• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BEBERAPA EKSTRAK DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.)

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "POTENSI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BEBERAPA EKSTRAK DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) "

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN MANDIRI

POTENSI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BEBERAPA EKSTRAK DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.)

TERHADAP RADIKAL BEBAS DPPH

Tim Pengusul

Ketua Peneliti (Ni Putu Ermi Hikmawanti, M.Farm.) Anggota Peneliti (Sofia Fatmawati, M.Si., Apt.)

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI DAN SAINS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA 2019

(2)
(3)

ABSTRAK

Banyak orang percaya bahwa daun katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.) memiliki khasiat sebagai obat, salah satunya sebagai antioksidan. Khasiatnya sebagai antioksidan tidak terlepas dari senyawa-senyawa yang terkandung pada daun katuk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi aktivitas aktioksidan dari beberapa ekstrak daun katuk terhadap radikal bebas DPPH. Dalam pembuatan ekstrak, parameter ekstrak bertingkat, pengaruh pengeringan, variasi konsentrasi etanol, variasi ukuran partikel, variasi waktu metode ultrasonik berpengaruh terhadap penyarian senyawa aktif yang terkandung. Data dianalisis dengan statistik anova satu arah dan dilanjutkan dengan uji tukey. Hasil menunjukkan bahwa kelima parameter ekstrak daun katuk memiliki potensi aktivitas antioksidan yang berbeda.

Potensi aktivitas antioksidan tertinggi terdapat pada ekstraksi bertingkat ekstrak etanol 70% dengan nilai 70,33 µg/ml yang merupakan aktivitas antioksidan kuat, potensi aktvitas antioksidan terendah terdapat pada ekstrak menit 5 variasi waktu metode ultrasonik dengan nilai 103,71 µg/ml yang merupakan aktivitas antioksidan sedang.

Kata kunci: Daun katuk, radikal bebas DPPH, Antioksidan

(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ABSTRAK

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

DAFTAR GAMBAR

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Masalah Penelitian Tujuan Penelitian

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Roadmap penelitian

BAB 3. METODE PENELITIAN Alur Penelitian

Lokasi Penelitian Alat dan Bahan Prosedur kerja Analisis Data

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5. SIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Hasil Ekstraksi Daun Katuk Pengaruh Pengeringan 10 Tabel 2. Hasil Ekstraksi Daun Katuk Variasi Ukuran Partikel 10 Tabel 3. Hasil Ekstraksi Daun Katuk Variasi Konsentrasi Etanol 10 Tabel 4. Hasil Ekstraksi Daun Katuk Variasi Waktu Metode

Ultrasonik 10

Tabel 5. Hasil Ekstraksi Daun Katuk Metode Ekstraksi Bertingkat 10 Tabel 6. Hasil Karakteristik Pengaruh Pengeringan 11 Tabel 7. Hasil Karakteristik Variasi Ukuran Partikel 11 Tabel 8. Hasil Karakteristik Variasi Konsentrasi Etanol 11 Tabel 9. Hasil Karakteristik Variasi Waktu Metode Ultrasonik 12 Tabel 10. Hasil Karakteristik Ekstrak Bertingkat 12 Tabel 11. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Bertingkat 12 Tabel 12. Hasil Penapisan Fitokimia Pengaruh Pengeringan 12 Tabel 13. Hasil Penapisan Fitokimia Variasi Konsentrasi Etanol 13 Tabel 14. Hasil Penapisan Fitokimia Variasi Ukuran Partikel 13 Tabel 15. Hasil Penapisan Fitokimia Variasi Waktu Metode

Ultrasonik 13

Tabel 16. Tingkat Kekuatan Antioksidan 15

Tabel 17. Hasil nilai Absorbansi dan IC50 Kuersetin 16 Tabel 18. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan 16

(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kurva Kalibrasi Kuersetin Metode DPPH 15

(7)

BAB 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Perluasan pemanfaatan obat tradisional di dunia kedokteran modern semakin menunjukkan perannya, walaupun seiring dengan itu, pembatasan penggunaan berbagai obat tradisional yang membahayakan atau tidak bermanfaat juga terus dikembangkan (Sjabana dkk. 2002). Salah satu tanaman yang bermanfaat dan juga sedang dikembangkan yaitu katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr) (Suharmiati dkk. 1997). Bagian tanaman yang sering digunakan dari katuk adalah daunnya, karena daunnya merupakan alternatif pengobatan yang potensial, disamping itu daun katuk memiliki banyak vitamin dan nutrisi (Majid 2018).

Kandungan kimia dari daun katuk sebelumnya telah banyak diteliti dan terbukti mengandung senyawa seperti alkaloid, asam lemak, fenolik, gliserol dan lainnya (Santoso 2013). Berdasarkan skrining fitokimia yang telah dilakukan senyawa kimia yang teridentifikasi dalam daun katuk yakni alkaloid, terpenoid, saponin, tanin, polifenol, glikosida dan flavonoid (Susanti dkk. 2003).

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat efektif. Akibatnya, kerusakan sel akan dihambat (Winarsi 2007). Sumber-sumber antioksidan yang diketahui dapat berupa antioksidan sintetis dan antioksidan alami yang berasal dari senyawa yang terdapat dalam tanaman. Sumber antioksidan alami pada tanaman umumnya merupakaan senyawa fenolik yang terdapat pada seluruh bagian tanaman (Sarastani dkk. 2002). Selain itu, penelitian mengenai aktivitas antioksidan juga banyak dilaporkan sebagai salah satu efek farmakologi daun katuk. Daun katuk memiliki kandungan antioksidan yang kuat dengan nilai IC50 diperoleh sebesar 80,81µg/ml dengan menggunakan metode DPPH (Zuhra 2008).

Proses pengeringan diperlukan untuk mempertahankan kualitas simplisia serta mengurangi risiko kontaminasi bakteri atau jamur selama penyimpanan (Bernard et al. 2014). Pada dasarnya pengeringan simplisia dapat dilakukan dengan pengeringan secara alamiah dan dengan alat pengering. Pengeringan alamiah dapat menggunakan sinar matahari langsung, tidak langsung dan di angin-angin, sedangkan pengeringan buatan dapat menggunakan lemari pengering atau oven.

Suhu pengeringan tergantung pada bahan dan cara pengeringan, bahan dapat dikeringkan pada suhu 30º-90ºC tapi suhu terbaik tidak melebihi 60ºC (Depkes 2008).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut. Terdapat dua macam metode ekstraksi yaitu metode konvensional dan non konvesional. Metode konvesional antara lain maserasi, perkolasi, reperkolasi, sokletasi sedangkan metode non konvensional salah satunya yaitu Ultrasound Assited Extraction (UAE). Untuk mendapatkan ekstrak dengan kadar terbaik diperlukan pemilihan ukuran partikel simplisia yang baik. Ukuran partikel berpengaruh terhadap kelarutan ekstrak dan kandungan dari senyawa simplisia tersebut. Pada penelitian Zhu (2011) menunjukan bahwa perbedaan ukuran partikel berpengaruh pada kadar isoflavon yang didapat. Selain itu pada penelitian lain, perbedaan ukuran partikel beras hitam mempengaruhi rendemen ekstrak dan kandungan total antosianin hasil maserasi (Maulida dan Guntarti 2015).

(8)

B. Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian diatas, antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi, dengan demikian dapat dirumuskan masalah yaitu : apakah beberapa ekstrak dari daun katuk dapat berpotensi sebagai antioksidan terhadap radikal bebas DPPH?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi aktivitas aktioksidan dari beberapa ekstrak daun katuk terhadap radikat bebas DPPH.

