• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Hidrokarbon pada Formasi Karbonat

N/A
N/A
Wonder Full

Academic year: 2024

Membagikan " Potensi Hidrokarbon pada Formasi Karbonat"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Geologi Cekungan Sumatera Selatan merupakan hasil dari aktivitas tektonik yang erat kaitannya dengan pergerakan Lempeng Indo-Australia, yang bergerak ke arah utara hingga timurlaut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam.

Cekungan ini memiliki potensi besar sebagai area eksplorasi dan produksi hidrokarbon, terutama dalam beberapa formasi yang telah teridentifikasi sebagai reservoir yang efektif. Beberapa formasi ini mencakup basement, formasi Lahat, formasi Talang Akar, formasi Batu Raja, dan formasi Gumai. Salah satu komponen penting dalam cekungan Sumatera Selatan adalah batuan karbonat.

Batuan ini berkontribusi sekitar 60% dari total reservoir minyak dan gas di dunia.

Dalam sistem petroleum, batuan karbonat berfungsi sebagai reservoir yang menyimpan dan mengalirkan hidrokarbon. Pada formasi Batu Raja, yang merupakan reservoir karbonat di cekungan Sumatera Selatan, bagian atasnya dikenal memiliki zona yang porous dibandingkan dengan bagian dasarnya yang relatif tight (ketat). Porositas formasi Baturaja berkisar antara 10-30%, sementara permeabilitasnya sekitar 1 Darcy (Ariyanto, 2011). Dalam penelitian karakteristik reservoir, analisis petrofisika sangat penting. Metode analisis ini menggunakan data dari log sumur, data inti batuan (core), dan data mudlog sebagai validasi untuk menganalisis hasil. Fokus penelitian ini terutama pada formasi Baturaja yang tersusun dari litologi batugamping, yang terbentuk akibat adanya kenaikan dan penurunan muka air laut, yang menjadikannya salah satu reservoir yang baik.

I.2 Tujuan dan Manfaat

Adapun tujuan yang diperoleh dari penelitian mengenai Karakteristik batuan karbonat sebagai batuan reservoir berdasarkan analisis petrofisika di lapangan X cekungan Sumatera Selatan adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui litofasies yang berkembang di daerah penelitian berdasarkan data yang tersedia

(2)

2. Mengetahui elektrofasies yang berkembang di daerah penelitian berdasarkan data data wireline log, data batuan inti, dan data mudlog 3. Mengetahui lingkungan pengendapan berdasarkan keberadaan fasies yang

berkembang di daerah penelitian

4. Mengetahui bagaimana menentukan parameter petrofisika

5. Mengetahui potensi sumur yang lebih baik untuk diproduksi berdasarkan perbandingan pada setiap sumur

6. Mengetahui sumur yang memiliki kualitas terbaik dengan kandungan hidrokarbon yang baik

(3)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA II.1 Cekungan Sumatera Selatan

1. Fisiografi

Pulau Sumatera memiliki beberapa cekungan sedimen salah satunya adalah cekungan sumatera selatan. Cekungan Sumatera Selatan adalah cekungan Tersier yang berarah baratlaut-tenggar. Cekungan ini dibatasi dengan Sesar Semangko dan Bukit Barisan disebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah timurlaut, Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan tersebut dengan Cekungan Sunda, dan Pegunungan Dua Belas dan Pegunungan Tiga Puluh di sebelah baratlaut yang memisahkan Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera Tengah. Cekungan Sumatera Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India (De Coster, 2018).

(4)

Gambar II.1. Peta Cekungan di daerah Sumatera (modifikasi dari Gafoer, 1985; Pulunggono, 1985).

2. Stratigrafi

Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok batuan Pra-Tersier, kelompok batuan Tersier, dan kelompok batuan Kuarter. Pada dasarnya stratigrafi umum dari Cekungan Sumatera Selatan dikenal satu daur besar (megacycle) yang terdiri dari suatu fase transgresi dan kemudian diikuti oleh fase regresi.

