• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROFIL AWAL KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA DALAM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN JARAK JAUH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan " PROFIL AWAL KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA DALAM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN JARAK JAUH "

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

191

PROFIL AWAL KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH SISWA DALAM PELAKSANAAN PEMBELAJARAN JARAK JAUH

Umi Afidah*, Baskoro Adi Prayitno2, Sutarno

Magister Pendidikan Sains, Universitas Sebelas Maret, Jl. Ir. Sutami No. 36A Kentingan Jebres, Surakarta, Indonesia

Abstrak

Pandemi covid-19 secara nyata merubah proses pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Guru dan siswa dituntut melek teknologi dan aktif belajar mandiri selama keberlangsungan pembelajaran jarak jauh. Selain itu, siswa tetap dituntut untuk terus mengasah kemampuan berpikir tingkat tinggi yangmana salah satunya adalah kemampuan pemecahan masalah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengklasifikasikan tingkatan kognitif siswa terkait kemampuan dalam pemecahan masalah. Subjek penelitian ini adalah 74 siswa kelas X SMA Batik 1 Surakarta pada tahun ajaran 2021/2022. Data dikumpulkan melalui wawancara dan tes kemampuan pemecahan masalah. Instrumen tes kemampuan pemecahan masalah terdiri dari 7 pertanyaan esai, termasuk 4 indikator.

Instrumen tes divalidasi oleh validator ahli serta dilakukan uji validitas, reliabilitas, taraf kesukaran dan daya beda yangmana menunjukkan hasil bahwa instrumen tes yang digunakan telah dinyatakan valid dan reliabel sebagai alat ukur. Analisis dilakukan pada hasil tes siswa dan dikategorikan ke dalam lima kategori kemampuan pemecahan masalah yang terdiri dari sangat tinggi (ST), tinggi (T), cukup (C), rendah (R) dan sangat rendah (SR). Hasil analisis menunjukkan bahwa 13,5% siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah dengan kategori cukup (C), 79,7%

siswa memiliki kategori tinggi (T), dan 6,7% siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah sangat tinggi. Rata- rata skor indikator kemampuan pemecahan masalah tertinggi diperoleh pada indikator memeriksa kembali dengan skor 73,6. Indikator merencanakan penyelesaian masalah memiliki skor rata-rata terendah yakni 59,4. Rerata total hasil tes siswa menunjukkan bahwa siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah yang tinggi. Meskipun begitu, pelatihan pemecahan masalah terhadap siswa masih perlu ditingkatkan untuk studi di masa depan.

Kata kunci: kemampuan pemecahan masalah; pembelajaran jarak jauh; siswa sekolah menengah atas.

Abstract

Covid-19 pandemic markedly changed the learning process carried out in schools. Teachers and students are required to be technologically literate and actively self-study during the continuity of distance learning. In addition, students are still required to continue to hone higher order thinking skills, one of them is problem-solving skills.

This study aims to analyze and classify students' cognitive levels related to problem-solving abilities. The subjects of this study were 74 students of class X of Batik High School 1 Surakarta in the 2021/2022 school year. Data is collected through interviews and tests of problem-solving skills. The problem-solving skills test instrument consists of 7 essay questions, including 4 indicators. The test instrument is validated by an expert validator and tests the validity, reliability, difficulty index and discrimination power levels that show the results that the test instrument used has been declared valid and reliable as a measuring instrument. The analysis was conducted on students' test results and categorized into five categories of problem-solving abilities consisting of very high (VH), high (H), enough (E), low (L) and very low (VL). The results of the analysis showed that 13.5% of students had problem- solving skills with enough category (E), 79.7% of students had high category (H), and 6.7% of students had very high (VH) problem-solving abilities. The average score of the highest problem-solving ability indicator was obtained on the recheck indicator with a score of 73.6. The problem solving plan indicator has the lowest average score of 59.4. The average total student test results show that students have high problem-solving abilities. Even so, problem-solving still need to be trained on students to improving their for future study.

Keywords: problem-solving skills; distance learning; high school students.

(2)

192

PENDAHULUAN

Indonesia saat ini sedang menerapkan pembelajaran jarak jauh dengan beberapa peraturan dan variasi pembelajaran pada masing-masing jenjang pendidikan. Hal tersebut dilaksanakan atas arahan dan himbauan Mendikbud UU Nomor 3 Tahun 2020 perihal perlambatan serta pencegahan penularan Covid-19 lingkup satuan pendidikan (Kemdikbud, 2020). Terkait fenomena tersebut, proses pembelajaran dialihkan menjadi dalam jaringan dari yang semula luar jaringan (Kemdikbud, 2020). Pengaplikasian pembelajaran dalam jaringan ini membuat komponen masing-masing jenjang satuan pendidikan semakin aktif berteknologi guna mensukseskan pembelajaran jarak jauh agar tetap terlaksana sesuai target dan efektif (Kemdikbud, 2020; Mulyana et al., 2020).