(9)

BAB 2. ROADMAP PENELITIAN

fitokimia daun katuk yakni alkaloid, terpenoid, saponin, tanin, polifenol, glikosida dan flavonoid (Susanti dkk.

2003).

Fenolik dan flavonoid sebagai sumber antioksidan

Aktivitas antioksidan dengan metode DPPH

Variasi pengeringan simplisia, konsentrasi pelarut, metode ekstraksi, ukuran partikel, ekstrak bertingkat mempengaruhi perolehan

hasil ekstraksi

(10)

BAB 3. METODE PENELITIAN A. Alur Penelitian

1. Pengambilan Tanaman 2. Determinasi Tanaman 3. Pengolahan Simplisia 4. Prosedur Pembuatan Ekstrak 5. Karakteristik Ekstrak

6. Pengujian Aktivitas Antioksidan 7. Analisis Data

B. Lokasi Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di laboratorium Farmakognosi, Fitokimia, Kimia Terpadu dan Penelitian Kimia Fakultas Farmasi dan Sains, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, Jakarta Timur.

C. Alat dan Bahan

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : neraca analitik, gelas ukur, kertas coklat, maserator, moisture analyzer, alumunium foil, plastik wrap, waterbath, rotary evaporator, spektrofotometer UV-Vis, kuvet, beaker glass, labu ukur, pipet volume, sendok tanduk, spatel, mikropipet, dan 1 set tabung reaksi.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, daun katuk, etanol 70%, n-heksana, etil asetat, Na2CO3 7,5%, asam galat, pereaksi Folin-Ciocalteau, aqua destilata, FeCl3, HCl pekat, serbuk Mg, asam asetat glasial (AAG), H2SO4, kloroform, amoniak, Mayer, Dragendorf, dan Bouchardat, ultrasonic.

D. Prosedur kerja

1. Pengambilan Tanaman

Pengambilan bahan tanaman untuk penelitian yaitu daun katuk (Sauropus androgynus (L) Merr) diambil di Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat.

2. Determinasi Tanaman

Dilakukan determinasi tanaman daun katuk di Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa barat.

3. Pengolahan Simplisia a. Ekstrak Bertingkat

Pengolahan simplisia diawali dengan 6 kg daun katuk segar diambil lalu dibersihkan dari pengotornya, kemudian dicuci dengan air hingga bersih, ditiriskan dan dirajang halus lalu dikeringkan. Setelah kering kemudian diserbukkan dengan cara diremas dan ditumbuk. Diperoleh serbuk daun katuk 1,25 kg.

b. Pengaruh Pegeringan

Daun katuk disortasi basah, selanjutnya dicuci dengan air bersih dan mengalir.

Selanjutnya dilakukan perajangan dan kemudian dibagi menjadi 3 bagian untuk masing-masing dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada suhu ruang, pada sinar matahari langsung, dan dengan oven pada suhu 50ºC. Setelah pengeringan, dilakukan sortasi kering. Simplisia yang sudah kering selanjutnya diserbuk dengan cara ditumbuk. Serbuk yang diperoleh kemudian ditimbang (Depkes RI 1985).

c. Variasi Konsentrasi Etanol

Daun katuk segar sebanyak 9 kg disortasi lalu dicuci bersih, ditiriskan dan dirajang halus, kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Simplisia daun katuk yang sudah kering kemudian diserbuk menggunakan lumpang dan alu.

Serbuk yang diperoleh lalu timbang, dicatat hasilnya dan disimpan dalam wadah bersih dan kering.

(11)

d. Variasi Ukuran Partikel

Daun katuk segar sebanyak 9 kg disortasi kemudian dicuci bersih, ditiriskan, dirajang dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dibawah sinar matahari sampai kering, lalu dilakukan pemisahan dari benda asing. Daun kering selanjutnya ditimbang, dan dibuat serbuk dengan cara ditumbuk. Serbuk kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu serbuk yg tidak diayak dan serbuk yang diayak dengan ayakan nomor mesh 40.

e. Variasi Waktu Ekstraksi Metode Ultrasonik

Sampel daun katuk segar sebanyak 14 kg disortasi basah, kemudian dicuci dengan air hingga bersih dan ditiriskan, selanjutnya daun katuk dipotong-potong dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan sampai kering. Daun kering selanjutnya ditimbang diperoleh berat yaitu 3 kg, selanjutnya daun katuk dibuat serbuk dengan cara ditumbuk dan diperoleh serbuk daun katuk seberat 2,5 kg.

4. Prosedur Pembuatan Ekstrak a. Ekstrak Bertingkat

Ekstrak bertingkat diperoleh dengan metode bertahap menggunakan pelarut dengan tingkat kepolaran yang berbeda yaitu n-heksana, etil asetat, dan etanol 70%.

Simplisia sebanyak 1,25 kg dibagi menjadi 5 replikasi, tiap replikasi mengekstrak 250 gram, lalu ekstraksi dilakukan secara bertahap dengan 2,5 L (1:10). Bahan direndam selama 24 jam, sambil sesekali diaduk pada 6 jam pertama. Setelah 24 jam residu dipisahkan dari filtrat. Proses diulang sampai dengan pelarut bening (3 kali pengulangan). Residu dilanjutkan diekstraksi dengan pelarut etil asetat dan etanol 70% dengan prosedur yang sama. Masing – masing maserat yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan vacuum rotary evaporator pada suhu 40ºC - 50ºC hingga diperoleh ekstrak kental (Depkes RI 2008).

b. Pengaruh Pegeringan

Serbuk simplisia daun katuk yang didapat dari 3 cara pengeringan yang berbeda direndam dengan pelarut etanol 70% sebanyak 1,5 liter (1:10) dalam maserator. Kemudian dibuat 5 replikasi dengan 150,0 gram serbuk tiap replikasi.

Rendam selama 6 jam pertama sambil sekali-sekali diaduk, kemudian diamkan selama 24 jam. Setelah itu dilakukan penyaringan dengan menggunakan kain flanel dan kertas saring. Kemudian diulang metode yang sama sampai diperoleh ampas yang hasilnya negatif terhadap pereaksi tetes fenolik dan flavonoid serta larutan ekstrak yang relatif jernih. Ekstrak etanol yang diperoleh diuapkan pelarutnya dengan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 40oC-50oC, dan dilanjutkan dengan menggunakan waterbath sehingga diperoleh ekstrak yang kental. Perhitungan rendemen dari ekstrak etanol dihitung dengan cara menghitung jumlah ekstrak yang didapat dibagi dengan serbuk kering kemudian dikalikan 100%

(Depkes RI 2008).

c. Variasi Konsentrasi Etanol

Sejumlah 150 g serbuk simplisia daun katuk diekstraksi secara maserasi pada masing-masing maserator menggunakan pelarut etanol 50%, etanol 70%, dan etanol 96% sebanyak 1,5 L. Rendam selama 18 jam sesekali diaduk setiap 6 jam.

Pisahkan maserat dengan cara filtrasi dan proses penyarian diulangi dua kali dengan jenis dan jumlah pelarut yang sama. Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan mneggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 45-50ºC hingga diperoleh ekstrak kental (Depkes RI 2008).

(12)

d. Variasi Ukuran Partikel

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi. serbuk kering daun katuk sebanyak 150 g dimaserasi dengan menggunakan pelarut etanol 70%

sebanyak 1,5 l, selama 24 jam dengan sesekali pengadukan pada 6 jam pertama.

Maserat dipisahkan dengan ampasnya secara filtrasi. Kemudian maserat yang diperoleh dipekatkan dengan vacum rotary evaporator sehingga diperoleh ekstrak kental yang masih dapat dituang.

e. Variasi Waktu Ekstraksi Metode Ultrasonik

Sebanyak 150,0 g serbuk daun katuk dimasukan kedalam beaker glass tambahkan pelarut etanol 70% sebanyak 1,5 L (1:10) b/v kemudian dimasukan kedalam ultrasonik dilakukan ekstraksi pada waktu 5, 15, dan 45 menit. Untuk masing-masing waktu ekstraksi dibuat 5 kali replikasi. Ekstraksi berbantuan gelombang ultrasonik dilakukan dengan menggunakan ultrasonic cleaner model 14H dengan frekuensi 50/60 Hz. Ekstraksi ultrasonik ini telah dimodifikasi pada interval waktu untuk mengetahui waktu mana yang paling baik. Hasil ekstraksi disaring dengan kertas saring, kemudian diuapkan dengan menggunakan rotary evaporator hingga didapatkan esktrak kental.

Ekstrak kental yang diperoleh ditimbang lalu dihitung persentase rendemen dengan rumus:

Rendemen ekstrak(%) =

×100%…....……... (1) 5. Karakteristik Ekstrak

a. Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan pengamatan terhadap bentuk, warna, bau, dan rasa dengan menggunakan panca indera (Depkes RI 2000).

b. Kadar Abu Total

Masing – masing ekstrak ditimbang seksama sebanyak 2 gram, kemudian dimasukan kedalam krus silikat yang telah ditara, dipijarkan didalam tanur dan suhu dinaikan secara bertahap hingga 600°C (selisih suhu kurang lebih 25°C) sampai bebas karbon. Selanjutnya, didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang.

Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji dan dinyatakan dalam % b/b (Dekpes RI 2008).

Kadar Abu Total (%) = ( ( )) 𝑋 100% ...………...…...(2) c. Susut Pengeringan

Masing-masing ekstrak 1,0 gram diletakan dalam wadah moisture content balance yang sebelumnya telah ditara dan dilihat bobot awal ekstrak. Lalu ekstrak dikeringkan pada suhu 105° C pada moisture content balance sampai diperoleh nilai bobot ekstrak yang konstan, kemudian dilihat bobot akhir ekstrak. Hasil dilihat sebagai nilai % MC. (Arista 2013)

d. Skrining Fitokimia Kandungan Senyawa Ekstrak 1) Identifikasi fenolik

Sebanyak 50,0 mg ekstrak didihkan selama 3 menit dalam 10 ml air suling lalu didinginkan dan disaring. Filtrat diencerkan sampai hampir tidak berwarna, lalu ditambahkan 1-2 tetes pereaksi FeCl3 jika memberikan warna hijau hingga biru hitam menunjukkan adanya fenolik (Hanani 2015).

2) Identifikasi flavonoid

Sebanyak 50,0 mg ekstrak ditambahkan 5 ml etanol dan dipanaskan selama 5 menit didalam tabung reaksi. Selanjutnya ditambah beberapa tetes HCl pekat.

(13)

Kemudian ditambahkan 0,2 g serbuk Mg. Hasil positif ditunjukkan dengan timbulnya warna merah tua selama 3 menit (Marlinda dkk. 2012).

3) Identifikasi tanin

Sebanyak 50,0 mg ekstrak ditambahkan 10 ml air panas, dipanaskan diatas penangas air 100o C 5 menit, dinginkan dan saring. Filtrat ditambahkan NaCl dan larutan gelatin akan terbentuk endapan putih (Hayati dan Nur 2010).

4) Identifikasi saponin

Ekstrak ditambahkan dengan 10 ml air panas kemudian didinginkan, dikocok kuat selama 10 detik. Terbentuk buih yang mantap selama tidak kurang 10 menit setinggi 1-10 cm. Pada penambahan HCl 2N, buih tidak hilang (Simaremare 2014).

5) Identifikasi alkaloid

Sebanyak 50,0 mg ditambah kloroform secukupnya, ditambahkan 5 ml amoniak, dan 5 ml kloroform. Kemudian larutan disaring kedalam tabung reaksi dan filtrat ditambahkan 10 tetes H2SO4. Campuran dikocok dengan teratur, dibiarkan beberapa menit sampai terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas dipindahkan kedalam 3 tabung reaksi masing-masing 1 ml. Masing-masing tabung tersebut ditambahkan 2-3 tetes perekasi Mayer positif endapan putih, 2-3 tetes Dragendorff positif endapan jingga, dan 2-3 tetes Bouchardat positif endapan berwarna coklat sampai hitam (Marlinda dkk. 2012).

6) Identifikasi steroid/terpenoid

Sebanyak 1,0 gram ekstrak dilarutkan dalam 0,5 mL kloroform, ditambahkan dengan 0,5 mL asam asetat anhidrida. Selanjutnya campuran ini ditetesi dengan 2 mL asam sulfat pekat melalui dinding tabung tersebut. Bila terbentuk warna hijau kebiruan menunjukkan adanya sterol. Bila cincin kecoklatan atau violet menunjukkan adanya triterpenoid (Simaremare 2014)

7. Pengujian Aktivitas Antioksidan a. Pembuatan Larutan DPPH 0,5 mM

Timbang serbuk DPPH 19.72 mg dilarutkan dengan metanol p.a kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, volumenya dicukupkan dengan metanol p.a sampai tanda batas (DPPH 0,5 mM).

b. Pembuatan Larutan Pembanding Kuersetin

Timbang 10 mg kuersetin dilarutkan dengan 10 ml metanol dalam labu ukur 10 ml sehingga diperoleh konsentrasi 100 ppm. Larutan kuersetin dibuat beberapa konsentrasi 2, 4, 6, 8 dan 10 ppm. Baca pada panjang gelombang 515,5 nm.

c. Pembuatan Larutan Blanko

Blanko larutan DPPH 0,5 mM sevanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 5 ml metanol p.a.

d. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum DPPH

Sebanyak 1 ml larutan DPPH 0,5 mM ditambahkan dengan metanol p.a 5 ml kemudian didiamkan selama 30 menit ditempat gelap. Pengukuran absorbansi larutan pada spektrofotometer UV-Vis dengan rentang panjang gelombang 500-600 nm. Panjang gelombang maksimum diperoleh dari nilai absorbansi yang maksimum yaitu 515,5 nm (Molyneux 2004).

e. Pengujian Antioksidan Ekstrak

Timbang 100,0 mg ekstrak etanol daun katuk dari masing-masing waktu ekstraksi dilarutkan dengan metanol didalam labu ukur 100 mL sehingga diperoleh konsentrasi 1000 ppm , kemudian dibuat pengenceran ekstrak hasil orientasi dengan

(14)

f. Analisis Data Aktivitas Antioksidan

Sebanyak 0,2 mL larutan sampel masing-masing konsentrasi ditambahkan 1 mL DPPH 0,5 mM dan 5 mL metanol, diamkan 30 menit kemudian dilakukan pengukuran pada panjang gelombang 515,5 nm. Persentase aktivitas penangkal radikal dihitung dengan rumus (Purwaningsih 2018).

%inhibisi = Absorbansi Blanko − Absorbansi Sampel

Absorbansi Blanko X 100% … . . (3) Setelah didapatkan % inhibisi dari masing-masing konsentrasi, dilanjutkan dengan perhitungan secara regresi linear (x,y) agar mendapatkan IC50 dimana x konsentrasi (µg/ml) dan y sebagai % inhibisi. IC50 sampel pembanding diperoleh dengan rumus, yaitu :

y=a+bx………(4) Keterangan :

y : Absorban

x : Konsentrasi (µg/ml) a : Intersep

b : Slope E. Analisis Data

Data yang diperoleh yaitu aktivitas antioksidan, data tersebut akan diujikan melalui data terdistribusi normal dan variansi homogen, setelah itu dilanjutkan dengan analisis variansi searah (one way ANOVA) untuk mengetahui pengaruh dari aktivitas antioksidan data tersebut. Analisis dilanjutkan dengan uji Tukey untuk melihat perbedaan antar metode dengan signifikan (p<0,05) atau tidak bermakna (tidak signifikan) (p>0,05) (Santoso 2010).

