnya dengan pemidanaan, ada dua hal yang tidak dapat dipisahkan yakni kejahatan dan hukuman. Ketika sebuah badan membentuk peraturan yang didalamnya terdpat aturan dan larangan,hal tersebut tidaklah cukup untuk menyadarkan dan memberi pengetahuan kepada kalayak untuk melakukan atau meninggalkan suatu tindakan. Untuk itu diperlukanya sebuah hukuman kepada para pelanggarnya. Didalam Pasal 10 KUHP telah dirumuskan jenis-jenis pemidanaan.

a) Pidana pokok

Pidana pokok yang telah ditetapkan didalam kuhp dapat diringkaskan sebagai berikut :

1) Pidana mati

Diantara jenis pidana yang lain yang terdapat di dalam kuhp, pidana mati merupakan hukuman terberat yang tercantum Karena pelaksanaan pidana mati dilakukan dalam bentuk perampasan hak hidup, maka banyak pendapat yang pro dan kontra terhadap penetapan pidana mati di kalangan pakar hukum dan masyarakat. Telah dikemukakan bahwa hukuman mati dibenarkan dalam keadaan tertentu, yaitu jika perbuatan pelaku menunjukkan bahwa ia adalah orang yang sangat berbahaya bagi kepentingan umum. Oleh karena itu, untuk menghentikan

(44)

31

kejahatan diperlukan hukum yang tegas yaitu hukuman mati. Dari sudut pandang ini jelas bahwa tujuan tidak langsung dari kejahatan adalah penghancuran.

Pandangan lain adalah bahwa hukuman mati sebenarnya tidak perlu karena memiliki kelemahan bahwa jika dilakukan tidak memberikan harapan perbaikan, baik untuk kejahatan maupun untuk perbaikan itu sendiri. Karena salah satu tujuan kejahatan adalah untuk mendidik atau memberikan deterrence agar pelaku tidak mengulangi kejahatannya. Pelaksanaan pidana mati diatur dalam UndangUndang Nomor 2/PNPS/1964 tentang tata cara pelaksanaan pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan biasa dan pengadilan militer.

2) Pidana penjara

Pemenjaraan merupakan bentuk pidana hilangnya kemerdekaan. Pidana penjara berupa pidana kurungan sementara paling singkat 1 hari sampai dengan pidana penjara seumur hidup. Pidana penjara seumur hidup hanya dicantumkan dalam hal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara dua puluh tahun. Jadi, secara umum, hukuman maksimal adalah 15 tahun. Pasal 12 KUHP mengatur:

• Pidana penjara tetap dapat dipidana terus menerus selama dua puluh tahun, dan seorang hakim dapat memilih hukuman mati, penjara seumur hidup, penjara waktu tertentu, atau penjara waktu tertentu; demikian pula, jika batas lima belas tahun dapat dilampaui karena persetujuan, pengulangan (residive) atau karena yang telah ditentukan dalam Pasal 52.

(45)

32

• pidana kurungan baik pemenjaraan maupun pemenjaraan adalah bentuk hukuman yang merampas kebebasan individu untuk melakukan kejahatan berdasarkan Pasal 22 KUHP. Pidana penjara dapat dijatuhkan oleh hakim sebagai delik utama, tetapi dapat juga digunakan sebagai pengganti denda yang tidak dibayar oleh pelaku. Pidana pengganti denda, mulai dari minimal satu hari sampai maksimal enam bulan. Namun, pidana penjara pengganti denda dapat diperpanjang paling lama delapan bulan jika pelaku melakukan tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 KUHP. Jika pelanggar tidak membayar denda, yaitu jika hakim dalam hukumannya hanya menjatuhkan denda dan tidak menyebutkan bahwa terpidana harus menjalankan pidana kurungan sebagai pengganti pidana denda yang dijatuhkan, dalam hal terpidana tidak membayar uang denda yang bersangkutan.28

b) Pidana tambahan 1) Pencabutan hak tertentu

Pencabutan tidaklah sama dengan istilah pemberhentian, juga dengan istilah pemecatan. Istilah pencabutan merupakan pernyataan bahwa tidak adanya hak terhadap seseorang. Sedangkan istilah pemecatan atau pemberhentian hak maupun tugas dari atasan atau pimpinan seseorang yang terpidana, hal ini diatur di dalam Pasal 227 KUHP “Barangsiapa memakai sesuatu hak, bahwa haknya itu telah

28 Lamintang, “Hukum Penitensier Indonesia”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010), Hlm. 76.

(46)

33

dicabut oleh hakim, dihukum penjara selama – lamanya sembilan bukan atau denda sebanyak – banyaknya Rp 9000.”

3)

Perampasan barang tertentu

• Perampasan barang tertentu merupakan tindak pidana penyitaan barang tertentu saja, tidak untuk semua barang, hukum tidak mengakui penyitaan semua harta benda. Undang-Undang tidak mengenal perampasan ntuk semua kekayaan.29Pasal 39 KUHP menjelaskan apa yang bisa disita, yaitu:30

a) Barang yang diproduksi atau diperoleh karena kejahatan;

b) Barang yang sengaja digunakan dalam kejahatan.

