• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM (HKI) FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM (HKI) FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI "

Copied!
134
0
0

Teks penuh

PENDAHULUAN

Rumusan Masalah

Tujuan Penelitian

Kegunaan Penelitian

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan diskusi lebih lanjut di kalangan masyarakat dan pelajar serta menambah wawasan pengetahuan pembaca khususnya mengenai status anak hasil pembatalan nikah, bahan referensi dan bacaan bagi seluruh pelajar mengenai ulasan Islam. hukum dan hukum positif mengenai kedudukan anak dengan batalnya perkawinan karena perwalian perkawinannya tidak sah.

Penelitian Terdahulu

Sedangkan pada skripsi yang penulis tulis yaitu tentang pengangkatan wali nikah, namun pada skripsi yang penulis tulis tidak hanya membahas sah atau tidaknya suatu perkawinan. Bantul), yang masih terikat dalam hubungan perkawinan yang sah, dan skripsi siku juga membahas tentang penentuan hak waris bagi anak dari pasangan, sedangkan skripsi penulis membahas tentang status atau kedudukan anak dan wali perkawinan anak tersebut.

Metode Penelitian

Bahan hukum primer merupakan bahan yang menjadi kriteria atau acuan pertama dalam penelitian ini. Bahan hukum sekunder yaitu data yang diperoleh dengan mengambil berbagai sumber bacaan terkait dan melengkapi data primer yang terdiri dari buku, jurnal dan internet.

Sistematika Penulisan

Bab II pada bagian ini akan membahas tentang kerangka teori terkait permasalahan positif dan revisi hukum Islam terhadap status anak dalam perkawinan yang batal karena wali nikahnya tidak sah, termasuk pembahasan mengenai pengertian perkawinan, landasan hukumnya. untuk perkawinan rukun dan syarat-syarat mencegah perkawinan, akibat hukum perkawinan, pembatalan menurut hukum Islam dan hukum positif, akibat hukum pembatalan. Bab IV Bagian bab ini akan membahas tentang hakikat permasalahan, bagaimana kedudukan anak menurut hukum Islam dan hukum positif apabila perkawinan orang tuanya batal dan yang menjadi wali perkawinan anak tersebut adalah anak yang orang tuanya akan membatalkan perkawinan tersebut. menjadi 'perkawinan dibatalkan.

PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM

Pengertian Perkawinan

Perkawinan dapat dikatakan suatu perjanjian yang dapat menghasilkan suatu ikatan, baik lahiriah maupun batiniah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan, bahkan ikatan batin ini lebih dulu dibandingkan dengan ikatan lahir. Laki-laki dan perempuan yang sudah mempunyai ikatan batin dan lahiriah melalui pernikahan harus menuju pada pernikahan yang kekal, bukan untuk waktu yang tetap.

Dasar Hukum Perkawinan

Dan dalam Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam disebutkan “Perkawinan itu sah apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.” Menurut hukum Islam, ada dua jenis status hukum anak yang batal karena perwalian perkawinannya tidak sah. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam tidak menghendaki anak yang tidak bersalah menjadi korban perbuatan orang tuanya karena memberikan pengecualian bagi anak yang lahir dari perkawinan tidak sah.

Sebab menurut Kompilasi Hukum Islam, akibat hukum bagi anak yang lahir dari perkawinan yang statusnya batal, jelas merupakan anak yang sah. Terdapat kesamaan tinjauan hukum Islam dan hukum positif mengenai status anak dalam perkawinan yang batal karena wali perkawinan tersebut tidak sah. Menurut hukum Islam, batalnya perkawinan karena wali perkawinan itu tidak sah, maka anak yang dilahirkan dari perkawinan itu dianggap sebagai anak haram.

Perwalian bagi anak yang batal perkawinan orang tuanya menurut hukum Islam dan hukum positif.

Akibat Hukum Pembatalan Perkawinan

WALI DAN NASAB

Pengertian wali

Sedangkan menurut istilah, kata wali mengandung arti seseorang yang diberi kepercayaan oleh undang-undang (agama dan adat) untuk mengurus tanggung jawab anak yatim sampai anak tersebut dewasa; pihak yang mewakili mempelai wanita pada saat perkawinan (yaitu orang yang melaksanakan perjanjian pranikah dengan mempelai pria). 70. Wali pada umumnya dipahami sebagai orang yang karena kedudukannya diberi wewenang bertindak melawan dan atas nama orang lain. Sedangkan dalam perjanjian pranikah itu sendiri, wali dapat bertindak sebagai orang yang bertindak atas nama mempelai wanita dan dapat pula sebagai orang yang dimintakan persetujuannya untuk meneruskan perkawinan71.

Akad nikah dilaksanakan oleh dua pihak, yaitu pihak laki-laki yang dilaksanakan oleh mempelai laki-laki sendiri dan pihak perempuan yang dilaksanakan oleh walinya. Wali diangkat secara tertib berdasarkan skala prioritas dari pihak yang paling berhak, yaitu orang terdekat atau mempunyai hubungan darah yang lebih kuat.

Pandangan Ulama Mazhab Tentang Wali

Artinya: “Dan janganlah kamu menikah dengan wanita musyrik hingga mereka beriman. Sesungguhnya hamba perempuan yang beriman itu lebih baik dari pada perempuan musyrik, sekalipun ia menarik hatimu. tidak masuk akal jika pedoman ayat tersebut ditujukan kepada wali…seperti halnya perempuan yang mengawini perempuan atau perempuan yang mengawini dirinya sendiri adalah haram dan haram. Dalam dua ayat di atas, pelaku perkawinan adalah perempuan itu sendiri tanpa menyebut wali.

Imamiyah berkesimpulan bahwa wanita yang telah dewasa dan berakal sehat dapat melangsungkan perkawinannya sendiri dan tidak memerlukan wali. Sedangkan bagi perempuan yang telah dewasa dan berakal sehat, dapat melaksanakan perjanjian pranikahnya sendiri tanpa wali.

Macam-Macam Wali Nikah

Pasal 42 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah. Jika suatu perkawinan dianggap tidak sah menurut undang-undang, misalnya, anak yang lahir dari perkawinan tersebut adalah anak tidak sah. Menurut penulis, kedudukan anak hasil perkawinan yang batal karena wali perkawinan yang tidak sah adalah anak luar nikah karena terdapat unsur kesengajaan memalsukan identitas walinya karena penulis menyetujuinya.

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyatakan bahwa anak sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah. Dengan demikian, anak yang lahir dari perkawinan yang tidak sah tetap mempunyai hubungan hukum dengan orang tuanya. Anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tetap mempunyai status hukum yang jelas sebagai anak sah dari orang tuanya yang perkawinannya batal.

Menurut hukum Islam dan hukum positif, yaitu batalnya perkawinan maupun anak yang lahir dari perkawinan antara orang tua yang batal perkawinannya.

Contoh kasus wali tidak sah

Nasab

  • Pengertian Nasab
  • Dasar Hukum Nasab
  • Anak Sah dan Akibat Hukumnya
  • Anak Tidak Sah dan Akibat Hukumnya

Kemudian, dalam Perkara 250 KUHPerdata dijelaskan bahawa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dan dicipta semasa perkahwinan. BW mengiktiraf anak yang sah, iaitu. anak yang dilahirkan dalam perkahwinan yang sah, mengakui anak tidak sah taraf dan disahkan anak tidak sah taraf. Sekiranya pesalah tidak mengetahui batal atau tidak sahnya perkahwinan itu, maka anak yang dilahirkan daripada perkahwinan ini adalah dinisbahkan kepada lelaki yang mengahwininya.

Dengan kata lain, anak sah adalah anak yang sebenarnya merupakan hasil hubungan perkawinan yang sah. Sedangkan menurut hukum positif, baik anggaran dasar maupun kumpulan hukum Islam, kedudukan anak yang lahir dari perkawinan tersebut dianggap sebagai anak yang sah, karena keputusan tersebut tidak berlaku surut terhadap anak yang lahir dari perkawinan tersebut.

