• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pluralisme Hukum Pengelolaan Sumber Daya Laut di Kepulaua Kei

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Pluralisme Hukum Pengelolaan Sumber Daya Laut di Kepulaua Kei "

Copied!
139
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

PLURALISME HUKUM & KONFLIK

Konsep Pluralisme Hukum

Diasumsikan atau dinyatakan bahwa unsur-unsur pokok pluralisme hukum global, yaitu perbedaan 'hukum' atau 'sistem hukum', dapat dikenali secara wajar berdasarkan karakteristiknya. Misalnya, Vanderlinden14 memperkenalkan 'mekanisme hukum' (mécanismes juridiques) dalam 'masyarakat tertentu' (uné société déterminée), dan Griffiths (2005) memperkenalkan 'tatanan hukum' yang diamati dalam 'bidang sosial'.

Konflik Pengelolaan Sumberdaya Pesisir

Mengelola, mengembangkan dan mengatur kegiatan penangkapan ikan di wilayah pesisir dan laut (penangkapan ikan, budidaya perikanan, pengolahan hasil perikanan). Pengelolaan dan pengembangan kegiatan wisata pesisir dan bahari (marine-ecowisata) Sumber: Diolah dari Sloan dan Sugandhy, (1994).

Tabel 1. Lembaga Koordinasi dan Lembaga Sektoral serta Perannya  dalamPengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut
Tabel 1. Lembaga Koordinasi dan Lembaga Sektoral serta Perannya dalamPengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut

Sistem Hukum dan Kelembagaan Wilayah

Saat ini terdapat beberapa lembaga yang terlibat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut, yaitu lembaga non departemen dan lembaga pemerintah lainnya. Menurut Sloan dan Sugandhy27, terdapat sepuluh lembaga koordinator dan sebelas lembaga sektoral yang terlibat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan laut di Indonesia.

Laut sebagai Arena Penentuan Hak

Hal ini menunjukkan bahwa secara normatif kabupaten kota dan desa tidak mempunyai kewenangan pengelolaan sumber daya kelautan seperti pemerintah provinsi. Kegiatan eksploitasi dan pengelolaan sumber daya laut di Dullah Laut pada umumnya merupakan kegiatan bameti yang meliputi kegiatan pencarian bialola dan teripang.

Konsep Hukum Larvul Ngabal

PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAUT

Laut Dalam Pandangan Orang Kei

Sebagai masyarakat yang tinggal di pulau-pulau yang dikelilingi laut, kehidupan masyarakat Kei tentu akrab dan tidak bisa dipisahkan dari laut. Begitu pula dengan bentuk-bentuk kebudayaan yang dihasilkan dari masa lalu hingga masa kini, tidak lepas dari bentuk-bentuk adaptasi terhadap wajah. lingkungan yang didominasi oleh laut. Masyarakat Kei selain melakukan aktivitas kehidupan di darat (bertani dan beternak), juga melakukan aktivitas di laut. Tanah merupakan tempat tinggal dan hidup.

Sistem Pembagian Wilayah Laut

  • Klasifikasi Zona Laut menurut Pengetahuan Lokal
  • Pembagian Wilayah Laut menurut Petuanan Adat

Wilayah laut ini disebut Petuanan Laut atau di wilayah Maluku Tengah disebut Labuhan. Sedangkan batas antara laut desa petuanan (laut desa) dan laut umum (milik umum) atau laut milik bersama, yang oleh masyarakat Maluku Tenggara disebut laut bebas, merupakan suatu garis khayal antara laut dangkal yang disebut laut bebas. laut putih atau disebut juga Laut dalam tohordan inilah yang oleh masyarakat Maluki Tenggara (Kepulauan Kei) disebut dengan Latetan atau Tahait ngametan (laut biru/hitam). Tohor di Kabupaten Maluku Tengah sering dikatakan sebagai perbatasan antara Desa Laut Petuanan dan laut lepas.

Di darat, batas seapetuanan biasanya berhimpitan dengan batas darat antara kedua kelompok adat tersebut.Seapetuanan ini sebenarnya merupakan perpanjangan wilayah desa ke arah laut. Batas wilayah seepetuanan ini biasanya ditentukan dengan menggambar garis lurus khayal dari batas desa yang disepakati ke batas desa.

Sistem Pemanfaatan Sumberdaya Laut

  • Aktivitas Bemeti
  • Budidaya Rumput Laut
  • Pengelolaan Teripang
  • Pemanfaatan dan PengelolaanBia Lola
  • Sistem Penangkapan Ikan dengan bagang
  • Pemanfaatan Telur Ikan Terbang

Memanen rumput laut dari tali sepanjang 50 meter dapat menghasilkan 15-20 kg rumput laut kering (rata-rata keluarga mempunyai 30-50 tali). Biasanya produk rumput laut ini selain dijual di pasar terdekat, rumput laut ini juga dikirim ke beberapa kota besar di Indonesia seperti Makassar, Surabaya, dan Jakarta. Jenis rumput laut yang umumnya dibudidayakan di Kota Tual adalah Euchema alvarezii (Cottonii) dan Gracilaria Sp.

