• Tidak ada hasil yang ditemukan

profil penggunaan obat pada pasien penyakit dispepsia

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "profil penggunaan obat pada pasien penyakit dispepsia"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Profil kesehatan tahun 2010 menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2004 menyebutkan dispepsia menempati urutan ke-6 dalam 10 besar kategori rawat jalan dengan penyakit terbesar di rumah sakit Indonesia dengan jumlah kasus sebanyak 88.599 kasus (Kemenkes, 2010). Di wilayah Indonesia diperkirakan sekitar 15 - 40% penduduk menderita dispepsia. Dispepsia juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu peningkatan sekresi asam lambung, serta faktor makanan yang mempengaruhi terjadinya dispepsia melalui pola makan, faktor lingkungan mempengaruhi terjadinya dispepsia seseorang, dan faktor psikologis juga mempengaruhi terjadinya dispepsia seseorang, seperti ketika seseorang stres (Purnasari, 2019 ). WHO (World Health Organization) pada tahun 2015 menemukan bahwa pada kasus dispepsia dunia, jumlah penduduk di setiap negara mencapai 13-40%.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menemukan bahwa prevalensi dispepsia di seluruh dunia bervariasi tergantung pada definisi yang digunakan dan lokasi geografis. Sedangkan di kawasan Asia-Pasifik, dispepsia merupakan keluhan umum, dengan prevalensi berkisar 10-20% (Purnamasari, 2019). Sesuai dengan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang profil penggunaan obat pada pasien dispepsia rawat jalan di Puskesmas Arut Selatan Pangkalan Bun tahun 2021.

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA

Dispepsia

  • Pengertian Dispepsia
  • Etiologi Dispepsia
  • Klasifikasi Dispepsia
  • Patofisiologis Dispepsia
  • Manifestasi Klinik Dispepsia
  • Penatalaksanaan Dispepsia

Klasifikasi dispepsia dibagi menjadi 2 jenis, yaitu dispepsia organik dan dispepsia fungsional atau dispepsia non-organik. Sedangkan dispepsia fungsional atau dispepsia anorganik yang muncul dalam beberapa minggu, tidak disebabkan oleh kelainan atau kelainan struktur pada organ menurut pemeriksaan klinis, laboratorium, radiologis dan endoskopi (Djojodiningrat D, 2014). Proses patofisiologis yang paling sering dibahas yang mungkin terkait dengan dispepsia fungsional adalah sekresi dan peradangan asam lambung, gangguan psikologis, dismotilitas gastrointestinal, infeksi Helicobacter pylori, faktor diet dan lingkungan (Djojodiningrat D, 2014).

Perut yang kosong dapat menyebabkan pengikisan pada lambung karena gesekan antar dinding lambung dapat menyebabkan asam lambung naik (Djojodiningrat D, 2014). Tidak ada ciri-ciri kepribadian yang telah diidentifikasi untuk kelompok yang ada dengan dispepsia fungsional, meskipun satu penelitian menemukan bahwa dispepsia fungsional ditandai dengan masa kanak-kanak yang tidak bahagia, pelecehan seksual, atau gangguan mental (Abdullah Murdani, 2012). Mekanisme kerja antagonis reseptor 𝐻2 adalah penghambatan sekresi asam lambung oleh penghambatan kompetitif reseptor 𝐻2 yang terdapat pada sel parietal dan penghambatan sekresi asam lambung yang dirangsang oleh makanan, ketazol, pentagrastin, kafein, insulin dan refleks fisiologis vagal (Katzung, 2017) . c) Penghambat pompa proton.

Golongan obat ini menghambat sekresi asam lambung pada fase akhir proses sekresi asam lambung. Prostaglandin sintetik seperti sucralfate, misoprostol. Selain bersifat sitoprotektif, juga dapat menghambat sekresi asam lambung oleh sel parietal. Dosis domperidone 10 sampai 20 mg setiap 4 sampai 8 jam, dispepsia fungsional 10 sampai 20 mg 3 kali sehari, tablet dan metoclopramide 10 mg 3 kali dengan lama pengobatan maksimal 5 hari dalam bentuk tablet dan kaplet.

