DETERMINASI KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus) DAN IKAN MOTAN (Thynnichthys thynnoides)
DI DANAU SABUAH KABUPATEN PULANG PISAU KALIMANTAN TENGAH
PROPOSAL
JUITANIA REFINI PURBA 193020405017
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2023
DETERMINASI KANDUNGAN MERKURI (Hg) PADA IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus) DAN IKAN MOTAN (Thynnichthys thynnoides)
DI DANAU SABUAH KABUPATEN PULANG PISAU KALIMANTAN TENGAH
JUITANIA REFINI PURBA 193020405017
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Jurusan Perikanan
Disetujui oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Evi Veronica, MS Dr. Eng. Rosana Elvince, S.Pi., M.Eng NIP. 19610617 198703 2 004 NIP. 19770927 200212 2 001
Mengetahui,
Fakultas Pertanian Jurusan Perikanan
Dekan, Ketua,
Dr. Ir. Sosilawaty, M.P. Dr. Noor Syarifuddin Yusuf, S. Pi., M.Si NIP. 19660326 199303 2 008 NIP. 19710703 199802 1 002
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat mengerjakan dan menyelesaikan proposal yang berjudul “Determinasi Kandungan Merkuri (Hg) Pada Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) dan Ikan Motan (Thynnichthys thynnoides) Di Danau Sabuah Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah”.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan proposal ini terdapat banyak tantangan dan hambatan. Penyusunan proposal ini dapat terselesaikan dengan berbagai bantuan dan petunjuk dari berbagai pihak, sehingga penyusun menyampaikan rasa hormat, penghargaan, dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dr. Ir. Sosilawaty, M.P. selaku Dekan Fakultas Pertanian,
2. Bapak Dr. Noor Syarifuddin Yusuf, S.Pi., M.Si selaku Ketua Jurusan Perikanan, 3. Bapak Budhi Ardani, S.Pi., M.Si selaku Ketua Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan,
4. Ibu Dr. Ir. Evi Veronica, MS selaku dosen pembimbing utama,
5. Ibu Dr. Eng. Rosana Elvince., S.Pi.M. Eng selaku dosen pembimbing kedua, 6. Kedua orangtua penyusun, Bapak Maison Bayhoken Purba dan Ibu
Maylistumery Sihombing,
7. Seluruh rekan dan pihak yang ikut memberi dukungan dalam penyusunan proposal ini.
Penyusun juga menyadari bahwa proposal ini masih belum sempurna dan tentunya masih terdapat kekurangan, sehingga penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata penyusun ucapkan terima kasih dan semoga proposal ini bermanfaat bagi kita semua.
Palangka Raya, Juni 2023
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan ... 4
1.4 Manfaat ... 4
II . TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Danau Sabuah... 5
2.2 Merkuri (Hg) ... 5
2.2.1 Sifat Merkuri ... 6
2.2.2 Siklus Merkuri di Lingkungan ... 7
2.2.3 Toksisitas Merkuri ... 8
2.3 Bioakumulasi... 9
2.4 Kandungan Merkuri pada Ikan... 9
2.5 Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) ... 11
2.6 Ikan Motan (Thynnichthys thynnoides) ... 12
III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 14
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 15
3.3 Prosedur Penelitian... 15
3.4 Pengumpulan Data ... 16
3.5 Prosedur Penanganan Sampel ... 17
3.6 Analisis Data ... 17
3.7 Rencana Jadwal Penelitian ... 18 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Alat dan Bahan ... 15 Tabel 2. Jadwal Penelitian... 18
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) ... 12
Gambar 2. Ikan Motan (Thynnichthys thynnoides) ... 13
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian ... 14
Gambar 4. Diagram Prosedur Penelitian ... 16
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki kekayaan alam berupa wilayah perairan umum lebih dari 54.000.000 ha, dimana perairan ini merupakan perairan umum terluas di Asia setelah Cina. Perairan umum menyediakan berbagai sumber daya alam yang berlimpah, yang digunakan sebagai sumber air baku untuk minum dan keperluan sehari-hari, sumber protein, tambang mineral, dan energi. Selain itu perairan umum juga digunakan sebagai media transportasi, tempat budidaya ikan dan tidak sedikit pula sebagai tempat wisata. Oleh karena itu, perairan umum merupakan salah satu tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan hidupnya dimasa kini dan masa yang akan datang (Wisudo, 2012).
Provinsi Kalimantan Tengah memiliki luas perairan umum sekitar 2.333.077 ha, dengan sebagian besar berupa perairan tawar seluas 2.267.800 ha. Perairan tawar ini terdiri dari rawa seluas 1.811.500 ha, sungai seluas 323.500 ha yang terdiri dari 59 sungai, dan danau seluas 132.800 ha (BPS, 2018). Perairan danau merupakan salah satu ekosistem air tawar yang terdapat pada permukaan bumi dan memiliki fungsi penting bagi kehidupan dan pembangunan manusia. Perairan danau merupakan perairan yang menerima masuknya air dari daerah tangkapan air seperti sungai, sehingga perairan danau cenderung menerima bahan-bahan terlarut yang terangkut bersamaan dengan masuknya air. Kualitas air pada perairan danau itu sendiri tergantung kepada pengelolaan atau pengendalian daerah aliran sungai (DAS) yang terhubung langsung ke perairan danau (Dewanti, 2016).
Danau Sabuah merupakan salah satu Danau Oxbow di DAS Kahayan yang memiliki sumber aliran air dari Sungai Kahayan yang terdapat aktivitas penambangan emas. Aktivitas penambangan yang dilakukan di Sungai Kahayan tersebut menggunakan merkuri sebagai bahan pemurniannya yang menyebabkan masuknya limbah merkuri ke lingkungan perairan Danau Sabuah. Danau Sabuah juga merupakan salah satu badan perairan yang dimanfaatkan oleh masyarakat menjadi lokasi pengembangan potensi wisata dan penempatan keramba ikan yang merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat sekitar (Buchar, 1998).
Menurut Sinaga (2022) kandungan merkuri pada air dan sedimen di Danau Sabuah yang telah diuji menggunakan Atomic Absorption Spectrometri (AAS) memiliki hasil yang rendah dari ambang batas yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 kelas 3 dan Washington Ecological Development yaitu 0,002 mg/l pada air dan 0,66 mg/kg pada sedimen. Pencemaran perairan yang disebabkan oleh merkuri merupakan salah satu permasalahan yang perlu diperhatikan dengan tingkat kewaspadaan yang tinggi, karena penyebaran merkuri bersifat bebas tanpa adanya batas wilayah (Sumarjono et al., 2020).
Merkuri atau air raksa (Hg) merupakan salah satu jenis logam sebagai senyawa organik dan anorganik. Merkuri (Hg) banyak ditemukan di alam dan tersebar dalam batu-batuan, biji tambang, tanah, air, dan udara. Bentuk merkuri dalam keadaan normal yaitu cair berwarna abu-abu dan tidak berbau (Junita, 2013).
Perairan sering tercemar oleh komponen-komponen anorganik seperti logam berat yang berbahaya. Selain kegiatan pertambangan yang dilakukan di sungai, kegiatan rumah tangga juga dapat menghasilkan sampah B3 yang berbahaya, khususnya merkuri yang dapat mencemari lingkungan perairan apabila sudah melewati batas yang ditentukan berbahaya bagi kehidupan (Herlambang, 2006).
Ikan merupakan salah satu biota air yang dapat menjadi salah satu indikator tingkat pencemaran perairan. Jika tubuh ikan mengandung kadar logam berat yang tinggi dan melebihi batas normal yang telah ditetapkan, maka ikan tersebut merupakan indikator kontaminasi internal untuk lingkungan perairan tersebut.
Kandungan logam berat pada ikan erat hubungannya dengan aktivitas industri terdekat dengan lingkungan hidup ikan (Supriyanto et al., 2007).
Ikan baung (Hemibagrus nemurus) dan Ikan motan (Thynnichthys thynnoides) adalah dua jenis ikan yang menjadi hasil tangkapan nelayan. Nelayan setempat mengandalkan ikan baung dan ikan motan sebagai sumber pendapatan nelayan, baik untuk konsumsi sendiri maupun untuk dijual di pasar lokal. Ikan baung (H. nemurus) merupakan ikan asli perairan Indonesia dan merupakan ikan yang habitatnya pada perairan tawar yang bersifat tenang seperti danau atau rawa.
Ikan baung memiliki ciri bentuk badan panjang dan tidak bersisik, memiliki warna tubuh abu-abu kehitaman, punggung lebih gelap serta perut lebih cerah. Panjang
ikan baung biasa mencapai 50 cm. Ikan baung tergolong pada ikan pemakan daging atau karnivora (Yusuf, 2018).
Ikan motan (T. thynnoides) adalah ikan air tawar yang tersebar di wilayah Asia Tenggara, termasuk di daerah Danau Sabuah. Ikan ini memiliki ciri khas berupa bentuk tubuh silindris dan agak pipih, memiliki lipatan bibir yang kecil dan garis. Ikan motan diketahui bersifat potamodromus, yang berarti mereka melakukan perpindahan di antara perairan tawar yang berbeda dalam rangka siklus hidupnya.
Dari segi pencernaannya, ikan motan dapat diklasifikasikan sebagai herbivora, karena mayoritas makanannya terdiri dari tumbuhan dan fitoplankton yang ditemukan di perairan tempatnya hidup (Rupawan & Rais, 2016).
Bahan pencemar meningkatkan kadar merkuri di air, kemudian mengontaminasi ikan dan biota air. Ketika ikan-ikan kecil dimakan oleh hewan atau ikan yang lebih besar, merkuri akan terakumulasi dalam tubuh ikan tersebut, kemudian manusia yang mengonsumsi ikan-ikan tersebut juga mengumpulkan merkuri di dalam tubuhnya (Polii & Sonya, 2002). Keberadaan senyawa merkuri pada Danau Sabuah yang diakibatkan dari aktivitas penambangan emas, maka diperlukan penelitian mengenai kandungan merkuri (Hg) pada biota air, hal ini dikarenakan kandungan merkuri pada air dan sedimen yang rendah pada suatu perairan tidak menjamin rendahnya kandungan merkuri pada ikan.
Berdasarkan latar belakang di atas, perlu dilakukan kajian tentang kandungan merkuri yang terdapat pada daging ikan baung (H. nemurus) dan ikan motan (T. thynnoides) yang memiliki tipe golongan makan yang berbeda dan dikaitkan dengan jumlah merkuri yang terdapat pada air dan sedimen yang telah diteliti sebelumnya. Selain itu, penelitian terhadap kandungan merkuri pada ikan belum pernah dilaksanakan di Danau Sabuah.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana perbandingan kandungan merkuri (Hg) dalam daging ikan baung (H. nemurus) dan ikan motan (T. thynnoides) di perairan Danau Sabuah?
