PROFIL PERAN ORANGTUA DALAM MENANAMKAN BUDAYA TAHU JO KATO NAN AMPEK TERHADAP REMAJA AWAL DI JORONG V
SUNGAI JARIANG KECAMATAN LUBUK BASUNG
ARTIKEL
Oleh : VINA ANGRESIA
11060295
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG
2015
PROFILE OF THE ROLE OF PARENTS IN INSTILLING A CULTURE OF TAHU JO KATO NAN AMPEK TO EARLY TEENS IN JORONG V SUNGAI JARIANG
KECAMATAN LUBUK BASUNG By:
Vina Angresia * Jarudin, M.A., Ph.D **
Joni Adison, S.Pd.I., M.Pd**
*Student
** lecturers
Student Guidance and Counseling, STKIP PGRI Sumatera Barat ABSTRACT
This research is motivated by the presence of presence of teenagers who can not afford to put the position of kato nan ampek against interlocutor. This research conducted in Jorong V Sungai Jariang Kecamatan Lubuk Basung. This study aimed to determine the profile of the role of parents in instilling a culture of tahu jo kato nan ampek to early teens. This research is descriptive quantitative research. Population in this study is parent who have children early teens. The sampling technique is done with total sampling. The number of samples in this study 44 parents.
The research data obtained through the questionnaire. Data is processed using techniques percentage. Research and data analysis showed that profiles the role of parents in instilling a culture of tahu jo kato nan ampek to early teens are in good enough category. The role of parents in instilling a culture of kato mandaki to early teens are in good enough category. Kato culture planting manurun are in good enough category. Kato culture planting malereang are in good enough category. Kato culture planting mandata are in good enough category.
Key Word:Role of parents instill aculture of kato nan ampek PENDAHULUAN
Keberadaan anak tidak bisa dilepaskan dari keberadaan orangtua, orangtua sebagai peletak dasar pendidikan yang akan menentukan arah dan tujuan pendidikan yang akan dicapai oleh anak, baik menyangkut kehidupan keagamaan maupun kehidupan dunia. Orangtua mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap proses belajar remaja. Oleh karena itu, orangtua sangat berperan penting dalam proses belajar remaja dalam kehidupan.
Orangtua mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap anak, sebagaimana yang dijelaskan oleh Yusuf (2009: 138) bahwa orangtua merupakan pembina pribadi yang pertama bagi anak dan tokoh yang diidentifikasi atau ditiru anak, maka seharusnya orangtua memiliki kepribadian yang baik. Kepribadian orangtua, baik yang menyangkut sikap, kebiasaan berperilaku atau tata cara hidup merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak.
Jadi, peran orangtua adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan orangtua
terhadap anak dalam membentuk kepribadian dan memberikan contoh yang baik.
Tanggung jawab orangtua terhadap anaknya ada dalam bentuk bermacam- macam, sebagaimana dijelaskan Djamarah (2004: 28) bahwa secara garis besar tanggung jawab orangtua terhadap anaknya adalah memperlakukan lembut dan kasih sayang, mencegah perbuatan yang tidak baik, menempatkan dalam lingkungan yang baik, menyesuaikan diri dalam hidup bermasyarakat.
Untuk mendidik anak agar berkepribadian yang baik dan dapat berinteraksi di lingkungan keluarga dan masyarakat, orangtua perlu bertanggung jawab untuk menanamkan nilai budaya yang ada di lingkungannya yaitu budaya Minangkabau seperti tahu jo nan ampek.
Adapun tahu jo nan ampek itu merupakan adat sopan santun di Minangkabau yang mengatur tentang sikap atau tingkah laku dan cara bicara yang mendidik manusia agar berkepribadian yang baik.Salah satu bagian dari tahu jo nan ampek itu adalah tahu jo kato nan
ampek. Sebagimana dijelaskan oleh Sjafnir (2006: 106-107) dalam bukunya yang berjudul Sirih Pinang Adat Minangkabau Pengetahuan Adat Minangkabau Tematis, menerangkan bahwa kato nan ampek adalah empat cara berkomunikasi di Minangkabau untuk berinteraksi sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari. Keempat kata itu mengandung pesan agar orang menggunakan cara bertutur bahasa sesuai dengan lawan bicaranya.