(15)

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Determinasi Tanaman

Determinasi merupakan tahap awal dari penelitian ini, tujuannya untuk mendapatkan identitas yang benar dari tanaman yang akan diuji kandungannya.

Hasil determinasi dari IPB, Bogor menunjukkan bahwa tanaman yang diteliti benar Katuk (Sauropus androgynus (L.) merr) termasuk suku Phyllantaceae.

B. Ekstraksi

Metode ekstraksi yang digunakan ada 2, yaitu maserasi dan ultrasonik.

Maserasi dipilih agar kerusakan atau degradasi metabolit dapat diminimalkan (Hanani 2015). Metode maserasi cocok untuk bahan-bahan yang bersifat tidak tahan panas. Metode ekstraksi yang selanjutnya digunakan adalah metode ultrasonik. Keuntungan metode ultrasonik adalah mempercepat proses ekstraksi, dibandingkan dengan ekstrasksi termal atau ekstraksi konvensional, metode ultrasonik ini lebih aman, lebih singkat, dan meningkatkan jumlah rendemen (Handayani dkk. 2016). Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat, dan lama proses ultrasonik (Depkes RI 2000). Dari hasil yang diperoleh menunjukan semakin lama waktu ekstraksi maka rendemen yang didapat semakin besar hal ini disebabkan karena lamanya waktu operasi pada proses ekstraksi yang membuat kontak antara solven dan simplisia semakin lama (Cikita dkk. 2016). Proses ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut etanol 70% pada pengaruh pengeringan, variasi ukuran partikel dan variasi waktu metode ultrasonik. Etanol 70% mengandung air sebesar 30%, sehingga dapat meningkatkan polaritas etanol. Selain itu, etanol lebih mudah menembus membran seluler sehingga dapat mengekstraksi bahan intraseluler dari tanaman yang digunakan (Tiwari et al. 2011). Sedangkan Variasi konsentrasi etanol, menggunakan etanol 50%, 70% dan 96%. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa rendemen ekstrak etanol 50% lebih tinggi. Besarnya rendemen ekstrak daun katuk dengan menggunakan pelarut etanol 50% sebagai pelarut pengekstraksi memperlihatkan bahwa pelarut etanol 50% pada daun katuk memiliki kemampuan mengekstrak senyawa yang lebih baik. Perbedaan konsentrasi pelarut etanol berpengaruh terhadap tingkat polaritas suatu pelarut. Polaritas etanol akan semakin meningkat seiring dengan penurunan konsentrasinya dalam air. Harbone (1987) menyatakan bahwa dasar dari ekstraksi ialah like dissolves like dimana kelarutan suatu senyawa pada pelarut didasari dari kesamaan polaritas antara pelarut dengan senyawa yang diekstrak. Pada ekstraksi bertingkat, Pelarut yang digunakan adalah etanol, etil asetat, dan n-heksana. Tujuan penggunaan tiga pelarut dengan polaritas yang berbeda adalah untuk mendapatkan senyawa aktif dari daun katuk berdasarkan tingkat kepolarannya. Ekstraksi menggunakan pelarut dengan kepolaran yang berbeda akan menghasilkan komponen polifenol yang berbeda sehingga sifat antioksidan yang dimiliki oleh setiap senyawa yang diperoleh dari ekstraksi tersebut juga berbeda (Pambayun dkk. 2007).

Pemekatan menggunakan vacuum rotary evaporator dilakukan pada suhu 50º C yang dibantu dengan alat vakum udara sehingga titik didih pelarut lebih rendah, penguapan berlangsung cepat sehingga dapat menghindari penguraian senyawa yang bersifat tidak tahan panas. Setelah itu pemekatan dilanjutkan dengan menggunakan waterbath pada suhu 50ºC. Pemekatan bertujuan untuk memperoleh

(16)

(Hanani 2015). Hasil perhitungan rendemen menunjukan jumlah senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak.

Tabel 1. Hasil Ekstraksi Daun Katuk Pengaruh Pengeringan Pengeringan Berat ekstrak (g)

(Rata-rata ± SD)

Rendemen ekstrak (%) (Rata-rata ± SD)

Oven 46,89 ± 3,62 31,25 ± 2,41

Sinar Matahari Langsung 38,09 ± 3,31 25,39 ± 2,21

Angin-angin 54,40 ± 5,07 36,26 ± 3,38

Tabel 2. Hasil Ekstraksi Daun Katuk Variasi Ukuran Partikel Serbuk Simplisia Berat Ekstrak (g)

(Rata-rata ± SD)

Rendemen Ekstrak (%) (Rata-rata ± SD)

Tanpa Pengayakan 53,99 ± 5,11 35,99 ± 3,41

Dengan Pengayakan 54,08 ± 1,13 36,06 ± 0,75

Tabel 3. Hasil Ekstraksi Daun Katuk Variasi Konsentrasi Etanol Jenis ekstrak Berat Ekstrak (g)

(Rata-rata ± SD)

Rendemen Ekstrak (%) (Rata-rata ± SD)

Ekstrak etanol 50% 56,05 ± 2,19 37,77 ± 0,93

Ekstrak etanol 70% 54,40 ± 5,07 36,26 ± 3,38

Ekstrak etanol 96% 50,32 ± 4,16 33,55 ± 2,77

Tabel 4. Hasil Ekstraksi Daun Katuk Variasi Waktu Metode Ultrasonik Waktu Ekstraksi Berat Ekstrak (g)

(Rata-rata ± SD)

Rendemen Ekstrak (%) (Rata-rata ± SD)

5 menit 34,36 ± 1,41 22,91 ± 0,94

15 menit 41,07 ± 2,38 27,38 ± 1,59

45 menit 54,44 ± 5,34 36,29 ± 3,56

Tabel 5. Hasil Ekstraksi Daun Katuk Metode Ekstraksi Bertingkat Jenis ekstrak Berat Ekstrak (g)

(Rata-rata ± SD)

Rendemen Ekstrak (%) (Rata-rata ± SD) n-Heksana 18,05 ± 0,73 7,22 ± 0,29

Etil asetat 14,87 ± 1,15 5,95 ± 0,46

Etanol 70 % 50,27 ± 1,90 20,11 ± 0,76

C. Karakteristik Ekstrak 1) Organoleptis ekstrak

Organolepstis ekstrak terdiri dari warna, bau, rasa dan bentuk, dengan menggunakan panca indera.

2) Kadar abu ekstrak

Penetapan kadar abu total dilakukan dengan tujuan untuk menunjukan kandungan senyawa organik dan anorganik dari tumbuhan seperti logam alkali, logam alkali tanah dan logam berat dan memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes RI 2000). Selain itu, penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengontrol jumlah pengotor seperti tanah dan pasir yang terdapat dalam bahan uji (Azizah dan Salamah 2013). Berdasarkan hasil, kadar abu total dari ekstrak daun katuk sudah sesuai dengan standar ekstrak yang ditentukan yaitu kadar abu tidak lebih dari 12

% (Depkes RI 1989).

