• Tidak ada hasil yang ditemukan

Petunjuk Praktikum Deteksi dan Pengukuran Radiasi

N/A
N/A
428 973@David Gorian William

Academic year: 2024

Membagikan "Petunjuk Praktikum Deteksi dan Pengukuran Radiasi"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

PETUNJUK PRAKTIKUM

DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI

Disusun Oleh:

Ir. Anung Muharini, M. T.

Ferdiansjah, S. T., M. Eng. Sc.

Asyifa Rizki Daffa Handy Tri Lunar Nugraha

Lukas Nathaniel Nolla Lateral Rafi Faddlurahman

LABORATORIUM TEKNOLOGI ENERGI NUKLIR DEPARTEMEN TEKNIK NUKLIR DAN TEKNIK FISIKA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA 2024

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Deteksi dan Pengukuran Radiasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ilmu teknik nuklir. Oleh karena itu, insinyur teknik nuklir harus memahami dan menguasai masalah deteksi dan pengukuran radiasi sebagai kompetensi dasar disiplin teknik nuklir. Untuk melatih pemahaman dan keterampilan mahasiswa S1 sebagai calon insinyur teknik nuklir, dilaksanakanlah Praktikum Deteksi dan Pengkuran Radiasi di Laboratorium Teknologi Energi Nuklir, Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Karenanya, buku Petunjuk Praktikum Deteksi dan Pengukuran Radiasi disusun untuk membantu pelaksanaan kegiatan praktikum.

Buku petunjuk praktikum ini memuat metode deteksi partikel radiasi bermuatan, khususnya radiasi beta serta deteksi partikel radiasi yang tidak bermuatan yaitu foton gamma.

Selain itu, memuat tentang penentuan koefisien atenuasi suatu materi terhadap partikel beta maupun foton gamma. Memuat juga penentuan aktivitas suatu sumber radiasi, identifikasi unsur radioaktif dengan spektroskopi foton gamma, dan metode deteksi dengan teknik koinsiden. Beberapa peubah yang berkaitan dengan pengoperasian suatu detektor juga dimuat dalam petunjuk praktikum ini, misalnya untuk pengoperasian detektor Geiger Muller dan Kristal NaI(Tl). Selain itu, buku petunjuk praktikum edisi 2021 sudah mengalami sedikit penyesuaian isi dikarenakan berubahnya sistem praktikum menjadi daring. Adapun untuk tata tertib praktikum sebagaimana tertulis dalam buku panduan ini berlaku saat praktikum luring.

Tata tertib yang berlaku selama praktikum daring disesuaikan setiap tahunnya dan disampaikan pada saat pengarahan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada pihak-pihak yang telah andil dalam penulisan buku ini: Bapak Widodo sebagai Administrasi Laboran, yang telah membantu berjalannya praktikum dan tersusunnya panduan ini; para asisten di masa lalu yang telah membantu membangun fondasi praktikum; serta para reviewer yang telah menjaga kualitas panduan dari segi penulisan maupun desain. Akhir kata, kritik dan saran untuk perbaikan dan penyempurnaan buku petunjuk praktikum ini sangat kami harapkan. Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulisnya.

Yogyakarta, Februari 2023 Penulis

(3)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR BAGAN ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR GRAFIK ... vi

DAFTAR TABEL ... vi

1. PERCOBAAN 01 DETEKTOR GEIGER MULLER ... 1

TUJUAN ... 1

DASAR TEORI ... 1

METODE PERCOBAAN ... 4

ANALISIS DATA ... 6

SOAL-SOAL PENGAYAAN ... 8

DAFTAR PUSTAKA ... 9

LAPORAN SEMENTARA ... 9

2. PERCOBAAN 02 JANGKAU ENERGI MAKSIMUM ZARAH BETA DAN SIFAT STATISTIK RADIASI NUKLIR ... 13

TUJUAN ... 13

METODE PERCOBAAN ... 15

ANALISIS DATA ... 16

DAFTAR PUSTAKA ... 19

LAPORAN SEMENTARA ... 20

3. PERCOBAAN 03 SPEKTROSKOPI FOTON GAMMA MENGGUNAKAN DETEKTOR NaI(Tl) ... 23

TUJUAN ... 23

DASAR TEORI ... 23

METODE PERCOBAAN ... 26

ANALISIS DATA ... 28

SOAL-SOAL PENGAYAAN ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 29

LAPORAN SEMENTARA ... 32

4. PERCOBAAN 04 MENENTUKAN AKTIVITAS SUMBER DAN KOEFISIEN ATENUASI LINIER MATERIAL ... 36

TUJUAN ... 36

DASAR TEORI ... 36

(4)

iv

METODE PERCOBAAN ... 40

ANALISIS DATA ... 41

DAFTAR PUSTAKA ... 42

LAPORAN SEMENTARA ... 44

5. PERCOBAAN 05 DETEKSI DENGAN METODE KOINSIDEN ... 47

TUJUAN ... 47

DASAR TEORI ... 47

METODE PERCOBAAN ... 49

ANALISIS DATA ... 51

SOAL-SOAL PENGAYAAN ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 51

6. PERCOBAAN 06 PENERAPAN DETEKSI DENGAN METODE KOINSIDEN ... 53

TUJUAN ... 53

DASAR TEORI ... 53

METODE PERCOBAAN ... 57

ANALISIS DATA ... 59

SOAL-SOAL PENGAYAAN ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60

LAPORAN SEMENTARA ... 62

7. PERCOBAAN 07 PENGOPERASIAN DETEKTOR NaI(Tl) DAN KETIDAKPASTIAN PENCACAHAN ... 65

TUJUAN ... 65

DASAR TEORI ... 65

METODE PERCOBAAN ... 70

ANALISIS DATA ... 71

LAPORAN SEMENTARA ... 73

8. PERCOBAAN 08 PENGUKURAN LEVEL FLUIDA DALAM BEJANA MENGGUNAKAN DETEKTOR NaI(Tl) ... 74

TUJUAN ... 74

DASAR TEORI ... 74

METODE PERCOBAAN ... 80

ANALISIS DATA ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84

LAPORAN SEMENTARA ... 86

PERHITUNGAN ... 88

(5)

v

9. PERCOBAAN 09 PENGOPERASIAN SISTEM SPEKTROSKOPI GAMMA

DENGAN MULTI-CHANNEL ANALYZER (MCA) DAN DETEKTOR NaI(Tl) ... 92

TUJUAN ... 92

DASAR TEORI ... 92

METODE PERCOBAAN ... 97

ANALISIS DATA ... 100

10. PERCOBAAN 10 PEMANFAATAN SISTEM SPEKTROSKOPI GAMMA DENGAN MULTI-CHANNEL ANALYZER (MCA) DAN DETEKTOR NaI(Tl) ... 102

TUJUAN ... 102

DASAR TEORI ... 102

METODE PERCOBAAN ... 105

ANALISIS DATA ... 107

SOAL-SOAL PENGAYAAN ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 109

LAPORAN SEMENTARA ... 111

LAMPIRAN ... 115

LAMPIRAN A DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN ... 116

LAMPIRAN B PANDUAN PROTEKSI RADIASI ... 120

LAMPIRAN C CONTOH SAMPUL ... 121

LAMPIRAN D PEDOMAN PEMBUATAN DRAF ... 122

LAMPIRAN E PEDOMAN PEMBUATAN LAPORAN ... 123

LAMPIRAN F DAFTAR RADIONUKLIDA ... 127

GLOSARIUM ... 128

SINOPSIS ... 131

DAFTAR BAGAN Bagan 1.1 Skema alat percobaan 01 ... 5

Bagan 3.3.1. Skema penampang detektor sintilasi ... 24

Bagan 5.1. Skema peluruhan Co60 ... 47

Bagan 5.2. Skema alat percobaan 05 ... 50

Bagan 6.1. Magnetic substate ... 56

Bagan 6.2. Skema alat percobaan 06 ... 58

Bagan 7.1 Skema Alat Percobaan Modul 07 ... 70

Bagan 8.1 Skema Alat Percobaan Modul 08 ... 80

Bagan 9.1. Skema penampang detektor sintilasi ... 92

Bagan 9.2. Komponen elektronik untuk sistem spektroskopi gamma dengan detektor NaI(Tl) ... 93

(6)

vi

Bagan 9.3. Diagram blok komponen MCA ... 94

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Detektor Geiger Muller ... 1

Gambar 2.1. Intensitas radiasi yang dipancarkan suatu sumber radiasi ... 14

Gambar 5.1. Keluaran dari unit koinsiden ... 48

Gambar 5.2.Prinsip kerja unit koinsiden ... 48

Gambar 7.1 Detektor NaI(Tl) (ORTEC, n.d.) ... 65

Gambar 7.2 Ilustrasi bentuk spektrum foton gamma (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015) ... 67

Gambar 8.1 Keterkaitan Nomor Atom Materi dan Energi Gamma Terhadap Interaksi yang Terjadi (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015) ... 74

Gambar 8.2 Ilustrasi Efek Fotolistrik (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015) ... 75

Gambar 8.3 Hamburan Compton (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015) ... 76

Gambar 8.4 Produksi Pasangan (Beiser, 2003) ... 77

Gambar 8.5 Visualisasi Atenuasi Foton (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015) ... 78

Gambar 9.1. Tampilan layar Maestro-32 ... 95

DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1. Kurva karakteristik detektor Geiger Muller ... 2

Grafik 2.1. Distribusi normal ... 14

Grafik 3.1. Grafik kalibrasi energi gamma ... 25

Grafik 5.1. Kurva penundaan koinsiden ... 49

Grafik 6.1. Grafik korelasi sudut teoritis ... 56

Grafik 10.1. Grafik kalibrasi energi dengan pengujian tiga puncak energi gamma ... 103