Berfokus pada tema pembelajaran kontekstual, pendidikan karakter, maupun berlatih kecakapan hidup maupun bermacam softskills yang dapat dilakukan di lingkungan sekitar tetapi masih berkaitan dengan materi-materi di sekolah merupakan aplikasi penciptaan kebermaknaan belajar dan usaha pengaktifan aktivitas kognitif, psikomotorik, dan dan afektif siswa selama pembelajaran dalam jaringan atau jarak jauh (Dewi, 2020).

Purnomo et al. (2020) menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 merubah proses belajar yangmana sebenarnya dapat dikatakan sebagai peralihan yang lebih modern karena menuntut komponen sekolah aktif berteknologi dan berinovasi. Hal tersebut juga dilakukan

agar siswa tetap menjalankan kewajibannya sebagai pelajar untuk belajar. Guru juga diharapkan memberikan variasi model-model pembelajaran yang inovatif, kreatif, dan sesuai target agar tetap dapat mengaktifkan aspek kognitif siswa (Nugraheni, 2021). Pembelajaran berbasis teknologi dan jarak jauh ini diaplikasikan guna penghindaran dari wabah mengingat virus Covid-19 sangat mudah menyebar dan menular (Kemdikbud, 2020;

Mulyana et al., 2020; Nugraheni, 2021). Lebih lanjut, pembelajaran jarak jauh dilakukan untuk tetap memberikan pelayanan hak belajar serta aktivitas selama pembelajaran jarak jauh lebih terkendali (Kemdikbud, 2020; Mulyana et al., 2020; Nugraheni, 2021). Belajar di rumah juga membuat siswa mengkontrol aktivitas dan perilaku sosialnya sebagai model penilaian aspek kognitif, afektif dan psikomotornya (Irvani et al., 2020; Kemdikbud, 2020;

Mulyana et al., 2020; Nugraheni, 2021).

Upaya pelaksanaan serta peningkatan kualitas pembelajaran jara jauh didukung oleh teknologi atau E-learning (Dewi, 2020;

Kemdikbud, 2020; Mulyana et al., 2020).

Adanya E-learning ini diharapkan dan diasumsikan mampu membantu maupun memfasilitasi guru agar lebih mudah dalam melakukan variasi-variasi pembelajaran secara terstruktur dan efisien dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (Latip, 2021; Mulyana et al., 2020). Alwan (2018) menambahkan bahwa pelaksanaan proses pembelajaran, baik yang dilakukan dalam jaringan maupun luar jaringan perlu diadakannya modifikasi

(3)

193

aktivitas-aktivitas pembelajaran. Selain modifikasi aktivitas pembelajaran siswa, tentu juga dilakukan variasi terhadap aktivitas guru seperti menjadi moderator dari yang awalnya penceramah, kemudian sebagai pembimbing, pelatih, maupun fasilitator selama jalannya pembelajaran baik dalam jaringan maupun luar jaringan (Alwan, 2018; Latip, 2021; Widiasih et al., 2018). Sebenarnya, pengaplikasian E- learning dalam pembelajaran memiliki banyak manfaat yang menunjang kemampuan sikap, pengetahuan maupun keterampilan dari siswa jika dilakukan dengan perencanaan dan target yang tepat. E-learning sangat mendukung peningkatan kreativitas dan keaktifan siswa dalam pelaksanaan aktivitas belajar (Latip, 2021). Penggunaan E-learning juga sesuai dengan tren jaman pada saat ini sehingga pelaksanaan pembelajaran secara tersurat maupun tersirat mengikuti perkembangan tingkatan kognitif dan kebiasaan siswa (Latip, 2021). Dengan ini juga diharapkan siswa lebih bijak dalam mengaplikasikan teknologi informasi dan komunikasi dalam kehidupan sehari-hari (Latip, 2021; Widiasih et al., 2018).

Penggunaan E-learning mendorong siswa lebih kreatif dan inovatif dalam pencarian informasi atau pengetahuan (Kanida, 2020; Latip, 2021;

Widiasih et al., 2018). Hal ini membuat siswa berwawasan luas dengan menampung informasi apa saja yang dimungkinkan lebih berkembang daripada informasi yang disajikan guru (Af- idah & Suhendar, 2020).

Pelaksanaan pembelajaran jarak jauh ini menuntut guru untuk menyiapkan perangkat

pembelajaran dengan lebih logis dan efektif (Latip, 2021; Mulyana et al., 2020). Guru harus benar-benar mempertimbangkan bobot antara tugas yang pantas dikerjakan secara individu maupun berkolaborasi dengan tepat (Dewi, 2020). Hal ini juga juga memerlukan kreativitas guru terkait variasi model pembelajaran agar siswa tetap menerima kebermaknaan dalam belajar meskipun dilakukan secara jarak jauh (Alwan, 2018; Dewi, 2020; Kemdikbud, 2020;

Latip, 2021; Mulyana et al., 2020; Purnomo et al., 2020). Dalam pengembangan inovasi aktivitas belajar, guru juga perlu mempertimbangkan kemudahan siswa dalam penerimaan informasi yang disampaikan oleh guru (Mulyana et al., 2020). Hal tersebut juga berbanding lurus dengan kondisi siswa (Mulyana et al., 2020). Dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh tentu diperlukan usaha dan motivasi yang lebih besar dari siswa dalam belajar, menyerap, dan memahami materi pembelajaran (Kemdikbud, 2020; Mulyana et al., 2020). Lebih lanjut, juga diperlukan kesiapan psikologis dari siswa dalam semua tingkatan satuan pendidikan (Kemdikbud, 2020; Mulyana et al., 2020). Komponen- komponen tersebut diperlukan untuk mengoptimalkan pemahaman konsep siswa dari suatu materi yang sedang dipelajari (Alberida et al., 2018; Harefa & Purba, 2020; Muniroh &

Nursyahidah, 2020).