2. Apakah terdapat perbedaan signifikan dalam kandungan merkuri (Hg) antara ikan baung (H. nemurus) dan ikan motan (T. thynnoides) berdasarkan golongan makanannya di perairan Danau Sabuah?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui kandungan merkuri (Hg) dalam daging ikan baung (H.
nemurus) dan ikan ikan motan (T. thynnoides),
2. Untuk mengetahui perbedaan antara kandungan merkuri (Hg) pada daging ikan baung (H. nemurus) dan ikan motan (T. thynnoides) dari golongan makanannya.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Sebagai pelengkap informasi mengenai kandungan merkuri (Hg) di daging ikan baung (H. nemurus) dan ikan motan (T. thynnoides) di Danau Sabuah, 2. Sebagai bahan acuan dalam pengambilan keputusan oleh pemerintah, masyarakat, perusahaan, dan beberapa pihak lainnya yang berperan penting dalam pengelolaan Danau Sabuah.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Danau Sabuah
Danau Sabuah merupakan salah satu danau Oxbow di Kalimantan Tengah, tepatnya terletak di Desa Tuwung, Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau. Koordinat geografisnya adalah 02°3’19’’LS dan 133°56’37’’BT. Danau ini terletak sekitar 15 km di arah utara Kota Palangka Raya (Hutauruk et al., 2022).
Danau Sabuah relatif terpisah secara permanen terhadap Sungai Kahayan namun juga terhubung selama musim penghujan oleh anak sungai yang terdapat di danau ini, yaitu Sungai Gahagas. Sungai Kahayan memiliki warna air yang cenderung keruh yakni berwarna kuning kecoklatan, hal ini disebabkan oleh adanya pencemaran perairan (Buchar, 1998).
Danau Sabuah memiliki warna coklat kehitaman, kondisi ini terjadi pada musim kemarau dimana terjadinya dua massa air yang tidak menyatu akibat keberadaan anak sungai yang ada di antara Sungai Kahayan dan Danau Sabuah.
Anak sungai yang berada di antara Sungai Kahayan dan Danau Sabuah ini juga berfungsi sebagai aliran air masuk dan keluar (inlet dan outlet) yang penting bagi danau pada kondisi air naik atau turun di Sungai Kahayan (Buchar, 1998). Danau Sabuah memiliki luas 0,94 km2 yang terdiri dari hutan rotan dan pemukiman penduduk. Jarak tempuh menuju Danau Sabuah sekitar 3 km dari Bukit Rawi dan berjarak sekitar 7 km dari Kota Palangka Raya. Bentuk kegiatan yang diusahakan di Danau Sabuah yaitu usaha budidaya (kolam dan karamba) dan perikanan tangkap (Sinaga, 2022).
2.2 Merkuri (Hg)
Merkuri adalah satu dari banyak elemen alami yang sering mencemari lingkungan sekitarnya. Sebagian besar merkuri yang ada di alam ditemukan dalam bentuk senyawa dengan elemen lain, jarang ditemukan dalam bentuk unsur murni (Trikarini, 2005). Pada suhu ruangan merkuri memiliki sifat cair dan memiliki konduktivitas listrik yang tinggi, hal ini menyebabkan merkuri banyak digunakan pada bidang industri, pertambangan, dan laboratorium (Wiguna, 2016).
Merkuri sangat berbahaya baik bagi kehidupan manusia maupun biota air lainnya yang berada pada perairan yang mengandung merkuri (Marsyalita et al., 2012). Pada umumnya merkuri masuk ke perairan berbentuk Hg unsur (HgO) dan memiliki densitas tinggi. Unsur ini dapat diubah menjadi merkuri organik yang disebabkan oleh aksi bakteri metana, yaitu metil merkuri. Unsur ini memiliki sifat beracun dan sifat pengikat yang kuat, serta kelarutan yang baik pada tubuh ikan dan biota air lainnya (Elvince et al., 2008).
Salah satu sumber utama merkuri secara alami adalah aktivitas vulkanik.
Proses vulkanik, termasuk letusan gunung berapi dapat melepaskan merkuri ke atmosfer dalam bentuk uap merkuri (Evers & Ismawati, 2020). Namun pencemaran perairan yang disebabkan oleh merkuri semakin meningkat, hal ini disebabkan oleh aktivitas manusia dan industri yang menggunakan merkuri sebagai salah satu bahan dalam kegiatannya. Komponen merkuri menjadi banyak tersebar di tanah, air, udara, dan biota air melalui proses fisika, kimia dan biologi (Putranto, 2011).
Kontaminasi merkuri di perairan sungai dapat terjadi melalui beberapa cara, salah satunya adalah kegiatan ekstraksi hasil dari pertambangan emas ilegal yang terletak di sepanjang tepian sungai. Cairan merkuri digunakan dalam ekstraksi emas untuk membentuk amalgam, amalgam kemudian dilelehkan melalui proses pembakaran melepaskan merkuri dalam bentuk gas ke atmosfer. Merkuri yang lepas ke atmosfer akan diserap kembali melalui berbagai media oleh tumbuhan, hewan, dan manusia. Hal ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan (Nakazawa et al., 2021).
2.2.1 Sifat Merkuri
Merkuri dapat ditemukan dalam 3 bentuk yang dapat dibagi menjadi merkuri organik, inorganik, dan elemental. Merkuri elemental memiliki wujud cair pada suhu 25ºC dan memiliki warna abu-abu, tidak berbau dengan berat molekul 200,59 g/mol. Merkuri elemental memiliki titik lebur -38,87ºC dan titik didih 356,72ºC. Jenis merkuri ini paling mudah menguap dan relatif tidak larut pada air dan asam hidroklorida namun larut dalam lemak, asam nitrat dan pentana. Merkuri inorganik seperti merkuri klorida (HgCl2) memiliki berat molekul 271,52 g/mol, memiliki tekanan uap 0,1 kPa pada suhu 136,2ºC. Merkuri ini memiliki wujud
kristal putih atau bubuk, memiliki sifat larut dalam air dan alkohol. Merkuri organik memiliki sifat sukar larut dalam air, namun mudah larut dalam pelarut organik (Wiguna, 2016).
Merkuri memiliki afinitas yang tinggi terhadap logam lain, sehingga sering digunakan dalam berbagai kegiatan industri dan proses manufaktur (Putranto, 2011). Emas dan perak merupakan logam yang dapat terlarut dengan merkuri, sehingga merkuri digunakan sebagai bahan pengikat emas dalam proses pengolahan bijih sulfida yang mengandung emas pada proses amalgamasi. Proses amalgam merkuri-emas dipanaskan, sehingga merkuri menguap meninggalkan logam emas dan campurannya (Wiguna, 2016).
Merkuri merupakan senyawa yang memiliki efek berbahaya pada manusia jika terpapar dalam dosis besar. Efek yang diakibatkan yaitu kerusakan sistem saraf pusat. Merkuri dapat merusak sel-sel saraf dan mengganggu fungsi neurotransmitter di otak yang menyebabkan berbagai gangguan neurologis, gangguan perkembangan janin, gangguan sistem kekebalan tubuh, gangguan fungsi ginjal, dan kebutaan (Knobeloch et al., 2005).
Berdasarkan hasil penelitian Sinaga (2022) menggunakan AAS, ditemukan bahwa kandungan merkuri pada air Danau Sabuah masih di bawah ambang batas dari yang telah ditetapkan oleh PP No. 22 Tahun 2021 kelas 3, yaitu sebesar 0,002 mg/l. Adapun nilai kandungan merkuri pada Stasiun 1, Stasiun 2, dan Stasiun 3 masing-masing adalah 0,00093 mg/l, 0,00096 mg/l, dan 0,00096 mg/l. Sedangkan nilai kandungan merkuri pada sedimen Danau Sabuah dari masing-masing stasiun adalah 0,0855 mg/kg, 0,13275 mg/kg, dan 0,1205 mg/kg. Berdasarkan standar yang diijinkan oleh Washington Ecological Development, kandungan merkuri pada sedimen Danau Sabuah masih di bawah standar dari nilai ambang batas yang ditetapkan yaitu 0,66 mg/kg.
2.2.2 Siklus Merkuri di Lingkungan
Siklus merkuri di lingkungan mengacu pada perjalanan dan perubahan siklus elemen merkuri (Hg) melalui berbagai bagian dalam ekosistem termasuk tanah, air, udara, dan makhluk hidup. Melalui tahap emisi yaitu merkuri dilepaskan ke atmosfer melalui proses alami seperti aktivitas vulkanik dan aktivitas manusia
pembakaran limbah dan batubara. Merkuri dalam bentuk gas dapat terdeposisi ke tanah atau perairan melalui proses deposisi atmosfer yang melibatkan merkuri dari udara ke permukaan bumi melalui hujan. Merkuri yang terdeposisi dapat berubah bentuk menjadi senyawa organik (metil merkuri) oleh bakteri (Wiguna, 2016).
Metil merkuri dapat diambil oleh organisme seperti fitoplankton, kemudian ketika organisme tersebut dimakan oleh organisme lain dalam rantai makanan, merkuri dapat mengalami penumpukan konsentrasi yang tinggi di tingkat trofik yang lebih tinggi (biomagnifikasi). Merkuri yang terakumulasi dalam organisme akan tetap berada pada tubuh mereka, kemudian organisme lain akan mengalami akumulasi merkuri yang lebih besar. Predator tingkat atas memiliki konsentrasi merkuri yang lebih tinggi, selanjutnya merkuri akan masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan yang terkontaminasi merkuri (Budiawan & Suseno, 2016).
2.2.3 Toksisitas Merkuri
Toksisitas adalah tingkat kerusakan yang disebabkan oleh suatu zat ketika memiliki kontak dengan organisme. Peningkatannya polutan berbahaya dapat menyebabkan keracunan dan mengganggu proses kehidupan makhluk hidup.
Masuknya logam berat yang bersifat racun ke dalam perairan menyebabkan perubahan pada fungsi perairan tersebut. Hal ini disebabkan oleh zat berbahaya yang masuk, dapat merusak kualitas air dan berdampak buruk pada organisme yang ada pada perairan tersebut. Toksisitas logam berat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik pada aspek kimia atau aspek fisika (Darmono, 2010).
Toksisitas merkuri pada ikan adalah masalah serius yang berkaitan dengan kontaminasi merkuri di perairan. Tingkat toksisitas merkuri pada ikan juga menjadi perhatian bagi manusia yang mengonsumsinya. Jika manusia mengonsumsi ikan yang terkontaminasi merkuri dalam jumlah besar atau dalam jangka waktu yang lama, dapat menyebabkan keracunan merkuri (Darmono, 1995).
Merkuri anorganik memiliki sifat lebih beracun bagi ginjal daripada merkuri organik. Namun merkuri organik lebih menyerang sistem jaringan syaraf, dan sistem hematopoietik. Keracunan merkuri biasanya menyebabkan kerusakan pada tubulus ginjal yang dapat menyebabkan kematian pada sel atau jaringan pada pars recta tubulus proksimal bahkan pada dosis terendah (Ullrich et al., 2001).
2.3 Bioakumulasi
Bioakumulasi merupakan proses terjadinya penumpukan senyawa kimia asing dalam organisme yang diterima, baik secara langsung dari lingkungan abiotik (air, udara, tanah) maupun dari sumber makanan (transfer trofik). Penumpukan senyawa dalam tubuh organisme diakibatkan oleh paparan senyawa asing yang lama berada di sekitar organisme tersebut, sehingga organisme tersebut mengalami peningkatan penumpukan senyawa asing dalam tubuh (Irianti et al., 2017).
Bioakumulasi merupakan hubungan antara biokonsentrasi dan biomagnifikasi, yaitu masuknya senyawa merkuri langsung dari air melalui insang dan masuknya merkuri melalui rantai makanan yang pada akhirnya tingkat konsentrasi zat kimia pada organisme tersebut menjadi tinggi (Herawati et al., 2015). Menurut Irianti et al. (2017) konsentrasi merkuri yang masuk dan terakumulasi dalam jaringan organisme terus meningkat seiring dengan meningkatnya stratifikasi atau posisi organisme dalam sistem rantai makanan (biomagnifikasi).