STATUS ANAK DALAM PERKAWINAN YANG DI BATALKAN

Dan akibatnya, jika hubungan seksual itu melahirkan anak, anak itu dianggap sebagai anak luar nikah atau anak zina. Pendapat lain mengatakan bahawa fasid (putus) atau nikah batal ialah setiap perkahwinan yang diharamkan oleh syara (agama) atau (nikah yang) kekurangan salah satu rukunnya, sehingga perkahwinan itu tidak sah. Menurut Al-Jaiziri Tetapi jika perkahwinan dilakukan oleh seorang sehingga perkahwinan itu menjadi tidak sah kerana sengaja memberi keterangan palsu, keterangan palsu, surat palsu atau perkara lain yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka perkahwinan tersebut. dibatalkan secara paksa

Kedudukan anak dalam perkawinan yang batal karena wali yang tidak sah termasuk dalam anak tidak sah karena ia menggunakan wali yang tidak sah dan dengan sengaja memberikan atau memberikan keterangan yang tidak benar, seperti dalam kasus yang menjadi latar belakang penelitian ini dimana responden I menikah dengan responden. II namun diwakili oleh orang lain padahal ayah Termohon I masih hidup dan tidak mengetahui mengenai perkawinan tersebut. Tidak sah perkawinan seorang wanita kecuali jika dikawinkan oleh wali aqrab (dekat), dan jika tidak ada wali ab'ad (jauh), dan jika tidak ada, maka diresmikan oleh penguasa (wali hakim) menikah.

Dengan demikian, anak-anak tersebut mempunyai status atau kedudukan hukum yang jelas dan resmi sebagai anak dari orang tuanya dan dinyatakan sebagai anak yang sah. Kedudukan anak dalam perkara pembatalan perkawinan menurut susunan hukum Islam sama dengan hukum. Dari penjelasan Pasal 75 huruf b Kompilasi Hukum Islam tersebut di atas, terlihat jelas bahwa kedudukan anak yang lahir dari perkawinan yang dibatalkan tetap disebut anak sah, karena keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut. anak yang dilahirkan, padahal keputusan untuk membatalkan perkawinan itu bersifat kekal dan tidak ada peluang rujuk kembali. Jadi dalam hal ini, anak yang lahir dari perkawinan yang dibatalkan tetap mempunyai hak mewaris dari orang tuanya dan apabila anak tersebut lahir sebagai perempuan, maka ayah juga berhak menjadi wali perkawinan anak tersebut sepanjang ayah bertemu telah bertemu. persyaratan. undangan sah yang ditentukan oleh undang-undang.

Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap anak yang dilahirkan dalam perkawinan. Dalam hukum positif, seperti dalam UU No. ayah kandungnya.

  • Menurut Hukum Islam
  • Menurut Hukum Positif

PENUTUP

Saran

Ali, Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafis, 2007 Amiur, Nuruddin, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia,. Hamdani, Risalah Hukum Pernikahan Islam, Jakarta: Citra Karsa Mandiri, 1995 Humaidillah, Memed, Akad Nikah Bagi Ibu Hamil dan Anaknya, Jakarta: Gema. Rifa'I, Moh, Fiqih Islam Lengkap, Semarang: PT Karya Toha Putra, 1978 Rofiq, Ahmad, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo.

Sembiring, Rosnidar, Hukum Keluarga, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2016 Subekti, Perbandingan Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 1988. Syarifuddin, Amir, Hukum Pernikahan Islam di Indonesia: Antara Fiqh Munakahat dan Hukum Pernikahan Jakarta: Kencana Prenada Media . , 2009.

Referensi

Dokumen terkait

Jasa weding organizer saat ini banyak diminati calon pengantin yang ingin melangsungkan resepsi, akad bahkan pesta pernikahan. Mengingat hal penting tersebut dengan adanya