• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Hukum dan Kelembagaan Wilayah

BAB II PLURALISME HUKUM & KONFLIK

C. Sistem Hukum dan Kelembagaan Wilayah

Dalam mengatasi konflik perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan, diperlukan pemahaman sistem hokum dan kelembagaan sehingga dalam pengambilan keputusan secara sadar mengalokasikan sumberdaya tersebut untuk perencanaan pembangunan yang berkelanjutan dalam ruang dan waktu untuk dimanfaatkan guna mencapai tujuan pembangunan yang telah ditetapkan. Pada prinsipnya pengambilan keputusan utnuk mengaloksikan sumberdaya yang boleh dan tidak boleh dimanfaatkan diwilayah pesisir dan lautan dilakukan oleh lembaga- lembaga atau instansi pemerintah melalui prosedur administrasi dan menurut undang- undang yang berlaku dengan memperhatikan IPTEK yang ada dan sedang berkembang.

Menurut Purwaka23, hukum pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan meliputi semua peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan secara resmi oleh lembaga-lembaga pemerintah untuk mengatur hubungan antara manusia dengan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan. Dari sudut hierarkinya peraturan perundang-undangan memiliki tingkat yang lebih tinggi akan diitndaklanjuti dengan peraturan pelaksanaanya yang lebih rendah tingkatannya, dimana peraturan pelaksanaan tidak boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dengan semua benturan kepentingan antara lembaga, masyarakat dan swasta, harus diselesaikan dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mempunyai tingkat yang lebih tinggi.

Kelembagaan dari sudut ekonomi, merupakan suatu sistem pengambil keputusan yang dianut oleh masyarakat dan melahirkan aturan permainan yang menyangkut alokasi sumberdaya serta cara pemanfaatannya guna meningkatkan kesejahteraan.

Menurut Dahuri, et al24, kelembagaan sebagai institusi terdiri dari tiga aspek yaitu (1) aparatur yang bekerja di lembaga tersebut, (2) fasilitas ruang, peralatan dan bahan serta fasilitas lainnya untuk mengoperasikan lembaga, dan (3) dana operasional untuk membiayai kegiatan lembaga tersebut. Sedangkan pelembagaan nilai-nilai adalah memasyarakatkan hasil-hasil yang dikerjakan oleh lembaga tyersebut kepada masyarakat atau pengguna jasa lembaga tersebut. Nilai- nilai yang dilembagakan dapat berupa peraturan perundang- undangan, peraturan daerah, tata ruang wilayah pesisir dan lautan, pedoman perencanaan, dan bentuk- bentuk lainnya yang telah

dihasilkan oleh lembaga tersebut.

23dalam Sinurat, 2000, op.cit

24Dahuri, Rohim, et.al. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan secara terpadu.Jakarta : Pradnya Paramita

Selanjutnya menurut Sinurat25 kelembagaan dapat diartikan dalam dua makna yaitu lembaga sebagai institusi (institution) dan pelembagaan (institutionalization). Lembaga dalam pengertian institut merupakan organ- organ yang berisikan konsep dan struktur dalam menjalankan fungsi masyarakat. Sedangkan pelembagaan dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilewati oleh sesuatu norma aturan itu untuk dikenal, diakui, dihargai dan kemudian ditaati oleh masyarakat. Lembaga yang mengacu pada organisasi abstrak maupun konkrit yang diakui dan diterima oleh masyarakat, namun tidak mempunyai justifikasi hukum, contohnya lembaga- lembaga adat. Sedangkan lembaga yang mengacu pada organisasi konkrit adalah lembaga yang diakui secara formal dan mempunyai justifikasi hukum, contohnya lembaga-lembaga pemerintahan.

Berdasarkan perannya, lembaga pemerintah dapat dibedakan atas dua kategori yaitu lembaga koordinasi dan lembaga sektoral. Lembaga koordinasi adalah lembaga-lembaga yang mempunyai peranan dalam mengkoordinasikan segenap kegiatan pengelolaan pembangunan sesuai dengan fungsi manajemen yang ada seperti perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta pengawasan dan pengendalian. Sedangkan lembaga sektoral adalah lembaga- lembaga yang mempunyai peranan pengelolaan, mengembangkan dan mengatur secara teknis kegiatan-kegiatan pembangunan yang menjadi tanggungjawabnya. Untuk memperkecil ataupun mencegah terjadinya benturan kepentingan hubungan antar lembaga dalam melaksanakan kewenangan harus dilakukan dalam rangka pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan secara terpadu.

