Potensi hutan alam primer sebagai penyerap karbon
dan kerentanannya terhadap perubahan iklim
Dipresentasikan oleh:
Haruni Krisnawati
– Pusat Litbang Hutan Co-author – Long-term carbon sink in Borneo’s forests halted by drought and vulnerable to edge effects doi:10.1038/s41467-017-01997-0Seminar hasil-hasil penelitian mendukung penguatan aksi mitigasi dan mitigasi perubahan iklim
Jakarta, 17 Januari 2018
Science-based
Bagaimana potensi hutan alam primer dalam menyerapkarbon & bagaimana kerentanannya terhadap
perubahan iklim??
Latar Belakang
Hutan alam tropis memiliki biodiversitas yang tinggi dan berfungsi sebagai penyerap karbon di atmosfer.
Hutan alam tropis sangat rentan terhadap perubahan iklim dan perubahan penggunaan lahan.
Data serapan karbon dan dinamika biomassa hutan tropis di Asia Tenggara termasuk Indonesia, sangat terbatas.
Hutan alam tropis Asia Tenggara dilaporkan yang paling terfragmentasi di dunia (Brinck et al, 2017).
Fragmentasi hutan akan berpengaruh terhadap proses ekosistem yang berhubungan dengan dinamika
biomassa, peningkatan mortalitas pohon maupun
ingrowth, dan perubahan struktur dan komposisi hutan.
El Niño/kekeringan akan mengganggu proses penyerapan karbon dari atmosfer.
Tujuan Penelitian
Mengkuantifikasi perubahan biomassa (aboveground biomass) hutan alam primer selama periode waktu yang panjang (> 50 tahun).
Mengukur besarnya efek tepi (edge effect) akibat perubahan penggunaan lahan/aktivitas manusia terhadap
dinamika biomassa hutan alam primer.
Mengetahui dampak perubahan iklim
(kekeringan/El Niño) terhadap dinamika
biomassa hutan alam primer.
Lokasi Studi
• Hutan alam primer Kalimantan
• < 1000 m dpl
• Hutan dipterokarpa campuran & kerangas
• Tanah mineral
• 71 PSPs (0,25 – 4,4 ha)
• Pengukuran: 2 – 15 x
• Σ pengukuran: 363 x
• Waktu pengukuran:
1958 – 2015
• Periode pengukuran: 3,8 – 55,8 tahun
• Plot pengukuran bebas
dari gangguan/aktivitas
manusia
Metode Penelitian
1
• Analisis data plot pengukuran/monitoring jangka panjang (1958 - 2015)
2 • Perhitungan biomassa pohon di atas tanah (AGB) 3 • Estimasi perubahan AGB setiap individu plot
4
• Mengukur jarak lokasi plot dengan tepi batas hutan yang terkena gangguan/aktivitas manusia
4 • Menentukan threshold jarak tepi 5
• Pemodelan dinamika AGB untuk hutan tepian dan hutan dalam
6
• Pengujian dampak gangguan (fragmentasi dan kekeringan/El-Nino terhadap dinamika AGB)
Hasil
Penelitian
Dampak aktivitas antropogenik terhadap perubahan biomassa
break point:
448 m, 1,14 Mg/ha/y
Asimtot:
1,26 Mg/ha/y
Perubahan AGB tidak sangat bergantung pada jarak tepi, tetapi efek
tepi cenderung cepat berkurang dengan jarak
Perbandingan laju perubahan biomassa di hutan alam primer
AGB di plot hutan dalam meningkat rata-rata 0,91 (0,30 – 1,52) Mg/ha/th
≈ 0,43 (0,14 – 0,72) Mg C /ha/th
Berbeda signifikan
Perbandingan dinamika hutan
plot-plot hutan dalam vs hutan tepi
a) Perubahan AGB tidak disebabkan oleh perbedaan tingkat produksi vegetasi berkayu (7,34 vs 7,52 Mg/ha/th).
b) Tingkat kehilangan biomassa karena mortalitas lebih tinggi pada hutan tepi daripada pada hutan dalam, meski tidak
signifikan.
c) Laju ingrowth hutan tepi lebih tinggi daripada hutan dalam (2,3% vs 1,6% /th)
d) Laju mortalitas hutan tepi lebih tinggi daripada hutan dalam (2,3 vs 1,8% /th)
Perubahan bidang dasar rata-rata
Peningkatan AGB di plot interior hutan dipengaruhi secara signifikan oleh peningkatan bidang dasar (meskipun peningkatannya tidak signifikan dibandingkan dengan hutan tepi),
tetapi komposisi jenis dan struktur tegakan dalam hal ‘kerapatan kayu’ tidak berubah.
Peningkatan biomassa di interior hutan tidak tergantung dengan kondisi biomassa awal
Tanpa pembobotan
Dengan pembobotan
‘wodd density’
Dinamika biomassa di plot hutan dalam
yang dimonitor selama periode El Niño 1997–1998
- before drought 1978.6–1996.5, - during drought 1996.5–2000.0 - after drought 2000.0–2011.1
Kekeringan El Niño 1997-1998, berpengaruh signifikan terhadap dinamika biomassa:
- Sebelum periode kekeringan, AGB meningkat secara signifikan (+1,15 Mg/ha/th (0,10-2,20)), - Selama periode kekeringan, AGB menurun (-2,07 Mg/ha/th (-4,30 menjadi 0,17)), dan
- Setelah periode kekeringan, kembali menyerap karbon yang lebih besar (+2,39 Mg/ha/th (1,09-3,70))
Kesimpulan
Hutan alam primer Kalimantan telah mengalami proses pertumbuhan dan peningkatan biomassa;
selama periode pemantauan lebih dari 50 tahun peningkatan rata-rata sebesar 0, 91 Mg/ha/ta (0,43 Mg C/ha/th), sebanding dengan pertumbuhan
hutan di Amazon dan Afrika.
Hutan alam primer berfungsi sebagai penyerap karbon yang sangat potensial untuk membantu memitigasi perubahan iklim.
Efek perubahan penggunaan lahan/gangguan antropogenik terhadap hutan alam primer dapat ditunjukkan dengan efek tepi (edge effect). Hutan tepi bisa menjadi penyerap karbon yang rendah dan efek terbesar terlihat pada hutan yang jaraknya
paling dekat dengan tepi serta akan berkurang dengan bertambahnya jarak.
Efek kekeringan (El Niño) dapat menurunkan kapasitas hutan alam primer untuk menyerap karbon di atmosfer, bahkan dapat menghentikan kapasitasnya akibat meningkatnya kematian pohon.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan