Tanda Tangan Peserta Ujian
SEMESTER 2023/2024 Ganjil (2023.2)
Nama Mahasiswa : Susilo Joko Purnomo Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 048655133
Tanggal Lahir : 05 November 2001
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4209/ Ilmu Negara Kode/Nama Program Studi : 311/ Ilmu Hukum
Kode/Nama UT-Daerah : 42/ Semarang
Hari/Tanggal UAS THE : Selasa/ 19 Desember 2023
Petunjuk
1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.
KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN RISET, DAN
TEKNOLOGI UNIVERSITAS TERBUKA
Kode/Nama Mata Kuliah Fakultas
Program Studi
: HKUM4209/ Ilmu Negara : Ilmu Hukum
: S1 Hukum
UT-Daerah : Semarang
1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
Pekalongan, 19 Desember 2023 Yang Membuat Pernyataan
Susilo Joko Purnomo
1. a) Menurut Sjachran Basah, ilmu politik lebih mementingkan sifat dinamis dari pada ilmu negara. Ini berarti bahwa ilmu politik cenderung lebih fokus pada aspek-aspek yang berkaitan dengan perubahan, perkembangan, dan dinamika dalam suatu negara. Sifat dinamis dalam ilmu politik mencakup
pemahaman tentang proses politik, perubahan kebijakan, partisipasi masyarakat, dan elemen-elemen lain yang melibatkan pergerakan dan perkembangan dalam kehidupan politik suatu negara.
b) Dalam konteks ilmu politik, kata "dinamis" merujuk pada perubahan, pergerakan, dan evolusi dalam sistem politik. Ilmu politik lebih fokus pada analisis perubahan politik, dinamika kekuasaan, dan respon terhadap perubahan sosial. Sebaliknya, kata "statis" dalam konteks ilmu negara menunjukkan keadaan yang lebih tetap, stabil, dan mementingkan struktur serta lembaga formal yang diatur oleh hukum. Ilmu negara cenderung lebih fokus pada elemen-elemen tetap dalam suatu negara, seperti konstitusi, lembaga-lembaga formal, dan struktur politik yang sudah mapan.
c) Hubungan antara ilmu negara dan ilmu politik dianggap komplementer karena keduanya saling melengkapi dan membutuhkan satu sama lain untuk memberikan pemahaman yang komprehensif tentang negara. Ilmu negara memberikan dasar teoretis dan umum tentang struktur dan lembaga formal suatu negara yang diatur oleh hukum. Di sisi lain, ilmu politik menekankan aspek dinamis dan perubahan dalam kehidupan politik, memeriksa proses pembuatan kebijakan, interaksi politik, dan perubahan kekuasaan.
Dengan kata lain, ilmu negara menyediakan kerangka kerja teoretis yang mendasari struktur formal negara, sedangkan ilmu politik mengeksplorasi bagaimana struktur tersebut berinteraksi dengan dinamika politik yang terus berubah. Kombinasi keduanya membantu dalam memberikan wawasan yang lebih lengkap tentang negara dan kehidupan politiknya.
2. a) Menurut Plato, cara melembagakan kedaulatan rakyat melibatkan pembentukan negara yang dipimpin oleh filosof-raja. Plato percaya bahwa filosof-raja, yang memiliki pengetahuan dan kebijaksanaan tertinggi, seharusnya memimpin negara. Filosof-raja ini harus dididik melalui
pendidikan khusus untuk mencapai tingkat kebijaksanaan yang tinggi. Rakyat akan ditempatkan dalam tiga kelas berdasarkan kemampuan mereka: pekerja, wirausaha, dan filosof. Filosof-raja akan
mendirikan negara ideal dengan mengintegrasikan kebijaksanaan filosofis dalam pemerintahan.
Dengan demikian, konsep Plato melibatkan penguasaan oleh mereka yang memiliki pengetahuan tertinggi untuk mencapai keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat.
b) John Locke, dalam konteks kedaulatan rakyat, memisahkan kekuasaan legislatif dan eksekutif untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Bagi Locke, legislatif (yang membuat undang-undang) dan eksekutif (yang melaksanakan undang-undang) sebaiknya dipegang oleh lembaga yang berbeda untuk mencegah konsentrasi kekuasaan yang berpotensi tirani. Hal ini dilatarbelakangi oleh keyakinan Locke bahwa kedaulatan rakyat harus dijaga dan dilindungi dari penyalahgunaan kekuasaan penguasa.
