Persepsi peternak lokal tentang penurunan populasi babi di desa Masni, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi peternak lokal di Desa Masni adalah mereka setuju dengan penurunan populasi babi mereka, namun terlambat menyadarinya. Untuk lebih mengembangkan peternakan babi masyarakat lokal di Desa Masni, perlu diketahui faktor apa saja yang mempengaruhi penurunan jumlah ternak babi.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis penurunan populasi babi, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan jumlah babi dan merumuskan strategi peningkatan populasi babi di Desa Masni. Menanggapi penurunan jumlah babi tersebut, sebagian besar peternak lokal di desa Masni tidak begitu menyadari bahwa jumlah babi yang mereka miliki semakin berkurang dari waktu ke waktu. Hal inilah yang menyebabkan keterbelakangan ternak babi di Desa Masni, hingga menurunnya produktivitas dan jumlah populasi babi.
Berdasarkan hasil kajian dapat disimpulkan bahwa peternak lokal di Masna vas sepakat bahwa telah terjadi penurunan populasi babi, meskipun mereka terlambat menyadarinya. Meningkatkan pengetahuan petani tentang fermentasi batang pisang kepok (Musa paradisiaca) sebagai pakan alternatif babi. 3 ekor babi berumur 4-5 bulan digunakan dalam penelitian ini.
Oleh karena itu kajian tentang inovasi ini perlu disosialisasikan kepada peternak dalam meningkatkan produksi babi di Desa Mansinam.
Jumlah Produksi
Maksimal produksi jamur porcini adalah 6 bulan, namun karena usaha jamur ini merupakan usaha sampingan maka petani tidak terlalu memperhatikan masa produksi, sehingga kantong yang harus diganti dengan yang baru pada bulan Maret tetap dipertahankan. (Toni, 2019). Jika dirawat dengan baik, dapat dipanen 5 sampai 8 kali selama masa produksi, dan 0,5 - 0,8 kg tiram dapat diperoleh dari 1 kg porcini. Biaya satu kali proses produksi budidaya tiram dengan luas kumbung 7,9m x 2,8m adalah Rp.
Biaya penyusutan alat yang dimaksud adalah biaya penyusutan alat yang digunakan untuk produksi jamur merang. Biaya lain yang dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan untuk menunjang kegiatan budidaya jamur merang selama proses produksi, yang meliputi biaya listrik, sewa lahan, biaya transportasi dan biaya tak terduga untuk biaya yang tidak direncanakan (tak terduga). Biaya variabel terdiri dari biaya bahan yang digunakan dalam produksi tas jamur merang.
Artinya usaha jamur tiram putih yang dijalankan oleh petani Rumah Jamur Welury setelah berproduksi mampu memberikan keuntungan karena total pendapatannya lebih besar dari nilai pengurangan yang diperoleh dari perhitungan pendapatan BEP . Petani jamur Rumah Jamur Welury memasarkan hasil produksinya hanya melalui Whatsapp, hal ini juga harus didukung dengan pencatatan administrasi yang lebih teratur. Kelembaban ruangan rumah jamur harus dijaga untuk mengoptimalkan produktivitas pada bulan-bulan produksi menurun dengan membiarkan lantai basah atau becek (lantai rumah jamur Welury terbuat dari lumpur), penyiraman rutin 2 kali sehari ( pagi dan sore hari), pemupukan untuk menjaga kesuburan kantong dan perlu penggunaan pestisida untuk mengendalikan hama yang dapat memperpendek umur kantong dan menurunkan produksi rumput laut.
Analisis biaya produksi dan pendapatan usaha jamur tiram putih di D'PAPUA JAMUR di kecamatan Malasom kecamatan Sorong Zaman, N., Nurlina, N., Simarmata, M. Kesadaran petani lokal memanfaatkan hutan sirih (Piper betle L. ) sebagai pestisida nabati untuk pengendalian hama ubi jalar (Ipomea . batatas L.) Kabupaten Manokwari Papua Barat. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis penggunaan buah pinang (Piper betle L.) sebagai bahan ekstrak cair pestisida nabati organik pada tanaman ubi jalar.