Grafik 10.2. Contoh grafik kalibrasi efisiensi sistem spektroskopi dengan sumber standar Ra226 ... 104

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Jangkau Maksimum Partikel Beta ... 18

Tabel 3.1. Contoh hubungan energi dengan nomor kanal ... 25

Tabel 3.2. Tabel kalibrasi energi ... 28

Tabel 10.1. Hasil pengukuran parameter kinerja sistem spektroskopi dengan sumber standar ... 111

Tabel 10.2. Hasil perhitungan resolusi untuk tiap HV ... 112

Tabel 10.3. Hasil pengukuran cacah puncak dan cacah lembah untuk sumber standar Cs137 ... 112

Tabel 10.4. Hasil informasi dari puncak-puncak energi spektrum sumber X ... 113

Tabel 10.5. Hasil pengukuran laju cacah untuk puncak-puncak energi sumber X ... 114

(7)

1

1. PERCOBAAN 01

DETEKTOR GEIGER MULLER

TUJUAN

1. Membiasakan mahasiswa menggunakan detektor Geiger Muller 2. Membuat kurva plateau dan menentukan tegangan operasi optimum 3. Menentukan waktu pulih detektor (resolving time)

4. Melakukan analisis pengaruh jarak terhadap intensitas radiasi DASAR TEORI

Detektor Geiger Muller atau detektor GM merupakan jenis detektor isian gas yang bekerja di daerah IV. Detektor GM dengan sistem self-quenching memiliki dua komponen gas, yaitu gas isian yang berupa gas inert seperti neon, helium, argon, atau krypton dan quench gas yang berupa gas organik atau gas halogen (Oak Ridge Associated Universities, 2007). Detektor GM biasanya berbentuk tabung, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.1. Selimut bagian dalam tabung berfungsi sebagai elektroda negatif (katoda) dan kawat tipis yang berada di tengah tabung berfungsi sebagai elektroda positif (anoda). Pada anoda dan katoda dipasang beda potensial, sehingga muncul medan listrik. Radiasi yang masuk akan berinteraksi dengan gas dalam tabung dan melepaskan sebagian atau seluruh energinya hingga menghasilkan pasangan ion-elektron yang disebut dengan peristiwa ionisasi. Peristiwa ionisasi pertama ini disebut ionisasi primer. Dikarenakan tegangan kerja detektor GM yang tinggi, maka elektron hasil ionisasi primer memiliki cukup energi tambahan untuk melakukan ionisasi sekunder, ionisasi tersier, dan seterusnya hingga terjadi peristiwa guguran elektron (electron avalanche).

Gambar 1.1. Detektor Geiger Muller (NDT Resource Center, t.thn.)

Grafik 1.1 menunjukan kurva laju cacah versus tegangan untuk suatu detektor GM.

Daerah antara N1 dan N2 yang terkorespondensi dengan V1 dan V2 disebut daerah operasi.

Tegangan lebih besar dari V2 menyebabkan lucutan kontinyu pada detektor GM yang akan

(8)

2

memperpendek umur detektor. Daerah kurva yang mendatar di antara V1 dan V2 disebut plateau, sedangkan kemiringannya disebut slope. Lebar plateau beserta nilai slope merupakan parameter yang menyatakan kualitas suatu detektor GM. Lebar plateau dapat ditentukan dengan melihat kurva karakteristik detektor GM, sedangkan nilai slope dapat dihitung dengan persamaan berikut:

𝑠 =𝑁2− 𝑁1

𝑁1 × 100

𝑉2− 𝑉1× 100% = … % 100 𝑣𝑜𝑙𝑡⁄ (1.1) dengan

𝑠 adalah kemiringan (slope) plateau detektor GM.

𝑁1 adalah laju cacah pulsa pada tegangan ambang (𝑉1).

𝑁2 adalah laju cacah pulsa pada tegangan batas (𝑉2).

Grafik 1.1. Kurva karakteristik detektor Geiger Muller (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015)

Keterangan :

A= Tegangan awal (starting voltage).

B= Tegangan ambang (threshold voltage).

C= Tegangan batas, di mana mulai timbul lucutan yang tak terkendali (breakdown/

discharge).

D= Tegangan operasi detektor Geiger Muller.

B-C= Daerah tegangan operasi (plateau).

Detektor GM harus dioperasikan pada tegangan optimum agar dapat bekerja secara optimal. Tegangan optimum detektor GM dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

𝐻𝑉 𝑜𝑝𝑡𝑖𝑚𝑢𝑚 = 𝑉1+ (50% − 70%)(𝑉2− 𝑉1) (1.2)

(9)

3

Terkumpulnya elektron di anoda akan menimbulkan pulsa negatif yang mempunyai amplitudo sama dan berurutan. Pulsa yang berurutan tersebut mempunyai selang waktu tertentu di mana detektor GM tidak mampu mencacah lagi, yaitu pada saat kuat medan listrik di sekitar anoda turun sampai batas minimum yang diperlukan untuk dapat terjadi electron avalanche yang baru. Keadaan tersebut dinamakan "waktu tidak peka" atau "waktu mati” (Sayono, 1991).

Waktu yang diperlukan untuk terbentuknya pulsa berikutnya hingga normal kembali disebut

"waktu pulih" (recovery time), sedang waktu mati ditambah waktu pulih disebut resolving time.

Maka dari itu, perlu dilakukan penentuan faktor koreksi dengan persamaan berikut:

𝑇𝑅 = 𝑁1+ 𝑁2− 𝑁1,2 − 𝑁𝐵𝑔 2𝑁1𝑁2

(1.3) dengan

𝑇𝑅 adalah resolving time.

𝑁1 adalah laju cacah pulsa per menit sumber pertama.

𝑁2 adalah laju cacah pulsa per menit sumber kedua.

𝑁1,2 adalah laju cacah pulsa per menit kedua sumber besamaan.

𝑁𝐵 adalah laju cacah pulsa latar per menit.

Faktor koreksi di atas digunakan untuk mengetahui jumlah cacah sebenarnya (true couting rate) yang dapat dinyatakan menurut persamaan berikut:

𝑁0 = 𝑁 1 − 𝑁. 𝑇𝑅

(1.4) dengan

𝑁0 adalah laju cacah sebenarnya.

𝑁 adalah laju cacah yang tercatat pada counter.

𝑇𝑅 adalah resolving time.

Dalam radiasi nuklir, beberapa hal mempunyai banyak persamaan sifat dengan sinar biasa. Oleh karena itu, keduanya dianggap sebagai pancaran gelombang elektromagnetik yang memenuhi hukum klasik.

𝐸 = ℎ . 𝜈 (1.5)

dengan

𝐸 adalah energi foton.

ℎ adalah konstanta Planck (6,624. 1027 erg.sekon).

(10)

4 𝜈 adalah frekuensi radiasi.

Analog dengan persamaan di atas digunakan hukum kuadrat berbanding terbalik (Inverse Square Law). Dianggap bahwa terdapat sumber yang memancarkan cahaya foton pada laju 𝑁0 foton/detik. Dalam hal ini pancaran cahaya foton dianggap bersifat isotropis. Jika sumber diletakan di tengah pelindung plastik bersih yang bulat (spherical), dengan mudah ditentukan banyaknya cahaya foton tiap detik tiap cm² pada pelindung tadi. Intensitas ini ditunjukan dalam rumusan berikut:

𝐼 =𝑁0

𝐴 = 𝑁0

4𝜋𝑟2 = 𝑘 𝑟2

(1.6) dengan

𝐼 adalah intensitas atau laju cacah persatuan luas.

𝑁0 adalah laju cacah radiasi/foton.

𝐴 adalah luasan pancaran radiasi atau dalam kasus ini adalah luasan permukaan bola yang dibentuk oleh radiasi yang menyebar secara isotropik/ke segala arah dengan laju yang sama pada jarak 𝑟.

Karena 𝑁0 dan 4𝜋 konstan dalam persamaan ini, maka intensitas 𝐼 akan bervariasi terhadap jarak 𝑟 dengan kuadrat terbalik.

METODE PERCOBAAN 1. Alat dan Bahan

a. Sumber radiasi : Sr90 dan beta murni (Pm147).

b. Detektor Geiger Muller.

c. Pembalik pulsa Geiger Muller (GM Pulse Inventer).

d. Sumber daya tegangan tinggi-DC (HVDC).

e. Pencacah (Counter).

f. Pengala (Timer).

g. Perisai radiasi (Aluminium).

h. Mistar.

i. Dudukan sumber.

2. Langkah Percobaan

(11)

5

Bagan 1.1 Skema alat percobaan 01 Menentukan Daerah/Panjang Plato

1) Susunan rangkaian sistem pencacah pulsa seperti Bagan 1.1 Skema alat percobaan 01 2) Periksa sekali lagi hubungan tersebut dengan meminta bantuan asisten agar dapat

diperiksa sebelum alat tersebut dioperasikan.

3) Set pengala untuk selang waktu 3 detik.

4) Letakkan sumber radioaktif Sr90 pada jarak ±2 cm dari detektor.

5) Naikan tegangan HV dengan interval 25 volt, hingga tercatat adanya daya pencacahan pulsa pada counter. Posisi ini disebut starting voltage.

6) Kemudian naikkan tegangan HV sampai sebelum discharge. Gejala ini akan tampak jika setiap perubahan tegangan sedikit saja akan tercatat pencacahan pulsa yang melonjak jumlahnya.

7) Tentukan starting voltage, tegangan threshold, tegangan breakdown, dan tegangan optimum detektor.