Dengan memisahkan dua aspek ini, Locke berharap dapat menciptakan sistem pemerintahan yang lebih seimbang dan menghindari kesewenang-wenangan.
c) Kelemahan mendasar Teori Kedaulatan Rakyat yang muncul dengan istilah "vox populi vox dei"
(suara rakyat adalah suara Tuhan) adalah bahwa keputusan mayoritas tidak selalu mencerminkan keputusan yang paling bijak atau adil. Terdapat risiko tirani mayoritas, di mana hak-hak minoritas dapat diabaikan atau dilanggar. Selain itu, masyarakat bisa dipengaruhi oleh emosi dan pendapat yang tidak rasional, yang dapat mengarah pada keputusan yang merugikan. Jika diterapkan secara murni tanpa mekanisme perlindungan hak minoritas atau pengawasan yang efektif, teori ini dapat
menghasilkan ketidakstabilan politik dan pelanggaran hak asasi manusia. Oleh karena itu, perlunya mekanisme pembatasan kekuasaan dan perlindungan hak individu dalam sistem demokrasi untuk mencegah risiko tersebut.
3. a. Dalam pandangan Thorsen V. Kalijarvi, kedudukan pemerintah bagian-bagian negara (subdivisi politik) dalam hubungannya dengan pemerintah pusat dalam negara kesatuan dengan sentralisasi kekuasaan dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam sistem sentralisasi, pemerintah pusat memiliki kekuasaan penuh dan kedudukan yang dominan. Pemerintah daerah atau bagian-bagian negara harus melaksanakan arahan pemerintah pusat tanpa memiliki kekuatan untuk bertindak sendiri secara signifikan. Kedudukan pemerintah pusat sangat kuat, dan pemerintah daerah berfungsi sebagai pelaksana kebijakan pusat tanpa memiliki otonomi yang besar.
b. Dalam negara kesatuan dengan sentralisasi kekuasaan, pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah otonom dapat diatur dalam konstitusi. Konstitusi dapat mengatur proses
"devolusi" atau pemberian wewenang kepada pemerintah daerah, namun tetap mempertahankan kekuasaan tertinggi di tangan pemerintah pusat. Konstitusi mungkin menetapkan batasan-batasan tertentu terkait dengan tingkat otonomi yang diberikan kepada pemerintah daerah, dan pemerintah pusat tetap memiliki hak untuk mencabut atau membatalkan wewenang yang telah diberikan.
c. Meskipun pemerintah pusat memiliki dominasi dalam negara kesatuan, ini tidak selalu menyebabkan timbulnya negara federasi. Hal ini karena negara kesatuan dan federasi memiliki karakteristik yang berbeda. Dalam negara kesatuan, kekuasaan pusat adalah pusat kendali yang dominan, dan pemerintah daerah bertindak sebagai pelaksana kebijakan pusat. Di negara federasi, kekuasaan dan tanggung jawab dibagi antara pemerintah pusat dan entitas-entitas negara bagian dengan otonomi yang lebih besar.
Dominasi pemerintah pusat dalam negara kesatuan lebih mencerminkan adanya sentralisasi kekuasaan, di mana keputusan-keputusan utama dan kebijakan-kebijakan pusat ditentukan oleh pemerintah pusat. Sementara itu, dalam negara federasi, terdapat pembagian kekuasaan yang lebih merata antara pemerintah pusat dan entitas-entitas negara bagian. Dengan demikian, dominasi pemerintah pusat dalam negara kesatuan tidak secara otomatis mengubah struktur negara tersebut menjadi negara federasi.
4. a) Meskipun UUD NRI 1945 menyebutkan prinsip-prinsip trias politica, banyak ahli dan analis berpendapat bahwa Indonesia tidak sepenuhnya menganut ajaran trias politika dalam praktiknya.
Beberapa alasan meliputi:
- Presidensialisme yang Kuat: Sistem presidensial Indonesia memberikan kekuatan eksekutif kepada presiden yang kuat. Presiden tidak hanya sebagai kepala negara tetapi juga sebagai kepala
pemerintahan. Hal ini menyebabkan adanya ketergantungan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif, yang dapat mengurangi efektivitas pemisahan kekuasaan.
- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai Pengesah Kabinet: Anggota kabinet dipilih dari dan bertanggung jawab kepada presiden, namun mereka juga harus mendapatkan persetujuan DPR.
Meskipun ada pembagian formal antara eksekutif dan legislatif, namun ketergantungan ini menciptakan dinamika yang tidak selalu mendukung pemisahan kekuasaan.
menjaga keseimbangan kekuasaan. Misalnya, legislator membuat undang-undang, eksekutif mengimplementasikan kebijakan, dan yudikatif menilai legalitas tindakan-tindakan tersebut.
c) Dalam konteks welfare state (negara kesejahteraan), konsep trias politica tetap relevan, meskipun ada penyesuaian tertentu. Pemisahan kekuasaan tetap penting untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan, namun dalam negara kesejahteraan, pemerintah memiliki peran yang lebih besar dalam menyediakan layanan dan manajemen ekonomi. Meskipun pemerintah mungkin lebih terlibat dalam pembangunan ekonomi dan penyediaan layanan sosial, prinsip-prinsip pemisahan kekuasaan masih penting untuk menjaga keseimbangan dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan.