• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROTOTYPESTIRRED DISCONTINOUS EVAPORATOR UNTUK PEMBUATAN GULA BATOK DITINJAU DARI KOMPOSISI GULA PASIR DAN KECEPATAN PENGADUKAN TERHADAP KUALITAS PRODUK GULA BATOK - POLSRI REPOSITORY

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "PROTOTYPESTIRRED DISCONTINOUS EVAPORATOR UNTUK PEMBUATAN GULA BATOK DITINJAU DARI KOMPOSISI GULA PASIR DAN KECEPATAN PENGADUKAN TERHADAP KUALITAS PRODUK GULA BATOK - POLSRI REPOSITORY"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Aren

Tanaman aren (Arenga pinnata MERR.) merupakan tanaman jenis biji tertutup (Angiospermae), yang mana biji buahnya terbungkus oleh daging buah. Tanaman aren termasuk ke dalam suku pinang-pinangan (Aracaceae).

Tanaman aren banyak terdapat di daerah pantai timur India sampai ke daerah Asia Tenggara. Hampir 60% pohon aren di dunia terdapat di Indonesia dan tersebar hampir di seluruh wilayah nusantara yakni di Sulawesi, Maluku, Papua, dan Sumatera (Sunanto, 1992). Salah satu provinsi yang memproduksi tanaman aren yang cukup besar adalah provinsi Sulawesi Utara.

Menurut Permentan (2013) tanaman aren tidak perlu kondisi tanah yang khusus sehingga bisa tumbuh pada tanah liat dan berpasir, tetapi aren tidak tahan pada tanah yang asam (pH tanah yang rendah). Tanaman aren dapat tumbuh pada ketinggian 0 – 1.400 meter di atas permukaan laut, bisa tumbuh di berbagai agroekosistim dan memudah beradaptasi dengan lingkungan tempat tumbuhnya. Namun tanaman aren dapat bertumbeh dengan sangat baik pada ketinggian 500 – 700 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan lebih dari 1200-3500 mm/tahun. Pembentukan mahkota daun tanaman aren dipengaruhi oleh kelembaban tanah dan curah hujan yang tinggi. Pertumbuhan dan pembuahan tanaman aren ini membutuhkan suhu 20-25˚C. Tanaman aren dapat tumbuh dengan baik di daerah pegunungan, lembah, daerah dekat aliran sungai, serta banyak dijumpai juga di hutan.

(2)

Sumber: Baharuddin, 2008

Gambar 2.1. Pohon Aren (Arenga pinnata MERR)

Pohon aren (Gambar 2) umumnya ditemukan tumbuh secara liar (tidak ditanam orang) dan hampir semua bagian dari pohon ini dapat dimanfaatkan, serta memiliki nilai ekonomis tinggi mulai dari bagian-bagian fisik pohon sampai ke hasil produksinya (Baharuddin et al., 2008). Pohon aren atau enau/seho dapat tumbuh sampai di ketinggian 20 meter dan garis tengah batangnya mencapai 65 cm. Lapisan yang membungkus batang aren adalah pelepah daun dan ijuk yang melekat pada pangkal pelepah. Ijuknya bisa dipanen setelah tanaman berumur 4 tahun dan bisa terus dipanen hingga 8-10 tahun. Batang aren yang membungkus jaringan gabus memiliki tekstur kulit yang keras dan mengandung pati. Kandungan pati pada batang aren dapat tumbuh dengan optimal sebelum tanaman berbunga dan ketika disadap dapat menurun drastis. Bunga betina akan masak dalam waktu 1-3 tahun dimana bunga betina yang masih muda dapat diolah menjadi kolangkaling dalam satu tandan buah aren, tetapi masaknya tidak serempak.

Bunga betina ini memilki kulit yang keras dan terdapat 2-3 biji didalamnya.

Jumlah bunganya berkisar antara 5-8 ribu biji pertandan. Nira aren dapat diperoleh dari tangkai bunga jantan yang disadap saat tanaman aren berumur lima tahun, dan puncak produksi nira aren terjadi pada saat tanaman aren berumur 15-20 tahun.