8) Set sumber tegangan tinggi (HVDC) sesuai perhitungan tegangan optimum yang telah didapat untuk digunakan pada sub-praktikum selanjutnya. Susun alat sesuai skema pada Bagan 1.1.

Menentukan Waktu Pulih

1) Set sumber tegangan tinggi (HVDC) pada daerah operasi optimum tabung GM.

2) Set pengala untuk selang waktu 3 detik.

3) Letakkan sumber radioaktif pertama (Sr90) pada jarak ±2 cm dari detektor, lakukan pencacahan dan catat sebagai jumlah cacah/detik dari sumber tersebut.

4) Berikutnya, lakukan pencacahan secara bersamaan sumber pertama (Sr90) dan sumber kedua (beta murni) yang sama aktivitasnya, sehingga diperoleh laju cacah kedua sumber mendekati 2 kali .

(12)

6

5) Selanjutnya, sumber pertama (Sr90) diambil, sehingga hanya dicatat sebagai jumlah cacah/detik dari sumber kedua.

6) Akhirnya lakukan pengukuran cacah latar hingga diperoleh jumlah cacah/detik . Intensitas vs. Jarak

1) Set sumber tegangan tinggi (HVDC) pada daerah operasi optimum tabung GM.

2) Set pengala untuk selang waktu 3 detik.

3) Letakan sumber Sr90 pada jarak 0 cm dari permukaan jendela detektor, lakukan pencacahan pulsa dari sumber tersebut dalam waktu 3 detik sebanyak tiga kali.

4) Lakukan pencacahan selanjutnya dengan menambah (memvariasikan) jarak antara sumber ke detektor sebesar 1 cm untuk jarak 0 cm – 5 cm dan 5 cm untuk jarak setelah 5 cm.

5) Lakukan pencacahan hingga jumlah cacah yang tercatat mendekati cacah background.

6) Lakukan pencacahan untuk mendapatkan cacah latar (background) ANALISIS DATA

1. Penetuan plateau dan HV Optimum GM

0) Gambarkan kurva plateau dengan laju cacah (cps) sebagai fungsi tegangan (volt).

1) Hitung lebar plateau, starting voltage, hitung tegangan operasi, dan kemiringannya (slope) per 100 volt.

2) Nyatakan kondisi atau kualitas detektor GM yang digunakan berdasarkan lebar plateau dan kemiringan yang diperoleh.

2. Menentukan Resolving Time

1) Hitung koreksi resolving time dengan menggunakan persamaan (1.3).

2) Hitung laju cacah yang sebenarnya (true counting data) pada cacah-cacah yang dihasilkan dengan persamaan (1.4).

3. Pengaruh Jarak Terhadap Intensitas Tanpa menggunakan Faktor Koreksi

1) Gambarkan grafik I sebagai fungsi (I vs r) dilengkapi dengan trendline polynomial dan persamaan polinomial.

2) Gambarkan grafik I sebagai fungsi (I vs 1/r2) dilengkapi trendline linear dan persamaan regresi grafik.

3) Analisis kedua grafik tersebut.

(13)

7 Dengan menggunakan Faktor Koreksi

Bagian atas penahan sumber mungkin tidak sesuai dengan permukaan aktif sumber dan jendela detektor mungkin tidak bertepatan dengan titik di mana ionisasi sebenarnya terjadi di sisi detektor. Oleh karena itu koreksi untuk jarak yang diukur harus dilakukan.

Dengan mempertimbangkan faktor koreksi jarak, maka :

𝑅 = 𝑅𝑖 + 𝑅𝑜 (1.9)

Dimana :

𝑅𝑜 merupakan faktor koreksi 𝑅𝑖 merupakan jarak terukur

R merupakan jarak setelah dikoreksi

1) Hitung faktor koreksi menggunakan rumus :

𝑅𝑜 = 𝑅𝑖

(1 + √𝐼′𝑜 𝐼𝑖 ) (𝐼′𝑜

𝐼𝑖 − 1) (1.10)

I′o = Intensitas pada jarak 𝑅0 atau jarak 0 cm (𝑅𝑖 = 0) Ii = Intensitas radiasi yang terukur pada jarak ke-i.

2) Gunakan rerata faktor koreksi semua jarak untuk menentukan masing-masing jarak yang sebenarnya (R) dari cacah radiasi yang telah diukur.

3) Buat grafik Ln R versus Ln I.

4) Tampilkan nilai regresi (y = mx+c).

5) Bandingkan nilai gradien dengan teori Inverse Square Law dibuktikan dari nilai gradien (m = -2).

6) Hitung error dan analisis hasilnya.

(14)

8

SOAL-SOAL PENGAYAAN

1. Bagaimana proses interaksi radiasi alfa, beta, dan gamma dalam mengionisasi gas tabung detektor GM?

2. Mengapa detektor GM tidak dapat digunakan untuk spektroskopi?

3. Jelaskan secara ringkas fungsi dan cara kerja quench gas pada detektor GM!

4. Jelaskan efek aktivitas sumber terhadap nilai dead time detektor GM!

5. Bagaimana pengaruh pengukuran berulang terhadap data hasil pengukuran?

6. Berdasarkan pengukuran pada tanggal 27 Mei 1993, sumber radiasi Sr90 yang digunakan pada praktikum memiliki aktivitas 4,44 kBq. Hitunglah laju dosis radiasi beta yang dipancarkan oleh Sr90 tersebut di udara pada jarak 30 cm dari sumber radiasi! Gunakan persamaan berikut.

𝐷 = 7,53 × 10−8 𝐴 𝑑2

(1.13) Dengan

𝐷 = Laju dosis (Gy/jam).

𝐴 = Aktivitas sumber radiasi (Bq).

𝑑 = Jarak ke sumber radiasi (cm).

Kemudian bandingkan laju dosis yang telah diperoleh dengan NBD (Nilai Batas Dosis), simpulkan apakah sumber Sr90 yang digunakan untuk praktikum aman digunakan atau tidak.

(15)

9

DAFTAR PUSTAKA

Figliola, R. S. & Beasley, D. E., 2011. Theory and Design for Mechanical Measurements.

New York: John Wiley & Sons, Inc..

NDT Resource Center, t.thn. Survey Meters. [Online]

Available at: https://www.nde-

ed.org/EducationResources/CommunityCollege/RadiationSafety/radiation_safety_equipment/

SurveyMeters.htm.

Sayono, 1991. Pembuatan detektor Geiger-Mueller Tipe Jendela Samping Dengan Gas Isian Neon Dan Brom.

Tsoulfanidis, N. & Landsberger, S., 2015. Measurement & Detection of Radiation. 4th ed.

New York: CRC Press.

LAPORAN SEMENTARA Penentuan Plateau dan HV Optimum

WAKTU CACAH DETIK

NO HV (VOLT) CACAH HV TRESHOLD (V)

1 HV BREAKDOWN (V)

2 HV OPTIMUM (V)

3

4

5

6

7

8

9

10

11

(16)

10

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

Penentuan Resolving Time

WAKTU CACAH DETIK

CACAH

N1

N1,2

N2

CACAH BACKGROUND

(17)

11 Pengaruh Jarak Terhadap Intensitas

WAKTU

CACAH DETIK

NO JARAK (cm) CACAH

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

(18)

12

(19)

13

2. PERCOBAAN 02

JANGKAU ENERGI MAKSIMUM ZARAH BETA DAN SIFAT STATISTIK RADIASI NUKLIR

TUJUAN

1. Melakukan pengukuran jangkau energi maksimum zarah beta 2. Mempelajari sifat statistik dari radiasi nuklir (cacah statistik)

DASAR TEORI

Proses absorpsi zarah beta oleh bahan adalah sangat rumit, mengingat absorpsi dan hamburan tidak dapat dilacak secara terpisah. Karena massanya yang sangat kecil, elektron dapat dengan mudah dihamburkan oleh inti atom. Sehingga simpangan (straggling) elektron menjadi besar, serta sulit untuk menentukan jangkauannya. Pengukuran absorpsi zarah beta dari sumber beta merupakan ketergantungan aktivitas atau intensitas terhadap fungsi ketebalan absorben. Secara empiris, hubungan antara tenaga (E) dengan jangkau (R) adalah sebagai berikut:

𝑅 (𝑔𝑟 𝑐𝑚2

⁄ ) = 0,542 𝐸𝑚𝑎𝑥− 0,133 untuk 𝐸𝑚𝑎𝑥 > 0,8 𝑀𝑒𝑉 (1.7) 𝑅 (𝑔𝑟

𝑐𝑚2

⁄ ) = 0,407 𝐸𝑚𝑎𝑥1,38 untuk 0,15 𝑀𝑒𝑉 < 𝐸𝑚𝑎𝑥 < 0,8 𝑀𝑒𝑉 (1.8)

dengan

𝑅 adalah jangkauan zarah beta.

𝐸𝑚𝑎𝑥 adalah energi zarah beta maksimum.

Pengukuran radiasi dari bahan radioaktif yang mengalami peluruhan (decay) memiliki sifat acak (random) sehingga pengukuran distribusi statistik dilaksanakan pada percobaan ini.

Sifat acak suatu pengukuran selalu mengikuti distribusi tertentu, sebagai contoh eksperimen uang logam dan dadu mengikuti distribusi binomial. Bila distribusi binomial tersebut mempunyai probabilitas sangat kecil maka akan berubah menjadi distribusi Poisson, sedangkan bila distribusi Poisson tersebut menghasilkan nilai ukur yang besar (beberapa literatur menuliskan >30) maka berubah menjadi distribusi Gauss (normal).