Adapun kato nan ampek tersebut adalah pertama kato mandaki merupakan cara bicara seseorang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua seperti dari seorang anak kepada orangtua, mamak, datuk, nenek atau orang yang dihormati seperti guru-guru dan ulama. Kato mandaki diucapkan dengan sikap yang sopan selama pembicaraan berlangsung.
Selanjutnya, kato manurun yaitu cara bicara seseorang kepada yang lebih muda, seperti dari seorang penghulu kepada kemenakannya, dari ayah atau ibu kepada anaknya, dari seorang guru kepada muridnya. Pembicaraan harus jelas, mudah dimengerti sehingga lawan bicara tidak merasa direndahkan atau dilecehkan.
Kemudian, kato malereng yaitu pembicaraan yang dilakukan antara sesama orang yang disegani, seperti seorang mamak kepada sumando, dari mertua kepada menantu dengan ungkapan- ungkapan, perlambang, pengandaian- pengandaian. Tidak berbicara secara lugas, tuntas dan terus terang karena dianggap kurang sopan.
Seterusnya, kato mandata yaitu cara berbicara antara sesama dan sebaya atau teman sebaya. Dalam kato mandata pembicaraan dapat lebih bebas karena sipembicara dan lawan bicaranya berada dalam taraf dan tingkat yang sama.
Kemudian Ermaleli (2010: 80) menjelaskan kato nan ampek adalah cara bicara yang digunakan oleh orang Minangkabau untuk penempatan posisi lawan bicara. Apakah lawan bicara kita itu orangtua, muda, atau orang yang disegani.
Dalam berbicara kita harus mampu menempatkan posisi kato nan ampek tersebut, sehingga lawan bicara merasa dirinya dihargai dengan baik.
Adanya perubahan zaman yang semakin pesat, budaya kato nan ampek ini sudah mulai pudar atau sudah mulai tidak diterapkan masyarakat dalam berbicara.
Apalagi pada anak remaja awal yang
banyak dipengaruhi oleh budaya asing, karena remaja awal ini adalah masa dimana seseorang sedang dalam keadaan yang bimbang.
Membahas mengenai remaja awal, Yusuf (2011:105) memaparkan bahwa remaja awal adalah usia dari umur 13-16 tahun. Pada masa ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Karena pada masa ini masih terheran-heran akan perubahan yang terjadi dirinya.
Sementara itu Rumini (2004: 63) menjelaskan bahwa masa remaja awal adalah masa puber atau pubertas. Pubertas dari bahasa Latin yang artinya menjadi dewasa. Dapat diartikan pula bahwa pubertas dari kata pubescere yang artinya mendapat puber atau rambut kemaluan yaitu suatu tanda kelamin sekunder yang menampakkan perkembangan seksual. Pada umumnya masa remaja awal sifat berpikirnya belum mencapai kematangan.
Jadi, para remaja awal dalam menilai benar atau salah terhadap sekitarnya masih dipengaruhi oleh egosentris sehingga dalam membantah kadang-kadang tidak menjaga perasaan orang lain. Ia membantah jika merasa tidak masuk akal, bila tidak setuju pendapat orang lain, beberapa remaja hanya diam namun mengutuk dalam hati. Bila ada anggapan yang menilai remaja tidak sopan, remaja suka melawan dan sejenisnya, remaja menjadi sedih dan marah.
Setelah peneliti melakukan observasi awal pada tanggal 20 Januari 2015 dengan beberapa orang remaja dan orangtua di Jorong V Sungai Jariang Kecamatan Lubuk Basung, penulis mendapatkan informasi bahwa remaja berperilaku menyimpang dari budaya alam Minangkabau seperti tidak tahu menempatkan kato nan ampek dalam berbicara sehari-hari, cara bicara yang tidak sopan kepada orang yang lebih tua, adanya remaja yang berbicara kasar kepada mamak, adanya remaja yang mengolok- olok mamak, cara bicara orangtua yang tidak mendidik.