Pengaplikasian pembelajaran jarak jauh yang awalnya dilaksanakan akibat fenomena alam, kini sudah menjadi suatu inovasi pembelajaran yang selaras dengan kemajuan

(4)

194

teknologi informasi dan komunikasi. Dari yang awalnya dilakukan secara kaku, saat ini sudah dapat diterapkan dengan lebih luwes. Siswa dapat belajar dimana saja dan kapan saja dengan materi yang sebenarnya tidak terbatas karena dapat mengakses informasi dengan kecanggihan teknologi. Hal ini lebih memudahkan dan mendorong siswa untuk lebih kritis, kreatif, dan inovatif bukan hanya terkait materi pembelajaran tetapi secara lebih global terkait lingkup lingkungan sekitar maupun lebih luas (Abtokhi et al., 2021; Franestian et al., 2020; Hendriana et al., 2018; Nugraheni, 2021). Metode pembelajaran jarak jauh ini diaplikasikan pada semua tingkatan satuan pendidikan baik negeri maupun swasta, artinya semua jenis mata pelajaran seperti mata pelajaran kebahasaan, ilmu alam, maupun ilmu sosial dilaksanakan dalam jaringan (Kemdikbud, 2020). Tentu hal ini lebih memudahkan guru menciptakan inovasi aktivitas belajar serta dengan mudah dapat menyajikan permasalahan kontekstual (Kemdikbud, 2020; Mulyana et al., 2020).

Berbagai mata pelajaran yang disajikan dari sekolah, kemudian dikaitkan dengan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh yang memanfaatkan bervariasi inovasi dan aplikasi maupun website pembelajaran, akan lebih memudahkan siswa dalam mengasah pengembangan berpikir pada level aplikasi atau dalam kata lain berpikir tingkat tinggi (Alwan, 2018; Kemdikbud, 2020; Latip, 2021).

Elaborasi inovasi pembelajaran, topik kontekstual, serta pemanfaatan kemajuan

teknologi informasi dan komunikasi akan mampu mendorong siswa mencapai kemampuan-kemampuan era 4.0 yang mulai memasuki era 5.0 saat ini (Ahied et al., 2020).

Kemampuan tersebut yakni berpikir kreatif, kritis, kolaborasi dan kecakapan komunikasi (Abidinsyah et al., 2019; Arif, 2019).

Kemampuan-kemampuan tersebut mudah dilatihkan jika siswa memiliki kemampuan pemahaman konsep yang baik (Alberida et al., 2018; Arifuddina et al., 2017; Irvani et al., 2020; Nirwana et al., 2021). Topik kontekstual dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh ini mudah diaplikasikan pada materi biologi.

Bahkan, penyebab dilaksanakannya pembelajaran jarak jauh ini juga berkaitan erat dengan ilmu biologi. Hal ini berarti bahwa mata pelajaran biologi mampu melatihkan dan mengasah kemampuan kognitif tingkat tinggi siswa yang didasari oleh kemampuan pemahaman konsep (Harefa & Purba, 2020).

Biologi berkaitan erat dengan komponen biotik dan abiotik, bagaimana interaksi antara keduanya, serta bagaimana interaksinya secara lebih kompleks dengan lingkungan atau ekosistem (Campbell & Reece, 2012). Ilmi biologi ditentukan oleh objek yang sedang dipelajari ataupun permasalahan yang sedang dianalisis maupun dikaji yangmana hal ini merupakan ciri khas (Campbell & Reece, 2012). Makhluk hidup atau komponen biotik merupakan objek krusial yang secara berkelanjutan dikembangkan proses observasi dan penelitiannya (Campbell & Reece, 2012).

Komponen biotik atau makhluk hidup ini

(5)

195

memiliki ciri khusus dibandingkan dengan objek sains lainnya (Campbell & Reece, 2012).

Lebih lanjut, juga dilakukan analisis dan evaluasi terhadap objek kajian biologi yang bersumber dari fenomena tertentu untuk membangun konsep, prinsip, hukum, dan teori (Sunarno, 2017). Biologi juga termasuk dalam ruang lingkup pembelajaran sains. Kemampuan kognitif level aplikasi, kemampuan kolaborasi, kreativitas, kelogisan dalam berargumen, serta kelincahan dalam menemukan variasi solusi agar masalah terpecahkan dengan logis dan efektif merupakan salah satu target dari penerapan sains dalam pembelajaran (Lavoie, 1993).

Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan yang diperlukan manusia pada abad 21 untuk menghadapi perkembangan zaman yang salah satunya menghadapi revolusi industri 4.0 atau era teknologi yangmana sudah mulai memasuki era 5.0 ini (Franestian et al., 2020; Widiasih et al., 2018). Alberida et al. (2018) berpendapat bahwa pemecahan masalah adalah suatu proses untuk mengatasi kesulitan yang ditemui untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan.