Berdasarkan pola datanya, sistem distribusi dapat dibedakan menjadi data diskrit dan data kontinyu. Yang termasuk dalam data diskrit adalah distribusi binomial dan distribusi

(20)

14

Poisson, sedangkan yang termasuk dalam data kontinyu adalah distribusi Gauss (normal).

Grafik 2.1 menunjukkan probabilitas nilai ukur yang dihasilkan oleh pengukuran berulang terhadap suatu besaran yang mengikuti distribusi Gauss. Terlihat bahwa nilai ukur yang dihasilkannya dapat bermacam-macam dengan probabilitas terbesar terletak pada nilai rata- ratanya.

Grafik 2.1. Distribusi normal (Figliola & Beasley, 2011)

Pencacahan radiasi dapat diasumsikan sebagai data diskrit atau kontinyu tergantung kepada jumlah data yang dimiliki secara umum, pencacahan dengan jumlah data lebih dari 30 dapat dianggap mewakili distribusi normal jika probabilitas kemunculan data kecil. Oleh karena aktivitas zat radioaktif bersifat acak mengikuti distribusi Gauss (normal) maka intensitas radiasi yang terukur pun akan bersifat acak sehingga data hasil pengukurannya juga akan mengikuti distribusi Gauss. Pengukuran intensitas radiasi yang dilakukan secara berulang pasti akan memperoleh hasil pengukuran yang berbeda-beda. Yang menjadi pertanyaan adalah

“berapakah nilai ukur yang sebenarnya?”.

Gambar 2.1. Intensitas radiasi yang dipancarkan suatu sumber radiasi (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015)

(21)

15

Dengan fenomena tersebut di atas maka pengukuran intensitas radiasi harus dilakukan secara berulang, baik beberapa kali atau dalam selang waktu cukup panjang, yang berarti akumulasi nilai dari pengulangan waktu beberapa detik. Nilai ukur sebenarnya diduga berada di dalam rentang nilai rata-rata ± nilai simpangannya.

Ketidakpastian pengukuran (measurements uncertainty) sebenarnya tidak hanya berasal dari pengukuran saja melainkan berasal dari semua langkah analisis mulai dari preparasi sampel, faktor kesalahan alat, kesalahan personil, kesalahan metode, dan pengukurannya sendiri. Akan tetapi, dalam pembahasan ini hanya akan dipelajari ketidakpastian yang berasal dari proses pengukuran dan faktor yang berkaitan langsung dengan pengukuran.

METODE PERCOBAAN 1. Alat dan Bahan

a. Sumber radiasi Sr90 b. Detektor Geiger Muller.

c. Pembalik pulsa Geiger Muller (GM Pulse Inventer).

d. Sumber daya tegangan tinggi-DC (HVDC).

e. Pencacah (Counter).

f. Pengala (Timer).

g. Perisai radiasi (Aluminium).

h. Mistar.

i. Dudukan sumber.

2. Langkah Percobaan

Jangkau dan Energi Maksimum Zarah Beta

1) Set sumber tegangan tinggi (HVDC) pada daerah operasi optimum tabung GM.

2) Set pengala untuk selang waktu 3 detik.

3) Letakan sumber radioaktif Sr90 pada jarak 0 cm di depan jendela detektor, lakukan pencacahan tanpa menggunakan bahan absorben.

4) Ambil bahan absorben aluminium yang tersedia, kemudian letakan bahan absorben sedekat mungkin dengan detektor agar tidak terdapat celah udara.

5) Lakukan pencacahan untuk setiap ketebalan bahan absorben (tambahkan satu demi satu keping absorben) sampai cacah yang tercatat mendekati cacah latar (background).

6) Lakukan pencacahan untuk mendapatkan cacah latar (background).

(22)

16 Pengukuran Distribusi Statistik/Cacah Statistik

1) Set sumber tegangan tinggi (HVDC) pada daerah operasi optimum GM.

2) Set pengala untuk selang waktu 3 detik.

3) Letakan sumber Sr90 pada jarak ±2 cm dari detektor, lakukan pengukuran pencacahan sebanyak 300 kali.

4) Lakukan pencacahan untuk mendapatkan cacah latar (background).

ANALISIS DATA Jangkau Energi Maksimum Zarah Beta 1) Hitung harga ln (𝑁0

𝑁𝑥) untuk setiap ketebalan bahan absorben. 𝑁0 merupakan laju cacah pada jarak 0 cm dari detektor.

2) Gambarkan grafik ln (𝑁0

𝑁𝑥) sebagai fungsi ketebalan bahan absorben.

3) Dari grafik, dibuat trendline linear, set intercept = 0, lalu munculkan persamaan regresinya. Kemudian didapatkan persamaan dengan bentuk 𝑦 = 𝑚𝑥, dengan m adalah koefisien atenuasi linear (𝜇).

4) Hitung harga koefisien atenuasi massa (𝜇).

5) Hitung 𝐸𝑚𝑎𝑥 dengan persamaan di bawah ini untuk mendapatkan harga 𝐸𝑚𝑎𝑥 praktikum.

𝐸𝑚𝑎𝑥 = (1,7 𝜇̅ )

1/1,14

(1.11) Dengan

𝐸𝑚𝑎𝑥 = energi beta maksimum (MeV) 𝜇̅ = koefisien atenuasi massa (m2/kg)

6) Lalu, hitung nilai R (jangkau beta maksimum) praktikum dengan persamaan (1.7) atau (1.8) sesuai dengan nilai Emax hasil praktikum.

7) Cari 𝐸𝑚𝑎𝑥 teoritis untuk partikel beta Sr90, lalu interpolasi nilai tersebut pada Tabel 1.1 untuk mendapatkan R teoritis.

8) Bandingkan nilai R praktikum dan nilai R teoritis, kemudian hitung nilai error yang terjadi.

4) Distribusi Statistik Pencacahan

1) Urutkan data laju cacah dari nilai terkecil ke nilai terbesar.

(23)

17

2) Tentukan jumlah kelas dengan persamaan berikut.

𝑘 = 1 + 3,3 log (𝑛) (1.12) Dengan

k = jumlah kelas n = jumlah data

3) Tentukan lebar kelas dengan persamaan berikut.

𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 = (𝑥𝑚𝑎𝑥− 𝑥𝑚𝑖𝑛)/𝑘 (1.13) Dengan

𝑥𝑚𝑎𝑥= data terbesar 𝑥𝑚𝑖𝑛= data terkecil

4) Tentukan rentang pada setiap kelas, gunakan nilai tepi bawah dan tepi atas.

5) Tentukan banyak data pada setiap kelas (frekuensi).

6) Hitung nilai modus, rerata (𝑥̅) dan standar deviasi (𝑠).

7) Buatlah histogram menggunakan data yang telah diperoleh, kemudian tambahkan garis kurva yang menghubungkan nilai tengah setiap kelas.

8) Untuk mengetahui kesesuaian distribusi data yang sudah dibuat dalam mengikuti distribusi normal, hitung presentase data (%) pada nilai 𝑥̅±1s, 𝑥̅±2s, dan 𝑥̅±3s dari distribusi data yang sudah diperoleh. Bandingkan dengan teori.

9) Hitung nilai cacah (a) menggunakan persamaan di bawah (tingkat kepercayaan 90%).

Jelaskan nilai yang diperoleh tersebut.

𝑍 = 𝑎 − 𝑥̅

𝑠

√𝑛

(1.14) Dengan

Tingkat kepercayaan yang dipilih adalah 90%, maka nilai 𝑍 = ⋯ 𝑥̅ = rerata

𝑠 = standar deviasi 𝑛 = jumlah data

(24)

18

Tabel 2.1 Jangkau Maksimum Partikel Beta Partikel Beta

𝑬𝒎𝒂𝒙

Jangkau/Range

Aluminium Udara Air atau jaringan

MeV mm mg/cm2 cm mm

0,01 0,0006 0,16 0,13 0,002

0,05 0,0144 3,9 2,91 0,046

0,07 0,0263 7,1 5,29 0,083

0,1 0,5 14 10,1 0,158

0,3 0,281 76 56,7 0,889

0,5 0,593 160 119 1,87

0,7 0,926 250 186 2,92

1,0 1,52 410 306 4,80

1,5 2,47 670 494 7,80

1,75 3,01 800 610 9,50

2,0 3,51 950 710 11,10

2,5 4,52 1220 910 14,30

(25)

19

DAFTAR PUSTAKA BATAN, u.d. Jenis Detektor Radiasi. [Internett]

Available at:

http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_04%20Materi.htm [Funnen 13 April 2018].

Beiser, A., 2003. Concepts of Modern Physics. New York, NY: Mc-Graw Hill.

Daraban, L., Iancu, D., Nita, D. & Daraban, L., 2013. Efficiency Calibration in Gamma Spectrometry by Using Th232 Series Radionuclides. Romanian Journal of Physics, Volum 58, pp. S99-S107.

EG&G ORTEC, 1987. AN34 Experiments in Nuclear Science Laboratory Manual. Oak Ridge: EG&G ORTEC.

EG&G ORTEC, 1987. AN34 Experiments in Nuclear Science Laboratory Manual. 3rd red.

Oak Ridge: EG&G ORTEC.

Figliola, R. S. & Beasley, D. E., 2011. Theory and Design for Mechanical Measurements.

New York: John Wiley & Sons, Inc..

IAEA, 1989. Nuclear Electronics Laboratory Manual (IAEA-TECDOC-530). Vienna: IAEA.

Knoll, G. F., 2000. Radiation Detection and Measurement. 3rd penyunt. New York: John Wiley & Sons, Inc..

Knoll, G. F., 2000. Radiation Detection and Measurement. 3rd red. New York: John Wiley &

Sons, Inc..

Knoll, G. F., 2010. Radiation Detection and Measurement. Hoboken, NJ: John Wiley & Sons.

Leslie, W. D. & Greenberg, I. D., 2003. Nuclear Medicine. Georgetown: Landes Bioscience.

NDT Education Resources Center, 2011. About NDT. [Online]

Available at: http://www.nde-ed.org/AboutNDT/aboutndt.htm [Diakses 20 Oktober 2019].

NDT Resource Center, t.thn. Survey Meters. [Online]

Available at: https://www.nde-

ed.org/EducationResources/CommunityCollege/RadiationSafety/radiation_safety_equipment/

SurveyMeters.htm.

Oak Ridge Associated Universities, 2007. Geiger-Mueller (GM) Detectors. [Internett]

Available at: https://www.orau.org/ptp/collection/gms/introgms.htm [Funnen 14 April 2018].

ORTEC, n.d.. Gamma-Ray Spectroscopy Using NaI(Tl). Oak Ridge, TN: AMETEK (Advanced Measurement Technology).

Podgoršak, E. B., 2016. Radiation Physics for Medical Physicists. 3rd red. Basel: Springer.

(26)

20

Sayono, 1991. Pembuatan detektor Geiger-Mueller Tipe Jendela Samping Dengan Gas Isian Neon Dan Brom.

Siegel, R. T., 1958. High Energy Neutron Detectors. I: S. Flugge & E. Creutz, red.

Encyclopedia of Physics Volume XLV: Nuclear Instrumentation II. Berlin: Springer-Verlag, pp. 487-517.

Tavernier, S., Getkin, A., Grinyov, B. & Moses, W. W., 2006. Radiation Detectors for Medical Applications. Dordrecht: Springer.

Thomas, D., 1997. Binding Energies of Electrons in Atoms from H (Z=1) to Lw (Z=103).

[Internett]

Available at: http://www.chembio.uoguelph.ca/educmat/atomdata/bindener/elecbind.htm [Funnen 17 March 2021].

Tsoulfanidis, N. & Landsberger, S., 2015. Measurement & Detection of Radiation. 4th red.

New York: CRC Press.

Tsoulfanidis, N. & Landsberger, S., 2015. Measurement & Detection of Radiation. New York: CRC Press.

Tsoulfanidis, N. & Landsberger, S., 2015. Measurement & Detection of Radiation. 4th penyunt. New York: CRC Press.

Tsoulfanidis, N. & Landsberger, S., 2015. Measurement & Detection of Radiation. Boca Raton, FL: Taylor & Francis Group.

LAPORAN SEMENTARA Jangkau Zarah Beta

WAKTU CACAH DETIK

NO

TEBAL PERISAI

(cm)

CACAH NO

TEBAL PERISAI

(cm)

CACAH

1 11

2 12

3 13

4 14

5 15

6 16

7 17

8 18

(27)

21

9 19

10 20

Distribusi Cacah Statistik

WAKTU CACAH DETIK

CACAH

CACAH BACKGROUND

(28)

22 CACAH

KELOMPOK NAMA

PRAKTIKAN NIM TANGGAL

PRAKTIKUM

PARAF ASISTEN

(29)

23

3. PERCOBAAN 03

SPEKTROSKOPI FOTON GAMMA MENGGUNAKAN DETEKTOR NaI(Tl)

TUJUAN

1. Menentukan tegangan operasi (HV) optimum dalam pencacahan 2. Membuat dan menggunakan grafik kalibrasi

DASAR TEORI

Foton gamma adalah jenis radiasi nuklir yang tidak memiliki massa dan tidak bermuatan. Secara umum radionuklida yang memancarkan radiasi gamma juga memancarkan radiasi beta karena pancaran radiasi gamma adalah hasil peluruhan inti metastabil yang sebelumnya telah meluruh memancarkan beta. Namun dalam percobaan ini, pengaruh beta diabaikan karena telah diserap oleh lingkungan maupun adsorben yang terpasang pada permukaan detektor NaI(Tl), sehingga semua data yang didapat benar-benar berasal dari pancaran foton gamma.

Detektor NaI(Tl) adalah jenis detektor sintilasi dengan bahan sintilator berupa kristal NaI yang diberi pengotor talium (Tl). Proses sintilasi adalah kejadian di mana dipancarkan cahaya tampak ketika terdapat radiasi yang melewati suatu materi. Intensitas dari foton cahaya tampak yang terbentuk sebanding dengan energi radiasi yang mengenai sintilator. Cahaya tampak yang terbentuk pada sintilator akan diteruskan ke photomultiplier tube (PMT). Pada PMT terdapat photocatode yang akan mengubah foton cahaya tampak menjadi elektron.

Elektron ini akan ditarik ke elektroda-elektroda yang ada di dalam PMT yang disebut dinoda.

Deretan dinoda dalam PMT diberi tegangan yang nilainya bertambah seiring ke belakang sehingga elektron akan terus tertarik ke dinoda selanjutnya. Elektron yang menabrak dinoda akan menghasilkan lebih banyak elektron. Keluaran dari PMT adalah kumpulan elektron yang akan ditangkap oleh anoda dan menghasilkan pulsa tegangan. Tinggi pulsa tegangan ini ditentukan oleh banyaknya elektron yang terkumpul di mana banyaknya elektron yang terkumpul ditentukan oleh banyak cahaya yang dihasilkan sintilator. Hal inilah yang menyebabkan detektor sintilator mampu membedakan energi radiasi (Tsoulfanidis &

Landsberger, 2015).

(30)

24

Bagan 3.3.1. Skema penampang detektor sintilasi (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015)

Dalam percobaan ini akan dipelajari pengaruh perubahan HV terhadap sistem spektroskopi. Perubahan nilai HV akan mempengaruhi nilai tegangan pada dinoda sehingga mempengaruhi multiplikasi dari elektron pada PMT. Semakin tinggi HV, kerja detektor sintilasi semakin baik hingga pada HV tertentu, kemudian kenaikan HV tidak lagi meningkatkan unjuk kerja sistem spektroskopi. Unjuk kerja sistem spektroskopi diketahui dengan cara menghitung resolusi sistem yang dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini:

𝑅(%) =Δ𝐸

𝐸 × 100% (3.1)

dengan

𝑅 adalah resolusi sistem spektroskopi

Δ𝐸 adalah lebar puncak pada separuh tinggi maksimum (FWHM) 𝐸 adalah nomor kanal puncak spektrum

Hal pokok yang harus diketahui dari unsur-unsur radioaktif adalah jenis radiasi, energi dan aktivitasnya. Setiap unsur radioaktif memiliki spektrum energi yang spesifik. Sehingga apabila bentuk dan puncak spektrum energinya telah diketahui maka jenis nuklida X dapat ditentukan tersebut dengan melihat daftar atau tabel radionuklida. Pada grafik spektrum energi suatu sumber radionuklida, dapat diketahui jumlah cacah untuk setiap nomor kanal. Energi dari sumber radionuklida yang dicacah dapat diketahui dengan mencari nomor kanal dengan jumlah laju cacah paling tinggi. Namun dari informasi nomor kanal dengan laju cacah paling tinggi belum diketahui nilai energi dari radiasi, karena itu perlu dilakukan kalibrasi untuk menentukan hubungan antara nomor kanal dengan energi radiasi.

Kalibrasi pada sistem spektroskopi dilakukan dengan mencari spektrum dari dua sumber standar, yaitu Co60 – yang memiliki dua energi radiasi yaitu 1,17 MeV dan 1,33 MeV – dan Cs137 dengan energi radiasi 0,662 MeV. Dari hasil pencacahan akan didapatkan nomor

(31)

25

kanal puncak untuk masing-masing energi. Ketiga korelasi nomor kanal dengan energi dibuat grafik dengan nomor kanal sebagai absis dan energi sebagai ordinat sehingga akan diperoleh grafik seperti pada Grafik 3.1.

Tabel 3.1. Contoh hubungan energi dengan nomor kanal E (MeV) Nomor Kanal

0,662 A

1,17 B

1,33 C

Y X

Grafik 3.1. Grafik kalibrasi energi gamma (EG&G ORTEC, 1987)

Dari grafik kalibrasi energi dapat ditentukan persamaan antara energi dengan nomor kanal atau dapat dilakukan regresi linier untuk menentukan persamaan regresi dari ketiga korelasi dari sumber standar sehingga didapatkan persamaan kalibrasi dalam bentuk:

𝑦 = 𝑚𝑥 + 𝑐 (3.2)

dengan 𝑦 adalah energi dan 𝑥 adalah nomor kanal. Dari persamaan ini dapat dicari tahu energi dari sumber X yang belum diketahui energinya dengan memasukkan nilai nomor kanal puncak pada spektrum sumber X pada persamaan kalibrasi.

(32)

26

METODE PERCOBAAN 1. Alat dan Bahan

a. NaI(Tl) Crystal Phototube Assembly and Photomultiplier Tube Base b. HVDC power supply (tegangan maksimum 1500V)

c. Scintillation Preamplifier (pre-amp) d. Penguat (amplifier)

e. Single Channel Analyzer (SCA) f. Sumber radiasi Co60

g. Sumber radiasi Cs137 h. Sumber X

i. Kabel konektor 2. Langkah Percobaan

Instruksi Umum Penggunaan Detektor NaI(Tl)

1) Susun peralatan sesuai dengan susunan alat pada Bagan 3.2. Tunjukkan pada asisten sebelum mulai mengoperasikan.

2) Pastikan HV bernilai 0 V.

3) Nyalakan rangkaian sistem spektroskopi dengan detektor NaI(Tl).

4) Naikkan HV pada nilai yang dikehendaki.

5) Pada pencacah, set waktu pencacahan dengan waktu yang dikehendaki.

6) Pada SCA, set nomor kanal dengan kanal yang ingin dicacah.

7) Untuk memulai pencacahan, tekan ‘start’ pada pencacah.

8) Untuk menghapus nilai cacah pada tampilan pencacah (mengembalikan ke nilai 0), tekan ‘reset’.

Pengaruh HV Terhadap Resolusi dan Pergeseran Puncak 1) Susun peralatan sesuai dengan susunan alat pada Bagan 3..

Bagan 3.2. Skema alat percobaan 03

Scintillator PMT Pre-amp Penguat Single Channel

Analyzer Pencacah

Pengala

Sumber radiasi

(33)

27 2) Set waktu pencacahan 2 detik.

3) Set tegangan (HV) dengan besar 700 volt.

4) Letakkan sumber radiasi Cs137 sekitar 0 cm dari detektor.

5) Lakukan pencacahan dan catat nilai laju cacah pada setiap perubahan nomor kanal (U) mulai dari yang terkecil sampai terbesar, sampai telah mendapatkan puncak spektrum dan nilai laju cacahnya sudah kurang dari setengah laju cacah puncaknya.

6) Gambarlah spektrum yang didapat dan tentukan resolusinya dengan persamaan (3.1).

7) Ulangi langkah 3-6 dengan besar HV 750 dan 800 volt.

8) Bandingkan resolusi yang dihasilkan dari variasi HV. Berikan analisis.

9) HV terbaik akan digunakan pada percobaan berikutnya.

Kalibrasi Energi Foton Gamma

1) Susun peralatan sesuai dengan susunan alat pada Bagan 3..

2) Set waktu pencacahan 2 detik.

3) Set pada HV optimum yang didapatkan pada percobaan sebelumnya.

4) Letakkan sumber Co60 dengan jarak 0 cm dari detektor.

5) Lakukan pencacahan pada setiap perubahan nomor kanal (U) mulai dari yang terkecil sampai terbesar, sehingga didapatkan dua puncak spektrum.

6) Catat nomor kanal puncaknya di mana puncak pertama memiliki energi 1,17 MeV dan puncak kedua 1,33 MeV. Selain itu, lakukan hal yang sama untuk sumber Cs137dengan mencatat nomor kanal puncak dan energinya.

Mencari Energi Sumber X

1) Susun peralatan sesuai dengan susunan alat pada Bagan 3..

2) Set waktu pencacahan 2 detik.

3) Letakkan sumber X dengan jarak 0 cm dari jendela detektor.

4) Lakukan pencacahan dan catat nilai laju cacah pada setiap perubahan nomor kanal (U) mulai dari yang terkecil sampai didapat dua kanal puncak.

(34)

28

ANALISIS DATA 1. Pengaruh HV Terhadap Resolusi Detektor

1) Buat grafik spektrum Cs137 (nomor kanal untuk absis dan laju cacah untuk ordinat) pada setiap variasi HV. Jelaskan fenomena yang tampak pada grafik spektrum.

2) Dari spektrum tersebut, tentukan nomor kanal puncak, FWHM dan hitung resolusi dari masing-masing HV menggunakan persamaan (3.1).

3) Untuk menentukan FWHM tentukan puncak spektrum dan lembah pada nomor kanal sebelum puncak dan setelah puncak. Lembah adalah nomor kanal dengan cacah paling rendah sebelum nilai cacah naik kembali pada spektrum.

4) Tentukan nilai tengah antara laju cacah pada nomor kanal puncak dan laju cacah pada salah satu lembah.

5) Pilih nomor kanal puncak dengan lembah yang memiliki laju cacah hampir sama dengan nilai yang didapat pada langkah 4). Lakukan pada lembah sebelum dan setelah puncak.

6) Nilai FWHM adalah selisih nomor kanal antara kedua tengah lembah.

7) Buat grafik hubungan antara HV dengan resolusi. Kemudian tentukan HV optimum dari grafik dan nilai resolusi yang telah didapat sebelumnya.

8) Pada pembahasan, jelaskan pengaruh perubahan HV terhadap nomor kanal puncak!

2. Kalibrasi Energi Gamma

1) Buat grafik spektrum energi untuk Cs137 dan sumber X

2) Berdasarkan spektrum-spektrum tersebut, tentukan nomor kanal puncak masing-masing sumber dan isikan pada tabel

Tabel 3.2. Tabel kalibrasi energi

Sumber Energi Puncak (keV) Nomor Kanal

Cs137 662

Co60 1170

1330 Sumber X

3) Buat grafik kalibrasi antara nomor kanal terhadap energi dengan data dari Tabel 3.2.

4) Tentukan persamaan regresi dari grafik kalibrasi. Digunakan regresi linier untuk mendapatkan persamaan dalam bentuk persamaan (3.2).

(35)

29 3. Menentukan Sumber X

1) Menggunakan persamaan kalibrasi, tentukan energi radiasi sumber X dari nomor kanal puncak spektrum sumber X.

2) Berdasarkan energi sumber X, tentukan sumber X menggunakan tabel radioisotop.

3) Jelaskan alasan pemilihan jenis sumber X berdasarkan energi radiasi yang didapatkan!

SOAL-SOAL PENGAYAAN

1. Sintilasi adalah proses dipancarkan percikan cahaya ketika radiasi menembus sebuah materi. Jelaskan bagaimana proses ini dapat terjadi!

2. Jelaskan bagaimana cara kerja SCA (Single Channel Analyzer) dalam membedakan energi dari setiap pulsa yang masuk!

3. Ketika HV dinaikkan, akan terjadi pergeseran puncak spektrum ke arah yang lebih tinggi, selain itu tinggi spektrum juga akan berkurang. Jelaskan kenapa hal ini terjadi!

4. Ketika melakukan spektroskopi sumber dari kanal 0, akan didapati adanya laju cacah yang cukup tinggi dan bersifat fluktuatif pada kanal awal. Jelaskan apa yang menyebabkan hal ini!

5. Jelaskan perbedaan dead time dari detektor GM dengan detektor NaI(Tl)!

DAFTAR PUSTAKA BATAN, u.d. Jenis Detektor Radiasi. [Internett]

Available at:

http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_04%20Materi.htm [Funnen 13 April 2018].

Beiser, A., 2003. Concepts of Modern Physics. New York, NY: Mc-Graw Hill.

Daraban, L., Iancu, D., Nita, D. & Daraban, L., 2013. Efficiency Calibration in Gamma Spectrometry by Using Th232 Series Radionuclides. Romanian Journal of Physics, Volum 58, pp. S99-S107.

EG&G ORTEC, 1987. AN34 Experiments in Nuclear Science Laboratory Manual. Oak Ridge: EG&G ORTEC.

EG&G ORTEC, 1987. AN34 Experiments in Nuclear Science Laboratory Manual. 3rd red.

Oak Ridge: EG&G ORTEC.

Figliola, R. S. & Beasley, D. E., 2011. Theory and Design for Mechanical Measurements.

New York: John Wiley & Sons, Inc..

IAEA, 1989. Nuclear Electronics Laboratory Manual (IAEA-TECDOC-530). Vienna: IAEA.

Knoll, G. F., 2000. Radiation Detection and Measurement. 3rd penyunt. New York: John Wiley & Sons, Inc..

(36)

30

Knoll, G. F., 2000. Radiation Detection and Measurement. 3rd red. New York: John Wiley &

Sons, Inc..

Knoll, G. F., 2010. Radiation Detection and Measurement. Hoboken, NJ: John Wiley & Sons.

Leslie, W. D. & Greenberg, I. D., 2003. Nuclear Medicine. Georgetown: Landes Bioscience.

NDT Education Resources Center, 2011. About NDT. [Online]

Available at: http://www.nde-ed.org/AboutNDT/aboutndt.htm [Diakses 20 Oktober 2019].

NDT Resource Center, t.thn. Survey Meters. [Online]

Available at: https://www.nde-

ed.org/EducationResources/CommunityCollege/RadiationSafety/radiation_safety_equipment/

SurveyMeters.htm.

Oak Ridge Associated Universities, 2007. Geiger-Mueller (GM) Detectors. [Internett]

Available at: https://www.orau.org/ptp/collection/gms/introgms.htm [Funnen 14 April 2018].

ORTEC, n.d.. Gamma-Ray Spectroscopy Using NaI(Tl). Oak Ridge, TN: AMETEK (Advanced Measurement Technology).

Podgoršak, E. B., 2016. Radiation Physics for Medical Physicists. 3rd red. Basel: Springer.

Sayono, 1991. Pembuatan detektor Geiger-Mueller Tipe Jendela Samping Dengan Gas Isian Neon Dan Brom.

Siegel, R. T., 1958. High Energy Neutron Detectors. I: S. Flugge & E. Creutz, red.

Encyclopedia of Physics Volume XLV: Nuclear Instrumentation II. Berlin: Springer-Verlag, pp. 487-517.

Tavernier, S., Getkin, A., Grinyov, B. & Moses, W. W., 2006. Radiation Detectors for Medical Applications. Dordrecht: Springer.

Thomas, D., 1997. Binding Energies of Electrons in Atoms from H (Z=1) to Lw (Z=103).

[Internett]

Available at: http://www.chembio.uoguelph.ca/educmat/atomdata/bindener/elecbind.htm [Funnen 17 March 2021].

Tsoulfanidis, N. & Landsberger, S., 2015. Measurement & Detection of Radiation. 4th red.

New York: CRC Press.