Penelitian ini berada di Formasi Baturaja.

Batuan Pra-Tersier Cekungan Sumatera Selatan merupakan dasar cekungan (Basement). Dasar cekungan ini berupa batuan beku, batuan metamorf Paleozoikum, Mesozoikum dan batuan karbonat yang bermetamorfosa. Pengendapan batuan Tersier di Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi dua fase pengendapan, yaitu fase transgresi dan fase regresi. Kelompok fase transgresi disebut kelompok Telisa yang terdiri dari : Formasi Lahat, Talang Akar, Baturaja dan Formasi Gumai, sedangkan kelompok fase regresi disebut kelompok Palembang yang terdiri dari: Formasi Air Benakat, Muara Enim dan Formasi Kasai.

Penelitian ini berfokus pada Formasi Baturaja diendapkan secara selaras diatas Formasi Talang Akar. Formasi ini umumnya merupakan fasies karbonat yang terdiri dari batugamping terumbu dan batupasir gampingan dengan sisipan serpih gampingan dan napal yang berumur Miosen Awal. Lingkungan Pengendapan formasi ini adalah laut dangkal.

Pada Formasi Baturaja terjadi transgresi di lingkungan laut yang berlanjut pada Miosen awal dengan deposisi serpih laut yang lebih dalam di atas graben dan kondisi laut dangkal diatas tinggi intra cekungan dan Sebagian besar sisi timur cekungan. Produksi karbonat berkembang pesat akibat pengendapan batugamping pada platform di tepi cekungan dan juga sebagai terumbu pada tertinggi intra basin yang halus. Karbonat yang berkualitas tinggi juga muncul di cekungan bagian selatan, namun tidak jarang juga ada di sub cekungan Jambi di bagian Utara. Hal tersebut

(5)

karena masuknya sedimen ke utara dan banyak lagi paparan yang jelas dari peningkatan bioherm porositas sekunder ke selatan dan timur (Ginger, 2018).

Gambar II.2.Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan (Ginger dan Fielding, 2005)

II.2 Batuan Karbonat sebagai reservoir

Reservoir merupakan salah satu elemen dalam sistem petroleum yaitu tempat terakumulasinya hidrokarbon dan air di bawah permukaan tanah.

Batuan reservoir adalah batuan yang mampu menyimpan dan mengalirkan hidrokarbon sehingga batuan tersebut harus memiliki porositas dan permeabilitas.

Batuan Karbonat merupakan batuan yang memiliki komposisi kandungan kalsium karbonat (CaCO3) lebih dari 50%, yang terbentuk dari proses biomineralisasi organisme maupun hasil endapan dari rombakan batuan karbonat lain (Flugel, 2010). Batuan karbonat memiliki potensi besar untuk menjadi batuan reservoir karena batuan karbonat memiliki porositas dan permeabilitas yang tinggi. Porositas dalam batuan karbonat yang terbentuk sebagai hasil interaksi antara tekstur pengendapan dan diagenesis.

Besarnya kandungan CaCO3 dan kompleksnya tipe komponen menyebabkan

(6)

batuan karbonat menjadi tidak stabil dan rentan teralterasi oleh proses-proses sekunder (post deposition), seperti diagenesis sehingga sistem porositas dan permeabilitas batuan karbonat menjadi heterogen dan lebih kompleks.