Pengumuman Putusan hakim biasanya disebut dengan (voorwaardelijkeveroordeling), tetapi ini bukan kejahatan, karena Pasal 10 KUHP tidak menentukan hal ini. Namun, sistem penjatuhan pidana tertentu (seperti penjara, kurungan, dan denda) yang diatur dalam pidana yang dijatuhkan pada pidana tidak perlu dilakukan dengan memaksakan syarat- syarat tertentu, oleh karena itu digunakan istilah pidana bersyarat.

C. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pembunuhan 1. Pengertian Pembunuhan

Tindak pidana pembunuhan itu merupakan suatu materieel delict ataupun yang oleh Van Hamel juga telah disebut sebagai suatu delict met materiele

29 Chazawi, Adami. “Pelajaran Hukum Pidana I”, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, hlm.49.

30 Solahuddin, “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Acara Pidana, & Perdata (KUHP, KUHAP, &KUHPdt)” , Cet. I Visimedia, Jakarta, 2008, hlm.15

(47)

34

omschrijving yang artinya delik yang dirumuskan secara materiil, yakni delik yang baru dapat dianggap sebagai telah selesai dilakukan oleh pelakunya dengan timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh undang-undang.31

Pembunuhan merupakan kejahatan terhadap nyawa seseorang atau orang lain. Pembunuhan ialah perbuatan yang disengaja dengan menghilangkan nyawa orang lain, seseorang pelaku harus melakukan sesuatu atau suatu rangkaian tindakan yang berakibat dengan meninggalnya orang lain dengan catatan bahwa opzet dari pelakunya harus ditujukan pada akibat berupa meninggalnya orang lain tersebut32

Maka dari itu, terjadinya pembunuhan ialah hilangnya nyawa seseorang, sehingga belum bisa dikatakan terjadi suatu pembunuhan jika perbuatan tersebut belum menghilangkan nyawa orang lain

Dalam uraian unsur adanya kesengajaan diatas, seseorang dapat dikatakan melakukan suatu tindak pidana pembunuhan, jika memenuhi adanya unsur kesengajaan dalam melakukan tindak pidana tersebut. Ada atau tidaknya unsur kesengajaan akan dibuktikan lebih lanjut dipersidangan. Demikian pula unsur- unsur lainnya juga harus dibuktikan satu persatu terlebih dahulu, ketika memang terbukti keseluruhan unsur tersebut maka pelaku baru dapat dinyatakan melakukan suatu tindak pidana pembunuhan. Sebagian pakar juga mempergunakan istilah

“merampas jiwa orang lain dalam mengartikan pembunuhan. Terlepas dari hal

31 Chairul Huda, “Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan”, Prenada Media, Jakarta, 2008, hlm. 29-30.

32 Lamintang, “Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh dan Kesehatan”,2012. Hlm 1

(48)

35

tersebut dapat kita fahami bersama bahwa suatu tindakan menghilangkan nyawa/jiwa orang lain dengan cara melawan hukum tidak dapat dibenarkan.

2. Unsur – unsur Tindak Pidana Pembunuhan

Pembunuhan diatur dalam Pasal 338 KUHP, yang berbunyi sebagai berikut:

“Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima lima belas tahun”.

Setelah melihat rumusan pasal di atas kita dapat melihat unsur-unsur pembunuhan yang terdapat di dalamnya, sebagai berikut33:

1) Unsur subyektif dengan sengaja

Dengan sengaja artinya bahwa perbuatan itu harus disengaja dan kesengajaan itu harus timbul seketika itu juga, karena sengaja (opzet/dolus) yang dimaksud dalam Pasal 338 KUHP adalah perbuatan sengaja yang telah terbentuk tanpa direncanakan terlebih dahulu, sedangkan yang dimaksud sengaja dalam Pasal 340 KUHP adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk menghilangkan nyawa orang lain yang terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu 34.

Secara umum menjelaskan bahwa secara umum sarjana hukum telah menerima tiga bentuk sengaja, yakni35:

33 Faisal Hussein, “Unsur-umsur pembunuhan” (Jakarta:Sinar Grafika,2013), hal.29

34 Franky Maitulung, “Penanganan Terhadap Pelaku Tindak Pidana” (2013:129)

35 Zainal Abidin Farid “Hukum Pidana I” (Jakarta:Sinar Grafika,2007), hal.262.

(49)

36 a) sengaja sebagai niat,

b) sengaja insaf akan kepastian, dan c) sengaja insaf akan kemungkinan

Menurut Anwar mengenai unsur sengaja sebagai niat, yaitu36:

“Hilangnya nyawa seseorang harus dikehendaki, harus menjadi tujuan. Suatu perbuatan dilakukan dengan maksud atau tujuan atau niat untuk menghilangkan jiwa seseorang, timbulnya akibat hilangnya seseorang tanpa dengan sengaja atau maksud, tidak dapat dinyatakan sebagai pembunuhan, jadi dengan sengaja berarti mempunyai maksud atau niat atau tujuan untuk menghilangkan jiwa seseorang”.