(17)

3) Susut pengeringan ekstrak

Parameter susut pengeringan adalah pengukuran sisa ekstrak zat setelah dilakukan pengeringan pada temperatur 105o C selama 30 menit atau sampai beratnya konstan, dinyatakan dengan nilai persen. Susut pengeringan bertujuan untuk memberikan batasan maksimal tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan (Depkes RI 2000). Nilai susut pengeringan menunjukkan banyaknya senyawa yang mudah menguap yang terkandung dalam ekstrak (Suhendi et al. 2011). Berdasarkan hasil, susut pengeringan dari ekstrak daun katuk sudah sesuai dengan standar susut pengeringan simplisia secara umum yaitu tidak lebih dari 10% (Depkes RI 2000).

Tabel 6. Hasil Karakteristik Pengaruh Pengeringan No Jenis Uji

Hasil

Oven Sinar matahari

langsung Angin-angin 1 Organoleptis

Bau Khas Khas Khas

Bentuk Ekstrak kental Ekstrak kental Ekstrak kental

Rasa Agak manis Agak manis Agak manis

Warna Coklat kehitaman Coklat kehitaman Coklat kehitaman 2 Kadar abu

(Rata-rata ± SD) 7,39 % ± 1,21 7,00 % ± 1,40 7,14 % ± 1,08

3 Susut

pengeringan

(Rata-rata ± SD) 2,55 % ± 1,59 1,75 % ± 0,75 1,97 % ± 0,77 Tabel 7. Hasil Karakteristik Variasi Ukuran Partikel

Parameter Jenis Ekstrak

Tanpa Pengayakan Dengan Pengayakan Organoleptis

- Bentuk - Bau - Rasa - Warna

Ekstrak kental Khas Agak Manis Coklat Kehijauan

Ekstrak Kental Khas Agak Manis Coklat Kehijauan Kadar Abu (Rerata* ± SD) 7,51% ± 1,07 7,94% ± 1,3 Susut Pengeringan (Rerata*± SD) 1,88% ± 0,71 1,97% ± 0,56

Tabel 8. Hasil Karakteristik Variasi Konsentrasi Etanol

No Jenis uji Hasil

Etanol 50% Etanol 70% Etanol 96%

1 Organoleptis

Bau Khas Khas Khas

Bentuk Ekstrak kental Ekstrak kental Ekstrak kental

Rasa Agak manis Agak manis Agak manis

Warna Coklat

tua

Coklat Tua

Coklat kehitaman

2 Kadar abu

(Rerata±SD) 5,74% ± 0,48 7,13% ± 1,08 8,23% ± 0,61 3 Susut pengeringan

(Rerata±SD) 4,96% ± 1,19 1,96% ± 0,75 4,06% ± 0,82

(18)

Tabel 9. Hasil Karakteristik Variasi Waktu Metode Ultrasonik Parameter Ekstrak Etanol 70% Daun Katuk

5 menit 15 menit 45 menit

Organoleptis

- Bentuk Ekstrak kental Ekstrak kental Ekstrak kental

- Bau Khas Khas Khas

- Rasa Agak pahit Agak pahit Agak pahit

- Warna

Hijau kecoklatan Hijau kecoklatan Hijau kecoklatan Kadar abu total (%)±SD 6,25 ± 0,98 6,71 ± 1,39 6,22 ± 1,85 Susut pengeringan (%)±SD 1,94 ± 0,86 1,98 ± 0,37 4,42 ± 0,88

Tabel 10. Hasil Karakteristik Ekstrak Bertingkat Daun Katuk

Parameter Jenis Ekstrak

n-Heksana Etil asetat Etanol 70%

Organoleptis Bentuk Bau Rasa Warna

Ekstrak kental Khas Pahit Hijau

Ekstrak kental Khas Pahit Hijau

Ekstrak kental Khas Agak pahit

Coklat Kadar Abu 2,59 % ± 0,22 0,55 % ± 0,05 6,88 % ± 0,93 Susut Pengeringan 1,08 % ± 0,48 3,04 ± 0,58 3,48 ± 2,41

Tabel 11. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Bertingkat Senyawa yang di

deteksi

Jenis ekstrak

n – heksana Etil asetat Etanol 70%

Alkaloid

- Dragendorf - - +

- Bouchardat - - +

- Mayer + + +

Fenolik + + +

Flavonoid + + +

Saponin + + +

Tanin + + +

Terpenoid - - -

Steroid + + +

Tabel 12. Hasil Penapisan Fitokimia Pengaruh Pengeringan Pengujian

Hasil

Oven Sinar

matahari langsung

Angin-angin

Alkaloid + + +

Flavonoid + + +

Fenolik + + +

Tanin + + +

Saponin + + +

Steroid + + +

Terpenoid - - -

(19)

Tabel 13. Hasil Penapisan Fitokimia Variasi Konsentrasi Etanol

No Pengujian Hasil

Etanol 50% Etanol 70% Etanol 96%

1 Alkaloid + + +

2 Flavonoid + + +

3 Fenolik + + +

4 Tannin + + +

5 Saponin + + +

6 Steroid + + +

7 Terpenoid - - -

Tabel 14. Hasil Skrining Fitokimia Variasi Ukuran Partikel Senyawa Yang

Dideteksi

Hasil Ekstrak Tanpa

Pengayakan Dengan Pengayakan Mesh 40

Alkaloid + +

Fenolik + +

Flavonoid + +

Sanponin + +

Steroid + +

Terpenoid - -

Tanin + +

Tabel 15. Hasil Uji Skrining Fitokimia Variasi Waktu Metode Ultrasonik

Keterangan : (+) = ada senyawa, (-) = tidak ada senyawa

Pemeriksaan alkaloid dilakukan dengan penambahan pereaksi Mayer, pereaksi Bouchardat dan pereaksi Dragendorff yang sebelumnya telah ditambahkan HCI. Tujuan penambahan HCI adalah karena alkaloid bersifat basa sehingga biasanya diekstrak dengan pelarut yang mengandung asam (Harborne 1987). Pada pengujian ekstrak daun katuk dengan pengaruh pengeringan, variasi konsentrasi etanol, variasi ukuran partikel, dan variasi waktu metode ultrasonik dan ekstrak bertingkat identifikasi menggunakan pereaksi Mayer didapatkan hasil yang positif ditandai dengan terbentuknya endapan putih. Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer, nitrogen pada alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat (II) membentuk kompleks kalium alkaloid yang mengendap.

Identifikasi alkaloid selanjutnya menggunakan reagen Dragendorff. Hasil positif

No Metabolit

Sekunder

Ekstrak etanol 70% daun katuk Menit 5 Menit 15 Menit 45

1. Alkaloid + + +

2. Flavonoid + + +

3. Fenol + + +

4. Saponin + + +

5. Tanin + + +

6. Terpenoid - - -

7. Steroid + + +

(20)

alkaloid menggunakan pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan unuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam, sehingga memberikan hasil berupa endapan kalium-alkaloid dengan warna oranye.

Identifikasi alkaloid selanjutnya menggunakan reagen Bouchardat. Pada uji ini hasil positif dengan ditandai terbentuknya endapan cokelat hingga kehitaman.

Warna tersebut terbentuk karena nitrogen dari alkaloid membentuk kompleks dengan ion K+ dan ion I3- sehingga membentuk warna cokelat (Ergina dkk. 2014).

Hasil positif didapatkan pada parameter yang menggunakan pelarut etanol, yaitu pengaruh pengeringan, variasi konsentrasi etanol, variasi ukuran partikel, dan variasi waktu metaode ultrasonik, sedangkan pada ekstrak bertingkat, hasil positif ditunjukkan pada ekstrak etanol 70%, pada ekstrak n-heksana dan etil asetat menunjukan hasil negatif pada bouchardat dan dragendorf, hal ini dikarenakan sifat kelarutan alkaloid hanya sedikit pada bentuk basa sehingga alkaloid sedikit larut pada pelarut yang kurang polar (Hanani 2015).