Proses biomagnifikasi dimulai dari ikan-ikan kecil yang telah terpapar merkuri dimakan oleh ikan-ikan besar, sehingga ikan-ikan besar memiliki kandungan merkuri yang lebih besar dari ikan kecil, kemudian manusia yang merupakan puncak tertinggi dari hampir semua rantai makanan dalam ekosistem akan terpapar kandungan merkuri dalam jumlah yang lebih tinggi (Hasibuan et al., 2020).
2.4 Kandungan Merkuri Pada Ikan
Ikan merupakan jenis organisme air yang dapat bergerak dengan cepat di dalam air. Ikan yang hidup di perairan terkontaminasi merkuri dapat mengakumulasi zat ini dalam jaringan tubuh ikan seiring waktu. Konsentrasi merkuri dalam ikan bervariasi tergantung pada beberapa faktor, termasuk jenis ikan, ukuran ikan, dan lingkungan tempat ikan tersebut hidup. Namun pencemaran perairan menyebabkan beberapa spesies ikan diduga mengandung merkuri yang dilihat dari air dan sedimen perairan tersebut telah terkontaminasi merkuri (Darmono, 2010).
Penumpukan logam berat merkuri pada ikan terjadi karena rantai makanan dari kelompok organisme produsen hingga ke kelompok konsumen yang lebih tinggi. Merkuri mudah diserap oleh jaringan ikan dan dapat berkumpul dalam jumlah yang signifikan di jaringan otot dan lemak ikan. Konsentrasi merkuri yang tinggi pada perairan dapat menyebabkan tingkat kematian ikan semakin besar karena rusaknya organ ikan yang diakibatkan oleh paparan merkuri melalui lingkungan perairan (Lukiawan & Suminto, 2017).
Organ ikan yang mudah terkontaminasi terhadap merkuri yaitu insang, hal ini dikarenakan insang merupakan organ yang berfungsi sebagai pengatur pertukaran ion, gas dan menjaga keseimbangan pH dan nitrogen. Selain insang, hati, ginjal, dan lambung juga merupakan organ yang dapat dirusak oleh merkuri.
Ginjal yang berperan sebagai penyaring zat racun yang tidak diperlukan oleh tubuh menyebabkan ginjal dapat mengalami kerusakan oleh daya toksik logam merkuri.
Rantai makanan yang terjadi di perairan yang tercemar menyebabkan ikan yang terdapat pada perairan tersebut mengalami paparan merkuri. Merkuri yang terdapat di perairan masuk ke ke dalam ikan melalui sistem saluran pencernaan lambung, kemudian pada lambung terjadi proses pencernaan secara mekanik dan kimiawi (Regine et al., 2005).
Berdasarkan sifat kimia dan fisika, tingkat toksisitas logam berat terhadap hewan air berturut-turut adalah merkuri (Hg), kadnium (Cd), seng (Zn), timbal (Pb), kromium (Cr), nikel (Ni) dan kobalt (Co). Jika merkuri masuk ke dalam perairan lalu akan berikatan dengan klor yang ada dalam air dan membentuk ikatan HgCl, dalam bentuk ini merkuri mudah masuk ke dalam plankton kemudian akan berpindah ke biota lain melalui proses rantai makanan. Lingkungan perairan yang sudah terkontaminasi dengan logam berat akan terkontaminasi pula terhadap biota air. Pada umumnya, potensi akumulasi menunjukkan bahwa semakin tinggi rantai makanan maka akumulasi organisme terhadap logam berat akan semakin tinggi terkandung di dalam tubuh organisme tersebut (Herawati et al., 2015).
2.5 Ikan Baung (Hemibagrus nemurus)
Ikan baung (H. neumurus) termasuk kepada golongan ikan nocturnal yaitu ikan yang aktif di malam hari (Heltonika & Karsih, 2017). Penyebaran ikan baung banyak ditemukan pada daerah perairan Jawa, Sumatera, Bangka, dan Kalimantan dan merupakan salah satu varietas ikan lele dan patin yang termasuk ke dalam keluarga catfish (Suryanti, 2002). Ikan baung merupakan salah satu jenis ikan yang banyak diminati oleh masyarakat karena mengandung banyak gizi yang dibutuhkan oleh tubuh (Cahyanti et al., 2015).
Ikan baung banyak ditemukan di perairan tenang seperti sungai, danau, dan rawa dan memiliki bentuk tubuh yang panjang, licin, dan tidak bersisik. Pada bagian tutup insang sampai pangkal ekor terdapat garis linea lateralis dan memiliki lima buah sirip yang terdiri dari sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip dubur, dan sirip ekor. Dilihat dari jenis golongan makanan, ikan baung merupakan ikan yang tergolong pada ikan pemakan segalanya (omnivora) namun memiliki kecenderungan kesukaan pada jenis insekta air dan ikan. Hal tersebut menyebabkan ikan baung mengarah kepada pemakan daging (karnivora), hal tersebut juga dapat terlihat dari bentuk mulut ikan yang merupakan ciri-ciri ikan pemangsa atau predator (Alawi, 1995 dalam Ahmad, 2018).