Sementara itu Bogard et al. (2013) mendukung dengan mengatakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu aktivitas kognitif yang kompleks yang disertai sejumlah proses dan strategi.

Perkembangan modern ini tidak hanya menuntut siswa menguasai konsep Biologi sebagai salah satu ilmu alam yang dipelajari, tetapi juga menuntut siswa mampu dalam memecahkan masalah. Kemampuan pemecahan

masalah diperlukan siswa untuk mengatasi masalah dengan tepat, cermat, sistematis, logis dan efektif berbagai sudut pandang (Harisuddin, 2021; Qamar Rachmawati et al., 2022). Hal tersebut menjadi salah satu tugas guru untuk mengajarkan siswanya tentang bagaimana cara berpikir menyelesaikan persoalan atau problem solving yang dihadapi oleh siswa (Qamar Rachmawati et al., 2022).

Pentingnya kemampuan pemecahan masalah Biologi bagi siswa juga dijelaskan Widiasih et al. (2018) bahwa pemecahan masalah bukan hanya sekedar mengajar tapi juga merupakan metode berpikir dari mencari data sampai menarik kesimpulan.

Untuk itu, kemampuan pemecahan masalah harus tetap dibekalkan dan ditargetkan untuk dikuasai oleh siswa meskipun pembelajaran dilakukan secara jarak jauh.

Target utama yakni mengasah aspek kognitif siswa pada level aplikasi kaitannya dengan masalah kehidupan sehari-hari yang harus dipecahkan sehingga pembelajaran lebih bermakna (Harisuddin, 2021). Target ini akan secara otomatis mengaktifkan aspek psikomotorik dan afektif siswa (Harisuddin, 2021). Oleh karena itu, kognitif siswa sangat perlu dioptimalkan oleh kemampuan penemuan variasi solusi agar masalah dapat terpecahkan dengan efektif.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif kualitatif. Subjek penelitian yaitu siswa kelas X SMA Batik 1 Surakarta Provinsi

(6)

196

Jawa Tengah sebanyak 74 siswa yang dipilih menggunakan cluster random sampling.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian berupa soal tes kemampuan pemecahan masalah yang dikembangkan dari Polya (1973) yang terdiri atas empat indikator. Ke-empat indikator tersebut tertuang dalam 7 butir soal uraian yang telah diuji validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran serta uji daya beda.

Pengumpulan data dilakukan melalui tes kemampuan pemecahan masalah. Jawaban peserta didik selanjutnya dikategorikan dalam sangat tinggi (ST), tinggi (T), cukup (C), rendah (R) dan sangat rendah (SR). Skor akhir tes profil awal kemampuan pemecahan masalah siswa selanjutnya dikategorikan ke dalam Tabel 1.

Tabel 1. Kategori kemampuan pemecahan masalah

Nilai Kategori

0 ≤ X ≤ 20 Sangat Rendah 21 ≤ X ≤ 40 Rendah 41 ≤ X ≤ 60 Cukup 61 ≤ X ≤ 80 Tinggi

81 ≤ X ≤ 100 Sangat Tinggi

HASIL PENELITIAN

Analisis skor tes pemahaman konsep siswa yang diperoleh dari jawaban 7 pertanyaan esai menunjukkan hasil seperti Tabel 2.

Sedangkan frekuensi siswa yang memperoleh skor total dengan kategori cukup, tinggi dan sangat tinggi ditampilkan pada Gambar 1.

Tabel 2. Rerata skor pemahaman konsep siswa pada tiap indikator

Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah

Rerata

Skor Kategori Memahami masalah 72,56 Tinggi

Merencanakan

penyelesaian masalah 59,45 Cukup Menyelesaikan masalah

sesuai rencana 70,13 Tinggi Memeriksa kembali 73,64 Tinggi

Gambar 1. Frekuensi kategori skor tes siswa Rerata total hasil tes siswa menunjukkan bahwa siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah kategori tinggi dengan skor 70,30.

Sedangkan untuk skor tes total berkaitan dengan kategori kemampuan pemecahan masalah dirangkum dalam Gambar 1. Sebanyak 10 siswa memiliki pemahaman konsep kategori cukup, 59 siswa berkatori pemahaman konsep tinggi, dan 5 siswa memiliki kemampuan pemecahan masalah yang sangat tinggi.

PEMBAHASAN

Aktivitas penstimulasian yang berfokus pada observasi, penelaahan, serta berkognitif terkait permasalahan yang dianalisis pemecahannya sebagai tindak lanjut (Bogard et al., 2013; Cindikia et al., 2020). Alberida et al.