II.3 Data Log Sumur

Log sumur (Wireline Loging) adalah metode yang digunakan untuk mengetahui kondisi bawah permukaan secara kualitatif dan kuantitatif. Log sumur menggunakan alat ukur yang dimasukkan ke dalam lubang bor untuk dilakukan evaluasi formasi. Selanjutnya diidentifikasi dari ciri-ciri batuan di bawah permukaan (Schlumberger, 1989). Data log sumur merupakan kegiatan pemboran yang menggunakan kabel, sehingga memperoleh informasi mengenai parameter yang digunakan pada petrofisika dari batuan formasi, yaitu porositas, permeabilitas resistivitas dan karakteristik fluida dalam formasi tersebut (Dewanto, 2009). Jenis-jenis log adalah sebagai berikut:

a. Gamma Ray Log

Log gamma ray adalah hasil dari rekaman radioaktif alami pada suatu formasi. Clay atau shale mengandung suatu isotop radioaktif yang tinggi, sehingga menghasilkan kurva sinar gamma yang tinggi. Sedangkan batupasir atau batugamping memiliki isotop radioaktif yang lebih sedikit, sehingga menghasilkan kurva sinar gamma yang rendah. Pada gamma ray log suatu hasil rekaman energi radiasi yang tinggi terjadi karena terdiri dari tiga unsur yaitu Uranium (U), Thorium (Th) dan Potassium (K) yang ada pada suatu batuan formasi.

b. Neutron Log

Neutron log didapatkan dengan menembakkan atom neutron ke formasi yang tinggi untuk mendeteksi kandungan atom hidrogen yang terdapat dalam formasi batuan Partikel neutron yang ditembakkan memancar menembus formasi dan bertumbukan dengan material formasi, yang menyebabkan neutron akan kehilangan energi.

c. Densitas Log

(7)

Log densitas mengukur kerapatan elektron suatu formasi. Digunakan perangkat loging untuk mengukurnya. Perangkat logging ini memancarkan sinar gamma dari sumber yang kemudian bertabrakan dengan elektron formasi dan menyebar lalu ditangkap oleh detektor yang terletak pada jarak tetap dari sumber pahat untuk menghitung jumlah sinar gamma yang kembali.

d. Sonik Log

Log Sonik merupakan log akustik yang mengukur kemampuan formasi untuk meneruskan gelombang suara. Alat ini bekerja dengan cara mencatat lamanya waktu perambatan bunyi di dalam batuan. Waktu yang dibutuhkan tersebut disebut “Interval Transit Time” (∆t), yaitu waktu yang dibutuhkan oleh gelombang suara untuk merambat di dalam batuan formasi sejauh 1 kaki. Lamanya waktu perambatan bunyi tergantung pada litologi dan porositas batuannya.

II.4 Analisis Petrofisika

Petrofisika adalah cabang dari ilmu kebumian yang mempelajari sifat‐

sifat batuan termasuk isi yang terdapat didalamnya meliputi cairan dan bahan pembentuk itu sendiri. parameter-parameter petrofisika antara lain: Porositas, Permeabilitas, Saturasi air, vo,ume shale, wettabilitas, resistivitas batuan, dan tekanan kapiler. Analisis petrofisika merupakan analisis yang dilakukan untuk mengetahui nilai dari parameter petrofisika yang digunakan untuk menjelaskan karakteristik suatu batuan yang berada di bawah permukaan berdasarkan data log sumur dan data core serta data mudlog sebagai validator hasil analisis. Untuk mengetahui potensi hidrokarbon yang produktif, kedalaman dan ketebalan suatu zona hidrokarbon, jenis fluida yang terkanudng dalam reservoir, dan estimasi cadangan hidrokarbon pada suatu formasi analisis petrofisika sangat penting dilakukan (Asquith, 1982).

Analisis petrofisika pada penelitian ini menggunakan software Interactive Petrophysics v3.6. Analisis petrofisika dapat dilakukan dengan dua analisis yang meliputi analisis kualitatif (identifikasi zona reservoir, jenis litologi, dan

(8)

potensi hidrokarbon) dan analisis kuantitatif (Kandungan serpih, porositas efektif, dan saturasi air). Hasil akhir analisis petrofisika adalah net pay.