Areal budidaya rumput laut yang saat ini tersebar tersebar di seluruh kecamatan, namun kedepannya akan sesuai dengan rencana tata ruang pesisir dan Pp. Saat ditanya mengenai budidaya teripang, ia mengatakan di Dullah Laut tidak ada yang mengenal budidaya teripang kecuali budidaya rumput laut.

Sistem Kepemilikan dalam Pengelolaan

Dalam Konvensi Hukum Laut Internasional Tahun 1982 yang telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tampak bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kedaulatan atas wilayah perairan yang terdiri atas perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan perairan teritorial. Ketentuan kemaritiman dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan ini merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang mengatur bahwa peta yang menggambarkan wilayah perairan Indonesia atau daftar koordinat titik pangkal di Kepulauan Indonesia diatur dengan peraturan pemerintah.

Dalam rangka pengelolaan sumber daya kelautan di bidang perikanan, sebagaimana diatur dalam undang-undang no. 31 Tahun 2004, diganti dengan UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, di bawah koordinasi Menteri Kelautan dan Perikanan, bahkan diikuti di Maluku. Daerah provinsi dengan Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 11 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Perikanan, Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 11 Tahun 2008 tentang Sanksi Izin Usaha Penangkapan Ikan dan Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 12. pemanfaatan sumber daya pesisir dalam bidang pariwisata, Peraturan Pemerintah Daerah Provinsi Maluku Nomor 9 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Pajak Tempat Rekreasi dan Olah Raga yang mengatur tentang pajak tempat wisata di pesisir pantai .

Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Laut

  • Sistem Kelembagaan Lokal
  • Intitusi Negara

Pada dasarnya terdapat beberapa lembaga yang membidangi pengelolaan wilayah pesisir dan laut, yaitu lembaga non departemen dan lembaga negara lainnya. Menurut Sloan dan Sugandhy dalam Dahuri dkk (1996), terdapat sepuluh lembaga koordinator dan sebelas lembaga sektoral yang terkait dengan pengelolaan pesisir dan kelautan di Indonesia. Lembaga-lembaga tersebut melaksanakan kegiatannya di wilayah pesisir dan laut hanya dalam batas kewenangan yang berwenang.

Sementara itu, beberapa lembaga non-departemen yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir dan laut: Kantor Perdana Menteri Bidang Lingkungan Hidup, Komite Koordinasi Penyelesaian Masalah Kawasan Nasional dan Dasar Laut (PANKORWILNAS), Badan Koordinasi Keamanan Laut (BAKORKAMLA), Komite Inventarisasi dan Evaluasi Sumber Daya Alam (PKA). ) dan Komite Riset dan Pengembangan Teknologi Kelautan serta Industri Maritim dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Mengelola kegiatan konservasi ekosistem pesisir dan laut seperti penetapan dan pengelolaan kawasan konservasi laut (Taman Nasional Laut, Taman Wisata Alam Laut, Suaka Margasatwa Laut dan lain-lain).

Gambar 6.5 Struktur Kepemimpinan Kewang 52
Gambar 6.5 Struktur Kepemimpinan Kewang 52

Pengakuan Hukum Negara terhadap Hak Ulayat laut

Menurut Pasal 17 ayat (2), peruntukan HP-3 harus memperhatikan kepentingan kelestarian ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Masyarakat Adat dan kepentingan nasional, serta hak lintas damai bagi kapal asing. Dalam peraturan penjelas disebutkan bahwa masyarakat adat adalah sekelompok Masyarakat Pesisir yang secara turun-temurun mendiami suatu wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan dengan asal usul leluhur, keterkaitan yang kuat dengan sumber daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta sistem nilai yang dimilikinya. menentukan institusi ekonomi, politik, sosial dan hukum. Menurut Pasal 9 ayat (1) angka 2 disebutkan bahwa penetapan kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dilakukan berdasarkan kriteria sosial budaya, antara lain tingkat dukungan masyarakat, potensi konflik kepentingan. , potensi ancaman, kearifan dan adat istiadat setempat.

Selain itu, disebutkan dalam pasal 18 ayat 1, bahwa pemerintah atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya mengelola kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat. /atau masyarakat adat, lembaga swadaya masyarakat, perusahaan, lembaga penelitian dan universitas.

