• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil penggunaan obat tradisional sebagai Swamedikasi penyakit ispa oleh masyarakat di Desa Kabukarudi Kabupaten Sumba Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Profil penggunaan obat tradisional sebagai Swamedikasi penyakit ispa oleh masyarakat di Desa Kabukarudi Kabupaten Sumba Barat"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

i

PROFIL PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL SEBAGAI SWAMEDIKASI PENYAKIT ISPA OLEH MASYARAKAT DI DESA

KABUKARUDI KABUPATEN SUMBA BARAT

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S, Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Belinda Regi Maloa NIM: 188114104

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2022

(2)

ii

PROFIL PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL SEBAGAI SWAMEDIKASI PENYAKIT ISPA OLEH MASYARAKAT DI DESA

KABUKARUDI KABUPATEN SUMBA BARAT

SKRIPSI

Diajukan untuk memperoleh Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S, Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Belinda Regi Maloa NIM: 188114104

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2022

(3)

iii

Persetujuan Pembimbing

PROFIL PENGETAHUAN MASYARAKAT TERKAIT PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL UNTUK SWAMEDIKASI

PENYAKIT ISPA DI DESA KABUKARUDI

Skripsi yang diajukan oleh:

Belinda Regi Maloa NIM: 188114104

telah disetujui oleh

Pembimbing

(Dr.apt.Erna Tri Wulandari) Tanggal, 20 Desember 2022

.

(4)

iv

Pengesahan Skripsi Berjudul

PROFIL PENGGUNAAN OBAT TRADISIONAL SEBAGAI SWAMEDIKASI PENYAKIT ISPA OLEH MASYARAKAT DI

DESA KABUKARUDI KABUPATEN SUMBA BARAT

Oleh:

Belinda Regi Maloa NIM: 0881142104

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma pada tanggal: selasa, 20 Desember 2022

Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Dekan

(Dr. apt. Dewi Setyaningsih)

Panitia Penguji: Tanda tangan

1. apt. Putu Dyana Christasani, M.Sc.

2. Dr.apt. Erna Tri Wulandari 3. Dr. apt. Yustina Sri Hartini

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tak berkesudahan kasih setia TUHAN tak habis-habisnya rahmatnya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-mu

Ratapan 3: 22-23

Karya ini saya persembahkan untuk:

Tuhan Yang Maha Esa Kedua orang tua saya dan keluarga, teman-teman saya serta Almamater yang tercinta

(6)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini saya tulis sendiri dan tidak memuat karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, dengan mengikuti ketentuan sebagaimana layaknya karya ilmiah. Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Yogyakarta, ...

Penulis,

(Belinda Regi Maloa)

(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Belinda Regi Maloa Nomor Mahasiswa : 188114104

Dengan pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan karya ilmiah saya kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang berjudul:

Profil Penggunaan Obat Tradisional Sebagai Swamedikasi Penyakit ISPA oleh Masyarakat Di Desa Kabukarudi Kabupaten Sumba Barat.

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta….

Pada tanggal: 26 September 2022 Yang menyatakan

(Belinda Regi Maloa)

(8)

viii PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala kebaikan dan kemurahannya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, dengan judul

“Profil Penggunaan Obat Tradisional Sebagai Swamedikasi Penyakit ISPA oleh Masyarakat Di Desa Kabukarudi Kabupaten Sumba Barat” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Farmasi (S. Farm.) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyelesaian naskah skripsi ini banyak mendapat dukungan, bimbingan bantuan dan kemudahan dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. apt. Dewi Setyaningsih selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

2. Pak Dr. Florentinus Dika Octa Riswanto selaku Kepala Prodi Studi S1 Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

3. Ibu Dr.apt. Erna Tri Wulandari selaku dosen pembimbing skripsi yang membimbing, membantu dan memberikan ilmunya serta mendedikasikan waktunya, dukungan dengan memberikan kritikan dan saran untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Ibu apt. Putu Dyana Christasani, M.Sc. dan Ibu Dr. apt. Yustina Sri Hartini selaku dosen penguji atas semua masukan dan saran serta dukungan yang telah diberikan.

5. Bupati Sumba Barat melalui Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DPMPTSPKT) yang memberikan izin dalam melakukan penelitian kepada penuliS kepada masyarakat di Desa Kabukarudi.

6. Kedua orang tua saya Bapak Lukas Lawu Maloa, Ibu Elisabeth Leda, adik saya Hezron Higa Maloa dan semua keluarga yang selalu mendukung saya dalam doa, biaya kuliah, dan dukungan yang selalu ada sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

7. Untuk Maria Yuniati Ambu yang telah menemani dalam pelaksanaan penelitian.

(9)

ix

Dalam proses penyusunan skripsi penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis sangat membutuhkan segala macam bentuk kritikan, saran dan masukan untuk membangun agar naskah skripsi ini menjadi lebih baik lagi dan dapat memberikan manfaat dan referensi dalam pengetahuan perkembangan ilmu kedepannya di bidang Farmasi.

Yogyakarta, 26 September 2022 Penulis

(Belinda Regi Maloa)

(10)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN...iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...vi

PRAKATA...vii

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL...x

DAFTAR LAMPIRAN...xi

ABSTRAK...xii

ABSTRAK…... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN… ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Keaslian Penelitian ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...5

A. Swamedikasi ... 5

B. Obat Tradisional ... 5

C. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ... 7

E. Keterangan Empiris ... 10

BAB III METODE PENELITIAN ... 11

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 11

B. Variabel Penelitian ... 11

C. Definisi Operasional ... 11

D. Subjek Penelitian ... 13

(11)

xi

E. Teknik Sampling ... 14

D. Instrumen Penelitian ... 14

F. Tata Cara Penelitian ... 15

G. Teknik Pengolahan Data ... 16

H. Teknik Analisis Data... 18

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 19

A. Uji Validitas... 19

B. Uji Pemahaman Bahasa... 20

C. Profil Karakteristik Responden... ... 20

D. Profil Penggunaan Obat Tradisional Swamedikasi ISPA... 24

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

A. Kesimpulan ... 34

B. Saran ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

LAMPIRAN ... ... 38

BIOGRAFI PENULIS .. ... 46

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Indikator Kuesioner………...………….………...15 Tabel II. Hasil Kuesioner Berdasarkan Usia…………...….……..…...………..20 Tabel III. Hasil Kuesioner Berdasarkan Jenis Kelamin…...…………..……...21 Tabel IV. Hasil Kuesioner Berdasarkan Pendidikan...22 Tabel V. Hasil Kuesioner Berdasarkan Pekerjaan………..………….23 Tabel VI. Hasil Kuesioner Profil Penggunaan Obat Tradisional

Berdasarkan Tujuan...24 Tabel VII. Hasil Kuesioner Profil Penggunaan Obat Tradisional

Berdasarkan Alasan...25 Tabel VIII. Hasil Kuesioner Profil Penggunaan Obat Tradisional

Berdasarkan Gejala... ...26 Tabel IX. Hasil Kuesioner Profil Penggunaan Obat Tradisional

Berdasarkan Berapa Kali Penggunaan... ...27 Tabel X. Hasil Kuesioner Profil Penggunaan Obat Tradisional

Berdasarkan Jenis Obat...27 Tabel XI. Hasil Kuesioner Profil Penggunaan Obat Tradisional

Berdasarkan Cara Mendapatkan...29 Tabel XII. Hasil Kuesioner Profil Penggunaan Obat Tradisional

Berdasarkan Lama Penggunaan...30 Tabel XII. Hasil Kuesioner Profil Penggunaan Obat Tradisional

Berdasarkan Efek Samping...31 Tabel XIV. Hasil Kuesioner Profil Penggunaan Obat Tradisional

Berdasarkan Mengatasi Efek Samping...31 Tabel XV. Hasil Kuesioner Profil PenggunaanObatTradisional

Berdasarkan Lama Efek Samping Bagi Penyembuhan...32 Tabel XVI. Hasil Kuesioner Profil Penggunaan Obat Tradisional

Berdasarkan Sumber Informasi...32

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Persetujuan Menjadi Subjek Penelitian ... 39

Lampiran 2. Identitas Responden ... 40

Lampiran 3. Surat Etchical Clereanse ... 41

Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian Kampus ... 42

Lampiran 5. Surat Ijin Penelitian di Tempat Penelitian ... 43

(14)

xiv ABSTRAK

Penggunaan obat tradisional oleh masyarakat sebagai pengobatan sendiri untuk pengobatan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di Desa Kabukarudi Kabupaten Sumba Barat. Penduduk Indonesia yang melakukan swamedikasi (self treated) sebesar 66,19 %. provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 65,25 %, dari presentasi tersebut dikatakan bahwa sikap swamedikasi di masyarakat Nusa Tenggara Timur tergolong masih tinggi.