(2018; Bogard et al. (2013) menyatakan bahwa dilakukannya aktivitas penemuan dan penyediaan alternatif solusi dengan berbagai sudut pandang juga termasuk kata lain dari usaha agar masalah terpecahkan. Pencarian bervariasi alternatif solusi agar terpecahkannya

10

59

5 0

20 40 60 80

41 - 60 61 - 80 81 - 100

Frekuensi

Rentang Skor Frekuensi Kategori Skor Tes Siswa

(7)

197

suatu masalah diperlukan kemampuan kognitif siswa dalam pengaplikasian aktivitas pengumpulan referensi yangmana terdiri dari fakta-fakta, pendapat sebagai bahan pertimbangan untu selanjutnya dianalisis hingga menghasilkan informasi yang logis, sistematis serta paling efektif untuk diterapkan, tutur (Alberida et al., 2018; Arifuddina et al., 2017). Hasil pencarian referensi ditemukan informasi tambahan bahwa agar masalah dapat terpecahkan dengan cara terefektif diperlukan komponen motivasi dari dalam diri peneliti, sikap ilmiah peneliti, serta pengetahuan terkait aspek metakognitif terhadap diri sendiri dalam pengelaborasian pengetahuan yang sudah dimiliki dengan pengetahuan atau konsep- konsep terbaru yang diperoleh (Alberida et al., 2018; Arifuddina et al., 2017; Muniroh &

Nursyahidah, 2020; Widiasih et al., 2018; Y., 2020). Selain hal tersebut, aspek kognitif berkaitan sosial budaya termasuk artikulasi prasangka dan kognitif sebagai kelamahan juga termasuk komponen yang dapat menyempurnakan penemuan alternatif solusi agar masalah terpecahkan dengan efektif (Jonassen & Tessmer, 1996).

Hasil analisis rerata skor menunjukkan bahwa 79,73% siswa memiliki kategori tinggi dalam pemecahan masalah. Kemudian 13,51%

siswa berkategori cukup dalam pemecahan masalah serta 6,75% siswa dinyatakan memiliki kemampuan pemecahan masalah dengan kategori sangat tinggi. Lebih lanjut, diketahui bahwa rerata skor total kemampuan pemecahan masalah siswa berkategori tinggi. Analisis

tersebut menunjukkan hasil yang cukup bagus dengan mempertimbangkan bahwa siswa melakukan pembelajaran jarak jauh. Hasil yang cukup bagus tersebut dimungkinkan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni siswa yang secara aktif dan mandiri dalam melakukan kegiatan pembelajaran jarak jauh, atau guru yang kreatif dalam menyiapkan perangkat pembelajaran (Harisuddin, 2021; Kanida, 2020;

Widiasih et al., 2018). Bisa saja hasil tersebut juga terjadi akbit siswa yang memiliki kesadaran belajar tinggi serta guru yang memang kreatif dan mumpuni dalm menyiapkan perangkat pembelajaran (Widiasih et al., 2018). Meskipun demikian, kemampuan pemecahan masalah siswa masih perlu dan masih dapat dimaksimalkan untuk mencapai hasil yang lebih baik.

Kemampuan pemecahan masalah dapat dilatihkan melalui peningkatan aktivitas belajar yang memberikan pengalaman bermakna bagi siswa (Wisudawati &

Sulistyowati, 2015). Pemberian pengalaman belajar bermakna ini sangat dianjurkan mengingat siswa melakukan proses pembelajaran secara jarak jauh (Kemdikbud, 2020; Mulyana et al., 2020). Hal ini juga sangat penting dilakukan agar siswa tetap melakukan pembelajaran aktif tanpa terhalang jarak (Mulyana et al., 2020). Pengalaman bermakna untuk siswa yang dimaksud adalah aktivitas observasi dan analisis masalah, dilakukannya eksperimen maupun observasi agar masalah terpecahkan, berkolaborasi terkait ide-ide dan informasi pengetahuan, serta pemilihan

(8)

198

alternatif solusi yang logis, efektif, dan dapat dipertanggungjawabkan (Prayitno et al., 2018).

Dalam melakukan aktivitas eksperimen dan observasi, aspek kognitif siswa akan terlatih dengan optimal jika komponen lingkungan dan variasi fenomena yang terjadi dimanfaatkan atau diintegrasikan dengan kompetensi dasar yang ditargetkan Dewey (1916); Ratnasari et al. (2020). Meskipun dilakukan proses pembelajaran jarak jauh, tetapi aktivitas bekerjasama atau berkolaborasi tetap dapat dilakukan siswa secara online yangmana juga didukung oleh perkembangkan teknologi atau alat komunikasi (Latip, 2021).

Analisis masing-masing indikator kemampuan pemecahan masalah menunjukkan bahwa skor terendah terdapat pada indikator merencanakan penyelesaian masalah yakni 59,45 dengan kategori cukup. Sedangkan skor tertingi terdapat pada indikator memeriksa kembali dengan skor 73,64 dengan kategori tinggi. Lebih lanjut, indikator memahami masalah juga berkategori tinggi dengan skor 72,56 serta indikator menyelesaikan masalah sesuai rencana berkategori tinggi dengan skor 70,13.

Siswa memiliki skor terendah untuk indikator merencanakan penyelesaian masalah.