BAB III

HASIL dan PEMBAHASAN III.1. Analisis Litofasies dan Elektrofasies

Berdasarkan hasil pengamatan analisis litofasies dan elektrofasies terdapat 3 (tiga) jenis fasies yang berkembang pada sumur di daerah penelitian yang telah ditentukan. Ketiga fasies tersebut antara lain :

1. Subarkose

Pada Formasi Baturaja terdapat pola Cylindrical yang dimana pola ini menunjukkan bahwa litologi pada formasi ini bersifat sangat non- radioaktif dengan lapisan yang cukup tipis. Sifat non-radioaktif ini disebabkan oleh batuan karbonat yang disusun oleh beberapa material yang berasal dari makhluk hidup (seperti organisme dan lainnya) yang tidak memiliki sifat radioaktif. Pola cylindrical ini dapat mengidentifikasikan adanya energi pengendapan yang cenderung sama setiap waktunya. Selain itu, pola ini juga dapat menunjukkan kemugkinan bertumbuhnya karbonat yang seiring dengan kondisi muka air laut (keep- up) karena energi pengendapan relatif tinggi dengan muka air laut yang relatif stabil.

2. Foraminifera Wackestone

Pola Funnel pada gamma ray menunjukan fasies foraminifera wackestones. Pola ini terjadi karena adanya perubahan energi suatu pengendapan yang berasal dari energi tingkat rendah ke atah energi tingkat tinggi. Perubahan energi ini menunjukkan pola progradasi yang disebabkan karena adanya penurunan muka air laut, dimana suplai sedimen lebih besar dari ruang akomdasinya. Pada kondisi ini memungkinkan terbentukknya kondisi yang udeal terhadap pertubuhan karbonat (catch-up carbonate). asies Foraminifera Wackstones memiliki

(9)

pola funnel dengan defleksi semakin ke kiri semakin di dominasi litologi berbutir kasar.

Pada Formasi Baturaja terdapat pola Cylindrical yang dimana pola ini menunjukkan bahwa litologi pada formasi ini bersifat sangat non- radioaktif dengan lapisan yang cukup tipis. Sifat non-radioaktif ini disebabkan oleh batuan karbonat yang disusun oleh beberapa material yang berasal dari makhluk hidup (seperti organisme dan lainnya) yang tidak memiliki sifat radioaktif. Pola cylindrical ini dapat mengidentifikasikan adanya energi pengendapan yang cenderung sama setiap waktunya. Selain itu, pola ini juga dapat menunjukkan kemugkinan bertumbuhnya karbonat yang seiring dengan kondisi muka air laut (keep- up) karena energi pengendapan relatif tinggi dengan muka air laut yang relatif stabil.

3. Coral Mudstone-Dolostone

Fasies Coral Mudstone-Dolostone memiliki pola Cylindrical yang diasosiasikan dengan pengendapan yang cenderung konstan dan stabil yang menyebabkan telihatnya kontak tegas pada bagian atas dan bawah.

Pola ini menunjukkan pengendapan yang konstan dengan energi pengendapan yang relatif tingggi dengan muka air laut yang relatif stabil.

Selain itu, pola ini menunjukkan kemungkinan untuk bertumbuhnya karbonat seiring dengan kondisi muka air laut (keep-up).

Tabel III.1. Fasies dan Lingkungan Sumur TI-1

III.2. Analisis Petrofisika 1. Kandungan Serpih

(10)

Berdasarkan histogram gamma ray log, gamma ray dan maximum gamma ray ditentukan dari hasil histogram tersebut. Penarikan garis minimum gamma ray dan maksimum gamma ray yaitu dengan nilai persentil. Nilai persentil yang digunakan adalah 10% untuk menunjukkan nilai minimum gamma ray dan 95% untuk nilai maximum gamma ray.

Nilai gamma ray 50% menunjukkan nilai median dari rata-rata nilai GR keseluruhan. Dari hasil penentuan minimum gamma ray dan maximum gamma ray didapatkan nilai yang ditentukan sebelum perhitungan pada kandungan serpih.

GR adalah gamma-ray pada kedalaman penetrasi (gAPI), GRclean adalah gamma-ray pada zona bersih (gAPI), dan GRclay adalah gamma-ray pada lempung (gAPI), Satuan 𝑉�ℎ adalah Persentase (%).

