• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEKANISME PEMBUATAN GULA SEMUT DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRILLING

N/A
N/A
Vayef Fahrazi

Academic year: 2023

Membagikan "MEKANISME PEMBUATAN GULA SEMUT DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRILLING"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AWAL PENELITIAN

MEKANISME PEMBUATAN GULA SEMUT DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRILLING

VAYEF FAHRAZI (2210017411048) KAISAR ALI KAMARLIS (2210017411050)

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana pada Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta

UNIVERSITAS BUNG HATTA

JANUARI 2023

(2)

LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN

MEKANISME PEMBUATAN GULA SEMUT DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRILLING

Oleh:

No. Nama NPM

1 Vayef Fahrazi 2210017411048

2 Kaisar Ali Kamarlis 2210017411050

Disetujui Untuk Mengikuti Seminar Penelitian:

Padang, 17 Januari 2023

Pembimbing

Dr. Pasymi, S.T,M.T

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian dengan judul “Mekanisme Pembuatan Gula Semut dengan Menggunakan Metode Prilling. Pelaksanaan proposal penelitian ini merupakan salah satu persyaratan akademis yang harus dipenuhi di Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta Padang.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan proposal penelitian ini.

Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Reni Desmiarti, S.T, M.T selaku Dekan Fakultas Teknologi Universitas Bung Hatta.

2. Bapak Dr. Firdaus, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta.

3. Bapak Dr. Pasymi, S.T., M.T. selaku pembimbing dalam pelaksanaan penelitian ini

4. Ibunda dan Ayahanda tercinta yang telah memberikan semangat baik moril maupun materil kepada penulis.

5. Serta rekan-rekan Mahasiswa Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri yang telah banyak membantu dalam penulisan laporan ini.

Akhir kata, semoga Tuhan senantiasa melimpahkan karunia-Nya dan kebaikan mereka mendapatkan pahala dari-Nya. Penulis sadar bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap proposal penelitian ini bermanfaat bagi kemajuan dan pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Padang, 16 Januari 2022

i

(4)

Penulis

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...ii

DAFTAR TABEL...iv

DAFTAR GAMBAR...v

BAB I PENDAHULUAN...1

1.1. Latar Belakang...1

1.2. Rumusan Masalah...2

1.3. Tujuan Penelitian...3

1.4. Manfaat Penelitian...3

1.5. Keutamaan Penelitian...3

1.6. Temuan yang ditargetkan...3

1.7. Kontribusi Penelitian...3

1.8. Luaran Penelitian...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4

2.1. Pengertian Gula...4

2.2. Jenis - jenis Gula...5

2.3. Gula Semut...6

2.3.1. Tahapan-tahapan dalam Kegiatan Pengolahan Gula Semut...9

2.3.2. Karakteristik Gula Semut...12

2.3.3. Pengaruh pH Terhadap Kualitas Gula Semut...14

2.4. Priling Tower...16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN...19

3.1. Metode Penelitian yang Diterapkan...19

3.2. Alat dan Bahan...19

3.2.1. Alat...19

3.2.2. Bahan...20

3.3. Parameter Proses Penelitian...20

3.3.1. Parameter Tetap...20

3.3.2. Parameter Peubah...20

3.4. Tahap Penelitian...20

3.4.1. Prosedur Pembuatan Gula Semut...20

ii

(5)

3.4.2. Prosedur Analisis...21

3.5. Blok Diagram...22

3.6. Luaran dan Indikator Capaian...22

3.7. Teknik Pengumpulan Data...22

3.8. Analisa Data...22

3.9. Teknik Pengamatan Data...23

BAB IV BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN...24

4.1. Angaran Biaya...24

4.2. Jadwal Kegiatan...25

4.2.1. Waktu dan Tempat Penelitian...25

4.2.2. Jadwal Faktual...25 DAFTAR PUSTAKA

iii

(6)

DAFTAR TAB

Tabel 2.1 Syarat Mutu Gula Semut (SII No. 2043-87)... 13 Tabel 2.2 Hasil Analisis Gula Palma... 14 Tabel 2.3 Deskripsi Gula Kelapa Cetak... 23Y Tabel 3.1 Luaran dan Indikator Capaian pada Penelitian... 30 Tabel 4.1 Rekapitulasi Anggaran Biaya... 31 Tabel 4.2 Jadwal Kegiatan Penelitian... 33

iv

(7)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gula Semut... 15

Gambar 2.2 Diagram Alir Pembuatan Gula Semut dan Aren... 17

Gambar 2.3 Penyadapan Aren... 18

Gambar 2.4 Pembuatan Gula Semut... 19

Gambar 2.5 Diagaram Priling Tower... 24

v

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kebutuhan gula nasional baik untuk konsumsi langsung dalam skala rumah tangga maupun industri terus meningkat. Hal ini diperkuat dengan asumsi pertumbuhan industri makanan dan minuman yang diproyeksi meningkat hingga 5 sampai 7 persen per tahun, hal ini juga diiringi dengan kenaikan pertambahan penduduk Indonesia sekitar 1,25 persen setiap tahun (Badan Pusat Statistik, 2022).