Pemeriksaan flavonoid dilakukan dengan penambahan HCl pekat dan dilanjutkan dengan penambahan Mg. Penambahan logam Mg dan asam klorida pekat bertujuan untuk mereduksi inti benzopiron sehingga terbentuk garam flavilium berwarna merah dimana proses reduksi tersebut dilakukan dalam suasana asam dengan penambahan HCI pekat (Ergina dkk. 2014). Dari hasil pengujian tersebut terbentuknya perubahan warna intensif (Depkes RI 1989). Pada pengujian flavonoid kelima parameter ekstrak daun katuk terbentuk reaksi positif dengan ditandai warna merah.

Hasil positif juga terdapat pada uji fenolik ekstrak dengan menambahkan FeCl3 yang menghasilkan warna hijau kehitaman. Terbentuknya warna hijau kehitaman pada ekstrak setelah ditambahkan FeCl3 karena fenol akan membentuk kompleks dengan ion Fe3+ (Sulistyani 2011). Pada uji tanin dilakukan dengan penambahan NaCI dan larutan gelatin. Perubahan warna ini terjadi ketika penambahan NaCI dan gelatin ekstrak daun katuk menghasilkan endapan putih yang menunjukan mengandung senyawa tanin. Berdasarkan hasil yang didapatkan menunjukan bahwa ekstrak daun katuk memiliki tanin dengan ditandainya endapan putih.

Saponin umumnya berada dalam bentuk glikosida sehingga umumnya bersifat polar dan merupakan senyawa aktif pemukaan yang dapat menimbulkan busa jika dikocok dalam air. Busa pada uji terjadi karena saponin memiliki gugus polar dan non polar yang akan membentuk misel. Misel menyebabkan gugus polar akan menghadap ke luar dan gugus non polar menghadap ke dalam dan keadaan inilah yang tampak seperti busa (Harborne 1987). Pada penambahan HCI pekat beberapa ekstrak daun katuk dan dilakukan pengocokan menunjukan terbentuknya buih pada permukaan. Berdasarkan hasil yang didapatkan menunjukan bahwa beberapa ekstrak daun katuk memiliki saponin dengan ditandainya buih pada permukaan.

Identifikasi terpenoid dan steroid menggunakan pereaksi Lieberman- Bouchard (asam asetat anhidrat-H2SO4) menunjukkan hasil positif terpenoid pada ekstrak ditandai dengan terbentuknya cincin berwarna kecoklatan dan warna kehijauan yang menunjukan adanya steroid. Terbentuknya warna tersebut karena kemampuan senyawa steroid membentuk warna oleh H2SO4 dalam pelarut asam asetat anhidrid (Habibi dkk. 2018). Hasil yang diperoleh menunjukkan negatif pada

(21)

uji triterpenoid tidak terbentuknya cincin dan hasil positif warna hijau pada uji steroid.

D. Pengujian Aktivitas Antioksidan

Pada penelitian ini menggunakan senyawa radikal bebas DPPH (2,2-difenil- 1-pikrilhidrazil). Metode ini bersifat sederhana, cepat dan tidak membutuhkan banyak reagen seperti metode lain (Kartikasari 2015). Hasil yang didapat pada pengukuran panjang gelombang maksimum yaitu 515,5 nm, panjang gelombang tersebut dapat digunakan karena panjang gelombang dari absorbansi maksimum untuk pengukuran dengan metode DPPH yaitu 515-520 nm (Molyneux dkk. 2004).

Tabel 16. Tingkat Kekuatan Antioksidan (Zuhra 2010) Intensitas Nilai IC50 (ppm)

Sangat kuat < 50

Kuat 50 - 100

Sedang 100 - 150

Lemah > 150

Dengan demikian pengukuran aktivitas antioksidan secara spektrofotometri dilakukan pada panjang gelombang 515,5 nm, yang merupakan panjang gelombang maksimum DPPH yang akan digunakan. Pengukuran absorbansi DPPH dilakukan pada panjang gelombang maksimal yang telah ditentukan sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang maksimum dengan nilai absorbansi sebesar 0,8695. Sebagai pembanding digunakan kuersetin yang sudah diketahui sebagai antioksidan sekunder alami yang telah terbukti mempunyai aktivitas penangkapan radikal bebas. Pengukuran absorbansi sampel dilakukan pada konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm. Pada pengukuran larutan standar pembanding kuersetin metode DPPH memiliki nilai IC50 yaitu 8,9224 µg/ml dengan persamaan garis y = 6.3128x - 6.3255 dan nilai koefisien r sebesar 0,9982.

Gambar 1. Kurva Kalibrasi Kuersetin Metode DPPH

Kuersetin dipilih sebagai baku pembanding karena kuersetin merupakan antioksidan sekunder alami yang telah terbukti mempunyai aktivitas penangkapan radikal bebas. Kuersetin yang merupakan golongan flavonoid memiliki beberapa aktivitas biologi. Aktivitas ini dapat dikaitkan dengan sifat antioksidan kuersetin, antara lain kemampuannya yang dapat menangkap radikal bebas (Gregory dan Kelly 2011).

y = 6,3128x - 6.3255 R² = 0.9966

r = 0.9982

0 10 20 30 40 50 60

0 1 2 3 4 5 6

Inhibisi(%)

Konsentrasi (ppm)

(22)

Tabel 17. Hasil nilai Absorbansi dan IC50 Kuersetin Konsentrasi

(ppm) Absorbansi % Inhibisi IC50 (µg/ml)

2 0,8232 5,3248

4 0,6980 19,7239

6 0,5825 33,0074 8,9224

8 0,4976 42,7717

10 0,3745 56,9292

Tabel 18. Hasil Pengujian Aktivitas Antioksidan Parameter Jenis Ekstrak

Rata-rata Aktivitas Antioksidan IC50

(Hasil ± SD) Ekstrak bertingkat

n-heksana 88,43 ± 1,20 Etil asetat 77,65 ± 1,78

Etanol 70% 70,33 ± 1,64

Pengaruh pengeringan

Oven 85,71 ± 2,76

Angin - angin 90,04 ± 1,00 Sinar matahari langsung 93,91 ± 1,57 Variasi konsentrasi

etanol

Etanol 50% 88,33 ± 3,53

Etanol 70% 90,04 ± 1,00

Etanol 96% 95,73 ± 2,95

Variasi ukuran partikel Tanpa pengayakan 89,3 ± 3,21 Diayak dengan mesh 40 89,82 ± 3,24 Variasi waktu metode

ultrasonik

5 menit 103,71 ± 3,53

15 menit 95,56 ± 1,78

45 menit 82,37 ± 3,37

1) Ekstrak Bertingkat

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70 % memiliki nilai IC50 lebih rendah dibandingkan etil asetat dan n-heksana, semakin kecil % inhibisi yang didapat, semakin kuat pula aktivias antioksidannya (Zuhra 2008). Secara spesifik dapat dilihat pada tabel 9. Senyawa-senyawa yang terkandung dalam ekstrak etanol merupakan akumulasi dari senyawa polar, semi polar, dan non- polar.

Ketika ekstrak dimaserasi secara bertingkat, maka fungsi sinergis antara senyawa- senyawanya akan berkurang karena komponen-komponen yang terdapat pada ekstrak telah dipisahkan, yaitu komponen kimia yang bersifat non-polar akan tersari dalam pelarut n-heksana, komponen kimia yang bersifat semi polar tersari dalam etil asetat, dan komponen kimia yang bersifat polar dapat tersari dalam pelarut etanol 70%, hal tersebut yang menyebabkan aktivitas antioksidan ekstrak etanol 70% yang paling kuat dan yang paling kecil % inhibisinya (Ikhlas 2013).