Kemudian peneliti melakukan wawancara pada tanggal 4 Mei 2015 pada Wali Nagari Lubuk Basung, dan peneliti mendapatkan informasi bahwa memang diakui Bapak Wali Nagari bahwa sekarang ini banyak anak remaja yang tidak tahu dengan kato nan ampek itu lagi, karena remaja sekarang berbicara sesuka hatinya saja tampa memandang dengan siapa dia
sedang berbicara. Kebanyakan remaja sekarang berbicara dengan orangtua disamakan saja cara berbicara dengan teman sebaya.
Selanjutnya penulis melakukan wawancara dengan Wali Jorong Sungai Jariang Kecamatan Lubuk Basung, dan peneliti mendapatkan informasi bahwa anak remaja sekarang yang tidak menghargai orang yang lebih tua, remaja berbicara kasar kepada orang yang lebih tua.
Kemudian penulis melakukan wawancara pada tanggal 5 Mei 2015 dengan beberapa Datuak di Jorong V Sungai Jariang, dan penulis mendapatkan informasi bahwa juga diakui bahwa memang adanya remaja berbicara sesuka hatinya saja tanpa memikirkan sopan santun berbicara dengan lawan bicaranya, kemudian adanya remaja yang suka berbicara yang kasar dan tidak menghargai orang yang lebih muda.
Selanjutnya peneliti melakukan wawancara kepada orangtua, dan peneliti mendapatkan informasi bahwa remaja suka melawan kepada orangtua, suka berbicara yang kasar dan tidak pantas kepada orangtua, remaja berbicara kepada orangtua seolah-olah seperti berbicara kepada teman sebayanya.
Seterusnya peneliti melakukan wawancara kepada beberapa remaja di Jorong V Sungai Jaring Kecamatan Lubuk basung terutama kepada remaja awal, peneliti mendapatkan informasi bahwa remaja cenderung lebih meniru cara bicara orangtua yang tidak mendidik, cara bicara remaja dipengaruhi oleh lingkungan yang keras.
Berdasarkan fenomena di atas, peneliti tertarik untuk mendalami “Profil peran orangtua dalam menanamkan budaya tahu jo kato nan ampek kepada remaja awal di Jorong V Sungai Jaring Kecamatan Lubuk Basung.”
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan: “Profil peran orangtua dalam menanamkan budaya tahu jo kato nan ampek terhadap remaja awal, khususnya dalam penanaman : Nilai kato mandaki, nilai kato manurun, nilai kato malereng, nilai kato mandata
METODOLOGI PENELITIAN
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan pada pendahuluan maka jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif.
Menurut Darmawan (2013:37) “Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang dituntut banyak menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya”.
Dalam penelitian kuantitatif diyakini bahwa satu-satunya pengetahuan (knowledge) yang valid adalah ilmu pengetahuan (science), yaitu pengetahuan yang berawal dan didasarkan pada pengalaman (eksperience) yang tertangkap lewat panca indra untuk kemudian diolah oleh nalar (reason).
Penelitian ini dilaksanakan di Jorong V Sungai Jariang Kecamatan Lubuk Basung pada tanggal 13 Agustus 2015 sampai 20 Agustus 2015. Alasan peneliti memilih tempat ini adalah karena daerah tempat tinggal peneliti sendiri. Selain itu, masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini peneliti temukan di Jorong V Sungai Jaring Kecamatan Lubuk Basung Kabupaten Agam.
Populasi pada penelitian ini berjumlah 44 orang. Hasil tersebut didapat dari data jumlah orangtua yang memilki anak remaja awal. Menurut Yusuf (2007:183) “Populasi adalah totalitas semua nilai-nilai yang mungkin dari pada karakteristik tertentu sejumlah objek yang ingin dipelajari sifat-sifatnya”. Adapun teknik pengambilan sampel adalah total sampling.
Menurut Yusuf (2007:186)
“Sampel adalah sebagian dari populasi yang terpilih dan mewakili populasi tersebut yang dijadikan responden penelitian”.