Secara taksonomi ikan baung (H. neumurus) diuraikan sebagai berikut (Muslim et al., 2020) :
Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophsy Genus : Hemibagrus
Spesies : Hemibagrus nemurus
Gambar 1. Ikan Baung (Hemibagrus nemurus) Sumber: umpanmancingikan.blogspot 2.6 Ikan Motan (Thynnichthys thynnoides)
Perairan Indonesia yang luas memberikan tempat kepada banyak jenis biota air, salah satunya ialah ikan motan (T. thynnoides) yang merupakan ikan air tawar di Indonesia. Ikan motan berasal dari perairan Indonesia yaitu jawa, sumatera, kalimantan dan dapat ditemukan di berbagai perairan tawar, seperti sungai, rawa, danau, dan tambak. Nilai ekonomis yang dimiliki ikan motan juga cukup penting di pasaran, hal ini menyebabkan ikan motan merupakan salah satu hasil tangkapan nelayan (Janurianda, 2013),
Ciri morfologis ikan motan meliputi sisik berwarna putih keperakan, panjang tubuhnya lebih panjang daripada tinggi tubuhnya, dan bentuk tubuhnya bilateral simetris. Kepala ikan motan meruncing, mulutnya terletak di anterior atau ujung depan kepala atau agak ke bawah dan kecil, serta moncongnya dapat ditonjolkan ke depan, tanpa adanya bibir atas dan rahang bawah. Terdapat lipatan bibir kecil pada sudut rahang, operculum memiliki kelopak yang besar, garis rusuk lurus dan memanjang ke tengah-tengah ekor, sirip dorsal kecil dan berada sejajar dengan sirip ventral. Ikan motan memiliki tidak lebih dari delapan ruji bercabang, namun tidak memiliki sisir insang (Burnawi, 2011).
Faktor makanan memiliki peran signifikan dalam menentukan populasi, pertumbuhan, dan kondisi ikan. Jenis makanan yang dikonsumsi oleh suatu spesies ikan bergantung pada umur dan waktu tertentu (Harsandi et al., 2015). Ikan motan (T. thynnoides) merupakan ikan dengan tipe makan omnivora yang cenderung herbivora, hal ini dapat diperkuat dengan pengamatan pada saluran pencernaannya
yang mengandung plankton, terutama fitoplankton (Tampubolon & Simanjuntak, 2009).
Secara taksonomi ikan motan (T. thynnoides) diuraikan sebagai berikut (Kottelat et al., 1993):
Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Pisces
Ordo : Cypriniformes Genus : Thynnichthys
Spesies : Thynnichthys thynnoides Bleeker, 1852
Gambar 2. Ikan Motan (Thynnichthys thynnoides) Sumber: Dokumen Pribadi
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Danau Sabuah, Desa Tuwung, Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 1 kali pada bulan Juli dan analisis merkuri pada ikan akan dilakukan di Balai Penerapan Mutu Hasil Perikanan (BPMHP) Kota Banjar Baru, Kalimantan Selatan.
Adapun peta lokasi pengambilan sampel penelitian yang dilaksanakan di Danau Sabuah disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian
Berikut merupakan lokasi pengambilan sampel penelitian yang di tentukan menjadi 3 stasiun dengan posisi koordinat sebagai berikut
Stasiun 1 (ST-1) merupakan stasiun yang terletak di hilir danau dengan titik koordinat 113°56'22.4" BT dan 2°02'38.5" LS
Stasiun 2 (ST-2) merupakan stasiun yang terletak di tengah danau dengan titik koordinat 113°56'31.2" BT dan 2°03'15.9" LS
Stasiun 3 (ST-3) merupakan stasiun yang terletak di hulu danau dengan titik koodinat 113°55'55.7" BT dan 2°03'32.4" LS.
3.2 Alat dan Bahan Yang Digunakan Dalam Penelitian
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Alat dan Bahan
Alat
No. Nama Alat Kegunaan
1. Global positioning system (GPS)
Untuk menentukan titik koordinat lokasi penelitian
2. Ember Sebagai wadah ikan yang tertangkap
3. Timbangan digital Mengukur berat ikan
4. Penggaris Mengukur panjang ikan
5. Kantong Plastik Sebagai tempat sampel ikan yang akan dikirim 6. Tali rafia Untuk mengikat kantong plastik berisi sampel 7. Kotak pendingin (coolbox) Menjaga temperatur sampel agar tetap dingin
Bahan
No. Nama Bahan Kegunaan
1. Ikan baung (H. nemurus) Sebagai sampel penelitian 2. Ikan motan (T. thynnoides) Sebagai sampel penelitian
3.3 Prosedur Penelitian
Sampel ikan diperoleh dari hasil tangkapan nelayan lokal, pengambilan sampel tersebut dilakukan di Danau Sabuah dengan titik pengambilan sampel yang telah ditentukan. Ikan yang telah diperoleh diukur panjang dan beratnya, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik. Sampel yang telah dimasukkan ke dalam kantong plastik, selanjutnya diikat dengan tali rafia untuk menghindari kontaminasi. Sampel lalu dimasukkan ke dalam kotak pendingin (coolbox) yang berisi es dan segera dibawa ke BPMHP Kota Banjar Baru, Kalimantan Selatan untuk dianalisis.
Diagram prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Diagram Prosedur Penelitian 3.4 Pengumpulan Data
Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa sampel ikan baung dan ikan motan di Danau Sabuah menggunakan teknik purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang digunakan ketika peneliti sudah punya target individu dengan karakteristik yang sesuai dengan penelitian (Lenaini, 2021).
Pengambilan sampel ikan dilakukan langsung di Danau Sabuah, dari masing- masing jenis ikan akan diambil sebanyak 6 ekor ikan. Ukuran sampel ikan yang digunakan adalah ukuran ikan layak konsumsi yaitu 20-40 cm. Kemudian sampel dianalisis di laboratorium untuk mengetahui kadar merkuri pada ikan tersebut.
Data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini adalah literatur atau penelitian sebelumnya di bidang yang serupa, data tersebut kemudian dapat dijadikan sebagai acuan atau data tambahan dalam analisis hasil penelitian ini.