Proses penyadapan nira aren ini biasanya ditampung dalam bumbung yaitu batang bambu sepanjang satu meter. Proses penampungan nira berlangsung hingga tiga bulan terus-menerus. Setiap pohonnya dapat

(3)

menghasilkan 10-20 liter nira per hari dengan dua kali waktu penyadapan yaitu di pagi dan sore hari (Burhanuddin, 2005). Dalam keadaan segar, nira aren memiliki rasa yang manis, berbau khas nira dan tidak berwarna. pH nira aren yang baru menetes dari tandan bunga adalah 7, tetapi nira dapat mudah terkontaminasi dan mengalami fermentasi secara alami sehingga berubah menjadi asam karena dipengaruhi oleh keadaan/lingkungan sekitarnya (Lempang dan Mangopang, 2012). Kandungan gula yang tinggi dalam nira aren bisa menjadi alasan nira aren dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan gula aren. Selain itu apabila nira aren didestilasi maka dapat berkembang menjadi sumber biofuel (ethanol). Nira aren juga dapat diolah secara tradisional menjadi minuman beralkohol tinggi yang disebut

“cap tikus” (Tangkuman et al., 2010).

2.1.1 Komposisi Kimia Nira Aren

Kandungan sukrosa pada nira aren memiliki jumlah yang lebih besar jika dibandingkan kandungan sukrosa dari nira tebu dan nira siwalan. Nira aren mengandung beberapa zat gizi antara lain karbohidrat, protein, lemak dan mineral. Rasa manis dari nira aren berasal dari kandungan karbohidrat totalnya yang mencapai 11,28%. Komposisi nira aren tergantung pada letak daerah, umur pohon dan umur tangkai bunga yang disadap (Sunanto, 1992).

Tabel 2.1 berikut menunjukkan komposisi kimia nira pada beberapa jenis tanaman palma.

Tabel 2.1 Komposisi Kimia Nira Aren

Sumber : Heryani, 2016

(4)

Tabel 2.2 Komposisi Nira di Berbagai Jenis Tanaman Palma

Sumber : Sunanto (1992)

2.2 Gula Aren Batok

Gula aren batok merupakan hasil olahan dari nira aren cetak yang berbentuk padat dengan cetakan menyerupai sebuah mangkuk, biasanya gula aren batok juga dicetak menggunakan tempurung atau cetakan yang bentuknya setengah lingkaran. Gula aren batok adalah produk hasil olahan nira tanaman familia palmae yang berbentuk padat dan bertekstur keras.

Gula aren batok dapat diperoleh dari bahan baku nira segar dan nira aren cetak. Gula batok dengan bahan baku nira aren cetak ditambah dengan gula pasir sebagai zat pengawet alami, karena penambahan gula pasir inilah yang membuat warna gula aren batok menjadi coklat kehitaman. Proses pengolahannya sama dengan proses pembuatan gula merah yaitu nira yang sedang dipanaskan dalam proses pembuatan gula merah diangkat sebelum gula mengkristal, tetapi telah mencapai tahap dimana nira telah mendidih dan berbentuk buih yang meluap-luap berwarna kuning kecoklatan diseluruh permukaan sirup dan buih tersebut semakin lama akan meluap naik (seperti sarang lebah) (Lelya, 2014). Gula pasir digunakan sebagai pengawet dan pemberi tekstur yang lebih keras pada gula aren barok. Gula pasir biasa digunakan sebagai pemanis dalam makanan maupun minuman, selain sebagai pemanis, gula juga digunakan sebagai stabilizer dan pengawet (Darwin, 2013)

(5)

Gula aren batok kebanyakan dipakai sebagai bahan pembuatan cuko atau kuah empek-empek di Palembang, dan daerah lainnya di Provinsi Sumatera Selatan, maka dari itu pengembangan dalam proses pembuatan gula aren batok sangat cocok dilakukan di daerah Sumsel, yang menjadi tujuan utama pemasaran gula aren. Substitusi gula kristal baik gula putih maupun gula merah oleh gula batok dapat dijadikan sebagai solusi penghematan biaya operasi produksi gula. Berbagai modifikasi terhadap proses pengolahan gula yang dilakukan dengan tujuan peningkatan efisiensi adalah langkah strategis dalam rangka memproduksi gula yang lebih berkualitas namun tetap hemat. Produksi gula aren batok dengan bahan baku aren yang diperoleh langsung dari petani aren Indonesia, diharapkan pasar gula aren akan semakin maju, kelangsungan usaha petani aren lebih terjamin, dan rendemen gula dalam aren hasil produksi dapat ditingkatkan.