Kelas obat yang ada efektif dalam mengobati dispepsia fungsional serta refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan meningkatkan pembersihan asam lambung. Metoclopramide merangsang motilitas gastrointestinal bagian atas tanpa merangsang sekresi asam lambung, empedu atau pankreas. Dispepsia sering disebabkan oleh pengeluaran asam lambung yang berlebihan sehingga menyebabkan kandungan asam lambung meningkat dan rasa tidak nyaman pada lambung yaitu mual.

Obat yang diberikan sangat terfokus pada pengobatan simtomatik dan pengobatan sekresi asam lambung, golongan obat yang tercantum adalah: sitoprotektif, prokinetik, antagonis reseptor 2, penghambat pompa asam, antikolinergik dan antasida.

Profil Puskesmas

  • Definisi Puskesmas
  • Tujuan Puskesmas
  • Kategori Puskesmas
  • Fungsi Puskesmas
  • Profil Puskesmas Arut Selatan
  • Lingkungan Sosial Ekonomi
  • Visi dan Misi Puskesmas Arut Selatan
  • Rawat Jalan

Puskesmas non rumah sakit adalah puskesmas yang tidak memberikan pelayanan rumah sakit selain pertolongan persalinan normal. Puskesmas rawat inap adalah pusat kesehatan dengan tambahan sumber daya yang disediakan untuk penyelenggaraan pelayanan rumah sakit sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2014 No. 75 tentang Puskesmas, Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerja yang ada.

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Arut Selatan terletak di Kecamatan Arut Selatan, Kabupaten Kotawaringin Barat. Wilayah kerja Puskesmas Arut Selatan kurang lebih 116,5 km², yang meliputi 1,29% daratan dan 98,71% merupakan rawa. Pada tahun 1932 pemerintah kolonial Belanda pertama kali membangun rumah sakit di tengah kota Pangkalan Bun, karena perkembangan dan perubahan zaman yang membuat rumah sakit tersebut tidak dapat bertahan karena lokasinya yang kurang luas, maka pada akhir tahun 1980 terjadi perubahan. lokasi antara Puskesmas Arut Selatan dan Umum.

Puskesmas Arut Selatan diharapkan mampu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu kepada 9.279 jiwa yang terdiri dari 4.756 laki-laki dan 4.523 perempuan. Total kunjungan ke Puskesmas JKN Arut Selatan sebanyak 13.632 orang yang terdiri dari pasien umum sebanyak 9.087 orang dan JKN BPJS Kesehatan sebanyak 924 orang. Pada tahun 2010 Puskesmas Arut Selatan mendapatkan sertifikat ISO, pada tahun 2017 Puskesmas Arsel mendapatkan akreditasi 9001:2008 pertama kali di Kalimantan Tengah.

Terwujudnya kemandirian masyarakat Hidup Sehat di wilayah kerja Puskesmas Arut Selatan yang Sejahtera, Adil dan Jaya. Untuk mewujudkan visi dan misi yang digariskan dalam Motto Sundhedscentret Syd Arut adalah sebagai berikut : ARSEL atau Safe Friendly Shat Economical Direct. Pengobatan rawat jalan adalah pelayanan medis yang diperuntukkan bagi pasien yang tidak dalam bentuk rawat inap.

Pengertian rawat jalan tidak hanya dilakukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan yang diakui, misalnya di rumah sakit atau klinik, tetapi juga dilakukan di rumah pasien dan panti jompo.