3.5 Prosedur Penanganan Sampel
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu daging pada ikan baung, dan ikan motan yang diambil langsung dari Danau Sabuah. Adapun prosedur penanganan sampelnya antara lain :
1. Ikan baung dan ikan motan didapatkan dari nelayan Danau Sabuah.
Kemudian dimasukkan ke dalam ember dan dilakukan pengukuran berat dan panjang ikan,
2. Kemudian ikan yang telah diukur berat dan panjangnya, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diikat menggunakan tali rafia agar ikan terhindar dari kontaminasi lingkungan luar,
3. Sampel tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kotak pendingin dan diisi dengan es hingga sampel tenggelam. Hal ini bertujuan untuk menjaga kesegaran ikan yang akan diuji,
4. Sampel yang telah selesai di packing, kemudian dikirimkan langsung ke (BPMHP) Kota Banjar Baru untuk dianalisis.
3.6 Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis dalam bentuk deskriptif yaitu penelitian untuk menyelidiki keadaan yang telah disebutkan, kemudian hasil yang diperoleh dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian (Syahza, 2021). Adapun perangkat lunak yang digunakan untuk menganalisis data primer dalam penelitian ini berupa Microsoft Excel 2019 dan dilakukannya pengujian statistik (Uji T) yang digunakan untuk mengetahui perbedaan antara kandungan merkuri pada daging ikan baung dan ikan motan (Mustofa, 2013).
Perangkat lunak tersebut juga dimanfaatkan untuk menginput data yang diperoleh dari lapangan.
3.7 Rencana Jadwal Penelitian
Penelitian dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan sebagai berikut:
Tabel 2. Jadwal Penelitian No. Kegiatan
Penelitian
Bulan I
April II Mei
III Juni
IV Juli
V Agustus
VI September 1. Survei Lapangan
2. Penyusunan Proposal 3. Konsultasi
Proposal
4. Seminar Proposal 5. Penelitian
6. Analisis Data 7. Seminar Hasil 8. Sidang Skripsi
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Y. 2018. Pengaruh Pemberian MOL Telur Keong Mas dengan Dosis Berbeda Melalui Cacing Sutera (Tubifex tubifex) Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Baung (Hemibagrus nemurus).
Disertasi. Universitas Islam Riau. Riau.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Tengah. 2018. Gambaran Umum Tentang Kalimantan Tengah dalam Angka-angka. Badan Pusat Statistik:
Kalimantan Tengah.
Buchar, T. 1998. Bioekologi Komunitas Ikan di Danau Sabuah, Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Budiawan, B. & Suseno, H. 2016. Studi Bioakumuluasi Merkuri dari Jalur Air Laut oleh Karang Darah (Anadara Granosa) dan Kerang Hijau (Perna Viridis).
Jurnal Ekologi Kesehatan 15(2): 97-106.
Burnawi, B. 2011. Pengamatan Fekunditas Ikan Motan (Thynnichthys Polylepis) Hasil Tangkapan Nelayan Dari Waduk Koto Panjang, Provinsi Riau. Jurnal BTL 9(1): 1-5.
Cahyanti, W., Prakoso, A. V., Subagja, J. & Kristanto, H, A. 2015. Efek Pemuasan dan Pertumbuhan Kompensasi pada Benih Ikan Baung (Hemibagrus nemurus). Media Akuakultur 10(1): 17-21.
Darmono, D. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press.
Jakarta.
Darmono, D. 2010. Lingkungan Hidup dan Pencemaran, Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. UI Press. Jakarta.
Dewanti, Y. T. 2016. Partisipasi Masyarakat dalam Upaya Pelestarian Situ-situ di Kota Depok. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Elvince, R., Inoue, T., Tsushima, K., Takayanagi, R., Ardianor, A., Darung, U., Gumiri, S., Dohong, S., Nagafuchi, O., Kawakami, T. & Yamada, T. 2008.
Assessment of Mercury Contamination in the Kahayan River, Central Kalimantan, Indonesia. Jurnal Teknologi Air dan Lingkungan 6(2): 103- 116.
Evers, D. & Ismawati, Y. 2020. Merkuri di Indonesia, Mengurangi Pasokan dan Ketersediaan. OES. Washington.
Harsandi, A., Brown, A. & Syofyan, I. 2015. Artikel: Pengaruh Variasi Komponen Biji Sawit Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Sepat Rawa (Trichogaster Trichopterus) Pada Alat Tangkap Bubu. Universitas Riau: Pekanbaru.
Hasibuan, A, K, D., Riani, E. & Anwar Syaiful. 2020. Kontaminasi Merkuri (Hg) pada Air Sungai, Air Sumur, Sedimen, dan Ikan di Sungai Kuantan, Riau.
Jurnal Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 10(4): 679-687.
Heltonika, B. & Karsih, R. O. 2017. Pemeliharaan Benih Ikan Baung (Hemibagrus Nemurus) dengan Teknologi Photoperiod. Berkala Perikanan Terubuk 45(1): 125-137.
Herawati, T., Yustiati, A. & Nurhayati, A. 2015. Kandungan Merkuri pada Daging Ikan Tawes (Barbonymus gonionotus) yang Diberi Pakan Eceng Gondok (Eichornia crasiipes) dalam Sistem Budidaya Ikan di Waduk Cirata. Tesis.
Universitas Padjajaran. Bandung.
Herlambang, A. 2006. Pencemaran Air dan Strategi Penanggulangannya. Jurnal Air Indonesia 2(1): 16-29.
Hutauruk, S. E., Harteman, E., Najamuddin, A. & Wulandari, L. 2022. Pola Pertumbuhan dan Jenis Makanan Ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata) di Danau Sabuah Kecamatan Kahayan Tengah Kabupaten Pulang Pisau.
Journal of Tropical Fisheries 17(2): 49-56.
Irianti, T. T., Sugiyanto, S., Kuswandi, K. & Nuranto, S. 2017. Toksikologi Lingkungan. Grafika Indah. Surabaya.
Janurianda, V, F. 2013. Skripsi: Inventarisasi Ikan Hasil tangkapan Nelayan Di Danau Bekat Dan Implementasinya Pembuatan Buklet Keanekaragaman Jenis. Universitas Tanjungpura: Pontianak.