Tsoulfanidis, N. & Landsberger, S., 2015. Measurement & Detection of Radiation. New York: CRC Press.

Tsoulfanidis, N. & Landsberger, S., 2015. Measurement & Detection of Radiation. 4th penyunt. New York: CRC Press.

Tsoulfanidis, N. & Landsberger, S., 2015. Measurement & Detection of Radiation. Boca Raton, FL: Taylor & Francis Group.

(37)

31

(38)

32

LAPORAN SEMENTARA DPR 03 - Pengaruh HV terhadap Resolusi Detektor

HV (VOLT) SUMBER

RADIASI

WAKTU CACAH (S)

NO. NO.

KANAL CACAH NO. NO.

KANAL CACAH NO. NO.

KANAL CACAH

1 11 21

2 12 22

3 13 23

4 14 24

5 15 25

6 16 26

7 17 27

8 18 28

9 19 29

10 20 30

HV (VOLT) SUMBER

RADIASI

WAKTU CACAH (S)

NO. NO.

KANAL CACAH NO. NO.

KANAL CACAH NO. NO.

KANAL CACAH

1 11 21

2 12 22

3 13 23

4 14 24

5 15 25

6 16 26

7 17 27

8 18 28

9 19 29

10 20 30

(39)

33

HV (VOLT) SUMBER

RADIASI

WAKTU CACAH (S)

NO.

NO.

KANAL (E)

CACAH NO.

NO.

KANAL (E)

CACAH NO.

NO.

KANAL (E)

CACAH

1 16 31

2 17 32

3 18 33

4 19 34

5 20 35

6 21 36

7 22 37

8 23 38

9 24 39

10 25 40

11 26 41

12 27 42

13 28 43

14 29 44

15 30 45

Penentuan Resolusi Detektor

NO. HV E (PUNCAK) ∆E %R

1 2 3 4

(40)

34 DPR 03 - Kalibrasi Energi Foton Gamma

HV (VOLT) SUMBER

RADIASI

WAKTU CACAH (S) NO. NO.

KANAL CACAH NO. NO.

KANAL CACAH NO. NO.

KANAL CACAH

1 21 41

2 22 42

3 23 43

4 24 44

5 25 45

6 26 46

7 27 47

8 28 48

9 29 49

10 30 50

11 31 51

12 32 52

13 33 53

14 34 54

15 35 55

16 36 56

17 37 57

18 38 58

19 39 59

20 40 60

NO. SUMBER

RADIASI ENERGI

NO.

KANAL PUNCAK 1

2 3

(41)

35 DPR 03 - Mencari Energi Sumber X

HV (VOLT) SUMBER

RADIASI

WAKTU CACAH (S) NO. NO.

KANAL CACAH NO. NO.

KANAL CACAH NO. NO.

KANAL CACAH

1 16 31

2 17 32

3 18 33

4 19 34

5 20 35

6 21 36

7 22 37

8 23 38

9 24 39

10 25 40

11 26 41

12 27 42

13 28 43

14 29 44

15 30 45

NO. NO. KANAL

PUNCAK ENERGI SUMBER

RADIASI 1

2

(42)

36

4. PERCOBAAN 04

MENENTUKAN AKTIVITAS SUMBER DAN KOEFISIEN ATENUASI LINIER MATERIAL

TUJUAN 1. Menentukan aktivitas sumber X

2. Menentukan koefisien atenuasi linier

DASAR TEORI

Aktivitas sumber radioaktif adalah laju peluruhan dari sumber tiap satuan waktu. Dalam percobaan ini, akan ditentukan aktivitas radioaktif dari sumber radionuklida menggunakan dua metode, yaitu

1. Metode relatif

Penentuan aktivitas dengan metode relatif dilakukan dengan membandingkan cacah radiasi foton gamma dari sebuah sumber X yang ingin diketahui nilai aktivitasnya dengan cacah sumber standar. Nilai aktivitas sumber X dapat dicari dari hubungan:

𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑋

𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑠𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 = 𝛴𝑋− 𝛴𝐵𝑔

𝛴𝑆𝑡𝑑− 𝛴𝐵𝑔 (4.1)

dengan

𝛴𝑋 adalah laju cacah sumber X Σ𝐵𝑔 adalah laju cacah latar

Σ𝑠𝑡𝑑 adalah laju cacah sumber standar 2. Metode absolut

Pengukuran aktivitas dengan metode absolut dilakukan dengan hanya melihat hasil pencacahan sumber X. Laju cacah sumber X harus dikoreksi dengan beberapa faktor yang dapat dirumuskan sebagai:

𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑋 =𝛴𝑋− 𝛴𝐵𝑔 𝑡

1

𝐺𝜎𝐹 (4.2)

dengan

𝑡 adalah waktu pencacahan 𝐺 adalah faktor geometri

𝐹 adalah fraksi peluruhan nuklida

(43)

37

Nilai efisiensi intrinsik detektor NaI(Tl) dapat ditentukan dengan persamaan (Tsoulfanidis &

Landsberger, 2015):

𝜎 = 1 − 𝑒𝑥𝑝[−𝜇(𝐸)𝐿] (4.3)

dengan

𝜇(𝐸) adalah nilai koefisien atenuasi total untuk material NaI untuk foton dengan energi sebesar 𝐸. Nilai 𝜇(𝐸) dapat dilihat pada Grafik 4.

𝐿 adalah panjang bahan aktif detektor

Grafik 4.1. Grafik koefisien atenuasi material NaI (Tsoulfanidis & Landsberger, 2015)

(44)

38

Nilai faktor geometri ditentukan berdasarkan bentuk dari sumber yang digunakan dalam proses deteksi. Untuk sumber berbentuk tabung, faktor geometri dapat ditentukan dengan persamaan

𝐺 = 𝜋𝑟2

4𝜋𝑠2 (4.4)

dengan

𝑟 adalah jari-jari detektor

𝑠 adalah jarak sumber ke detektor

Sedangkan untuk sumber berbentuk keping, faktor geometri dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :

𝐺 = {

2𝜋 − 𝐶 (𝐾(𝑘) +𝑅𝐷− 𝑟

𝑅𝐷+ 𝑟П(𝑛, 𝑘)) ; jika nilai 𝑟 < 𝑅𝐷

−𝐶 (𝐾(𝑘) +𝑅𝐷− 𝑟

𝑅𝐷+ 𝑟П(𝑛, 𝑘)) ; jika nilai 𝑟 > 𝑅𝐷 𝜋 − 𝐶. 𝐾(𝑘) ; jika nilai 𝑟 = 𝑅𝐷

(4.5)

dimana,

𝐺 = faktor geometri 𝑅𝐷 = jari – jari detektor 𝑟 = jari – jari sumber

𝐾(𝑘) = Complete elliptic integral of the first kind

П(𝑛, 𝑘)= Complete Legendre elliptic integral of the third kind Nilai C, k, dan n diperoleh melalui persamaan :

𝐶 = 2ℎ

√ℎ2+ (𝑅𝐷+ 𝑟)2 , 𝑘 = √ 4𝑅𝐷𝑟

2+ (𝑅𝐷+ 𝑟)2 , dan 𝑛 = 4𝑅𝐷𝑟

(𝑅𝐷+ 𝑟)2 (4.6) Sedangkan nilai 𝐾(𝑘) dan П(𝑛, 𝑘) didefinisikan dengan menggunakan persamaan :

𝐾(𝑘) = ∫ 𝑑𝜃

√1 − 𝑘2sin2𝜃

𝜋 2 0

, П(𝑛, 𝑘) = ∫ 𝑑𝜃

(1 − 𝑛 sin2𝜃) √1 − 𝑘2sin2𝜃

𝜋 2 0

(4.7) Dalam penentuan aktivitas absolut, perlu diperhatikan skema peluruhan dari sumber radioaktif. Hal ini penting untuk sumber radionuklida yang memancarkan lebih dari satu energi radiasi. Misalnya Co60 yang memiliki 2 energi gamma seperti pada Bagan 4., kedua foton dengan energi 1,17 MeV dan 1,33 MeV dihasilkan dari satu kali peluruhan. Apabila didapatkan aktivitas Co60 dari puncak energi 1,17 MeV dan 1,33 MeV secara berurutan adalah 100 dps (disintegrasi per sekon) dan 102 dps, dengan penyederhanaan sehingga nilai 𝐹 (fraksi

(45)

39

peluruhan) dibulatkan menjadi 100%, nilai aktivitas Co60 adalah 101 dps di mana nilai tersebut adalah rata-rata dari aktivitas Co60 untuk setiap puncak.

Bagan 4.1. Skema peluruhan Co60 (EG&G ORTEC, 1987)

Foton gamma memiliki probabilitas untuk berinteraksi dengan materi yang dilaluinya.

Terdapat banyak interaksi antara foton gamma dengan materi, namun tiga interaksi yang paling sering dijumpai adalah efek fotolistrik, hamburan Compton, dan produksi pasangan. Ketiga interaksi tersebut akan menyebabkan penurunan atau pelemahan intensitas foton gamma.

Pelemahan intensitas foton sebagai fungsi jarak dapat dirumuskan sebagai

𝐼 = 𝐼0exp(−𝜇𝑥) (4.8)

dengan

𝐼 adalah intensitas radiasi gamma setelah melewati medium 𝐼0 adalah intensitas radiasi gamma sebelum melewati medium 𝜇 adalah koefisien atenuasi linier medium

𝑥 adalah tebal medium yang dilewati radiasi

Koefisien atenuasi linier adalah konstanta yang menunjukkan pelemahan intensitas radiasi tiap satuan panjang. Nilai koefisien atenuasi dipengaruhi oleh nomor atom materi (𝑍), densitas materi (𝜌), dan energi dari radiasi yang melaluinya (𝐸). Materi yang memiliki nomor atom dan densitas yang besar akan memiliki nilai koefisien atenuasi yang besar juga. Koefisien atenuasi juga dapat dinyatakan dalam half value layer (HVL) yang menunjukkan nilai ketebalan suatu materi yang menyebabkan intensitas radiasi foton gamma yang melaluinya akan mengalami pelemahan menjadi setengah dari intensitas awal.

