• Tidak ada hasil yang ditemukan

prosiding - Digital Repository Warmadewa University

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "prosiding - Digital Repository Warmadewa University"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

Rekomendasi Jember berisi strategi perampingan dan harmonisasi regulasi di pusat dan daerah; Penataan ulang jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan; dan uji terpadu ketentuan hukum di Mahkamah Konstitusi. Pendelegasian ketentuan dari undang-undang) dalam sistem hukum dan peraturan perundang-undangan Indonesia serta letak jenis peraturan tersebut dalam. 36 Susunan jenis dan hierarki ketentuan peraturan perundang-undangan dalam perspektif pembagian dan pemisahan kekuasaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

49 Perkembangan Jenis, Hirarki, dan Isi Peraturan Perundang-undangan: Permasalahan dan Solusi Bayu Dwi Anggono. 54 Kajian peraturan perundang-undangan terpadu di mahkamah konstitusi sebagai upaya penyusunan peraturan Dody Nur Andriyan. Pengaturan mengenai jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan terdapat dalam UUD 1945, bukan dalam undang-undang;

Ketetapan MPR diakui sebagai suatu bentuk peraturan perundang-undangan, namun tidak termasuk dalam hierarki ketentuan perundang-undangan; Ketentuan menteri bukan merupakan bagian dari hierarki ketentuan peraturan perundang-undangan dan bukan merupakan suatu bentuk ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun dalam praktik yang terjadi saat ini yang menguji ketentuan hukum tersendiri di Mahkamah Konstitusi (UU) dan Mahkamah Agung (ketentuan peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang), berdasarkan beberapa pertimbangan, sebaiknya digabungkan di Mahkamah Konstitusi.

Uji coba dua pintu terhadap ketentuan undang-undang tentu menyulitkan pihak yang berperkara dalam perspektif konstitusionalis yang berbasis hak asasi manusia. One-stop review terhadap ketentuan hukum menekankan peran Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal Konstitusi. Khususnya penataan hukum acara pengujian ketentuan hukum baik di Mahkamah Konstitusi maupun Mahkamah Agung.

PENDAHULUAN

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (selanjutnya disebut Ketetapan MPR) adalah suatu bentuk produk perundang-undangan yang merupakan keputusan permusyawaratan Majelis Rakyat, baik yang berlaku di dalam majelis itu sendiri maupun di luar majelis itu sendiri.281 Meskipun setelah dilakukan perubahan terhadap UUD 1945, MPR tidak lagi berwenang mengeluarkan ketetapan-ketetapan sebagai produk hukum pengaturan, terdapat delapan ketetapan MPR(S) yang saat ini dinyatakan masih berlaku. Kemunculan TAP MPR pada jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tentunya mempunyai implikasi terhadap sistem hukum di Indonesia. Kedudukan TAP MPR sebagai bagian dari jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan tentu saja menimbulkan berbagai perdebatan dan pendapat di kalangan para ahli hukum mengenai apakah TAP MPR layak dimasukkan dalam hierarki peraturan perundang-undangan, sejak terlihat pada UU No. .

Ketentuan pasal-pasal yang mengatur ketetapan MPR dimasukkan kembali ke dalam hierarki ketentuan hukum, yang diatur dalam ketentuan pasal 7 ayat. Ketentuan pasal di atas menempatkan kedudukan TAP MPR di bawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUDNRI Tahun 1945) dan di atas undang-undang. Berdasarkan ketentuan pasal di atas, timbul persoalan siapa yang berwenang menguji Ketetapan MPR jika dianggap melanggar UUD RI 1945.

Kekosongan norma hukum terlihat dari ketentuan Pasal 24C ayat (1) yang berbunyi: Mahkamah Konstitusi berwenang memberikan putusan pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final, menguji undang-undang terhadap UUD, menyelesaikan perselisihan kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan umum. Sedangkan ketentuan Pasal 24A ayat (1) menyatakan bahwa Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan terhadap undang-undang, dan mempunyai kewenangan lain yang diberikan berdasarkan undang-undang. Berdasarkan dua ketentuan pasal di atas, terlihat adanya kekosongan norma hukum mengenai lembaga negara mana yang berwenang menguji ketetapan MPR apabila dianggap bertentangan dengan UUD RI Tahun 1945.

Persoalan lainnya adalah setelah dilakukan perubahan UUD 1945, MPR tidak lagi mempunyai kewenangan untuk membuat produk hukum, sehingga MPR tidak mempunyai kewenangan untuk mencabut ketetapan MPR(S), yang masih bersifat sementara. terpaksa. berlaku 283. Hal ini karena kedudukan putusan MPRS/MPR ditetapkan secara hierarkis berdasarkan UUD 1945 dan di atas Undang-Undang. Berdasarkan putusan di atas, dapat disimpulkan bahwa Ketetapan MPR tidak dapat diuji konstitusionalitasnya di hadapan Mahkamah Konstitusi.

Hal ini jelas bertentangan dengan gagasan negara hukum sebagaimana dicita-citakan UUD 1945. Penelitian ini menjadi sangat penting mengingat besarnya manfaat yang bisa diperoleh, khususnya untuk mengetahui kedudukan TAP MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan. peraturan dan untuk mengetahui lembaga mana yang berwenang menguji Ketetapan MPR jika bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara mana yang berwenang menguji konstitusionalitas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sehubungan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

PEMBAHASAN

Kedudukan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Dalam Hierarki Peraturan Perundang-Undangan

Dengan keterbatasan kewenangannya, maka muncullah Ketetapan MPR dan dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Ketentuan Peraturan Perundang-undangan sebagai Bagian dari Jenis dan Hirarki Peraturan Perundang-undangan. Kedudukan Ketetapan MPR sebagai bagian dari jenis dan hierarki ketentuan hukum yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentu saja menimbulkan perdebatan dan perbedaan pendapat di kalangan para ahli hukum mengenai pantaskah Ketetapan MPR masuk dalam hierarki hukum. . peraturan. Sebab, Ketetapan MPR terdahulu dalam UU Nomor 10 Tahun 2004 tidak masuk dalam jenis dan hierarki ketentuan perundang-undangan.

Kedudukan Ketetapan MPR sebagai bagian dari jenis dan hierarki peraturan hukum diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011, sungguh menarik untuk ditelaah. Berdasarkan ketentuan pasal di atas, jelas bahwa secara hierarki, kedudukan Peraturan MPR berada di atas undang-undang dan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Salah satu hakim konstitusi, Maria Farida menilai kedudukan Peraturan MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan belum memadai.

Kedudukannya, Ketetapan MPR tidak termasuk sebagai bagian dari peraturan perundang-undangan, karena Ketetapan MPR merupakan Staatsgrundgesetz atau peraturan dasar negara/peraturan pokok negara. Batang tubuh UUD 1945 dan ketetapan MPR pada hakekatnya tidak dapat digolongkan sebagai peraturan hukum karena memuat jenis norma yang lebih tinggi dan berbeda dengan norma yang terdapat dalam undang-undang. Posisinya, peraturan perundang-undangan MPR tidak perlu lagi masuk dalam kategori peraturan hukum.

Kedua, seluruh aspek ketatanegaraan telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau undang-undang pelaksanaannya, sehingga nampaknya pengaturan terhadap ketetapan MPR sudah tidak diperlukan lagi karena sudah kehilangan urgensinya. Tidak menyebut TAP MPR sebagai bentuk peraturan perundang-undangan tidak berarti mencabut berlakunya Pasal 2 dan Pasal 4 TAP MPR Nomor: I/MPR/2003. Berdasarkan pandangan-pandangan di atas, penulis berpendapat bahwa perbedaan pandangan mengenai penempatan Ketetapan MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan patut untuk dikaji.

Oleh karena itu penulis cenderung berpendapat bahwa Peraturan MPR tidak perlu dimasukkan dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Pertanyaan yang timbul dari kedua ketentuan pasal di atas adalah lembaga negara mana yang mempunyai kewenangan menguji Ketetapan MPR apabila bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Lembaga negara mana yang berwenang menguji Ketetapan MPR bila bertentangan dengan Akibat UUD Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentu saja tidak mungkin menjamin perlindungan maksimal terhadap hak konstitusional warga negara.

Berdasarkan hal tersebut, terlihat bahwa penambahan kewenangan pengujian putusan MPR dapat dilakukan melalui interpretasi hakim Mahkamah Konstitusi. Selain melalui penafsiran hakim Mahkamah Konstitusi, kewenangan tambahan pengujian Putusan MPR terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dapat dilakukan melalui konvensi ketatanegaraan.

Saran

Tutik, Titik Triwulan, 2010, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Jakarta: Prenada Media Group.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengacu pada asas-asas pembentukan peraturan perundang- undangan Indonesia yang patut tersebut, dapat diharapkan terciptanya perturan perundang-undangan yang baik

Norma kesusilaan adalah yang paling banyak di atur dalam perundanng-undangan Indonesia, namun peraturang perundang-undangan yang mengatur tentang kesusilaan ini banyak yang

Republik Indonesia Tahun 1945 & Makamah Konstitusi Republik Indonesia, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2014..

Permasalahan dalam penelitian ini adalah (a) Mengapa legislasi penataan ruang yang diatur secara nasional dalam peraturan perundang- undangan cenderung bergeser dalam

Berdasarkan hasil analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia sebagaimana

Pengertian atau batasan tentang bangunan gedung dipetik dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun

The results of the implementation of the quality assurance policy at the primary school, junior and senior high school education in Indonesia as measured from

(lima belas juta rupiah) bagi peternak yang pedetnya sudah ber SLBI (Sertifikat Layak Bibit Indonesia) yang dikeluarkan oleh kepala dinas peternakan di masing –