Hal ini dimungkinkan kurang terlatihnya siswa untuk menilai suatu masalah dari berbagai sudut pandang sehingga kesulitan untuk menemukan alternatif solusi dari permasalahan yang disajikan. Pada aktivitas ini, siswa juga dituntut untuk mencari dan mengumpulkan banyak referensi terkait topik pemecahan

masalah (Abtokhi et al., 2021; Lestari et al., 2021; Nirwana et al., 2021). Target dari aktivitas ini yakni melatih siswa menentukan prosedur atau langkah-langkah penyelesaian atau pemecahan dari suatu masalah (Polya, 1973). Indikator memeriksa kembali, siswa memperoleh skor tertinggi dengan kategori tinggi. Pada aktivitas ini, siswa belajar mengkonfirmasi jawaban dengan cara lain dan memberikan kesimpulan terhadap pemecahan masalah yang telah dilakukan Lestari et al.

(2021); Polya (1973). Aktivitas ini hampir sama sulitnya dengan merencanakan penyelesaian masalah. Tetapi siswa memperoleh rerata skor tertinggi. Kedua tahap ini sama-sama menuntut siswa untuk mencari dan mengumpulkan banyak informasi terkait cara-cara penyelesaian masalah. Perbedaan hasil yang sangat bertolak belakang dimungkinkan karena pada aktivitas merencanakan penyelesaian masalah dilakukan terlebih dahulu daripada aktivitas memeriksa kembali. Sehingga, dengan target kemampuan yang sama dari aktivitas tersebut, maka siswa sudah terlatih ketika melakukan pemeriksaan kembali. Siswa tidak lagi merasa terlalu kesulitan karena sudah berlatih pada aktivitas merencanakan penyelesaian masalah. Meskipun begitu, kedua indikator tersebut tetap memiliki perbedaan. Aktivitas memeriksa kembali melatih siswa melakukan analisis, evaluasi, bahkan elaborasi terhadap rangkaian aktivitas pemecahan masalah untuk kemudian ditemukan konsep maupun pengetahuan baru bagi dirinya (Polya, 1973).

(9)

199

Aktivitas siswa dalam memahami masalah sudah bagus. Siswa mampu mengetahui maksud dari persoalan (dapat menyebutkan apa yang diketahui dan ditanyakan dari masalah). Selain itu, siswa juga sudah cukup bagus dalam melakukan aktivitas menyelesaikan masalah sesuai rencana. Pada tahap ini siswa dilatih melakukan perhitungan sesuai dengan prosedur yang telah dibuat sebelumnya. Meskipun kedua indikator tersebut menunjukkan hasil yang cukup bagus, tetapi aktivitas ini masih dapat dimaksimalkan dengan aktif melatihkannya kepada siswa melalui inovasi dan kreatifitas guru dalam mengembangkan perangkat pembelajaran khususnya di era pandemi covid-19 dengan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh seperti yang dilaksanakan saat ini. Tetap mentargetkan pengalaman belajar bermakna selama pelaksanaan pembelajaran jarak jauh ini penting untuk diterapkan agar kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa tetap terasah dan berkembang. Cheng et al. (2018); Tambunan (2019) mendukung dengan menuturkan bahwa indikator kemampuan pemecahan masalah adaptasi Polya mampu meningkatkan pemikiran tingkat tinggi siswa. Kemampuan berpikir tingkat tinggi akan lebih mudah dilatihkan kepada siswa, jika siswa sudah memiliki pemahaman konsep yang baik.

Kemampuan pemahaman konsep dapat dilatihkan melalui aktivitas pembelajaran yang berbasis pendekatan saintifik seperti model pembelajaran STEM, project based learning (PjBL), STEM-PjBL, discovery learning,

(Cheng et al., 2018; Khumairah et al., 2018;

Novalia et al., 2021; Purwaningsih et al., 2020).

SIMPULAN

Rerata skor tes kemampuan pemecahan masalah siswa menunjukkan hasil bahwa siswa sudah mampu melakukan pemecahan masalah dengan cukup bagus tetapi kemampuan tersebut masih dapat diasah dan dimaksimalkan lagi selama pelaksanaan pembelajaran jarak jauh untuk studi dan kompetensi di masa depan.

Kemampuan pemecahan masalah dapat dilatihkan melalui model-model pembelajaran berbasis pendekatan saintifik.

DAFTAR PUSTAKA

Abidinsyah, A., Ramdiah, S., & Royani, M.

(2019). The implementation of local wisdom-based learning and HOTS-based assessment : Teacher survey in Banjarmasin. Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia, 5(3), 407–414.

http://dx.doi.org/10.22219/jpbi.v5i3.9910 Abtokhi, A., Jatmiko, B., & Wasis, W. (2021).

Problem-Solving Skills in Online Basic Physics Learning. Journal of Technology and Science Education, 11(2), 541–555.

Af-idah, N. Z., & Suhendar, U. (2020). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Berdasarkan Teori APOS saat Diterapkan Program Belajar dari Rumah. Jurnal Edupedia, 4(2), 103–112.

Ahied, M., Muharrami, L. K., Fikriyah, A., &

Rosidi, I. (2020). Improving students’

scientific literacy through distance learning with augmented reality-based multimedia amid the covid-19 pandemic.

Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 9(4), 499–511.

https://doi.org/10.15294/jpii.v9i4.26123 Alberida, H., Lufri, Festiyed, & Barlian, E.