Tabel III.2. Hasil kandungan serpih tiap sumur

(11)

Gambar III.1. Histogram hasil perhitungan kandungan serpih sumur TI-2 menggunakan metode linear

2. Porositas Efektif

Perhitungan nilai porositas didapatkan dengan metode Neutron- density. Crossover yang terbentuk antara log neutron dan log density menggambarkan adanya suatu lapisan yang memiliki porositas. Pada histogram menunjukkan perbedaan nilai porositas efektif tiap sumur.

Secara keseluruhan sumur pada lapangan “TI” memiliki nilai porositas 19,1%-30,5%. Berdasarkan klasifikasi Koesomadinata (1978), porositas tersebut termasuk baik (good)- istimewa (excellent) yang menunjukkan bawa suur TI-2 dan TI-4 memiliki nilai porositas istimewa (excellent).

�eff adalah porositas efektif dalam satuan persentase (%), �total adalah porositas total, 𝑉�ℎ adalah kandungan lempung, dan �sh adalah porositas lempung

Tabel III.3. Hasil Porositas efektif

Gambar III.2. Hasil perhitungan porositas efektif pada sumur T1 3. Saturasi Air

(12)

Perhitungan saturasi merupakan salah satu fakto dalam menentukan potensi terkait estimasi cadangan hidrokarbon. Perhitungan saturasi air untuk lapisan reservoir karbonat menggunakan persamaana Archie (1950) dengan niai m=2, n = , dan a = 1 yang merupakan variabel dari batuan karbonat, serta nilai resistivitas air (Rw) yang diperhitungkan dari interpretasi Log Spontaneous Potential (SP) dan Rmf yang tersedia dari header log. Selain iyu, dibutuhkan data temperatur untuk mengolah saturasi, namun data temperatur sudah dimasukkan pada tahap pre- kalkulasi. Resistivitas air juga didapatkan dari hasil picket plot resistivitas dan porositas efektif. Metode Archie (1952) sanagt baik digunakkan pada batuan karbonat, sedangkan pendekatan Simandoux (1963) baik digunakan pada formasi shaly, dan pendekatan Indonesia (1971) bekerja lebih baik di formasi shaly pada formasi fresh water.

�� adalah nilai dari saturasi air formasi yang terhitung dalam satuan persentase (%), 𝑅� adalah besarnya nilai resistivitas air pada suatu formasi, dan 𝑅� adalah resistivitas formasi yang di baca dari kurva resistivitas

Tabel III.4. Hasil perhitungan saturasi air pada tiap sumur

Apabila ketiga metode tersebut dibandingkan, hasil dari kalkulasi metode Archie menunjukkan nilai yang lebih pesimitik dibandingkan metode lainnya.

Penentuan cut off kandungan lempung dan porositas reservoir dapat menggunakan cara crossplot antara porositas efektif untuk mengetahui jumlah kandungan lempung yang terkandung pada porositas batugamping dan kandungan lempung hasil perhitungan sumbu X dan Y. Cut off

(13)

ditentukan oleh sebaran data terbesar dan didapatkan nilai cut off porositas 0,01 v/v dan Vsh 0,4 v/v.

Penentuan cut off pada saturasi air reservoir dengan cara crossplot porositas efektif dan saturasi air pada sumbu X dan Y, diana cut off ditentukan oleh sebaran data terbesar. Didapatkan nilai cut off pada saturasi sebesar 0,7 v/’v.

Gambar III.3. Hasil crossplot resistivitas air sumur TI-1

Gambar III.4. Cut off volume shale dan porositas TI-1 III.3. Lumping

Lumping merupakan sebuah metode analisis yang digunakan untuk mengetahui ketebalan bersih dari suatu reservoir dengan menggunakan data nilai penggal sehingga dari data tersebut didapatkan zona yang mengandung hidrokarbon yang bernilai produktif.