E4 (ekstrak daun sirih: tembakau, 3:1), setiap perlakuan dilakukan penyemprotan ulang tanaman ubi jalar sebanyak 3 kali sehari. Salah satu cara penerapan pertanian organik adalah penggunaan pestisida cair organik dari daun sirih (Piper betle L.) dalam proses perlindungan tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L.). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis penggunaan buah pinang (Piper betle L.) sebagai komponen ekstrak cair pestisida nabati organik pada tanaman ubi jalar.
17 HST
Secara deskriptif dapat dilihat bahwa perlakuan P1 memiliki rata-rata jumlah daun rusak terserang hama yang lebih rendah dibandingkan perlakuan P2, P3 dan kontrol. Hasil analisis ANOVA menunjukkan nilai signifikansi atau P-value kurang dari 0,05 (P<0,05), hal ini menunjukkan bahwa perlakuan berbeda nyata atau berpengaruh nyata. Artinya perlakuan tersebut memberikan respon yang berbeda terhadap serangan hama dan efektivitas kedua pestisida tersebut terhadap ubi jalar.
Hasil analisis ANOVA menunjukkan bahwa nilai signifikansi atau P-value kurang dari 0,05 (P<0,05), artinya perlakuan berbeda nyata atau berpengaruh nyata.
24 HST
31 HST
Secara deskriptif dapat dilihat bahwa perlakuan P1 memiliki rata-rata jumlah daun rusak yang terserang hama lebih sedikit dibandingkan perlakuan P2, P3. Secara deskriptif dapat dilihat bahwa perlakuan P1 memiliki rata-rata serangan daun rusak oleh hama yang lebih sedikit (2,33%) dibandingkan perlakuan P2, P3 dan kontrol.
52 HST c
59 HST c
Pengaruh bertelur di hatcher pada persen fertilitas, mortalitas embrio dan kematian cangkang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh letak telur di dalam inkubator terhadap persentase fekunditas, kematian embrio dan kematian cangkang. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan peletakan telur di inkubator tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap fekunditas, mortalitas embrio dan kematian cangkang.
Keberhasilan penetasan telur ayam dengan inkubator dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal (Quanta et al., 2016). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penempatan telur di dalam inkubator tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya tetas telur ayam ras strain Ross. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan peletakan telur di dalam inkubator tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kematian embrio tetas telur ayam ras strain Ross.
Ningtyas et al., (2013), menambahkan bahwa kematian embrio akibat kekeringan disebabkan oleh kelembapan dalam inkubator yang terlalu rendah. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan peletakan telur di dalam inkubator tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kematian tetas pada cangkang telur ayam betina strain Ross. Pengaruh lama bertelur di inkubator terhadap persentase susut telur, daya tetas dan bobot tetas DOC (Day Old Chick).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan bertelur yang berbeda pada inkubator tidak menyebabkan perbedaan yang nyata (P>0,05) pada persentase susut telur, daya tetas telur, dan berat tetas DOC. Letak telur pada posisi inkubasi pada rak atas, tengah, dan bawah pada inkubator diyakini memiliki suhu dan kelembapan yang berbeda. Rata-rata persentase penurunan berat telur akibat perlakuan penempatan telur yang berbeda di dalam inkubator adalah 10,25% (Tabel 1).
Rata-rata persen daya tetas berbagai perlakuan penempatan telur pada hatcher adalah 97,09% (Tabel 2). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan posisi telur yang berbeda dalam inkubator tidak menyebabkan perbedaan yang nyata (P>0,05) daya tetas telur. Massa penetasan rata-rata dari berbagai perlakuan bertelur dalam inkubator adalah 37,93 gram (Tabel 3).
Suhu dan kelembaban inkubator pada penelitian ini optimal untuk lingkungan perkembangan embrio di dalam telur. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perbedaan letak telur pada inkubator memberikan panas yang optimal sehingga suhu dan kelembaban yang dihasilkan merata. Perbedaan letak telur di dalam inkubator diduga menyebabkan distribusi suhu dan kelembaban yang dihasilkan tidak merata.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa suhu dan kelembaban di dalam inkubator baik.