Sedangkan Prodjodikoro berpendapat sengaja insaf akan kepastian, sebagai berikut37:

“Kesengajaan semacam ini ada apabila sipelaku, dengan perbuatannya itu bertujuan untuk mencapai akibat yang akan menjadi dasar dari tindak pidana, kecuali ia tahu benar, bahwa akibat itu mengikuti perbuatan itu”.

Selanjutnya Lamintang mengemukakan sengaja insaf akan kemungkinan, sebagai berikut:

“Pelaku yang bersangkutan pada waktu melakukan perbuatan itu untuk menimbulkan suatu akibat, yang dilarang oleh undang-undang telah menyadari

36 Anwar “KUHP Buku II Jilid I” (Bandung:Citra Aditya Bakti, 1994), hal.89.

37 Prodjodikoro “Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia” (Bandung:Refika Aditama, 2003), hal.63.

(50)

37

kemungkinan akan timbul suatu akibat, yang dilarang oleh undang-undang telah menyadari kemungkinan akan timbul suatu akibat lain dari pada akibat yang memang ia kehendaki”.

2) Unsur Obyektif perbuatan menghilangkan nyawa

Unsur pembunuhan yaitu menghilangkan, unsur ini juga diliputi oleh kesengajaan artinya pelaku harus menghendaki dengan sengaja, dilakukannya tindakan menghilangkan tersebut, dan ia pun harus mengetahui, bahwa tindakannya itu bertujuan menghilangkan nyawa orang lain

Dalam perbuatan menghilangkan nyawa orang lain terdapat 3 syarat yang harus dipenuhi, yaitu:

• Adanya wujud perbuatan,

• Adanya suatu kematian orang lain,

• Adanya hubungan sebab akibat (casual verband) antara perbuatan dan akibat kematian orang lain38.

Menurut Wahyu Adnan Mengemukakan bahwa untuk mengetahui unsur hilangnya nyawa orang lain harus ada perbuatan tersebut, yang dapat mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Akibat dari perbuatan tersebut tidak perlu terjadi secepat mungkin akan tetapi dapat timbul kemudian39.

38 Adami Chazawi,”Pelajaran Hukum Pidana” (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2010), hal.57

39 Wahyu Adnan “Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa” (Bandung:Gunung Aksara,2007), hal.45.

(51)

38

Sedangkan menurut Hermein Hadiati, menyebut unsur-unsur tindak pidana pembunuhan sebagai berikut : 40

• Adanya suatu perbuatan yang menyebabkan matinya orang, hubungan ini ada dalam alam kenyataan ;

• Adanya kesengajaan yang tertuju kepada terlaksananya kematian orang itu, hubungan ini ada dalam alam batin ;

• Kesengajaan merampas nyawa orang itu dilakukan segera setelah timbulnya niat (untuk membunuh) ;

• Orang lain, unsur yang menunjukkan bahwa merampas nyawa orang itu merupakan perbuatan positif sekalipun dengan perbuatan yang kecil.

1. Ancaman Pidana Tindak pidana Pembunuhan

Tindak pidana pembunuhan terbagi atas beberapa jenis, diantaranya, menurut Sudrajat Bassar, bahwa41 :

Tindak pidana pembunuhan terbagi menjadi 7 jenis, yaitu : 1) Pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP) ;

“Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.

2) Pembunuhan terkualifikasi (gequalificeerd) (Pasal 339 KUHP);

“Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau

40 Hermein Hadiati “Kejahatan Terhadap Nyawa, Asas-asas, Kasus, dan Permasalahannya”

(Surabaya:Sinar Wijaya 1984), hal.22.

41 Sudrajat Bassar “Hukum Pidana II” (Jakarta:Sinar Grafika 1984), hal.12.

Referensi

Dokumen terkait

Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana atas pembunuhan yang dilakukan oleh anak didasarkan pada kesesuaian unsur ancaman pidana yang didakwakan jaksa penuntut

Pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara putusan No:163/PID.B/2012/PN.SDA telah sesuai karena berdasarkan pertimbangan yuridis yang terdiri dari dakwaan penuntut

Secara yuridis yang seharusnya menjadi dasar pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan putusan perkara Narkotika Anak adalah Pertimbangan Yuridis yang meliputi Undang-Undang No.35 Tahun

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENJATUHKAN PUTUSAN YANG RASIONAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA ... Tinjauan Mengenai Peranan Hakim Dalam Peradilan

Menyatakan bahwa Tugas Akhir / Skripsi dengan judul: ALASAN DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM MENGABULKAN EKSEPSI TERGUGAT KONVENSI / PENGGUGAT REKONVENSI

Perkara terhadap Ari Purnomo dalam tindak pidana pembunuhan berencana disertai pemerkosaan terhadap anak telah diputuskan oleh Majelis Hakim Pengadilan

Pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana bagi pelaku tindak pidana penganiayaan guna membela diri yang berakibatkan timbulnya luka fisik pada perkara nomor

2. Dari keseluruhan dasar pertimbangan hakim yaitu faktor yuridis dan faktor non yuridis, hakim juga memiliki kebebasan dalam mengadili perkara dan bebas dari campur