Penelitian bersifat non eksperimental dengan metode deskriptif yang digunakan untuk melihat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif.

Rancangan penelitian menggunakan studi cross-sectional, penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai alat untuk mengumpulkan data. Data yang diperoleh kemudian dianalisis deskriptif dengan perhitungan persentase.

Hasil penelitian menunjukan bahwa bahan baku obat tradisional yang digunakan adalah Jahe (35%), alasan menggunakan obat tradisional adalah mudah diperoleh (39%), cara menggunakan obat tradisional dengan diminum (100%), lama menggunakan obat tradisional sampai sembuh (59%), masyarakat sering sekali menggunakan obat tradisional (50%), bahan obat tradisional berasal dari pekarangan rumah (32%), keluhan yang diobati diobati adalah batuk pilek (38%), tujuan menggunakan obat tradisional untuk mengobati penyakit ringan (56%), untuk merasakan efek dari penggunaan obat tradisional tersebut butuh waktu 1 bulan (36%), tidak ada efek samping yang dirasakan (87%), efek samping yang dirasakan menunjukan tidak ada dengan jumlah (95%), sumber informasi yang didapatkan dari keluarga (42%).

Kata Kunci: Obat tradisional, Swamedikasi, Penggunaan, Radang tenggorokan

(15)

xv ABSTRACT

The use of traditional medicine by the community as self-medication for the treatment of acute respiratory infections (ARI) in Kabukarudi Village, West Sumba Regency. The population of Indonesia who do self-medication (self treatment) is 66.19%. East Nusa Tenggara province by 65.25%, from the presentation it was said that the attitude of self-medication in the people of East Nusa Tenggara was still high.

This research is non-experimental with descriptive method used to see a picture of a situation objectively. The research used a cross-sectional study, this study was conducted using a questionnaire as a tool to collect design data. The data obtained were then analyzed by calculating the percentage.

The results showed that the traditional medicine used was (35%), the reason for using traditional medicine was (39%), the way to use traditional medicine by drinking was (100%). a total of 59% people often use traditional medicine, namely (50%), traditional medicinal ingredients originating from the yard of the house with a total of (32%), complaints treated by respondents are cough and cold (38%), the purpose of using traditional medicine to treat minor illnesses is (56%), to feel the effects of using traditional medicine it takes 1 month which is (36.45%), side effects are no side effects the perceived side effects were (87%), the perceived side effects were non-existent with a total of (95%) respondents, the source of information obtained was from the family, namely (42%).

Keywords: Traditional medicine, self-medication, use, sore throat

(16)

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Swamedikasi merupakan upaya pengobatan sendiri yang pelaksanaannya dari mengenali tanda-tanda penyakit serta pemilihan obatnya dilakukan menggunakan inisiatif sendiri tanpa ke dokter atau tenaga kesehatan lainnya.

Swamedikasi ini dapat dijadikan alternatif pada masyarakat untuk mengurangi biaya pengobatan menggunakan pengetahuan pengobatan yang didapat dari iklan, brosur maupun penyuluhan oleh tenaga kesehatan. sehingga masyarakat tidak perlu ke dokter untuk mengobati penyakit-penyakit ringan seperti demam, batuk, dan influenza (Siregar Khairy, dkk.2021). Persentase penduduk Indonesia yang melakukan swamedikasi (self treated) sebesar 66,19 % dan untuk provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 65,25%, dari presentasi tersebut dikatakan bahwa sikap swamedikasi di masyarakat Nusa Tenggara Timur tergolong masih tinggi.

Menurut Kurniasih Supriani, Yuliastuti (2019) warga melakukan swamedikasi karena terbatasnya akses kesehatan di daerah. tingginya biaya pengobatan, kemudahan mendapatkan obat pada warung-warung.

Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tanaman, bahan binatang, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran berasal bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan buat pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Obat tradisional memiliki potensi yang besar sebab telah dikenal oleh masyarakat, mudah diperoleh, dan telah menjadi bagian dari sosial budaya masyarakat. Ketepatan dalam penggunaan obat tradisional juga sangat penting karena buat meminimalkan efek samping dari obat, yang meliputi kebenaran bahan, ketepatan dosis, ketepatan waktu penggunaan, ketepatan cara penggunaan, ketepatan telaah berita, serta tanpa penyalahgunaan (Sumayyah & Salsabila, 2017).

Berdasarkan data Riskesdas 2018 penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) masih merupakan persoalan kesehatan yang utama karena merupakan penyebab kematian dan kesakitan yang terbanyak di dunia. Infeksi saluran

(17)

2

pernapasan atas adalah penyebab kematian serta kesakitan balita serta anak di Indonesia, prevalensi ISPA di Indonesia pada semua golongan umur adalah 25,0 persen. angka kejadian penyakit ISPA pada balita dan anak di Indonesia masih tinggi. salah satu provinsi yang memiliki kejadian kasus ISPA yang relatif tinggi terdapat pada Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 15,4%. angka kejadian ini lebih tinggi dibandingkan dengan kejadian pada provinsi lain seperti Jawa Barat sebesar 11,2% DKI Jakarta sebesar 8,5% serta Lampung sebesar 7,4%.

(Prevalensi ISPA, 2018) infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) adalah peradangan di saluran pernapasan yang disebabkan oleh agen infeksius seperti virus, jamur dan bakteri yang masuk ke dalam tubuh serta menyerang saluran pernapasan mulai dari hidung (saluran pernapasan atas) hingga alveoli (saluran pernapasan bawah) yang penyebarannya melalui udara. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Penularan infeksi saluran pernapasan akut dapat terjadi melalui air ludah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran pernapasannya.

Desa Kabukarudi terletak di kecamatan Lamboya, Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur. dengan jumlah penduduk 17.043 jiwa. Alasan penelitian ini dilakukan di kabupaten sumba barat karena menurut data Prevalensi jumlah penderita ISPA untuk Sumba Barat sebanyak 2,62%. penggunaan obat Tradisional juga masih banyak ditemukan di kalangan masyarakat di desa tersebut dan jarak tempuh untuk pergi ke fasilitas kesehatan masih cukup jauh dan belum terdapat Apotek terdekat di sana sehingga masih banyak masyarakat yang melakukan swamedikasi atau pengobatan mandiri. Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Profil Penggunaan Obat Tradisional Sebagai Swamedikasi Penyakit ISPA oleh Masyarakat Di Desa Kabukarudi Kabupaten Sumba Barat, dan sejauh ini belum pernah ada yang melakukan penelitian di desa kabukarudi maupun di Kecamatan Lamboya terkait swamedikasi pengobatan tradisional untuk penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

(18)

3

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Profil Penggunaan Obat Tradisional sebagai Swamedikasi Penyakit ISPA oleh masyarakat di Desa Kabukarudi Kabupaten Sumba Barat?