Berhubung populasi penelitian ini hanya 44 orang, maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel dengan teknik total sampling. Arikunto (2006:120) apabila subjeknya kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semuanya sebagai sumber data.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data interval. Menurut Riduwan (2010:85) “Data interval adalah data yang menunjukkan jarak antara satu data dengan data yang lain dan mempunyai bobot yang sama. Sementara itu Bungin (2005:72) menjelaskan bahwa “Variabel interval adalah variabel yang dibangun dari pengukuran sehingga dalam pengukuran tersebut diasumsikan terhadap satuan pengukuran yang sama. Dalam hal ini interval antara tiap objek dalam penelitian ini yaitu profil peran orangtua dalam menanamkan budaya tahu jo kato nan
ampek terhadap remaja awal di Jorong V Sungai Jariang Kecamatan Lubuk Basung.
Analisis data dilakukan setelah data terkumpul melalui angket. Data yang terkumpul melalui angket dideskripsikan melalui pengolahan dengan langkah- langkah sebagai berikut:
1. Memeriksa kelengkapan isi instrumen (angket) yang telah diterima dari sampel penelitian.
2. Membuat tabel pengolahan data berdasarkan item pernyataan penelitian yang telah dijawab responden.
3. Mencari dan menghitung jumlah skor serta memasukkan data ke tabel pengolahan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Memeriksa kelengkapan dan kesesuaian isi angket yang telah diisi oleh subjek penelitian.
b. Membuat tabel pengolahan untuk penskoran.
Melakukan penskoran dan menghitung jumlah jawaban serta memasukkan ke dalam tabel pengolahan. Penskoran untuk pernyataan positif setiap jawaban selalu (SL) diberi skor “5”, jawaban sering (SR) diberi skor “4”, jawaban kadang- kadang (KD) diberi skor “3”, jawaban jarang (JR) diberi skor “2”, jawaban tidak pernah (TP) diberi skor “1”.
Sebaliknya, untuk penskoran pernyataan negatif, setiap jawaban selalu (SL) diberi skor “1”, jawaban sering (SR) diberi skor “2” jawaban kadang-kadang (KD) diberi skor “3”, jawaban jarang (JR) diberi skor “4”, jawaban tidak pernah (TP) diberi skor “5”.
4. Perumusan kriterium sturgess
Menurut Sturgess
(Mangkuatmodjo, 2003: 38) mencari interval skor sebagai berikut:
Skor Tertinggi-Skor Terendah I =
Alternatif jawaban 5. Menetapkan data mencari persentase.
Teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah secara deskriptif dengan menggunakan persentase Sudjana (2002:50) sebagai berikut :
P = × 100 Keterangan : P = Persentase F = Frekuensi N = Jumlah sampel
100 = Bilangan tetap HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Peran Orangtua dalam Menanamkan Budaya Kato Mandaki terhadap Remaja Awal.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang penulis lakukan, dapat diungkapkan bahwa secara umum peran orangtua dalam menanamkan budaya kato mandaki terhadap remaja awal di Jorong V Sungai Jariang Kecamatan Lubuk Basung sebanyak 27 responden dengan 61,36% berada pada kategori cukup baik. Hal ini menunjukkan bahwa peran orangtua dalam menanamkan budaya kato mandaki terhadap remaja awal di Jorong V Sungai Jariang Kecamatan Lubuk Basung dapat dikatakan cukup baik.
Hal ini terungkap bahwa dari 44 responden terdapat 10 responden yang menjalankan perannya pada kategori baik, selanjutnya 27 responden yang menjalankan perannya cukup baik, dan masih ada 7 responden yang belum menjalankan perannya yang dikategorikan kurang baik pada peran dalam kato mandaki.
Menurut Sjafnir (2006: 111) upaya yang dapat dilakukan orangtua dalam menanamkan budaya kato mandaki yaitu orangtua mampu memberikan contoh dan model untuk membiasakan budaya kato mandaki kepada orangtuanya sendiri yaitu dengan mengunakan kata sopan santun saat berbicara dengan orangtuanya.
Dengan hal itu anak atau remaja awal dapat membiasakan diri untuk berbicara sopan kepada orang yang lebih tua.