Pertanian dan industri gula aren batok menyebabkan pengaruh yang cukup besar, selain kepada pertumbuhan ekonomi para petani dan pengrajin aren yang biasa berproduksi skala rumah tangga, serta efek yang ada juga akan berpengaruh kepada industri pangan yang menggunakan gula aren sebagai bahan baku. Selain itu, ketergantungan terhadap gula impor juga akan menurun sehingga industri gula Indonesia akan kembali sehat dan bisa bangkit serta berjaya lebih dari apa yang bisa kita bayangkan. Standar Nasional Indonesia untuk produk gula aren ditujukkan pada Tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.3 Standar Mutu Gula Aren (SNI-3734-1995)

No. Keadaan Satuan Persyaratan (%)

1 Bentuk - Normal

2 Bau - Normal

3 Rasa - Normal dan Khas

4 Warna - Kuning Sampai

Kecoklatan 5 Bagian Yang

Tidak Larut

%bb Maksimal 1,0

(6)

Sambungan Tabel:

No. Keadaan Satuan Persyaratan (%)

6 Kadar Air %bb Maksimal 10

7 Kadar Abu %bb Maksimal 2,0

8 Gula Reduksi %bb Maksimal 10

9 Sukrosa %bb Minimal 77,0

Cemaran Logam

10 Timbal (Pb) mg/kg Maksimal 2,0

11 Tembaga (Cu) mg/kg Maksimal 10,0

12 Seng (Zn) mg/kg Maksimal 4,0

13 Timah (Sn) mg/kg 0

14 Raksa (Hg) mg/kg Maksimal 3,0

15 Arsen (Ar) mg/kg Maksimal 4,0

Sumber: Badan Standarisasi Nasional 1995

2.3 Evaporasi

Evaporasi adalah suatu proses yang bertujuan memekatkan larutan yang terdiri atas pelarut (solvent) yang volatile dan zat terlarut (solute) yang non volatile. Evaporasi adalah sebuah proses untuk mengentalkan larutan dengan cara pendidihan atau penguapan pelarut. Pada pengolahan hasil pertanian proses evaporasi ini bertujuan untuk memperkecil volume larutan, meningkatkan larutan sebelum ke proses selanjutnya dan untuk menurunkan aktivitas air (Praptiningsih, 1999).

Evaporasi berprinsip kerja dengan cara menguapkan sebagian dari pelarut sehingga didapatkan larutan zat cair pekat dengan konsentrasinya lebih tinggi. Evaporasi ini berbeda dengan proses pengeringan, pada proses evaporasi sisa penguapan adalah zat cair yang sangat kental, sedangkan pengeringan menghasilkan zat padat. Proses evaporasi berbeda dengan proses destilasi, karena uap yang terdistribusi atau yang terpisah adalah komponen tunggal. Proses evaporasi berbeda dengan proses kristalisasi, karena ada proses evaporasi dilakukan dengan tujuan untuk memekatkan

(7)

larutan sedangkan kristalisasi dilakukan agar bisa mendapatkan produk beupa padatan atau kristal (Mc.Cab, dkk., 1993). Menurut Wirakartakusumah (1989), dalam pengolahan hasil pertanian proses evaporasi bertujuan untuk:

1. Meningkatkan konsentrasi atau viskositas larutan sebelum ke proses selanjutnya. Contohnya pada proses pengolahan gula diperlukan proses pengentalan nira sebelum proses kristalisasi, spray drying, drum drying dan proses lainnya

2. Memperkecil volume larutannya sehingga bisa menghemat biaya pengepakan, penyimpanan dan transportasi

3. Menurunkan aktivitas air yaitu dengan cara meningkatkan konsentrasi solid terlarut sehingga bahan menjadi lebih awet.

Menurt Earle (1982), adapun faktor-faktor yang menyebabkan dan mempengaruhi kecepatan pada proses evaporasi adalah:

a. Kecepatan hantaran panas yang diuapkan ke bahan b. Jumlah panas yang tersedia dalam penguapan c. Suhu maksimum yang dapat dicapai

d. Tekanan yang terdapat dalam alat yang digunakan

e. Perubahan-perubahan yang mungkin terjadi selama proses penguapan.

Menurut Dewi, dkk (2014) faktor-faktor yang mempengaruhi proses evaporasi adalah suhu pemasakan dan kecepatan pengadukan pada saat proses berlangsung. Suhu pemasakan mempengaruhi warna, rasa dan tekstur produk, yaitu semakin tinggi suhu pemasakan maka semakin baik warna, rasa dan teksturnya, tetapi tidak berlaku untuk suhu yang terlalu tinggi.