(2018). Problem Solving Model for Science Learning. IOP Conference Series:

Materials Science and Engineering, 335(1). https://doi.org/10.1088/1757-

(10)

200

899X/335/1/012084

Alwan, M. (2018). Pengembangan Multimedia E-Book 3D Berbasis Mobile Learning untuk Mata Pelajaran Geografi SMA Guna Mendukung Pembelajaran Jarak Jauh. At-Tadbir STAI Daru; Kamal NW Kembang Kerang, 1(2), 26–40.

http://ejournal.kopertais4.or.id/sasambo/in deks.php/atTadbir

Arif, S. (2019). Higher Order Thinking Skills (HOTS) Analysis on Teachers’s Questions in the Final Examination of Bahasa dan Sastra Indonesia at Senior High School 7 Medan. Budapest International Research and Critics in Linguistics and Education (BirLE) Journal, 2(4), 172–178.

https://doi.org/10.33258/birle.v2i4.504 Arifuddina, M., Mastuangb, & Mahardikac, A.

I. (2017). Improving Problem Solving Skill in Physics through Argumentation Strategy in Direct Instruction Model.

International Journal of Sciences: Basic and Applied Research, 35(August), 348–

353.

http://gssrr.org/index.php?journal=Journal OfBasicAndApplied

Bogard, T., Liu, M., & Chiang, Y. hui V.

(2013). Thresholds of knowledge development in complex problem solving:

A multiple-case study of advanced learners’ cognitive processes. Educational Technology Research and Development,

61(3), 465–503.

https://doi.org/10.1007/s11423-013-9295- 4

Campbell, N. A., & Reece, J. B. (2012).

Biology Edisi 8 Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Cheng, S. C., She, H. C., & Huang, L. Y.

(2018). The impact of problem-solving instruction on middle school students’

physical science learning: Interplays of knowledge, reasoning, and problem solving. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education, 14(3), 731–743.

https://doi.org/10.12973/ejmste/80902 Cindikia, M., Achmadi, H. R., Prahani, B. K.,

& Mahtari, S. (2020). Profile of Students’

Problem Solving Skills and the Implementation of Assisted Guided Inquiry Model in Senior High School.

Studies in Learning and Teaching, 1(1),

52–62.

https://doi.org/10.46627/silet.v1i1.22 Dewey, J. (1916). Democracy and Education:

An Introduction to the Philosophy of Education. New York: Coulumbia University.

Dewi, W. A. F. (2020). Dampak COVID-19 terhadap Implementasi Pembelajaran Daring di Sekolah Dasar. Edukatif : Jurnal Ilmu Pendidikan, 2(1), 55–61.

https://doi.org/10.31004/edukatif.v2i1.89 Franestian, I. D., Suyanta, & Wiyono, A.

(2020). Analysis problem solving skills of student in Junior High School. Journal of Physics: Conference Series, 1440(1).

https://doi.org/10.1088/1742- 6596/1440/1/012089

G, P. (1973). How to Solve it. Peinceton University Press.

Harefa, N., & Purba, L. S. L. (2020). Problem solving skills improvement and the impact on students’ learning outcomes: Learning based e-project. Journal of Physics:

Conference Series, 1567(2).

https://doi.org/10.1088/1742- 6596/1567/2/022038

Harisuddin, M. I. (2021). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Dan Kemandirian Belajar Siswa Dengan Pjj Dimasa Covid-19. Teorema: Teori Dan Riset Matematika, 6(1), 98.

https://doi.org/10.25157/teorema.v6i1.468 3

Hendriana, H., Purwasih, R., Triawan, E., Prasetio, Y., & Satria, T. (2018). Analysis of Student Problem Solving Skill and Activity Concentration on a Senior High School. Al-Jabar : Jurnal Pendidikan

Matematika, 9(1), 1.

https://doi.org/10.24042/ajpm.v9i1.2068 Irvani, A. I., Warliani, R., & Fauziyyah, S. A.

(2020). Analysis of Students Problem Solving Skill from Online Worksheets with Integration of Video Demonstration.

International Conference on Learning and Advanced Education, 2018, 140–144.

Jonassen, D. H., & Tessmer, M. (1996). An outcomes-based taxonomy for the design, evaluation, and research on instructional systems. Training Research Journal, 2, 97–109. http://tecfa.unige.ch/staf/staf- e/vimare/staf18/Documentation/cidrtax.pd f

(11)

201

Kanida, A. (2020). Analisis Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika dengan Metode Pembelajaran Jarak Jauh Pokok Bahasan Segiempat. Jurnal Equation, 3(2), 118–127.

Kemdikbud. (2020). Panduan Pembelajaran Jarak Jauh. Kementrian Pendidikan Dan

Kebudayaan, 28.

https://bersamahadapikorona.kemdikbud.

go.id/panduan-pembelajaran-jarak-jauh/

Khumairah, K., Gunawan, G., & Sridana, N.