C. Keaslian Penelitian

Berdasarkan Pencarian pustaka yang dilakukan, penelitian mengenai Profil Pengetahuan Masyarakat Terkait Swamedikasi Penggunaan Obat Tradisional untuk penyakit ISPA yang dilakukan sebelumnya hampir mirip dengan penelitian yang akan peneliti lakukan adalah sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan Andreas Alfin Sucianggi (2021) dengan judul

“Tingkat Pengetahuan, Perilaku dan Sikap Orang Tua Terhadap Infeksi Saluran Pernapasan Akut Pada Anak”. hasil penelitian menunjukan bahwa Mayoritas responden di kota Medan memiliki tingkat pengetahuan tentang ISPA pada anak berkategori baik sebanyak 96 orang (91.4%). Sedangkan responden dengan tingkat pengetahuan berkategori cukup sebanyak 9 orang (8.6%) dan berkategori kurang tidak didapatkan.

2. Penelitian yang dilakukan Riska & Firdaus (2020) dengan judul “Gambaran Swamedikasi Penggunaan Obat Tradisional Di Dusun Susukan, Desa Grabag, Kecamatan Grabag, Kabupaten Magelang”. Hasilnya menunjukan bahwa Hasil penelitian gambaran swamedikasi penggunaan obat tradisional di Dusun Susukan yaitu penyakit yang diobati dengan obat tradisional mayoritas penyakit ringan seperti batuk, demam, sakit gigi dan pusing. Obat tradisional yang digunakan kebanyakan tidak memunculkan efek samping, namun ketika penyakit yang diobati dengan obat tradisional tidak kunjung sembuh responden memilih untuk periksa ke dokter, tetapi juga beberapa responden memilih tetap melanjutkan pengobatan tradisional atau beralih ke obat modern. Penggunaan obat tradisional seperti waktu pemakaian dan takaran atau dosis masih berdasarkan pengalaman pribadi atau turun temurun dari keluarga.

(19)

4

D. Tujuan Penelitian

Mengetahui profil penggunaan obat tradisional sebagai swamedikasi penyakit ISPA oleh masyarakat di Desa Kabukarudi, Kabupaten Sumba Barat.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi bagi mahasiswa di bidang kesehatan mengenai penggunaan obat tradisional untuk swamedikasi infeksi saluran pernapasan akut.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai suatu informasi serta wawasan pengetahuan mengenai tanaman yang dapat dimanfaatkan dalam pengobatan ISPA secara tradisional.

(20)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Swamedikasi

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang dilakukan secara mandiri untuk mengobati gejala sakit atau penyakit tanpa berkonsultasi dengan dokter terlebih dahulu.

Swamedikasi dapat dilakukan untuk keluhan dan kondisi penyakit yang ringan dan umum yang sering dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, diare, serta keluhan pada penyakit kulit (Ananda Eli,2013).

Dalam upaya Pemeliharaan kesehatan, swamedikasi merupakan upaya terbanyak yang dilakukan masyarakat untuk mengatasi keluhan kesehatan sehingga peranan swamedikasi tidak dapat diabaikan begitu saja. tujuan swamedikasi adalah untuk peningkatan kesehatan, pengobatan sakit ringan, dan pengobatan rutin penyakit kronis setelah perawatan dokter. sedangkan keuntungannya aman apabila digunakan sesuai dengan petunjuk, efektif, hemat waktu dan biaya. swamedikasi yang berkualitas dapat dilihat dari indikator rasionalitas terapi yaitu tepat obat, tepat penderita, tepat dosis, tepat waktu pemberian dan waspada efek samping (Ananda Eli,2013).

B. Obat Tradisional

Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan yang berupa tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (BPOM, 2014).

Menurut Jo, Nerdy (2016) tumbuhan obat merupakan sebagian tumbuhan atau bagian yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu baik secara tunggal maupun campuran yang dianggap dan dipercaya dapat menyembuhkan suatu penyakit atau dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan. Tumbuhan obat adalah jenis tumbuhan yang sebagian, seluruh tumbuhan dan tumbuhan tersebut digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obat-obatan. Sedangkan Menurut Departemen Kesehatan RI, definisi tumbuhan obat Indonesia sebagaimana

(21)

6

tercantum dalam SK MenKes Nomor 149 / SK / MenKes / IV / 1978 adalah sebagai berikut.

a. Tumbuhan atau bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat tradisional atau jamu.

b. Tumbuhan atau bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pemula bahan baku obat (prekursor).

c. Tumbuhan atau bagian tumbuhan yang diekstraksi dan ekstrak tumbuhan tersebut digunakan sebagai obat.

Pengertian tanaman tradisional pada umumnya juga disebut apotek hidup, yaitu keluarga memanfaatkan sebagian tanah untuk ditanami tanaman obat-obatan untuk keperluan sehari-hari. Umum diketahui, bahwa banyak obat-obatan tradisional yang dapat digunakan untuk mengobati berbagai penyakit. Tanaman obat tradisional umumnya lebih aman karena bersifat alami dan memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan obat-obat buatan pabrik. Itulah sebabnya sebagian orang lebih senang mengonsumsi obat-obat tradisional. Selain itu tanaman obat tradisional umumnya lebih kuat menghadapi berbagai penyakit tanaman karena memiliki kandungan zat alami untuk mengatasinya.

Penggunaan obat tradisional sudah membudaya di masyarakat. Sebagian besar masyarakat cukup menguasai cara meraciknya. Manfaat penggunaan obat tersebut sangat besar, dengan keadaan ekonomi masyarakat, adanya penggunaan obat tradisional ini akan menghemat biaya kehidupan. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengertian tanaman obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan alam yang berasal dari tumbuhan yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Tanaman obat tradisional seringkali juga disebut dengan istilah “Toga”. Tanaman obat keluarga merupakan tanaman pada sebidang tanah baik di halaman rumah, kebun ataupun ladang yang digunakan untuk membudidayakan tanaman tradisional yang berkhasiat sebagai obat dalam rangka memenuhi keperluan keluarga akan obat obatan (Jo, Nerdy 2016)

(22)

7

C. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan singkatan dari infeksi saluran pernapasan akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa inggris Acute Respiratory Infection (ARI). Penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernapasan dan akut, dimana pengertiannya yaitu Infeksi, adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit, Saluran pernapasan, adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus – sinus, rongga telinga tengah dan pleura, Infeksi akut, adalah infeksi yang langsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.

a. Penularan

ISPA dapat ditularkan melalui bersin dan udara pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat ke saluran pernapasannya.

Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. ISPA bermula pada saat mikroorganisme atau atau zat asing seperti tetesan cairan yang dihirup, memasuki paru dan menimbulkan radang. Bila penyebabnya virus atau bakteri, cairan digunakan oleh organisme penyerang untuk media perkembangan.

Bila penyebabnya zat asing, cairan memberi tempat berkembang bagi organisme yang sudah ada dalam paru- paru atau sistem pernapasan, Umumnya penyakit pneumonia menular secara langsung dari seseorang penderita kepada orang lain melalui media udara. Pada waktu batuk banyak virus dan kuman yang dikeluarkan dan dapat terhirup oleh orang yang berdekatan dengan penderita.

(23)

8 b. Gejala Klinis

Menurut WHO (1986) merekomendasikan pembagian ISPA menurut derajat keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala – gejala klinis yang timbul dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA. Adapun pembagiannya sebagai berikut:

1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) ringan adalah satu atau lebih dengan gejala Batuk Pilek dengan atau tanpa demam

2. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) sedang adalah gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejalanya yaitu Pernapasan cepat, Umur 1-4 tahun:

40 kali/ menit atau lebih Wheezing (nafas menciut – ciut), Sakit atau keluar cairan dari telinga dan Bercak kemerahan (pada bayi).

3. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) berat adalah gejala sedang atau ringan ditambah satu atau lebih gejalanya yaitu Penarikan sela iga ke dalam sewaktu inspirasi, Kesadaran menurun 12, Bibir/kulit pucat kebiruan, Stridor (napas ngorok) sewaktu istirahat, adanya selaput membran difteri.

c. Faktor Resiko Lingkungan yang Berpengaruh Terhadap Penyakit ISPA 1. Rumah

Rumah merupakan struktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu (WHO, 2007). Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah cluster di Denmark. Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA anak.

2. Kepadatan hunian (crowded)

Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.

(24)

9 3. Status sosio-ekonomi

Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosio-ekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosio-ekonomi.

4. Kebiasaan merokok

Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok.

5. Polusi udara

Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah maupun di luar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian kesehatan universitas indonesia untuk mengetahui efek pencemaran udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar (SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah 14 pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang untuk tidak menderita gangguan saluran pernafasan. Hal ini menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap terjadinya penyakit ISPA.

d. Upaya Pencegahan Penyakit ISPA

Upaya yang dilakukan yaitu mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik untuk diantaranya dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi, memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh terhadap penyakit baik, menjaga kebersihan perorangan dan

(25)

10

lingkungan agar tetap bersih, mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA.

Salah satu cara adalah memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.

Pemberantasan ISPA yang dilakukan adalah penyuluhan kesehatan yang terutama ditujukan pada para ibu, pengelolaan kasus yang disempurnakan dan Imunisasi (Purnama, 2016).

D. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran penggunaan obat tradisional sebagai swamedikasi penyakit ISPA di Desa Kabukarudi, Kabupaten Sumba Barat.

(26)

11 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian bersifat non eksperimental dengan metode deskriptif yang digunakan untuk melihat gambaran tentang suatu keadaan secara objektif.

Rancangan penelitian menggunakan studi cross-sectional menurut Supriyanto,2017 “penelitian cross sectional adalah penelitian dimana data dikumpulkan hanya sekali (yang dilakukan selama periode hari, minggu atau bulan). untuk menjawab pertanyaan”.

B. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah karakteristik gambaran penggunaan obat tradisional sebagai swamedikasi penyakit ISPA (tujuan menggunakan obat tradisional, alasan menggunakan obat tradisional, jenis keluhan yang diobati, berapa kali menggunakan obat tradisional, bahan obat tradisional yang digunakan, cara menggunakan obat tradisional, cara mendapatkan obat tradisional, lama menggunakan obat tradisional, efek samping menggunakan obat tradisional, cara mengatasi efek samping, untuk merasakan efek penggunaan obat tradisional butuh berapa lama serta dari mana mendapatkan informasi tentang obat tradisional).

karakteristik yang dimaksud adalah umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir dan pekerjaan.

C. Definisi Operasional

1. Obat Tradisional merupakan obat yang dapat digunakan sebagai swamedikasi penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yaitu radang tenggorokan, obat tradisional yang dimaksud adalah obat tradisional yang diracik sendiri dari bahan segar oleh masyarakat di Kecamatan Lamboya, Desa Kabukarudi.

2. Penggunaan yang dimaksud ialah (bahan obat tradisional yang pernah digunakan, apa yang menjadi alasan dalam menggunakan obat tradisional, bagaimana cara anda menggunakan obat tradisional, berapa

(27)

12

lama menggunakan obat tradisional, dari mana mendapatkan bahan obat tradisional tersebut, untuk mengatasi keluhan apakah obat tradisional yang biasa gunakan, apa yang menjadi tujuan dalam menggunakan obat tradisional, untuk merasakan efek dari penggunaan obat tradisional tersebut butuh waktu, efek samping apa yang ditimbulkan dari obat tradisional yang digunakan, dan Dari mana mendapatkan informasi dalam menggunakan obat tradisional). Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner

(28)

13 D. Subjek Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk Desa Kabukarudi.

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi, Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Oktaviana,2017).

Keterangan:

n = Jumlah sampel N = Jumlah Populasi

d = Derajat kepercayaan 10 %

Maka, sampel penelitian yang digunakan adalah:

= 2623 (1 + 2623. 10²) = 96 responden

Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka total keseluruhan jumlah sampel penelitian sebesar 96 responden. Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampling. dengan didasarkan pada suatu pertimbangan yang telah dirancang oleh peneliti sendiri, metode pengumpulan sampel adalah purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan menentukan kriteria- kriteria tertentu yang diinginkan oleh peneliti (Mukhsin,2017). kriteria responden pada penelitian ini yaitu kriteria yang sudah ditetapkan peneliti yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang akan dimintai kesediaannya sebagai responden untuk mengisi kuesioner.

(29)

14 E. Teknik Sampling

Pada penelitian ini pengambilan sampel dilakukan dengan metode sampling. dengan didasarkan pada suatu pertimbangan yang telah dirancang oleh peneliti sendiri, metode pengumpulan sampel adalah purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dengan menentukan kriteria-kriteria tertentu yang diinginkan oleh peneliti (Mukhsin,2017).

F. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuesioner. kuesioner merupakan instrumen penelitian yang digunakan dalam bentuk pertanyaan.

Kuesioner ini digunakan untuk mengetahui profil penggunaan obat tradisional untuk swamedikasi penyakit ISPA yang telah memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Pertanyaan yang disajikan dalam kuesioner bersifat semi terbuka yaitu jenis pertanyaan kuesioner yang meminta responden untuk melakukan pilihan jawaban sesuai dengan pengetahuannya. kuesioner yang diberikan sudah melalui uji validitas dan uji pemahaman bahasa. Pertanyaan dalam kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang diadopsi dari penelitian Alfonsa Bili (2021) tentang “Penggunaan Obat Tradisional Oleh Masyarakat di Dusun Rommulara Weepatando Sumba Barat Daya Nusa Tenggara Timur”. namun ada beberapa perbedaan pertanyaan untuk menyesuaikan dengan tujuan penelitian.

kuesioner yang digunakan dibuat dalam bentuk pilihan ganda (multiple choice) berjumlah 12 pertanyaan yang menggambarkan penggunaan obat tradisional meliputi bahan obat tradisional yang pernah digunakan, apa yang menjadi alasan dalam menggunakan obat tradisional, bagaimana cara anda menggunakan obat tradisional, berapa lama menggunakan obat tradisional, dari mana mendapatkan bahan obat tradisional tersebut, untuk mengatasi keluhan apakah obat tradisional yang biasa gunakan, apa yang menjadi tujuan dalam menggunakan obat tradisional, untuk merasakan efek dari penggunaan obat tradisional tersebut butuh waktu, efek samping apa yang ditimbulkan dari obat tradisional yang digunakan, bagaimana mengatasi efek samping yang dirasakan dan dari mana mendapatkan informasi dalam menggunakan obat tradisional.

(30)

15

Tabel 1. Indikator Kuesioner masyarakat tentang Profil Penggunaan Obat Tradisional Sebagai Swamedikasi Penyakit ISPA oleh Masyarakat Di

Desa Kabukarudi Kabupaten Sumba Barat

Indikator Jumlah Pertanyaan

tujuan menggunakan obat tradisional 1 alasan menggunakan obat tradisional 1

jenis keluhan yang diobati 1

berapa kali menggunakan obat tradisional

1

bahan obat tradisional yang digunakan 1

cara menggunakan obat tradisional 1

cara mendapatkan obat tradisional 1

lama menggunakan obat tradisional 1

efek samping menggunakan obat tradisional

1

untuk merasakan efek penggunaan obat tradisional butuh berapa lama

1

dari mana mendapatkan informasi tentang obat tradisional

1

Total 12

G. Tata Cara Penelitian 1. Tahap persiapan dan pengumpulan data

a. Peneliti terlebih dahulu melakukan permohonan surat ijin penelitian dan pengumpulan data serta pengantar untuk membuat surat Permohonan ethical clearance permohonan perizinan ini dilakukan untuk memenuhi etika penelitian.

b. Peneliti melakukan uji validitas kuesioner, pengujian terhadap kuesioner melalui Professional Judgement yaitu Dosen yang bergelar Apoteker dan Apoteker yang sudah ahli dan sudah bekerja.