Pengelolaan Sumberdaya Laut Menurut Hukum Negara

Dengan demikian, secara desentralisasi, berdasarkan UU Pemerintahan Daerah, wilayah laut sepanjang 12 mil menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi, sedangkan Pemerintah Kabupaten Kota tidak diberikan kewenangan pengelolaan sumber daya kelautan. Lev, dalam Ahmad Lonthor, Peraturan Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan di Maluku Tenggara, Tinjauan Sosiologis Hukum Adat dan Hukum Nasional, dalam Program Disertasi Pascasarjana Universitas Hasanudin Makassar, 2014, hal. 72Ahmad Lonthor, Peraturan Pemanfaatan Sumber Daya Laut di Maluku Tenggara, Tinjauan Sosiologis Hukum Adat dan Hukum Nasional, dalam Program Disertasi Pascasarjana Universitas Hasanudin Makassar, 2014, hal.

Permasalahannya lagi di sini adalah soal batas-batas hak adat maritim dimana setiap desa mengklaim mempunyai catatan yang akurat untuk membuktikan sebenarnya batas wilayahnya.Masyarakat desa Yamtimur mengatakan merekalah yang paling berhak mengelola sumber daya laut yang dimiliki pernah melakukannya selama beberapa generasi. Jantce Tbuatbudi, Hak Konstitusional Masyarakat Adat atas Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Maritim dalam Jurnal Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Patimura Ambon, Vol. Sistem tradisional sebagai institusi kelembagaan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya di wilayah pesisir, Universitas Hasanudin Makassar.

Tjiptabudi, Jantce, Hak Konstitusional Masyarakat Adat atas Sumber Daya Alam di Wilayah Laut Pesisir dalam Jurnal Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Patimura, Vol.

Pengaturan & Pengelolaan Sumberdaya Laut

Aturan Sendiri

Tentu saja hal ini erat kaitannya dengan otonomi individu di antara ketentuan hukum mengikat lainnya. Ketidakpastian musim saat ini memaksa kita untuk berusaha lebih keras, apalagi sebagian besar mata pencaharian kita bergantung pada laut dan hanya sebagian kecil yang bergantung pada hasil perkebunan. Toh kita sudah tidak peduli lagi dengan peraturan negara, kita harus bekerja untuk makan, lagipula ini adalah laut negara kita, jadi kita berhak memanfaatkannya dengan cara apapun.

Hal ini menjelaskan beberapa alasan munculnya pluralisme hukum dan kaitannya dengan hak milik sebagaimana dikemukakan oleh Dick dan Pradhan: (1) bahwa ketidakpastian ekologi dalam hal ini ketidakpastian musiman menyebabkan fluktuasi sumber daya laut sehingga menyebabkan masyarakat harus mengembangkan berbagai aturan. dan tindakan sebagai langkah penyesuaian dalam perlindungan hak dan kelangsungan hidup mereka. 2) ketidakpastian eksistensial, jika mengacu pada pernyataan Agus di atas, ketidakpastian eksistensial ini sedikit berbeda dengan uraian Dick dan Pradhan, bagi mereka ketidakpastian eksistensial ini disebabkan oleh munculnya pengguna baru dan perubahan sosial ke arah yang lebih modern. Hal ini terlihat dari pernyataan Agus di atas: “bagaimanapun ini adalah laut negara kita, jadi kita berhak memanfaatkannya dengan cara kita sendiri”.

Konflik Hak Kepemilikan Atas Pengelolaan

  • Konflik Internal
  • Konflik Eksternal

Konflik ini terjadi karena adanya klaim masing-masing desa atas wilayah laut sebagai wilayah petuanan, serta karena tidak jelasnya, abstrak dan imajiner batas-batas petuanan di laut. Konflik kepemilikan laut yang paling fenomenal di Kepulauan Kei adalah konflik batas laut antara penduduk desa Tutrean dan desa Sater. Permasalahan yang menyebabkan konflik ini adalah perebutan batas laut antara kedua desa.

Konflik terkait penguasaan wilayah laut dan pemanfaatannya juga terjadi antara penduduk kampung Islam (Oho Islam) dan penduduk kampung Katolik (Ohoisaran) di desa Sathean yang terletak di P. Konsep hukum progresif untuk pengaturan wilayah laut di Provinsi Maluku dalam Tesis Fikih, Program Pascasarjana Universitas Patimura Ambon.

PENUTUP

Gambar

Tabel 1. Lembaga Koordinasi dan Lembaga Sektoral serta Perannya  dalamPengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut
Gambar 6.5 Struktur Kepemimpinan Kewang 52
Tabel 3. Lembaga Koordinasi dan Lembaga Sektoral serta Perannya  dalamPengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut

Referensi

Dokumen terkait

Some authors observe that these are attempts to use the dispute settlement process to pursue matters that they are unable to win in negotiations despite Article 3 (2)

2 Myanmar Yangon Institute of Economics; University of Yangon; University of Mandalay Philippines University of the Philippines; De La Salle University; Ateneo de Manila