2. Peran Orangtua dalam Menanamkan Budaya Kato Manurun terhadap Remaja Awal.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang penulis lakukan, dapat diungkapkan bahwa secara umum peran orangtua dalam menanamkan budaya kato manurun terhadap remaja awal di Jorong V Sungai Jariang Kecamatan Lubuk Basung berada pada kategori cukup baik sebanyak 31 responden dengan 70,45%.
Hal ini menunjukkan bahwa orangtua dalam menanamkan budaya kato manurun terhadap remaja awal di Jorong V Sungai Jariang Kecamatan
Lubuk Basung dapat dikatakan cukup baik. Hal ini terungkap, bahwa dari 44 responden 1 responden yang menjalankan perannya sangat baik, kemudian 4 responden yang menjalankan perannya dengan baik, selanjutnya 31 responden menjalankan perannya cukup baik, dan 8 responden yang menjalankan perannya kurang baik.
Sjafnir (2006: 111) menjelaskan bahwa upaya yang dapat dilakukan orangtua dalam menanamkan budaya kato manurun yaitu orangtua memberikan pemahaman dan membiasakan diri berbicara yang mendidik kepada anaknya dan tidak menggunakan perkataan yang kasar jika anak melakukan kesalahan. Jika ingin memberikan teguran dan nasehat kepada anak yang melakukan kesalahan orangtua harus menggunakan perkataan yang sopan dan mendidik dan penuh kasih sayang dan jangan lupa tetap tegas.
3. Peran Orangtua dalam Menanamkan Budaya Kato Malereang terhadap Remaja Awal
Berdasarkan hasil pengolahan data yang penulis lakukan, dapat diungkapkan bahwa secara umum peran orangtua dalam menanamkan budaya kato malereang terhadap remaja awal di Jorong V Sungai Jariang Kecamatan Lubuk Basung berada pada kategori cukup baik sebanyak 17 responden dengan 38,64%.
Hal ini menunjukkan bahwa peran orangtua dalam menanamkan budaya kato malereang terhadap remaja awal di Jorong V Sungai Jariang Kecamatan Lubuk Basung dapat dikatakan kurang baik. Pada penanaman budaya kato malereang, dari 44 responden hanya terdapat 4 responden dikategorikan sangat baik, kemudian 9 responden dikategorikan baik, selanjutnya 17 responden dikategorikan cukup baik dan 14 responden dikategorikan kurang baik.
Menurut Sjafnir (2006: 111) upaya yang dapat dilakukan orangtua dalam menanamkan budaya kato malereang yaitu orangtua dapat memberikan contoh dan membiasakan diri untuk menggunakan kata sopan santun dengan menggunakan kata kiasan kepada mertua, sumando, mamak
rumah. Jika berbicara dengan mertua, sumando, mamak rumah, tidak boleh berbicara langsung ke inti pembicaraan karena dapat menyinggung perasaan orang yang kita segani tersebut. Dengan demikian anak dapat meniru kebiasaan orangtua yang mendidik anak untuk dapat berbicara sopan santun kepada orang di segani seperti kepada mamak, kakak ipar, dan lain-lain.
4. Peran Orangtua dalam Menanamkan Budaya Kato Mandata terhadap Remaja Awal
Berdasarkan hasil pengolahan data yang penulis lakukan, dapat diungkapkan bahwa secara umum peran orangtua dalam menanamkan budaya kato mandata terhadap remaja awal di Jorong V Sungai Jariang Kecamatan Lubuk Basung berada pada kategori cukup baik sebanyak 33 responden dengan 75,00%.
Hal ini menunjukkan peran orangtua dalam menanamkan budaya kato mandata terhadap remaja awal di Jorong V Sungai Jariang Kecamatan Lubuk Basung dapat dikatakan cukup baik. Pada penanaman budaya kato mandata, dari 44 responden hanya terdapat 1 responden yang dikategorikan sangat baik, kemudian 4 responden yang dikategorikan baik, selanjutnya 33 responden yang dikategorikan cukup baik, dan 6 responden yang dikategorikan kurang baik pada penanaman budaya kato mandata.