(31)

16

c. Peneliti melakukan permohonan izin penelitian berdasarkan surat pengantar dari kampus yang ditujukan ke Dinas Penanaman Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DPMPTSP TKT) Kabupaten Sumba Barat tembusan ke Kepala Desa Kabukarudi sebagai tempat penelitian dan pengambilan data.

d. Data yang sudah diperoleh kemudian diolah untuk digunakan dalam penelitian.

2. Tahap pelaksanaan pengumpulan data

a. Penyebaran kuesioner pada responden ini dilakukan dengan cara peneliti ke rumah masyarakat untuk membagikan kuesioner kepada responden.

b. Peneliti memberikan penjelasan singkat kepada responden terkait tujuan penelitian. Responden yang setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian diberikan informed consent untuk ditandatangani terlebih dahulu.

c. Kemudian dilanjutkan dengan menjelaskan cara pengisian lembar kuesioner dan responden mengisi jawaban sesuai dengan pilihan pertanyaan yang telah disediakan oleh peneliti.

d. Kuesioner yang digunakan adalah yang bersifat terbuka yaitu berupa pilihan ganda (multiple choice).

e. Setelah responden menjawab semua pertanyaan, kemudian dikembalikan kepada peneliti selanjutnya peneliti mengoreksi kembali kelengkapan pengisian kuesioner, bila terdapat beberapa item pertanyaan yang belum terisi, peneliti meminta responden untuk melengkapinya Kembali.

f. Penelitian berlangsung sampai pengumpulan data diri responden terpenuhi sesuai yang dibutuhkan. Data yang sudah terkumpul dapat dilanjutkan dengan analisis data untuk mendapatkan hasil penelitian.

(32)

17 3. Tahap akhir

Pada tahap akhir semua data diolah dengan komputer, kemudian peneliti melakukan penyusunan laporan hasil dan pembahasan revisi dan penyerahan laporan akhir.

Uji Validitas dan Uji Pemahaman Bahasa Kuesioner 1. Uji Validitas

Uji validitas adalah cara pengukuran yang digunakan untuk mengukur apakah pertanyaan yang digunakan dapat dijadikan alat ukur yang menggambarkan karakter penelitian yang ingin dilakukan (Sani, 2016). Uji validitas dilakukan oleh expert judgement yang melibatkan maksimal dua orang penguji (dosen) yang telah ditetapkan berdasarkan pengalaman dan keahlian terkait kuesioner yang akan diuji.

2. Uji Pemahaman Bahasa Kuesioner.

Uji pemahaman bahasa dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pemahaman responden dengan bahasa yang digunakan dalam kuesioner tersebut. uji ini dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada 5 orang yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang memiliki karakteristik sama dengan responden. jika pada kuesioner terdapat kalimat yang tidak dipahami responden diminta untuk menggaris bawahi kalimat tersebut, dilakukan perbaikan pertanyaan apabila ada responden yang menggaris bawahi kalimat yang tidak dipahami, sehingga dilakukan pengujian ulang pada responden yang sama. uji tersebut dikatakan selesai jika tidak terdapat kalimat yang digaris bawahi oleh responden.

H. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data statistik dilakukan secara komputerisasi. Langkah pengolahan data yaitu pengeditan (editing), yang dilakukan dengan cara memeriksa seluruh kuesioner yang telah diisi dengan data meliputi kesesuaian jawaban dan kelengkapan jawaban. Kemudian data beri kode (coding), dimana

(33)

18

mengklasifikasikan jawaban responden ke dalam kategori. Yang kemudian dimasukan ke dalam program MS Excel.

Analisis data dalam penelitian menggunakan analisis univariat, Analisis univariat ini bertujuan untuk menjelaskan/ mendeskripsikan karakteristik responden dan profil penggunaan obat tradisional oleh responden yang telah mengisi kuesioner. analisis ini menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase.

setelah persentase pada kuesioner diketahui, maka hasilnya diinterpretasikan dalam bentuk tabel dan disertai pembahasan. (Jasmalinda,2021). rumus yang digunakan:

Keterangan:

P = Persentase hasil yang diperoleh F = Jumlah jawaban hasil yang diperoleh n = Jumlah total pertanyaan

(34)

19 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian dilaksanakan di Desa Kabukarudi Kabupaten Sumba Barat Nusa Tenggara Timur. Responden penelitian adalah masyarakat Desa Kabukarudi berusia 17-65 tahun dan saat ini menggunakan obat tradisional serta bersedia menjadi menjadi responden, dengan karakteristik yang terdiri dari umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan pendidikan terakhir. Karakteristik responden diuraikan sebanyak 96 responden menyelesaikan mengisi kuesioner dengan lengkap, dan peneliti telah melakukan analisis pada kuesioner yang telah diisi.

Pembahasan hasil penelitian terdiri dari uji validitas, uji pemahaman bahasa, karakteristik responden dan profil penggunaan obat tradisional oleh masyarakat di Desa Kabukarudi Kabupaten Sumba Barat Nusa Tenggara Timur.

A. Uji Validitas

Uji validitas pada penelitian dilakukan oleh Professional judgement, yaitu terdapat 2 tenaga professional dengan profesi yang berbeda yakni 1 Dosen dan 1 Apoteker sebagai validator untuk uji validitas terhadap kuesioner penelitian, Uji validitas dalam penelitian dilakukan dengan diskusi dengan validator dan peneliti untuk mendapatkan kesepakatan atau persetujuan kelayakan kuesioner yang akan digunakan untuk penelitian apakah valid/tidak valid. Uji validitas juga bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pernyataan yang harus dibuang atau diganti karena dianggap tidak relevan (Puspasari, 2021). ada 3 kali pemeriksaan yang telah dilakukan untuk perbaikan kuesioner yang mengarah pada penataan bahasa yang kurang tepat dalam kuesioner, setelah dilakukan perbaikan oleh peneliti terhadap kuesioner tersebut untuk mendapatkan persetujuan sehingga keusioner dinyatakan layak dan bisa digunakan dalam penelitian. Pada kuesioner yang sudah sepakati terdapat 12 pertanyaan dalam bentuk pilihan ganda untuk profil penggunaan obat tradisional sebagai swamedikasi ISPA.

(35)

20 B. Uji Pemahaman Bahasa

Uji pemahaman bahasa pada penelitian ini dilakukan pada seluruh bagian kuesioner yang sudah dinyatakan valid dengan uji coba terhadap 5 orang responden untuk memastikan bahwa penggunaan bahasa pada kuesioner sudah bisa dimengerti dan dipahami untuk dapat mewakili makna yang dimaksudkan, secara keseluruhan bahasa yang digunakan dalam kuesioner sudah dapat dipahami dan dimengerti oleh responden. Hasil tes pemahaman bahasa pada responden memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang kemampuan mereka. Perubahan yang disarankan bermanfaat. untuk fokus pada kemudahan penggunaan dan kualitas tinggi. Orang perlu memahami pertanyaan yang diajukan untuk menjawabnya. Hal ini biasa terjadi pada survei dan kuesioner lainnya untuk memudahkan responden untuk mengisi Kuesioner (Heryanto, Korangbuku, Djeen, dan Widayati, 2019).

C. Karakteristik Responden Penelitian

Tabel II. Hasil Kuisioner Berdasarkan Usia

Usia Frekuensi Persentase (%) 17-25

26-35 36-45 46-55 55-65

12 24 22 28 10

12,5 25 22,91 29,16 10,41

Total 96 100

Sumber: Data penelitian, 2022

Dari tabel diatas didapatkan data yang menunjukan bahwa responden paling banyak yaitu usia 46-55 tahun dengan jumlah 28 responden (29,16%), sedangkan responden paling sedikit yaitu usia 55-65 tahun dengan jumlah 10 responden (10,41%). Hal ini dikarenakan semakin cukup umur, maka tingkat kematangan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Hal ini juga berpengaruh terhadap kognitif seseorang. Kemudian, dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang yang belum cukup kedewasaannya. Usia seseorang juga mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya

(36)

21

tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin baik (Suwarno, 2017).