Junita, R. N. 2013. Risiko Keracunan Merkuri (Hg) pada Pekerja Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Cisarua Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor Tahun 2013. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Jakarta.
Knobeloch, L., Anderson, H., Im, P., Peters, D., & Smith, A. 2005. Konsumsi Ikan, Kesadaran Penasehat, dan Tingkat Merkuri pada Rambut di Kalangan Wanita Usia Subur. Environmental Research 97: 220-227.
Kottelat, M. A. T., Whitten, D. A. N., Kartika & S. Wijoatmojo, 1993. Freshwater Fishery Of Western Indonesia and Sulawesi. Perplus Edition Ltd. Jakarta.
Lenaini, I. 2021. Teknik Pengambilan Sampel Purposive dan Snowball Sampling.
Jurnal Kajian, Penelitian & Pengembangan Pendidikan Searah 6(1): 33-39.
Lukiawan R., & Suminto. 2017. Kandungan Metil Merkuri pada Beberapa Jenis Ikan Sebagai Upaya Mendukung Pengembangan Standar Codex. Jurnal Standarisasi 19(3): 193-206.
Marsyalita, F., Rahardja, S. B., & Cahyoko, Y. 2012. Analisis Kandungan Merkuri (Hg) Pada Air, Sedimen, Ikan Keting (Arius caelatus), dan Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) Di Kali Jagir Surabaya. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan 4(2): 113-118.
Muslim, M., Heltonika, B., Sahusilawane, A. H., Wardani, W.W. & Rifai, R. 2020.
Ikan Lokal Perairan Tawar Indonesia yang Prospektif Dibudidayakan. CV.
Pena Persada. Banyumas.
Mustofa, A. 2013. Uji Hipotesis Statistik. Penerbit Gapura. Yogyakarta.
Nakazawa, K., Nagafuchi O., Kawakami, T., Inoue, T., Elvince, R., Kanefuji, K., Nur, I., Napitupulu, M., Basir, M., Kinoshita, H. & Shinozuka, K. 2021.
Human Health Risk Assessment of Atmospheric Mercury Inhalation Around Three Artisanal Small-scale Gold Mining Areas in Indonesia.
Environmental Science: Atmospheres (1): 423-433.
Polii, J. B. & Sonya, N. D. 2002. Pendugaan Kandungan Merkuri dan Sianida di Daerah Aliran Sungai (DAS) Buyat Minahasa. Ekoton 2(1): 31-37.
Putranto, T. T. 2011. Pencemaran Logam Berat Merkuri (Hg) pada Air Tanah.
Teknik 32(1): 62-71.
Regine, B, M., Gilles, D., Yannick, D., Alain, D. 2005. Jurnal: Mercury Distribution in Fish Organs and Food Regimes: Significant Relationships from Twelve Species Collected in French Guiana (Amazonian basin).
Science of the Total Environment 368(2006): 262-270.
Rupawan, R & Rais, H. A. 2016. Karakteristik Penangkapan Dan Produksi Ikan Di Kabupaten Barito Selatan, Kalimantan Tengah. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 22(4): 215-224.
Sinaga, X, F. 2022. Kandungan Merkuri di Air dan Sedimen Danau Sabuah Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah. Skripsi. Universitas Palangka Raya. Palangka Raya.
Sumarjono, E., Aryanto, R., Purwiyono, T, T., & Subandrio, S. 2020. Topografi Sebagai Faktor Pengontrol Terhadap Penyebaran Merkuri Limbah Pengolahan Bijih Emas Dengan Metode Amalgamasi Pada Sedimen Sungai.
Institut Teknologi Nasional Yogyakarta. Yogyakarta.
Supriyanto, C., Samin, S., & Kamal, Z. 2007. Analisis Cemaran Logam Berat Pb, Cu, dan Cd pada Ikan Air Tawar dengan Metode Spektrometri Nyala Serapan Atom (SSA). Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir.
Yogyakarta.
Suryanti, Y. 2002. Perkembangan Aktivitas Enzim Pencernaan pada Larva/Benih Ikan Baung (Mystus nemurus C.V.). Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 8(3): 15-18.
Syahza, A. 2021. Metodologi Penelitian Edisi Revisi Tahun 2021. UR Press. Riau.
Tampubulon, P, R, A, P. & Simanjuntak, H, P, C. 2009. Kebiasaan Makanan Ikan Motan(Thynnichthys Thynnoides, Bleeker, 1852) Di Rawa Banjiran Sungai Kampar Kiri, Riau. Jurnal Iktiologi Indonesia 9(2): 195-201.
Trikarini, T. 2005. Penurunana Kadar Hg (Merkuri) Dalam Limbah Cair Laboratorium Terpadu Universitas Islam Indonesia Menggunakan Filter Karbon Aktif Arang Tempurung Kelapa. Skripsi. UII. Yogyakarta.
Ullrich, M, S., Tanton, W. T. & Abdrashitova, A. 2001. Jurnal: Mercury in the Aquatic Environment: A Review Factors Affecting Methylation. Critical Reviews in Environmental Science and Technology 31(3): 241-293.
Wiguna, A. 2016. Pengaruh Pemberian Merkuri Per Oral Terhadap Gambaran Histopatologis Ginjal Tikus Wistar. Disertasi. Universitas Diponegoro Semarang. Semarang.
Wisudo, H. S. 2012. Wilayah Perairan Indonesia. Universitas Terbuka. Jakarta.
Yusuf, A. 2018. Pengaruh Pemberian MOL Telur Keong Mas dengan Dosis Berbeda Melalui Cacing Sutera (Tubifex tubifex) Terhadap Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Larva Ikan Baung (Hemibagrus nemurus).
Disertasi. Universitas Islam Riau. Riau.