Sjafnir (2006: 111) menjelaskan bahwa upaya yang dapat dilakukan orangtua dalam menanamkan budaya kato mandata yaitu orangtua dapat memberikan contoh dalam berbicara dengan teman sebaya harus menggunakan perkataan sopan santun dalam berbicara tanpa menyinggung perasaan teman tersebut. Dari hal itu anak remaja akan mencontoh apa yang dilakukan orangtuanya saat berbicara.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan tentang peran orangtua dalam menanamkan budaya tahu jo kato nan ampek terhadap remaja awal di Jorong V Sungai Jariang Kecamatan Lubuk Basung berada pada kategori cukup baik. Lebih
jelasnya dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Peran orangtua dalam menanamkan budaya kato mandaki terhadap remaja awal berada pada kategori cukup baik.
2. Peran orangtua dalam menanamkan budaya kato manurun terhadap remaja awal berada pada kategori cukup baik.
3. Peran orangtua dalam menanamkan budaya kato malereang terhadap remaja awal berada pada kategori cukup baik.
4. Peran orangtua dalam menanamkan budaya kato manurun terhadap remaja awal berada pada kategori cukup baik.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas maka dalam penelitian ini, peneliti ingin mengajukan beberapa saran kepada:
1. Orangtua, agar selalu menjalankan perannya untuk menanamkan budaya tahu jo kato nan ampek terhadap remaja awal diantaranya yaitu budaya kato mandaki, kato manurun, kato malereang, dan kato mandata.
2. Remaja, dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk menempatkan budaya kato nan ampek diantaranya kato mandaki, kato manurun, kato malereang, dan kato mandata terhadap lawan bicara saat berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.
3. Kepala suku, dapat dijadikan pedoman untuk membimbing anak kemenakan untuk membudayakan kato nan ampek terhadap lawan bicara dalam kehidupan sehari-hari
4. Wali Nagari, Sebagai acuan untuk mengarahkan masyarakat agar dapat menerapkan budaya kato nan ampek saat berbicara dengan lawan bicara di lingkungan masyarakat.
5. Pengelola Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat, Sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan program perkuliahan untuk menyiapkan tenaga- tenaga konselor di masyarakat, khususnya dalam melaksanakan tugas dalam bidang pengembangan keluarga.
6. Peneliti, sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan program Strata Satu (S1) di Prodi BK STKIP PGRI Sumatera Barat. Peneliti dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam mempersiapkan masa depan yang
nantinya juga akan berperan sebagai orangtua mengenai penanaman budaya kato nan ampek terhadap remaja awal.
7. Bagi peneliti selanjutnya, mungkin bisa diteliti lebih lanjut mengenai dampak fisik dan psikologis jika remaja tidak mampu menempatkan posisi kato nan ampek terhadap lawan bicaranya.
Kepustakaan
AN, Sjafnir. 2006. Sirih Pinang Adat Minangkabau Pengetahuan Adat Minang Kabau Tematis. Padang:
Sentra Budaya.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Bungin, Burhan. 2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta:
Prenada Media Group.
Darmawan. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orangtua dan Anak dalam Keluarga (Sebuah Perspektif Pendidikan Islam).
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Ermaleli.2010. Budaya Alam Minangkabau.
Padang: Jasa Surya
Mangkuatmodjo, Soegyarto. 2003.
Pengantar Statistik. Jakarta:
Reneka Cipta.
Riduwan. 2010. Belajar Mudah Penelitian.
Bandung: Alfabeta.
Rumini, Sri. 2004. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung:
Tarsito.
Yusuf. A Muri. 2007. Metodologi Penelitian. “Dasar-dasar Penyelidikan Ilmiah”. Padang:
UNP Press.
Yusuf, Syamsu. 2011. Perkembangan Peserta Didik (Mata Kuliah Dasar Profesi Bagi Para Mahasiswa Calon Guru Dilembaga
Pendidikan Tenaga
Kependidikan). Jakarta: Rajawali Pers.
Yusuf, Syamsu. 2009. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.