(2018). Interactive Multimedia Development on Fluid Concept and its Implementation through Discovery Learning Model to Improve Student Problem Solving Ability. SCITEPRESS – Science and Technology Publications,

Aes, 433–438.

https://doi.org/10.5220/000730570433043 8

Latip, A. (2021). Peran Literasi Teknologi Informasi Dan Komunikasi Pada Pembelajaran Jarak Jauh Di Masa Pandemi Covid-19. EDUTECH : Jurnal Inovasi Pendidikan Berbantuan Teknologi, 1(1), 11–20.

https://doi.org/10.51878/edutech.v1i1.176 Lavoie, D. R. (1993). The development, theory,

and application of a cognitive-network model of prediction problem solving in biology. Journal of Research in Science Teaching, 33(7), 767–785.

https://doi.org/10.1002/tea.3660300713 Lestari, W., Kusmayadi, T. A., & Nurhasanah,

F. (2021). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Ditinjau Dari Perbedaan Gender. AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika,

10(2), 1141.

https://doi.org/10.24127/ajpm.v10i2.3661 Mulyana, Siagian, N., Basid, A., Saimroh,

Sovitriana, R., Habibah, N., Saepudin, J., Maimunah, M. A., Muaripin, & Oktavian, C. N. (2020). Pembelajaran Jarak Jauh Era Covid-19. In Litbangdiklat Press.

www.balitbangdiklat.kemenag.go.id Muniroh, L., & Nursyahidah, F. (2020).

Analisis kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dalam menyelesaikan soal cerita ditinjau dari gaya kognitif impulsif pada masa pandemi covid-19.

Seminar Nasional Matematika Dan Pendidikan Matematika, 5(2015), 352–

359.

Nirwana, M., Mohamad Nur, & Budi Jatmiko.

(2021). The Problem-Solving Skills Profile of Tsanawiyah Islamic School Students in the Vibration, Wave, and Sound Learning Materials. IJORER : International Journal of Recent Educational Research, 2(2), 158–170.

https://doi.org/10.46245/ijorer.v2i2.86 Novalia, I., Utami, P., Rostikawati, R. T., &

Lathifah, S. S. (2021). The Effect of Discovery Learning Model Towards Biology Problem Solving. Journal of Biology Education Research (JBER), 2(1), 14–20.

Nugraheni, D. (2021). Penerapan Media Pembelajaran Google Classroom Materi Vektor Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa. WaPFi (Wahana Pendidikan Fisika), 6(1), 70–75.

https://ejournal.upi.edu/index.php/WPF/ar ticle/view/32452/13988

Prayitno, B. A., Suciati, & Titikusumawati, E.

(2018). Enhancing Students’ Higher Order Thinking Skills in Science Through INSTAD Strategy. Journal of Baltic Science Education, 17(6), 1046–1055.

Purnomo, H., Mansir, F., Tumin, T., &

Suliswiyadi, S. (2020). Pendidikan Karakter Islami Pada Online Class Management di SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta Selama Pandemi Covid-19.

Jurnal Tarbiyatuna, 11(1), 91–100.

https://doi.org/10.31603/tarbiyatuna.v11i1 .3456

Purwaningsih, E., Sari, S. P., Sari, A. M., &

Suryadi, A. (2020). The effect of stem- pjbl and discovery learning on improving students’ problem-solving skills of the impulse and momentum topic. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 9(4), 465–476.

https://doi.org/10.15294/jpii.v9i4.26432 Qamar Rachmawati, O., Kurnia Prahani, B., &

Mubarok, H. (2022). Profile of Students’

Physics Problem-solving Skills and Implementation of Quizizz-based Team Games Tournament (QTGT) Method in Physics Learning. JIPF (Jurnal Ilmu Pendidikan Fisika), 7(1), 82–93.

Ratnasari, N., Sarwanto, S., & Prayitno, B. A.

(2020). Alas Kandung-based science learning tools to optimize students’

critical thinking skills. JPBI (Jurnal

(12)

202

Pendidikan Biologi Indonesia), 6(2), 233–

242.

https://doi.org/10.22219/jpbi.v6i2.12090 Sunarno, W. (2017). IPA Terpadu. Surakarta:

Universitas Sebelas Maret.

Tambunan, H. (2019). The Effectiveness of the Problem Solving Strategy and the Scientific Approach to Students’

Mathematical Capabilities in High Order Thinking Skills. International Electronic Journal of Mathematics Education, 14(2), 293–302.

https://doi.org/10.29333/iejme/5715 Widiasih, Permanasari, A., Riandi, &

Damayanti, T. (2018). The profile of problem-solving ability of students of distance education in science learning.

Journal of Physics: Conference Series, 1013(1). https://doi.org/10.1088/1742- 6596/1013/1/012081

Wisudawati, A. W., & Sulistyowati, E. (2015).

Metodologi Pembelajaran IPA. Jakarta:

Bumi Aksara.

https://scholar.google.co.id/citations?user

=UnspOcgAAAAJ&hl=en%0D

Y., N. M. (2020). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah Luas Dan Keliling Trapesium Dan Belah Ketupat Melalui Pembelajaran Daring Selama Kondisi Covid-19. Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rumusan masalah bahwa kemampuan siswa dalam berbicara bahasa inggris masih rendah, maka pemecahan permasalahan tersebut ialah melalui tindakan dengan menggunakan