25 Sinurat Op.cit

Menurut Pakpahan26 ada tiga unsur yang menentukan faktor kelembagaan yaitu batas yurisdiksi, property right dan aturan representasi, sehingga struktur kelembagaan tidak dengan sendirinya dapat diukur dan diamati secara langsung. Misalnya suatu kebijakan tersebut berhasil atau tidak tergantung kepada apakah kebijakan yang dimaksud menghasilkan keragaan yang diinginkan atau tidak diinginkan.

Pertama, Yuridiksi.Menentukan apa dan siapa yang tercakup dalam suatu institusi dalam suatu masyarakat ditentukan oleh batas yurisdiksi yang berperan dalam mengatur alokasi sumberdaya. Konsep batas yurisdiksi dapat berarti batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh suatu institusi, atau mengandung makna kedua- duanya.

Kedua,Hak Kepemilikan (Property right) adalah konsep yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat adalam menyatakan kepentingannya terhadap sumberdaya yang merupakan kekuatan akses dan control terhadap sumberdaya. Apabila pengembangan wilayah pesisir dilakukan dengan konsep co-management, dimana masyarakat setempat tersebut langsung ikut terlibat dalam kepentingan dan perencanaan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan sekaligus diikutsertakan dalam pembangunan, disamping untuk peningkatan kesejahteraan bagi masyarakat, kelestarian sumberdaya dan lingkungan tetap terjaga dan lestari.

Ketiga, Aturan Representasi (Rule of Refresentation) adalah mengatur permasalahan siapa yang berhak berpartisipasi terhadap apa dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap performance akan ditentukan oleh kaidah representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam proses ini bentuk partisipasi tidak ditentukan oleh rupiah seperti halnya dalam aturan

26 Pakpahan Agus. 1989. Evolusi Kelembagaan Pedesaan di tengah Perkembangan Teknologi Pertanian, Pusat Penelitian Agro Ekonomi, IPB, Bogor.

representasi melalui pasar tapi partisipasi yang lebih banyak ditentukan oleh keputusan politik organisasi.

Pada saat ini terdapat beberapa lembaga yang terlibat dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan yaitu lembaga departemenm non departemen dan lembaga negara lainnya. Menurut Sloan dan Sugandhy27 terdapat sepuluh lembaga koordinasi dan sebelas lembaga sektoral yang terkait dalam pengelolaan wilayah pesisir dan lautan di Indonesia. Adapun lembaga- lembaga seperti tertera pada Tabel sebelumnya, dimana lembaga- lembaga tersebut melakukan aktifitasnya di wilayah pesisir dan laut hanya sebatas kewenangannya masing- masing. Kewenangan yang saat ini melekat pada masing-masing lembaga adalah kewenangan yang didasarkan pada undang- undang atau peraturan sektoral masing- masing lembaga tersebut. Dengan demikian kemungkinan terjadinya konflik of interest antar lembaga tersebut dapat terjadi, mengingat masing-masing lembaga merasa mempunyai landasan hokum yang kuat dalam pelaksanaan aktifitasnya.

Berbagai sektor yang berperan dalam kegiatan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan adalah Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah/Pekerjaan Umum, Pemerintah Daerah, Departemen Pariwisata Seni dan Budaya dan Departemen Perhubungan. Sedangkan beberapa lembaga non departemen yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir dan lautan adalah : Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup, Panitia Koordinasi Penyelesaian Masalah Wilayah Nasional dan Dasar Laut (PANKORWILNAS), Badan Koordinasi Keamanan Laut (BAKORKAMLA), Panitia Inventarisasi dan Evaluasi Kekayaan Alam (PKA) dan Panitia Pengembangan Riset dan

27 dalam Dahuri et al (1996), op.cit

Teknologi Kelautan serta Industri Maritim serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Disamping lembaga-lembaga tersebut diatas, terdapat lembaga- lembaga kelautan yang secara fungsional mencari dan mengumpulkan data baik yang mendukung tugas pokoknya maupun melaksanakan fungsi publik yaitu Dihidros-TNI AL, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi (P3O)- LIPI, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKORSURTANAL), Badan Meteorologi dan Geofisika, Pertamina dan Pusat-Pusat Penelitian yang ada di Perguruan Tinggi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Dokumen terkait