Dalam menganalisis suatu reservoir dapat dilakukan dengan cara membandingkan seluruh sumur untuk mendapatkan potensi hidrokarbon.

(14)

Dimana setelah dimasukkan nilai cut off tiap parameter sebelumnya dapat disimpulkan bahwa (berdasarkan tabel 4.4) total ketebalan sumur TI-2 dan TI-4 memiliki nilai lebih besar dibandingkan dengan nilai sumur TI-1 dan TI- 3. Didapatkan juga hasil net pay sumur TI-2 dan TI-4 lebih besar dari sumur TI-1 dan TI-3. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa sumur TI-2 dan TI-4 memiliki potensi yang lebih baik untuk diproduksi lebih lanjut.

Tabel III.5. Perbandingan reservoir tiap sumur

Gambar III.5. Zona net pay (merah) dan net reservoir (hijau) pada sumur TI-1

(15)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

IV.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari analisis dan juga pengolahan data yang telah dilakukan, maka dapat diuraikan beberapa kesimpulan sebagai berikut.

1. Berdasarkan data yang telah didapat, dapat diketahui bahwa daerah tersebut terdiri dari 3 litofasies yaitu berupa litologi subarkose, wackestone, dan mudstone-dolostone

2. Hasil analisis kualitatif dalam menentukan zona reservoir pada tiap sumur menggunakan data berupa wireline log, data mudlog dan data batuan inti dari daerah penelitian. Kemudian didapatkan zona formasi baturaja sebagai daerah penelitian pada sumur TI-1, TI-2, TI-3, dan juga TI-4.

Selanjutnya dari hasil analisis elektrofasies dari pola gamma ray log pada sumur TI-1 menunjukkan adanya 3 jenis pola elektrofasies yaitu funnel, bell dan cylindrical.

3. Pertama adanya fasies yang kemudian dilanjutkan fasies pada interval subarkose lingkungan pengendapan off reef di bagian open shelf.

Kemudian terdapat fasies foraminifera wackestone yang memiliki karakteristik batugamping yang mengandung butiran pasir halus pada lingkungan pengendapan reef core. Terakhir adanya fasies coral mudstone-dolostone yang memiliki karakteristik sedikit batulanau hingga butiran pasir halus pada lingkungan pengendapan outer lagoonal.

4. Selanjutnya dari hasil analisis kualitatif dalam menentukan parameter petrofisika, digunakan kandungan serpih (vsh), saturasi air (sw), dan porositas efektif (phie). Dalam mengolah data-data tersebut digunakan

(16)

metode yang sesuai dengan litologi yang ada pada batuan karbonat tersebut.

5. Total keseluruhan ketebalan sumur TI-2 dan TI-4 yang didapat dari nilai cutt off tiap parameter sebelumnya, lebih besar dari sumur TI-1 dan TI-3.

Adapun hasil dari net pay sumur TI-2 dan dan TI-4 lebih besar dibandingkan sumur TI-1 dan TI-3. Hasil nya menunjukkan bahwa sumur TI-2 dan TI-4 berpotensi lebih baik untuk diproduksi dengan ketebalan net pay TI-2 sebesar 17.00 ft dan dari hasil net to gross sebesar 0.306 dan untuk TI-4 memiliki nilai 7.05 dan nilai net to gross sebesar 0.205.

6. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa sumur TI-2 berada di lingkungan pengendapan reef core dan outer lagoonal dengan kualitas terbaik dan kandungan hidrokarbon yang baik juga. Sehingga untuk eksplorasi dan pengembangan yang akan datang dapat difokuskan pada fasies tersebut untuk lebih meningkatkan efektifitas dari pengembangan lapangan hidrokarbon.