Sedangkan kecepatan pengadukan mempengaruhi kadar air dan tekstur gula merah yang dihasilkan, yaitu pengadukan dapat mempercepat penguapan air (laju evaporasi) dan dapat membuat tekstur gula menjadi semakin bagus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses evaporasi menurut Haryanto dan Masyithah (2006), antara lain sebagai berikut.

(8)

a. Luas permukaan bidang kontak

Semakin luas permukaan bidang kontak antara cairan dengan pemanas maka semakin banyak juga molekul air yang dapat teruapkan sehingga proses evaporasinya semakin cepat.

b. Tekanan

Kenaikkan tekanan berbanding lurus dengan kenaikan titik didih.

Tekanannya bisa dibuat vakumagar dapat menurunkan titik didih cairan sehingga proses penguapannya semakin cepat.

c. Karakteristik zat cair 1. Konsentrasi

Sebuah larutan itu akan semakin bersifat individual, saat konsentrasinya meningkat, meskipun cairan umpan cukup encer dan beberapa sifat fisiknya sama dengan air.

2. Pembentukan busa

Beberapa bahan tertentu seperti zat-zat organic dapat berbusa pada saat teruapkan. Busa yang dihasilkan ini akan ikut ke luar evaporator bersama uap.

3. Kepekaan terhadap suhu

Beberapa bahan kimia tertentu seperti bahan kimia farmasi dan bahan makanan dapat rusak bila dipanaskan pada suhu tinggi dan dalam waktu yang lama. Dalam mengatur konsentrasi bahan-bahan ini diperlukan teknik khusus agar dapat menurunkan suhu zat cair dan mengurangi waktu pemanasan.

4. Kerak

Beberapa larutan dapat menyebabkan pembentukan kerak pada permukaan pemanasan, inilah yang menyebabkan koefisien menyeluruh semakin lama semakin berkurang.

2.4 Evaporator

Evaporator merupakan sebuah alat yang berfungsi untuk mengubah sebagian atau keseluruhan pelarut dari sebuah larutan dengan mengubah fase, fase cairan menjadi fase uap. Ada dua prinsip dasar pada evaporator,

(9)

yaitu untuk menukarkan panas dan untuk memisahkan cairan dalam bentuk uap. Hasil proses evaporasinya ini berupa larutan bisa terdiri dari beberapa komponen volatile (mudah menguap). Evaporator biasanya digunakan dalam berbagai industri kimia, contohnya garam diperoleh dari air asin jenuh (contoh proses pemurnian) dalam evaporator dan juga banyak digunakan pada industri makanan. Prinsip kerja evaporator adalah mengubah air menjadi uap, dan sisanya ada residu mineral. Kemudian uap dikondensasikan menjadi air yang sudah dihilangkan garamnya. Pada sistem pendinginan, efek pendinginan diperoleh dari penyerapan panas oleh cairan pendingin yang menguap dengan cepat. Evaporator juga digunakan untuk memproduksi air minum serta memisahkannya dari air laut atau zat kontaminasi lain.

2.4.1 Stirred Discontinous Evaporator

Stirred Discontinous Evaporator adalah jenis evaporator yang menguapkan larutan dengan viskositas tinggi atau bahkan pasta atau pulpy (Sattler and Feindt, 1995). Jenis evaporator ini digunakan untuk memadatkan larutan atau ingin memperoleh produk yang lebih padat.

Evaporator yang memiliki stirrer seperti ini dapat menghasilkan proses evaporasi yang lebih homogen dan optimal. Proses pemanasan pada evaporator ini terdiri dari dua jenis, yaitu internal heating dan external heating. Pemanas pada jenis internal heating dialirkan melalui sebuah koil, sedangkan pemanas pada jenis external heating dialirkan melalui jaket (Christianto, dkk., 2016).

Kelebihan Stirred Discontinous Evaporator ini yaitu, kapasitas produksinya dapat menyesuaikan karena sistemnya batch atau discontinous, pengoperasiannya sederhana dan dapat menguapkan larutan yang berviskositas tinggi. Biasanya evaporator jenis ini berbentuk vertikal.

Evaporator yang berbentuk vertikal sangat efisien dan juga memiliki rasio penguapan yang lebih baik daripada tipe horizontal (Soetedjo dan Suharto, 2009).