Tabel III. Hasil Kuisioner Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-Laki 30 31,25

Perempuan 66 68,75

Total 96 100

Sumber: Data penelitian, 2022

Dari tabel diatas menunjukan bahwa responden paling banyak yaitu berjenis kelamin perempuan dengan jumlah 66 responden (68,75%), sedangkan responden yang paling sedikit yaitu berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 30 responden (31,25%). dari hasil penelitian ini juga sama dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Oktarina (2019), yang mana data penelitian menunjukan jumlah responden perempuan lebih banyak menjadi responden yaitu sebanyak 51,8%. Hal ini dikarenakan responden perempuan mempunyai pengetahuan yang lebih baik mengenai pengobatan, dan paling banyak ditemui dirumah sedangkan responden laki-laki hanya sedikit karena ada yang sedang bekarja diluar rumah, perempuan juga lebih peka terhadap kesehatan dan lebih rajin. Menurut Fauziah, dkk (2021) bahwa pada saat penelitian perempuan yang paling mungkin untuk ditemui, sedangkan laki-laki sibuk dengan aktivitas diluar rumah. Hal ini juga dikarenakan perempuan memiliki kecenderungan lebih besar untuk peduli terhadap kesehatan dirinya sendiri maupun anggota keluarganya dibandingkan dengan laki-laki.

(37)

22

Tabel IV. Hasil Kuisioner Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Sumber: Data penelitian, 2022

Data pada Tabel IV menunjukkan penggunaan obat tradisional didominasi dengan latar belakang pendidikan dengan mayoritas responden paling banyak yaitu Pendidikan dasar mencapai 30 responen (31,25%), sedangkan Responden paling sedikit berpendidikan D3 Yaitu 6 responden (6,25%). Masyarakat Kabukarudi rata- rata hanya lulusan Sekolah Dasar berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan, hal ini terjadi karena masyarakat tidak mau melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi karena pendapatan ekonomi yang rendah, rata-rata masyarakat berprofesi sebagai petani seperti hasil yang telah didapatkan pada tabel V. masyarakat yang memiliki pendidikan tinggi cenderung lebih menggunakan obat-obatan modern dan sudah jarang menggunakan obat tradisional, menurut Ernikawati (2020) Sebagian besar pemanfaatan tanaman obat berlatar belakang pendidikan SD, karena mengganggap bahwa menggunakan obat-obatan tradisional merupakan langkah yang paling efektif untuk mengobati suatu penyakit tertentu dibandingkan dengan berobat ke puskesmas/rumah sakit yang memerlukan biaya lebih besar. Masyarakat lebih memahami pengobatan suatu penyakit secara tradisional yang diperoleh secara turun temurun dibandingkan dengan pengobatan secara medis. Semakin tinggi pendidikan masyarakat, mereka cenderung akan memilih untuk berobat ke dokter/rumah sakit karena mereka lebih percaya akan pengobatan medis dalam penyembuhan suatu penyakit dari pada meramu sendiri.

Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase (%)

SD 30 31,25

SMP 13 13,54

SMA 27 28,12

Sarjana 12 12,5

D3 6 6,25

Tidak sekolah 8 8,33

Total 96 100

(38)

23

Tabel V. Hasil Kuisioner Berdasarkan Pekerjaan

Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

Petani 33 34,37

Ibu rumah tangga 28 29,16

Honorer 18 18,75

Pelajar 12 12,5

PNS 5 5,20

Total 96 100

Sumber: Data penelitian, 2022

Data pada Tabel V menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah petani, sebanyak 33 responden (34,37%) dan responden terbanyak paling sedikit adalah PNS sebanyak 5 responden (5,20%). Hal ini karena sebagian besar penduduk Desa Kabukarudi bertani dan sebagian masyarakat hanya lulusan Sekolah Dasar. Warga yang bekerja sebagai petani menggunakan obat Tradisional karena cocok dan terasa menyembuhkan, dan mudah didapatkan di kios terdekat. Penduduk yang bekerja sebagai petani sangat mempertimbangkan aspek ekonomi seperti pendapatan mereka dengan gaya hidup yang sederhana. Dilihat dari karakteristik data diatas bahwa mayoritas responden kedua yang banyak adalah ibu rumah tangga dimana lebih cenderung berobat sendiri (Swamedikasi), Menurut Suherman dan Febrina (2018) karena ibu rumah tangga dianggap lebih memahami status kesehatan anggota keluarganya dan lebih peka untuk berobat, serta umumnya tidak memiliki pendapatan mereka sendiri, dan kebanyakan dari mereka melakukan pengobatan sendiri, minum obat. karena dianggap lebih murah dan praktis dari pada harus kedokter, ibu-ibu atau wanita lebih banyak dirumah dan lebih sering bersosialisasi antar sesama dilingkungan sehingga setiap informasi dapat diterima lebih mudah hal ini membuat pengetahuan dari ibu rumah tangga terus bertambah (0ktarlina, 2018). Pekerjaan akan mempengaruhi seseorang melakukan swamedikasi karena biaya pengobatan konvensional yang tinggi sehingga masyarakat beralih ke pengobatan secara swamedikasi dengan obat tradisional untuk mengobati penyakit yang diderita (Fauziah, dkk. 2021).

(39)

24 D. Profil Penggunaan Obat Tradisional

Penggunaan obat tradisional masih populer di kalangan masyarakat.

beberapa masyarakat yang menggunakan obat tradisional mengangap bahwa obat tradisional lebih aman dari obat kimia, dan harga lebih murah.

Sebanyak 40% penduduk indonesia menggunakan obat tradisional, dan sebanyak 70% di wilayah ini pedesaan (Oktarlina, 2018). Profil penggunaan obat tradisional dalam penelitian ini adalah penggunaan obat tradisional untuk Swamedikasi ISPA yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Kabukarudi Kabupaten Sumba Barat, Obat tradisional yang digunakan adalah obat tradisional yang memberikan khasiat dan manfaat yang baik sehingga digunakan oleh masyarakat untuk mengatasi penyakit ISPA.

Tabel VI. Hasil Kuisioner Profil Penggunaan Obat Tradisional Untuk Tujuan Penggunaan obat tradisional

Sebagai Swamedikasi ISPA

Penggunaan Frekuensi Persentase %

Mencegah penyakit 26 27,08

Mengobati penyakit ringan 54 56,25

Menjaga kesehatan dan kebugaran jasmani

16 16,66

Total 96 100

Sumber: Data penelitian, 2022

Data pada tabel VII, menunjukan bahwa tujuan masyarakat menggunakan obat tradisional paling banyak adalah untuk mengobati penyakit ringan yaitu sebanyak 54 responden (56,25%). dan tujuan menggunakan obat tradisional paling sedikit adalah menjaga kesehatan dan kebugaran jasmani yaitu sebanyak 16 responden (16,66%). hal ini disebabkan karena masyarakat di Desa Kabukarudi merasa nyaman cocok dengan obat tradisional yang digunakan, dan bagi masyarakat obat tradisional lebih mudah didapat dan hemat serta mengurangi biaya untuk harus periksa ke dokter, masyarakat menggunakan obat tradisional untuk mengobati penyakit ringan yang sudah biasa dilakukan oleh masyarakat, masyarakat Desa Kabukarudi sering menggunakan obat tradisional sebagai

(40)

25

alternatif untuk menyembuhkan penyakit ISPA yang meraka rasakan. Masyarakat beraggapan bahwa penggunaan obat tradisonal sudah bisa mengatasi peenyakit ISPA ringan yang mereka alami.