Tabel 2. 1 Data Jumlah Kunjungan di Puskesmas Arut Selatan
Tabel 2. 1 Data Jumlah Kunjungan di Puskesmas Arut Selatan

Studi Penelitian Yang Relevan

KERANGKA KONSEPTUAL

Kerangka Konseptual

Kerangka Empiris

Variabel terikat yang digunakan pada penelitian yang ada adalah penggunaan obat dispepsia pada penderita dispepsia. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien gangguan pencernaan yang menggunakan obat gangguan pencernaan rawat jalan di Puskesmas Arut Selatan Pangkalan Bun tahun 2021. Sampel dari penelitian ini adalah pasien gangguan pencernaan yang menggunakan obat gangguan pencernaan rawat jalan yang diperoleh dari resep Puskesmas Arut Selatan Pangkalan tahun 2021. .

Pada penelitian profil penggunaan obat pada pasien dispepsia rawat jalan di Puskesmas Arut Selatan Pangkalan Bun tahun 2021, besar sampel akan dianalisis dan dihitung dengan menggunakan rumus solvine. Pasien dispepsia menggunakan pengobatan dispepsia rawat jalan yang diperoleh dari resep di Puskesmas Arut Selatan Pangkalan Bun tahun 2021. Instrumen yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan adalah resep untuk pasien dispepsia rawat jalan yang menggunakan terapi dispepsia.

Hasil analisis disajikan secara deskriptif dalam bentuk grafik/tabel persentase berdasarkan tujuan penelitian pada pasien dispepsia rawat jalan di Puskesmas Arut Selatan Pangkalan Bun tahun 2021. Pada penelitian ini data resep pasien dispepsia rawat jalan yang menggunakan obat dispepsia pengobatan selama bulan Januari – Desember digunakan tahun 2021. Pengelompokan pasien berdasarkan diagnosis, yang bertujuan untuk mengetahui jumlah pasien berdasarkan dispepsia di Puskesmas Arut Selatan Pangkalan Bun tahun 2021, dapat dilihat pada tabel berikut.

Gambar 6 menunjukkan bahwa pada penderita dispepsia, obat yang paling sering digunakan dari kelompok multivitamin adalah vitamin (B1, B kompleks dan C) dengan jumlah kegunaannya. Penggunaan obat bersamaan pada pasien dispepsia pada penelitian ini tidak memasukkan penggunaan golongan antibiotik karena tidak terdapat infeksi Helicobacter pylori. Berdasarkan hasil survei profil penggunaan obat pada pasien rawat jalan dengan dispepsia di Puskesmas Arut Selatan Pangkalan Bun tahun 2021, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

  • Waktu Penelitian
  • Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Puskesmas Arut Selatan, Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah.

Desain Penelitian

Variabel Penelitian

  • Variabel Dependen
  • Variabel Independen

Populasi, Sampel dan Sampling

  • Populasi
  • Sampel
  • Besar Sample
  • Sampling

Pasien dengan resep lengkap (umur, jenis kelamin, diagnosa, golongan obat, jenis obat, dosis obat, bentuk sediaan, cara pemberian obat, frekuensi, obat pendamping dan terapi kombinasi). Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel non random berdasarkan beberapa pertimbangan yang ditentukan oleh peneliti dengan menggunakan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

Kerangka Kerja

Instrumen Penelitian

Definisi Operasional

Pengumpulan Data

Pada penelitian yang dilakukan diawali dengan perancangan proposal penelitian kemudian direkomendasikan untuk diterapkan di Puskesmas Arut Selatan Pangkalan Bun setelah mendapat persetujuan penelitian kemudian dilakukan penelitian dengan penatalaksanaan resep pada pasien dispepsia. Resep-resep tersebut kemudian diambil sampelnya dengan menggunakan teknik purposive sampling kemudian diolah sesuai dengan tujuan penelitian melalui analisis deskriptif berdasarkan tujuan penelitian.