(10)

Gambar 2.2 Stirred Discontinous Evaporator

2.5 Agitator

Agitator atau pengaduk merupakan alat yang berfungsi untuk menggerakkan bahan baku didalam sebuah tangki atau bejana. Agitator diperlukan untuk dapat menghasilkan pencampuran yang optimal pada bahan sehingga hasil produk yang didapat juga bagus. Adapun jenis pengaduk yang digunakan pada alat ini yaitu agitator curve jenis pengaduk yang dapat menyapu dan mengambil sampai ke dasar tangki dan disesuaikan dengan kontur permukaan tangki.

2.6 Uji Kadar Air

Kadar air sangat penting untuk mengetahui mutu suatu produk pangan. Air yang terdapat dalam bentuk bebas pada suatu bahan pangan dapat menyebabkan terjadinya proses kerusakan pangan atau terjadinya kontaminasi. Kadar air yang ada di dalam suatu bahan berperan dalam reaksi kimia, perubahan enzimatis ataupun pertumbuhan mikroorganisme.

Hal tersebut terjadi umumnya pada kadar air tinggi dan akan dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan seperti pH dan suhu. Kadar air berpengaruh

(11)

terhadap stabilitas dan kualitas produk secara keseluruhan (Susi, 2013).

Kadar air yang tinggi ditunjukkan dengan tekstur produk basah. Gula sifatnya higroskofis, yakni mudah menyerap air, kadar air yang tinggi akan memudahkan untuk penyerapan air dari udara sehingga daya simpan produk akan lebih pendek. Kadar air gula aren yang tinggi akan memicu terjadinya penggumpalan gula (clumping), hal ini juga akan mengurangi kualitas fisik produk.

Adapun faktor yang paling berpengaruh terhadap tingginya kadar air gula aren adalah titik akhir pemasakan, pengolahan, pengemasan, serta penyimpanan. Titik akhir pemasakan yang rendah akan menyebabkan evaporasi air dalam gula rendah pula sehingga kadar air gula menjadi tinggi (Susi, 2013).

2.7 Pengujian Total Gula

Total gula merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengetahui jumlah keseluruhan gula yang terkandung didalam bahan baku dan produk.

Selain itu, juga digunakan untuk menentukan kualitas nira dan produk gula aren yang dihasilkan. Menurut Desrosier (1998), penentuan kadar total gula adalah penentuan kadar gula sebelum inversi (gula pereduksi) dan gula setelah inversi (gula sukrosa). Saat proses pendidihan, akan terjadi proses hidrolisis yang menghasilkan gula pereduksi, yaitu sukrosa berubah menjadi gula pereduksi (glukosa dan fruktosa) atau yang disebut dengan gula invert.

Kecepatan inverse ini dipengaruhi oleh suhu, waktu pemanasan dan pH dari larutan. Kelarutan sukrosa meningkat akibat pengaruh panas dan kondisi asam sehingga meningkatkan kadar gula totalnya. Semakin banyak kandungan gulanya maka kualitasnya semakin baik. Pengujian total gula ini menggunakan metode Brix dengan menggunakan alat refraktometer.

2.8 Uji Kadar Abu

Kadar abu merupakan pengujian yang penting, yang dilakukan untuk mengetahui jumlah atau kadar mineral yang terdapat didalam larutan gula, yang mana hal ini berkaitan dengan kualitas bahan baku yang digunakan

(12)

dan produk yang dihasilkan apakah sudah sesuai dengan Standar Nasional Industri (SNI) atau belum . Pengujian ini dilakukan dengan cara mengambil sampel gula yang dimasukkan ke dalam cawan porselin lalu dipanaskan ke dalam furnace pada suhu tinggi hingga beberapa waktu kemudian ditimbang dan dikurangi dengan timbangan awal untuk mengetahui kadar abunya.

2.9 Bahan Bakar LPG

LPG (Liquefied Petroleum Gas) adalah sediaan gas alam yang siap pakai yang dapat dicairkan dengan cara dikompres menggunakan tabung.

Gas LPG digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak karena bersifat mudah menguap, aman dan tidak merusak ozon (Bin Hashim, 2008). Di dalam LPG tersusun oleh senyawa gas propana dan butana (n-butana dan iso-butana). Gas LPG merupakan jenis gas alam yang berasal dari pengolahan minyak bumi atau minyak mentah. Gas LPG mempunyai sifat mudah menguap karena itulah gas ini diolah dan ditempatkan dalam tabung silinder yang bertujuan untuk menjaga kestabilan suhu dan tekanan (Carson dan Mumford, 2002).

Referensi

Dokumen terkait