Tabel VII. Hasil Kuisioner Profil Penggunaan Obat Tradisional Berdasarkan alasan Menggunakan Obat Tradisional Untuk

Menyembuhkan Penyakit ISPA

Penggunaan Frekuensi Persentase (%)

Terbuat dari bahan herbal 20 20,83

Cocok dan merasa sembuh 36 37,5

Mudah diperoleh 38 39,58

Sudah terbiasa 2 2,08

Total 96 100

Sumber: Data penelitian, 2022

Dari data penelitian pada tabel Tabel VIII, menunjukan bahwa Alasan masyarakat menggunakan obat tradisional paling banyak karena mudah diperoleh yaitu 38 responden (39,58) %, hal ini dikarenakan banyak masyarakat yang memperoleh tanaman obat tradisional dengan mudah, baik itu di rumah maupun di kebun masyarakat. hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2019) yang menyatakan bahwa alasan masyarakat menggunakan obat tradisional paling banyak karena terbuat dari bahan alami yaitu sebesar 37,50%.

Hal ini dikarenakan banyak masyarakat yang masih beranggapan bahwa penggunaan obat dengan bahan alami dianggap lebih aman ketimbang obat sintetis dan hal ini sesuai dengan pernyataan yang digunakan pemerintah yaitu masyarakat untuk kembali ke alam atau lebih dikenal dengan istilah back to nature.

Hal ini berkaitan dengan mayoritas responden sebagai petani yang bekarja disawah atau di ladang untuk menanam padi, jagung, ubi-ubian. tanaman obat yang dipakai masyarakat seperti jahe, jeruk nipis, sirih hutan, kencur, daun papaya, daun sirih merupakan hasil tanaman dari masyarakat Desa Kabukarudi yang berada di kebun, pekarangan rumah maupun di pasar yang mudah didapatkan yang bisa mengatasi penyakit ISPA ringan yang meraka alami. Petani yang bekerja di ladang dan perkebunan lebih banyak mengetahui informasi spesies-spesies tumbuhan berkhasiat atau bermanfaat untuk obat juga karena tempat tinggal mereka yang jauh

(41)

26

dari perkotaan menyebabkan lebih bergantung pada pengobatan secara tradisional dibandingkan berobat ke dokter/rumah sakit tertentu (Ernikawati, 2020).

Tabel VIII. Hasil Kuisioner Profil Penggunaan Obat Tradisional Berdasarkan Gejala ISPA

Penggunaan Frekuensi Persentase%

Demam 27 28,12

Batuk pilek 37 38,54

Radang tenggorokan 32 33,33

Total 96 100

Sumber: Data penelitian, 2022

Dari data penelitian pada tabel Tabel VIII, menunjukan bahwa jenis penyakit yang paling banyak diobati oleh responden adalah batuk pilek yaitu berjumlah 37 responden (38,54%). dan yang paling sedikit adalah demam yaitu berjumlah 27 responden (28,12%). Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahyuni (2021) dimana penyakit yang paling banyak adalah batuk pilek yaitu sebesar (5,22%) mengalami pilek/hidung tersumbat/berair, batuk-batuk (2,24%) dan yang mengalami tenggorokan terasa sakit sebanyak (1,49%). Dari hasil survey penelitian mayoritas responden di Desa Kabukarudi paling banyak mengalami gejala penyakit ISPA yaitu batuk pilek.

(42)

27

Tabel IX. Hasil Kuisioner Profil Penggunaan Obat Tradisional Berdasarkan Berapa Kali Penggunaan Obat Tradisional yang Digunakan

Sebagai Swamedikasi ISPA

Penggunaan Frekuensi Persentase %

Satu kali 12 12,5

Beberapa kali 36 37,5

Sering sekali 48 50

Total 96 100

Sumber: Data penelitian, 2022

Dari data penelitian pada tabel Tabel VIII, menunjukan bahwa masyarakat sering sekali menggunakan obat tradisional yaitu berjumlah 48 responden (50%) dan yang paling sedikit adalah satu kali dengan jumlah 12 responden (12,5%). Hal ini dikarenakan karena penyakit ISPA yang dialami oleh masyarakat bersifat ringan, sehingga masyarakat sering sekali untuk melakukan swamedikasi menggunakan obat tradisional dan merasa cocok. berdasarkan hasil kuisioner penelitian yang sudah dilakukan di Desa Kabukarudi Kabupaten Sumba Barat masyarakat mengatasi gejala ISPA dengan menggunakan obat tradisional seperti Bawang putih, jahe, daun papaya, daun sirih, kencur, jaruk nipis, yang sudah sering digunakan oleh masyarakat.

Tabel X. Hasil Kuisioner Profil Penggunaan Obat Tradisional Berdasarkan Jenis Obat Tradisional yang Digunakan Sebagai

Swamedikasi ISPA

Jenis Tanaman Frekuensi Persentase %

Bawang putih 14 13,46

Jahe 37 35,57

Madu 6 5,76

Daun pepaya 6 5,76

Daun sirih 5 4,80

kencur 16 15,38

Jeruk nipis 20 19,23

Total 104 100

Sumber: Data penelitian, 2022

Dari data penelitian pada tabel XI, menunjukan bahwa tanaman obat yang paling banyak digunakan adalah Jahe yaitu sebanyak 37 responden (35,57%) dan

(43)

28

yang paling sedikit adalah sirih hutan yaitu sebanyak 5 responden (4,80%). Hal ini dikarenakan jahe mudah didapatkan dan praktis begitu juga dengan obat tradisional lainnya, Jahe (Zingiber officinale Rosc.) digunakan untuk melegakan napas, meredakan batuk dan pilek. Jahe memiliki kandungan antivirus yang ampuh melawan batuk dan pilek. paling banyak kedua yaitu jeruk nipis. buah Jeruk nipis (Citrus aurantiifolia) berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit batuk, flu ringan.

Jeruk atau lemon memiliki kandungan senyawa yang meningkatkan sistem kekebalan tubuh dalam melawan sakit dan radikal bebas di dalam tubuh. Perasan jeruk lemon dengan madu merupakan obat herbal untuk meredakan batuk pilek secara efektif (Azizah,2020). Kencur (Kaempferia galanga L.) dapat dimanfaatkan untuk menyembuhkan batuk, peluruh dahak atau pembersih tenggorokan, menghilangkan lendir yang menyumbat hidung, dan menghangatkan badan, Madu adalah salah satu obat batuk pilek alami yang cukup ampuh untuk meredakan gejala batuk dan flu. Kandungan antimikrobanya membantu melawan virus penyebab flu, rasa manis pada madu membantu produk saliva yang bisa mengencerkan lendir sehingga mudah untuk dikeluarkan Khasiat daun sirih yaitu sebagai obat batuk.

Daun sirih mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, dan minyak atsiri yang bersifat mengeluarkan dahak, meluruhkan ludah dan menghambat pertumbuhan bakteri dan virus penyebab ISPA (Apidianti, 2022). Khasiat bawang putih sebagai antibiotik dapat membantu mendukung sistem kekebalan tubuh, terutama apabila dimakan mentah, namun dapat pula dalam keadaan telah di masak, dapat membantu melawan tonsilitis dan sakit tenggorokan (Nurlela, L.2019). Menurut beberapa masyarakat daun pepaya dapat menurunkan demam yang mereka alami. Daun pepaya mengandung 3 varian enzim yakni papain sebanyak 10%, khimoprotein sebanyak 45% dan juga lisozim sebanyak 20% per 100%. Enzim khimoprotein sendiri berfungsi sebagai katalisator dalam reaksi hidrolisis antara protein dengan polipeptida. Sementara itu enzim lisozim berperan sebagai anti-bakteri dan bekerja dengan cara memecah dinding sel pada bakteri. Rasa pahit pada daun pepaya disebabkan oleh kandungan senyawa alkaloid karpaina (C14H25NO2). Zat ini sangat ampuh digunakan sebagai penurun demam, mereduksi tekanan darah dan membunuh mikroba seperti amuba (Friardi, 2019).