Berdasarkan hasil statistik, dapat dilihat pada lampiran 10. Uji normalitas aktivitas antioksidan diperoleh nilai sig. > 0,05 sehingga data yang diperoleh terdistribusi normal. Hasil uji homogenitas aktivitas antioksidan diperoleh nilai sig.

sebesar 0,100 (sig. > 0,05). Hasil ini menunjukan data homogen. Hasil uji ANOVA satu arah aktivitas antioksidan diperoleh nilai sig. 0,000 (sig. < 0,05 ), sehingga terdapat perbedaan bermakna antar kelompok pelarut yang digunakan. Hasil uji Tukey aktivitas antioksidan antara pelarut yang digunakan yaitu n-heksana, etil asetat dan etanol 70 %, terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai sig. ( p <

(23)

0,05). Hal ini menunjukan bahwa pelarut yang digunakan pada ekstraksi bertingkat berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan yang diperoleh.

2) Pengaruh Pengeringan

Dari hasil pengujian ekstrak etanol 70 % daun katuk dengan pengeringan oven menghasilkan nilai IC50 tertinggi dengan 85,71 µg/ml dan nilai IC50 terendah pada ekstrak pengeringan sinar matahari langsung dengan nilai 93.91 µg/ml, hasil yang didapat hampir sama dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan ekstrak metanol daun katuk yang mendapat nilai IC50 80,69 µg/ml. Pengeringan oven menunjukkan nilai IC50 tertinggi diikuti pengeringan angin-angin dan terakhir sinar matahari langsung. Menurut Lou et al. (2014) mengatakan bahwa kandungan senyawa fenolik yang tinggi dalam ekstrak mengakibatkan tingginya aktivitas antioksidan. Dari ketiga sampel yang diuji mempunyai hasil nilai IC50 dengan intensitas golongan kuat karena nilainya pada rentang 50-100. Namun cara pengeringan dengan oven menunjukan nilai IC50 yang lebih baik daripada pengeringan angin-angin dan sinar matahari langsung. Dengan demikian cara pengeringan daun katuk dengan pengeringan oven adalah pengeringan yang optimum untuk mendapatkan simplisia dengan aktivitas antioksidan yang baik.

Dari hasil statistik data yang di uji adalah normal karena nilai sig yang didapat > 0,05 yang berarti data terdistribusi normal, data yang di analisis juga homogen karena nilai sig. dari ketiga sampel yaitu 0,079 dimana dapat dikatakan homogen jika nilai sig. > 0,05. Dari analisis terdapat perbedaan yang bermakna dimana nilai IC50 antara metode pengeringan oven, sinar matahari langsung dan angin-angin dengan nilai sig. = 0,000 (p < 0,05).

3) Variasi Konsentrasi Etanol

Hasil pengujian aktivitas antioksidan ekstrak daun katuk menurut penelitian Surya dkk. (2015), tingkatan kekuatan aktivitas antioksidan diketahui dengan nilai IC50 yaitu suatu bahan uji dikatan memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, dikatakan kuat nilai IC50 antara 50-100 ppm, dikatakan sedang nilai IC50 100-150 ppm, dikatan lemah nilai IC50 150-200 ppm dan sangat lemah IC50 lebih dari 200 ppm. Dari hasil aktivitas antioksidan ekstrak daun katuk dengan pelarut etanol 50%, 70% , dan 96% menunjukan aktivitas antioksidan yang kuat.

Data hasil pengujian aktivitas antioksidan dimasukan ke dalam statistik dan diuji normalitas data serta diuji homogenitasnya. Didapatkan hasil statistik, bahwa data aktivitas antioksidan terdistribusi normal (p > 0,05) dan homogen (p > 0,05).

Kemudian dilanjutkan dengan analis menggunakan ANOVA satu arah. Dari hasil tabel ANOVA terhadap aktivitas antioksidan diperoleh nilai sig. = 0,000 (< 0,05) yang menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna antar variasi pelarut. Kemudian analisis dilanjutkan dengan menggunakan uji Tukey, yang diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan bermakna (<0,05) antara kelompok etanol 96% dengan etanol 70% dan etanol 50%. Namun tidak ada perbedaan bermakna (>0,05) antara kelompok etanol 50% dengan etanol 70%, yang artinya aktivitas antioksidan pada etanol 50% dan etanol 70% itu sebanding. Hasil statistik dapat dilihat pada Lampiran 11.

4) Variasi Ukuran Partikel

Hasil pengujian didapat untuk ekstrak yang melalui pengayakan yaitu sebesar 89,821± 3,42 dan tanpa melalui pengayakan yaitu 89,3 ±3,21. Dari data

(24)

aktivitas antioksidan untuk tiap kelompok uji. Aktivitas antioksidan terbesar berasal dari golongan senyawa flavonoid. Meskipun hasil yang didapat oleh ekstrak yang melalui pengayakan, namun tetap tidak memberikan pengaruh yang signifikan.

5) Variasi Waktu Metode Ultrasonik

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa aktivitas antioksidan kuersetin lebih baik dari ekstrak daun katuk, sedangkan pada ekstrak etanol 70% daun katuk menunjukkan aktivitas tertinggi pada menit ke-45. Semakin kecil nilai IC50 maka semakin tinggi aktivitas antioksidan. Secara spesifik suatu senyawa dikatakan sebagai aktivitas antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat untuk IC50 bernilai 50-100 ppm, sedang untuk IC50 101-150 ppm dan lemah jika bernilai 151-200 ppm (Zuhra 2008).

Berdasarkan hasil statistik uji normalitas aktivitas antioksidan diperoleh nilai sig. > 0,05 sehingga data yang diperoleh terdistribusi normal. Hasil uji homogenitas aktivitas antioksidan diperoleh nilai sig. sebesar 0,256 (sig. > 0,05).

hasil ini menunjukan data homogen. Hasil uji ANOVA satu arah aktivitas antioksidan diperoleh nilai sig. 0,000 (sig. < 0,05), sehingga terdapat perbedaan bermakna antara perbedaan waktu ekstraksi. Hasil uji Tukey aktivitas antioksidan antara lama waktu ekstraksi 5 menit, 15 menit dan 45 menit terdapat perbedaan yang bermakna dengan nilai sig. (p < 0,05). Data dapat dilihat di Lampiran 13. Hal ini menunjukan bahwa lama waktu ekstraksi berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan yang diperoleh.

(25)

BAB 5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dari kelima parameter ekstrak bertingkat, pengaruh pengeringan, variasi konsntrasi etanol, variasi ukuran partikel dan variasi waktu metode ultrasonik beberapa ekstrak daun katuk menunjukkan adanya potensi sebagai antioksidan dengan aktivitas yang bervariasi, pelarut sangat berpengaruh pada penelitian ini. Perbedaan signifikan terjadi berdasarkan hasil statistik menggunakan ANOVA satu arah.

(26)

DAFTAR PUSTAKA

Arista M. 2013. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol 80% dan 90% Daun Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr). Dalam : Jurnal Ilmiah Universitas Surabaya 2(2) Hlm : 1-16.

Azizah, D.N. dan Faramayuda, F., 2014. Penetapan Kadar Flavonoid Metode AlCl3 Pada Ekstrak Metanol Kulit Buah Kakao (Theobroma Cacao L.). Jurnal Ilmiah Farmasi, 2(2).

Bernard D., Sandra A., Elom S., Osei O., Daniel G., and Kwabena, A. 2014. The Effect of Different Drying Methods on the Phytochemicals and Radical Scavenging Activity of Ceylon Cinnamon (Cinnamomum zeylanicum) Plant Parts. European Journal of Medicinal Plants, 4(11), 1324–1335.

https://doi.org/10.9734/ejmp/2014/11990.