(46)

40

METODE PERCOBAAN 1. Alat dan Bahan

a. NaI(Tl) Crystal Phototube Assembly and Photomultiplier Tube Base b. HVDC power supply (tegangan maksimum 1500V)

c. Scintillation Preamplifier (pre-amp) d. Penguat (amplifier)

e. Single Channel Analyzer (SCA) f. Sumber radiasi Co60

g. Sumber radiasi Cs137 h. Sumber X

i. Lempeng perisai timbal 5 mm j. Lempeng perisai aluminium 5 mm k. Kabel konektor

l. Mistar

m. Jangka sorong

2. Langkah Percobaan

Penentuan Aktivitas Gamma dengan Metode Relatif

1) Susunan peralatan sesuai dengan susunan alat pada Bagan 3.2.

2) Letakkan sumber X dengan jarak 0 cm dari jendela detektor.

3) Lakukan pencacahan selama 8 detik di rentang kanal puncak (dari lembah spektrum, melewati puncak, lalu sampai di lembah selanjutnya) untuk setiap puncak spektrum sumber X. Dalam melakukan pengukuran cacah untuk penentuan aktivitas, hasil cacah bersifat kumulatif untuk setiap bukit puncak, sehingga tidak dilakukan reset pada pencacah untuk menghitung cacah satu bukit. Nomor kanal lembah dapat dilihat pada data percobaan Mencari Energi Sumber X.

Bagan 4.2. Skema alat percobaan 04

Scintillator PMT Pre-amp Penguat Single Channel

Analyzer Pencacah

Pengala

Sumber radiasi

(47)

41

4) Ganti sumber radiasinya dengan Cs137 standar dan ulangi langkah 3.

Penentuan Aktivitas Gamma dengan Metode Absolut

1) Susun peralatan sesuai dengan susunan alat pada Bagan 3..

2) Lakukan langkah 2-4 seperti pada percobaan Penentuan Aktivitas Gamma dengan Metode Relatif.

3) Tentukan karakteristik dari jendela detektor dan sumber menggunakan mistar dan jangka sorong.

Penentuan Koefisien Serapan Gamma

1) Susun peralatan sesuai dengan susunan alat pada Bagan 3..

2) Letakkan sumber Cs137 pada jarak 0 cm dari detektor.

3) Set kanal SCA pada nomor kanal puncak untuk Cs137 .

4) Cacah dengan lama pencacahan 4 detik dan catat laju cacah yang didapat, lakukan sebanyak tiga kali.

5) Ukur ketebalan perisai menggunakan jangka sorong.

6) Letakkan perisai Timbal (Pb) di antara sumber dengan jendela detektor dan cacah sebanyak tiga kali.

7) Ulangi langkah 5-6 sampai terdapat variasi ketebalan perisai sebanyak 5 varian.

8) Ganti perisai dengan bahan aluminium .

9) Ulangi langkah 5-6 sampai terdapat variasi ketebalan perisai sebanyak 5 varian.

ANALISIS DATA 1. Penentuan Aktivitas Sumber X

1) Berdasarkan data-data untuk menentukan aktivitas sumber X, untuk menentukan aktivitas relatif sumber X, gunakan persamaan (4.1).

2) Untuk menentukan aktivitas sumber X menggunakan metode absolut, gunakan persamaan (4.2).

3) Nilai 𝐹 (fraksi peluruhan) dapat dilihat di tabel pada berbagai literatur.

4) Nilai 𝜎 (efisiensi intrinsik detektor) dapat ditentukan dengan persamaan (4.3).

5) Dalam penentuan aktivitas sumber X, terdapat dua puncak energi di mana perlu diperhatikan penentuan aktivitas harus mempertimbangkan skema peluruhan dari sumber

(48)

42

6) Bandingkan kedua hasil aktivitas yang diperoleh dengan aktivitas yang didapatkan dari persamaan peluruhan

7) Pada pembahasan, tentukan ralat antara hasil percobaan terhadap aktivitas referensi dan buat analisis terhadap hasil tersebut.

2. Penentuan Koefisien Atenuasi Linier

1) Untuk masing-masing jenis perisai, buat grafik perbandingan antara laju cacah rerata terhadap tebal dalam skala linier dan logaritmik menggunakan aplikasi pengolahan data seperti Microsoft Excel, SPSS, dan sebagainya.

2) Untuk membuat grafik dalam skala logaritmik, dapat diturunkan dari persamaan (4.8) menjadi:

ln (𝐼0

𝐼) = 𝜇𝑥 (4.9)

dengan

𝐼0 adalah laju cacah ketika tidak ada perisai (tebal perisai 0 cm) 𝐼 adalah laju cacah setelah melewati perisai dengan tebal 𝑥 𝑥 adalah tebal perisai

Bentuk persamaan (4.9) adalah bentuk persamaan linier melewati koordinat (0,0), yang analog dengan persamaan:

𝑦 = 𝑚𝑥 (4.10)

dengan 𝑦 adalah ln (𝐼0

⁄ ) dan 𝑚 (gradien garis) adalah 𝜇 (koefisien atenuasi linier). 𝐼 3) Dari grafik dalam skala logaritmik, tentukan persamaan regresi dan didapatkan nilai

koefisien atenuasi linier yang tidak lain adalah gradien dari kurva kalibrasi. Lakukan untuk semua jenis perisai.

4) Bandingkan nilai koefisien atenuasi yang didapatkan dari analisis hasil dengan nilai koefisien dari referensi.

5) Berikan analisis terhadap nilai koefisien atenuasi kedua jenis perisai dan ralat terhadap nilai referensi.

DAFTAR PUSTAKA BATAN, t.thn. Jenis Detektor Radiasi. [Online]

Available at:

http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Dasar_04%20Materi.htm [Diakses 13 April 2018].

Beiser, A., 2003. Concepts of Modern Physics. New York, NY: Mc-Graw Hill.

(49)

43

Daraban, L., Iancu, D., Nita, D. & Daraban, L., 2013. Efficiency Calibration in Gamma Spectrometry by Using Th232 Series Radionuclides. Romanian Journal of Physics, Volume 58, pp. S99-S107.

EG&G ORTEC, 1987. AN34 Experiments in Nuclear Science Laboratory Manual. Oak Ridge: EG&G ORTEC.

EG&G ORTEC, 1987. AN34 Experiments in Nuclear Science Laboratory Manual. 3rd penyunt. Oak Ridge: EG&G ORTEC.

Figliola, R. S. & Beasley, D. E., 2011. Theory and Design for Mechanical Measurements.

New York: John Wiley & Sons, Inc..

IAEA, 1989. Nuclear Electronics Laboratory Manual (IAEA-TECDOC-530). Vienna: IAEA.

Knoll, G. F., 2000. Radiation Detection and Measurement. 3rd penyunt. New York: John Wiley & Sons, Inc..

Knoll, G. F., 2000. Radiation Detection and Measurement. 3rd penyunt. New York: John Wiley & Sons, Inc..

Knoll, G. F., 2010. Radiation Detection and Measurement. Hoboken, NJ: John Wiley & Sons.

Leslie, W. D. & Greenberg, I. D., 2003. Nuclear Medicine. Georgetown: Landes Bioscience.

NDT Education Resources Center, 2011. About NDT. [Online]

Available at: http://www.nde-ed.org/AboutNDT/aboutndt.htm [Diakses 20 Oktober 2019].

NDT Resource Center, t.thn. Survey Meters. [Online]

Available at: https://www.nde-

ed.org/EducationResources/CommunityCollege/RadiationSafety/radiation_safety_equipment/

SurveyMeters.htm.

Oak Ridge Associated Universities, 2007. Geiger-Mueller (GM) Detectors. [Online]

Available at: https://www.orau.org/ptp/collection/gms/introgms.htm [Diakses 14 April 2018].

ORTEC, n.d.. Gamma-Ray Spectroscopy Using NaI(Tl). Oak Ridge, TN: AMETEK (Advanced Measurement Technology).

Podgoršak, E. B., 2016. Radiation Physics for Medical Physicists. 3rd penyunt. Basel: <

Gambar

Grafik 1.1. Kurva karakteristik detektor Geiger Muller  (Tsoulfanidis &amp; Landsberger, 2015)
Grafik  2.1  menunjukkan  probabilitas  nilai  ukur  yang  dihasilkan  oleh  pengukuran  berulang  terhadap  suatu  besaran  yang  mengikuti  distribusi  Gauss
Grafik 2.1. Distribusi normal  (Figliola &amp; Beasley, 2011)
Tabel 2.1 Jangkau Maksimum Partikel Beta  Partikel Beta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi dengan judul „‟Pengembangan Petunjuk Praktikum Kimia Topik Laju Reaksi Berbasis Green Chemistry pada Mata Kuliah Kimia Dasar‟‟ disusun untuk memenuhi syarat

LAPORAN PRAKTIKUM AZAS TEKNIK IRIGASI ACARA 2 PENGUKURAN LAJU INFILTRASI DISUSUN OLEH: NAMA : PRAKTIKAN NIM : NIM LABORATORIUM TEKNIK SUMBER DAYA LAHAN DAN AIR DEPARTEMEN TEKNIK