IV.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil karakteristik batuan karbonat sebagai lapisan batuan reservoir di wilayah cekungan sumatra selatan dimana mencakup daerah yang sangat luas sehingga penulis sedikit kesulitan dalam pengumpulan data. Apabila teknologi yang digunakan terus dikembangkan maka data yang didapat akan semakin banyak dan juga lengkap sehingga peningkatan efektifitas dan pengembangan serta produksi lapangan hidrokarbon pada lapangan di cekungan sumatra selatan akan semakin besar. Kegiatan eksplorasi yang dilakukan juga tentu akan menentukan keberhasilan dari suatu penelitian.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Asquith, George and Gibson, Charles. 1982. Basic Well Log Analysis for Geologist. Tulsa: AAPG.

Bemmelen, R.W. Van., 1949. The Geology of Indonesia, Vol. 1 A, Government Printing Office, the Hauge

Bishop, M.G., 2001. South Sumatra Basin Province, Indonesia: The Lahat Talang Akar-Cenozoic Total Petroleum System.

Bloch.S, Empirical Prediction of Porosity and Permeability in Sandstones, AAPG Bulletin, V.75, No.7, July 1991, P. 1145-1160

De Coster, G.L., 1974, The Geology of The Central and South Sumatra Basin, Proceedings Indonesian Petroleum Association, Third Annual Convention, June 1974.

Dunham, R. J., 1962, Classification of carbonate rocks according to depositional texture. American Association of Petroleum Geologists Memoir, p. 108- 121.

Ginger David and Kevin Fielding. 2005. The Petroleum System and Future Potential of the South Sumatra Basin. Proceedings Indonesian Petroleum Association Thirtieth Annual Convention and Exhibition Indonesian Petroleum Association, Jakarta, Indonesia.

Harsono, A., 1997, Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log, Edisi 8, Schlumberger Oilfield Service, Jakarta.

Luqman, F., Haryanto, I., Firmansyah, Y., Gani, R. M. G., & Indriyanto, Y.

(2019). Tektonostratigrafi Berdasarkan Analisis Seismik 2D Pada Sub

(18)

Cekungan Jambi, Cekungan Sumatera Selatan. Geoscience Journal, 3(1), 18-28.

R. P. Koesoemadinata, Geologi minyak dan gas bumi, Edisi kedua, Penerbit IITB, Bandung, 1980.

Rider, M. 2002. The Geological Interpretation of Well Logs Second Edition. Rider French Consulting Ltd. Scotland.

Walker, R.G., 1992, Facies Models, Second Edition, Geological Assocation of Canada, Canada.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil identifikasi batuan berbasis karbonat dari pesisir utara Kabupaten Sumenep dapat diperoleh informasi batuan tersebut cenderung bersifat batuan kalsium dibandingkan

Secara geologi pengisi Cekungan Sumatera Selatan terdiri atas Formasi Talangakar, Baturaja, Gumai, Air Benakat, Muara Enim, Kasai dan Batuan Volkanik; berumur Oligosen –

Dari hasil identifikasi batuan berbasis karbonat dari pesisir utara Kabupaten Sumenep dapat diperoleh informasi batuan tersebut cenderung bersifat batuan kalsium dibandingkan

Kualitas Geokimia Batuan Induk Hidrokarbon, Sumur X dan Sumur Y, Formasi Brownshale Kelompok Pematang, Cekungan

Cekungan di Jawa Barat termasuk ke dalam Zona Cekungan Bogor yang mempunyai sifat-sifat serta karakteristik batuan sedimen laut dalam, sedangkan bagian utaranya berbatasan

diagenesis dan reflektan vitrinit merupakan suatu indikator kematangan batuan pembawa hidrokarbon di batuan sedimen berumur Miosen di Cekungan Bengkulu, namun kesemuanya

Wilson 1975 mengemukakan penampang yang ideal yang memperlihatkan jalur fasies secara standart dan intrepetasi lingkungan pengendapan karbonat Karbonat sebagai Batuan Reservoir Pada

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa Formasi Batuasih yang menjadi batuan infuk hidrokarbon di Sub Cekungan Bogor bagian Selatan memiliki potensi menghasilkan minyak dan gas dalam