Cikita I, Ika HH, Rosdaneli H. 2016. Pemanfaatan Flavonoid Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynous L. Merr) Sebagai Antioksidan Pada Minyak Kelapa.

Dalam: Jurnal Teknik Kimia USU. 5(1) Hlm. 45-51.

Departemen Kesehatan RI. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan. Hlm : 1.

Departemen Kesehatan RI. 1989. Material Mediaka Indonesia Edisi V. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat Dan Makanan.Jakarta. Hlm : xvii.

Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta : Depkes RI. Hlm : 10 – 17.

Departemen Kesehatan RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta : Depkes RI.

Ergina, Nuryanti S, Pursitasari ID. 2014. Uji Kualitatif Senyawa Metabolit Sekunder Pada Daun Palado (Agave angustidolia) Yang Diekstraksi Dengan Pelarut Air dan Etanol. Dalam: Jurnal Akademika kimia. 3(3)

Gregory S, Kelly. 2011. Quercetin. Alternative Medicine Review. Vol.16 (2).

Hlm.172-176.

Habibi AI, Firmansyah RA, Setyawati SM.2018. Skrining Fitokimia Ekstrak n- Heksan Korteks Batang Salam (Syzygium polyanthum). Dalam: Indonesia Journal of Chemiscal Science. 7(1). Hlm. 1-4

Harborne JB. 1987. Metode fitokimia : Edisi ke-2. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Terjemahan dari:

Phytochemical Methods.

Hanani E. 2015. Analisis Fitokimia. Jakarta: EGC.

Handayani H, Feronika H.S dan Yunianta. 2016. Ekstraksi Antioksidan Daun Sirsak Metode Ultrasonic Bath (Kajian Rasio Bahan : Pelarut dan Lama Ekstraksi).Dalam : Jurnal Pangan dan Agroindustri 4(1) Hlm. 262-272

(27)

Hayati EK, Nur H. 2010. Phytochemical Test and Brine Shrimp Lethality Test against Artemia salina Leach of Anting-Anting (Acalypha indica Linn) Plant Extract, Chemistry Department, Science and Technology Faculty, Maulana Malik Ibrahim Islamic State University of Malang, 1(2). Hlm : 5-6, 79-80.

Ikhlas N. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum americanum Linn) dengan Metode DPPH (2, 2-Difenil-1-Pikrilhidrazil).

Skripsi. Jakarta

Kartikasari R. 2015. Perbedaan Potensi Antioksidan Ekstrak Daun Girang (Leea Indica) Dari Taman Nasional Meru Betiri Dengan Pelarut n-Heksan, Etil Asetat Dan Metanol. Skripsi . Fakultas Kedokteran Universitas Jember.

Lou, S., Hsu, Y., Ho, C. 2014. Flavonoid compositions and antioxidant activity of calamondin extracts prepared using different solvents. Journal of food and drug analysis 22: 290-295.

Majid TS. 2018. Aktivitas Farmakologi Ekstrak Daun Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr). Farmaka. 16(2).

Marlinda M, Sangi MS, Wuntu AD. 2012. Analisis Senyawa Metabolit Sekunder dan Uji Toksisitas Ekstrak Etanol Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.). Dalam: Jurnal MIPA UNSRAT Online 1. FMIPA Unsrat, Manado.

Hlm : 24-28.

Molyneux P. 2004. The Use of the Stable Free Radical diphenypicrylhydrazyl (DDPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin J. Sci. Technol vol 26. Hlm : 212-213.

Maulida R, Guntarti A. 2015. Pengaruh Ukuran Partikel Beras Hitam (Oryza sativa L.) Terhadap Rendemen Ekstrak Dan Kandungan Total Antosianin.

Pharmaciana 5(1): 9-16.

Pambayun R, Gardjito M, Sudarmadji, S, & Kuswanto KR. 2007. Kandungan fenol dan sifat antibakteri dari berbagai jenis ekstrak produk gambir (Uncaria gambir Roxb). Majalah Farmasi Indonesia, 18(3), 141-146.

Purwaningsih Y, Wigati D, Indriyanti E. 2018. Kandungan Total Fenolik Dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kulit Labu Kuning (Cucurbita moschata). Cendekia Eksata 3(2).

Sarastani D, Soekarto ST, Muchtadi TR., Fardiaz D, Apriyantono A. 2002.

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Dan Fraksi Ekstrak Biji Atung. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan, 13(2), 149-156.

Santoso S. 2010. Statistik Parametrik. Elexmedia kompetindo. Jakarta

Santoso U. 2013. Katuk Tumbuhan Multi Khasiat. Badan Penerbit Fakultas Pertanian Univ. Bengkulu. Hlm. 9.

Simaremare ES. 2014. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol Daun Gatal (Laportea decumana (Roxb.) Wedd). Dalam: Jurnal Pharmacy. Vol. 11. Hlm. 98-107.

(28)

Sjabana D, Bahalwan RR. 2002. Seri Referensi Herbal Pesona Tradisional Dan Ilmiah Mengkudu (Morinda Citrifolia). Jakarta: Salemba Mustika.

Suharmiati, Agil M, Handayani L. 1997. Tinjauan Penggunaan Daun Katuk (Sauropus androgynus) Untuk Peningkatan Produksi Air Susu Ibu (Asi).

Warta Tumbuhan Obat Indonesia (The Journal On Indonesia Medicinal Plants) 3(3): 59 - 60.

Suhendi A, Nurcahyanti, Muhtadi, Sutrisna EM. 2011. Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Air Jinten Hitam (Coleus ambonicus Lour) Pada Mencit Jantan Galur Balb-C dan Standarisasinya. Dalam: Majalah Farmasi Indonesia. 22(2), 77- 84.

Sulistyani N, Marliana E. 2011. Aktivitas Antifungi Ekstrak Etanol Batang Binahong (Anredera Cardifolia (Tenoe) Steen) terhadap Candida albicans serta Skrining Fitokimia. Dalam : Jurnal Ilmiah Kefarmasian Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. Hlm. 51-62.

Surya AA, Putri, Nurul H. 2015. Uji Aktivitas Antioksidan Senyawa Fenolik Ekstrak Metanol Kulit Batang Tumbuhan Nyiri Batu (Xylocarpus moluccensis). J. Dalam: Unwsa of Chemistry, 4 (4), 1-6.

Susanti, N.M.P., Budiman, I.N.A, Warditiani, N.K. 2003. Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 90% Daun Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr.). Bali:

Universitas Udayana. Hlm 83-86.

Tiwari P, Kumar B, Kaur M, Kaur G, Kaur H. 2011. Phytochemical Screening and Extraction: A Review. Dalam: International Pharmaceutica Sciencia. Vol.1, Issue 1.

Winarsi HMS. 2007. Antioksidan Alami Dan Radikal Bebas. Kanisius, Yogyakarta.

Hlm.77-82.

Zuhra CF, Taringan JBr., Sihotang H. 2008. Aktivitas Antioksidan Senyawa Flavonoid Dari Daun Katuk (Sauropus androgynus (L) Merr). Dalam: Jurnal Biologi Sumatera. Departemen Kimia Fmipa, Sumatera Utara. Hlm 7-10.

Zhu X, Lin H, Xie J, Chen S, dan Wang P. 2011. Homogenate Extraction of Isoflavones from soybean Meal by Orthogonal Design. Journal of Science and Industrial Research 70(6): 455-460

Referensi

Dokumen terkait

240 Where Va ,Vb and Vc are three-phase stator voltages, while Vsd and Vsq are the two-axis components of the stator voltage vector.[6] Fig shows torque sub-model of induction motor in