(44)

29

Obat tradisional yang digunakan oleh masyarakat Desa Kabukarudi rata-rata mudah didapatkan baik yang ditanam dan dipelihara seperti daun papaya, daun sirih, jaruk nipis, maupun yang dibeli beli dipasar dengan harga yang relative murah seperti Bawang putih, jahe, dan kencur, dan madu serta mudah di olah untuk digunakan sebagai obat untuk mengatasi ISPA yang dialami masyarakat.

Hasil Kuisioner Profil Penggunaan Obat Tradisional Berdasarkan Cara Menggunakan Obat Tradisional Sebagai Swamedikasi ISPA

Data hasil penelitian yang didapatkan bahwa semua responden menggunakan obat tradisional dengan cara diminum yaitu dengan jumlah 96 responden (100%). Hal ini dikarenakan obat tradisional yang digunakan yang telah diolah kemudian diminum, tanpa di oles atau ditempel ataupun dikumur. Umumnya masyarakat lebih banyak menggunakan obat tradisional dengan cara diminum seperti yang terdapat pada tabel XII. dengan jumlah 96 responden (100%). Karena sebagian besar jenis tumbuhan yang ditemukan dan dimanfaatkan untuk mengobati penyakit dalam adalah dengan cara diminum, masyarakat berasumsi bahwa penggunaan obat tradisional dengan cara diminum penyakit yang mereka rasakan akan sembuh dan mempunyai reaksi yang begitu cepat dibandingkan dengan cara dioles, ditempel, dan digosok (Fauziah, dkk. 2021).

Tabel XI. Hasil Kuisioner Profil Penggunaan Obat Tradisional Berdasarkan Cara Mendapatkan Obat Tradisional Sebagai Swamedikasi

ISPA

Penggunaan Frekuensi Persentase%

Di pasar 22 22,916

Di kebun 28 29,16

Di hutan 15 15,62

Pekarangan Rumah 31 32,29

Total 96 100

Sumber: Data penelitian, 2022

Data pada tabel XII menunjukan bahwa obat tradisional yang didapatkan paling banyak berasal dari pekarangan rumah responden dengan jumlah yaitu 31

(45)

30

responden (32,29%). hal ini dikarenakan pekarangan rumah yang cukup luas dan masyarakat yang suka menanam dan sebagian berprofesi sebagai petani. dan yang paling sedikit yaitu di hutan dengan jumlah 15 responden (15,62%). Menurut (Diwanti, 2018) kesadaran warga yang mayoritas petani akan pentingnya pemanfaatan pekarangan untuk penanaman tanaman. antusiasme warga/petani dan kesadaran untuk pemanfaatan lahan pekarangan. dan Selain itu juga menghasilkan suatu produk obat yang dapat digunakan sendiri.

Tabel XII. Hasil Kuisioner Profil Penggunaan Obat Tradisional Berdasarkan Lama Penggunaan Sebagai Swamedikasi ISPA

Lama penggunaan Frekuensi Persentase%

1 minggu 16 16,32

1 bulan 3 3,06

Sampai sembuh 58 59,18

< 1 minggu 21 21,42

Total 98 100

Sumber: Data penelitian, 2022

Data pada tabel XIV, menunjukan bahwa lama penggunaan yang paling banyak adalah sampai sembuh dengan jumlah yaitu 58 responden (59,18%).

sedangkan yang paling sedikit adalah 1 bulan yaitu sebanyak 3 responden (3,06%).

Hal ini dikarenakan jenis penyakit yang dialami masyarakat tergolong ringan dan dapat diatasi sendiri dan merasa cocok dengan tanaman yang digunakan.

berdasarkan lama penggunaan obat tradisional masyarakat mengatakan bahwa ketika sudah merasa sembuh maka sudah dapat berhenti untuk mengkonsumsi obat tradisional, tetapi secara umum, masyarakat menggunakan obat Tradisional, penggunaan jangka panjang, hanya berdasarkan pengalaman, jadi tidak memiliki patokan waktu dan waktu yang akurat frekuensi penggunaan obat tradisional.

(46)

31

Tabel XIII. Hasil Kuisioner Profil Penggunaan Obat Tradisional Berdasarkan Efek Samping Penggunaan

Penggunaan Frekuensi Persentase %

Tidak ada efek samping 84 87,5

Pusing 5 5,20

Mengantuk 7 7,29

Total 96 100

Sumber: Data penelitian, 2022

Data pada tabel XV, menunjukan bahwa efek samping yang dirasakan yaitu tidak ada efek samping yang dirasakan dengan jumlah 84 responden (87,5%). dan yang paling sedikit adalah pusing dengan jumlah 5 responden (5,20%). Hal ini dikarenakan masyarakat sudah sering menggunakan obat tradisional tersebut dan tidak merasakan efek samping yang membahayakan dalam menggunakan obat tradisional. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa efek samping dari penggunaan obat tradisional relatif sangat kecil dan masih dianggap aman untuk digunakan.

Obat tradisional dapat digunakan sebagai alternatif karena mahalnya biaya atau tidak tersedianya obat modern/sintetis dan keyakinan bahwa obat tradisional lebih aman. Namun, tidak semua obat tradisional aman. Keamanan obat tergantung pada dosis yang diminum. Obat tradisional dipercaya dapat mengobati penyakit ringan hingga berat. Namun, pengetahuan tentang dosis, kemungkinan efek samping obat, dan cara pengolahan tanaman obat belum banyak diketahui oleh masyarakat. Dosis yang salah dan metode pengolahan yang salah dapat menyebabkan kegagalan tujuan terapeutik obat. Oleh karena itu, perlu diketahui cara pemanfaatan tanaman obat (Elisma, 2020).

Tabel XIV. Hasil Kuisioner Profil Penggunaan Obat Tradisional Berdasarkan Bagaimana Mengatasi Efek Samping Swamedikasi ISPA

Penggunaan Frekuensi Persentase %

Dibiarkan saja. 4 4,16

Tidak ada 92 95,83

Total 96 100

Sumber: Data penelitian, 2022

Referensi

Dokumen terkait

Pada umumnya ibu-ibu rumah tangga (gl,gyo) di Kelurahan Aur Kuning memiliki tindakan yang baik dalam kaitannya dengan pencegahan penyakit DBD. Hal ini disebabkan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) tidak ada perbedaan pengaruh pembelajaran berbasis masalah menggunakan metode proyek dan

Dashboard atau yang biasa dikenal sebagai viewboard pada Perguruan Tinggi Raharja merupakan sebuah sistem aplikasi yang menampilkan informasi dalam bentuk sebuah panel

1 Seksi Pelayanan Medik mempunyai tugas pokok membantu Kepala Bidang Pelayanan Medik menyiapkan bahan dan melaksanakan penyusunan rencana ketja dan kegiatan penyelenggaraan

TRISAKTI Mandiri &amp; Berkepribadian PENDIDIKAN Angka Partisipasi Sekolah Partisipa si SD, dari 93% jadi 100% Partisipasi SMP, dari 75% jadi 95% Lama Waktu Sekolah Dari 7,5 tahun

Dalam proses pemanfaatan Sistem Informasi Manajemen Pengelolaan Surat di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur ditunjukan untuk menghadapi perubahan di dalam lingkungan

pengembangan kurikulum, hingga redevisi islamisasi pengetahuan (Bandung: Penerbit Nuansa, 2003), hlm.. Untuk mengajar Metode Qiroati ini tidak sembarang orang yang mengajar

Data yang akan dikumpulkan dari observasi yang dilakukan oleh peneliti yaitu mengenai pelaksanaan vocational skill yang dilakukan oleh guru selaku pembimbing kegiatan