Analisis Data

Etika Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karateristik Pasien

  • Pasien Penyakit Dispepsia Berdasarkan Jenis Kelamin
  • Pasien Penyakit Dispepsia Berdasarkan Usia
  • Pasien Penyakit Dispepsia Berdasarkan Diagnosa

Sampel yang diperoleh adalah 100 pasien yang memenuhi kriteria inklusi dengan diagnosis Dispepsia disertai obat penyerta di Puskesmas Arut Selatan Pangkalan Bun tahun 2021. Pengelompokan pasien berdasarkan jenis kelamin bertujuan untuk mengetahui jenis kelamin mana yang memiliki kasus dispepsia terbanyak. , yang dapat dilihat pada tabel berikut. Gambar 1 menunjukkan bahwa pasien yang lebih banyak terkena dispepsia berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan, sebanyak 74 pasien (74%) dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki, 26 (26%).

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Srikandi, Mukaddas dan Faustine pada tahun 2017 yang menyatakan bahwa pasien dispepsia berjenis kelamin perempuan lebih banyak mengalami dispepsia yaitu sebanyak 178 pasien (68,99%) sedangkan pasien dengan dispepsia. Seseorang dengan kondisi mental yang terganggu, cemas, stres dan ketika seseorang dihadapkan pada masalah atau terlalu banyak berpikir dapat meningkatkan sekresi asam lambung yang akan menyebabkan dispepsia (Dewi, 2017). Selain itu, ternyata juga ada faktor makanan yang juga mempengaruhi wanita penderita dispepsia, dimana jadwal makan seringkali tidak teratur, sehingga terjadi jeda yang lama atau lama diantara waktu makan.

Pengelompokan pasien berdasarkan usia untuk menentukan kategori usia pasien dispepsia yang terbagi menjadi 5 kelompok yaitu pada kategori usia 18-25 tahun, 26-35 tahun, 36-45 tahun, 46-55 tahun dan 56- Usia 65 tahun dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel di atas menunjukkan bahwa pasien dengan rentang usia 56-65 tahun lebih mungkin menderita dispepsia karena menyebabkan gangguan kesehatan pada tubuh seiring bertambahnya usia dan juga karena kebiasaan seseorang yang sering dikaitkan dengan gaya hidup seseorang, pola makan yang tidak teratur, serta tekanan dari lingkungan kerja maupun dari keluarga dan lingkungan sosial yang sangat mempengaruhi keadaan psikologis seseorang (Susilawati, 2013). 3 menunjukkan bahwa pada dispepsia tanpa penyakit penyerta, jumlah penderita didapatkan bila disebabkan oleh keadaan jiwa seseorang yang terganggu, cemas, stress dan bila seseorang dihadapkan pada suatu masalah atau pikiran yang berlebihan akan meningkatkan sekresi asam lambung, yang menyebabkan dispepsia akan menyebabkan (Devi, 2017).

Selain itu, ternyata juga terdapat faktor pola makan yang juga mempengaruhi wanita penderita dispepsia, dimana jadwal makan seringkali tidak teratur sehingga terjadi jeda waktu yang lama atau lama (Hidayaturrami, 2018).

Profil Penggunaan Obat Penyakit Dispepsia

  • Pola penggunaan obat penyakit dispepsia
  • Bentuk sediaan dan rute pemberian obat dispepsia
  • Obat penyerta pada pasien penyakit dispepsia
  • Terapi Kombinasi

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan penelitian didapatkan karakteristik penderita dispepsia sebanyak 74 wanita (74%), sedangkan laki-laki dengan rentang usia 56-65 tahun sebanyak 26 (26%) mengalami dispepsia tanpa penyakit penyerta, didapatkan jumlah penderita.

Saran

Gambar

Tabel 2. 1 Data Jumlah Kunjungan di Puskesmas Arut Selatan
Gambar 4.5 Kerangka Kerja Penelitian Populasi
Tabel 4.1 Definisi Operasional Variabel
Tabel 5. 4 Pola Penggunaan Obat Dispepsia
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian mengenai persentase penambahan minyak kelapa sawit yang tepat dalam pembuatan edible film protein whey ditinjau dari

4 ROLE OF IP RIGHTS IN GREEN TECHNOLOGIES In 2013 the World Intellectual Property Organization “WIPO” joined the fight against global climate change by launching an on-line