Dengan pertumbuhan kebutuhan gula nasional yang semakin meningkat, maka pada tahun 2030 diproyeksikan kebutuhan gula nasional akan mencapai 9,8 juta ton. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya dan fasilitasi pengembangan untuk pembuatan gula. Gula yang diproduksi harus memenuhi kualitas terbaik (sesuai SNI) dan penggunaan teknologi terkini, guna menjaga kualitas produk (Dirjen Industri Agro, 2022).

Seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat, saat ini masih terdapat gap kebutuhan gula yang masih mengalami defisit sekitar 850 ribu ton untuk gula konsumsi dan 3,27 juta ton untuk gula rafinasi. Merespons kondisi saat ini dengan adanya perkembangan industri 4.0 pemerintah terus berupaya mendorong pelaku industri untuk melakukan percepatan transformasi industri guna meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan nilai tambah sehingga bisa lebih berdaya saing global (Kemenperin, 2022).

Dilihat dari kebutuhannya yang terus meningkat dan masih mengalami defisit, pemanfaatan dan optimalisasi sumber bahan baku gula dan pengganti gula nampaknya menjadi jalan keluar yang menjanjikan bagi perekonomian Indonesia serta masyarakatnya. Salah satu komoditas yang dapat mengisi gap dan memenuhi tingkat kebutuhan Indonesia akan gula adalah gula semut. Gula semut merupakan jenis gula yang dibuat dari nira dengan bentuk serbuk atau kristal dan berwarna kuning kecokelatan hingga coklat (Setiawan 2020)

1

(9)

Gula semut memiliki kelebihan yaitu kalori yang terkandung lebih kecil daripada gula pasir. Gula semut juga memiliki indeks glikemik yang lebih rendah yaitu sebesar 35 sedangkan pada gula pasir indeks glikemiknya sebesar 58. Nilai

2

(10)

2

indeks glikemik yang lebih rendah ini membuat gula semut lebih aman dikonsumsi dan tidak menyebabkan lonjakan kadar gula darah yang signifikan, yang bisa membahayakan tubuh terutama bagi penderita diabetes.

Gula semut memiliki keistimewaan lainnya yaitu kekhasannya dalam segi rasa. Selain itu, gula semut juga lebih baik dalam hal nilai gizi dimana memiliki kandungan protein, kalsium, fosfor, dan zat besi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan gula tebu/gula pasir. Pengolahan lebih lanjut dari gula aren menjadi gula semut dapat menambahkan nilai tambah hingga 51,01% dengan permintaan yang tidak pernah turun (Evalia, 2014).

Masalah yang terjadi saat ini pada pembuatan gula semut yang dilakukan secara tradisional diantaranya adalah lama waktu pengeringan gula aren kental menjadi kristal gula semut, wadah pembuatan yang tergerus disebabkan proses pengadukan terus-menerus, serta abu dan jelaga dari pembakaran kayu yang mempengaruhi ke-higienis-an produk gula semut.

Guna mengatasi masalah tersebut serta mempercepat laju produksi dan untuk memenuhi rencana pemerintah dalam pengembangan dan modernisasi industri, penulis ingin melakukan pengembangan pada proses pembuatan gula semut pada tahap kristalisasi/pengerasan dengan menggunakan metode PRILLING.

Metode prilling merupakan metode yang digunakan pada industri pupuk yang membantu proses perubahan larutan menjadi butiran. Diharapkan metode ini mampu memodernisasi industri gula semut, agar lebih efisien, produktif, bernilai jual tinggi dan berdaya saing global.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Apa saja faktor yang mempengaruhi kualitas dari kristalisasi gula semut ? 2. Berapa ketinggian Prilling Tower optimal untuk terbentuknya kristal gula

semut ?

(11)

3

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menentukan kondisi optimum agar dihasilkan gula semut kualitas terbaik.

2. Untuk menentukan ketinggian Prilling Tower optimal untuk kristalisasi gula semut.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah memperoleh inovasi mengenai penerapan metode baru dalam pembuatan kristal gula semut.

1.5. Keutamaan Penelitian

Keutamaan penelitian ini yaitu mendapatkan metode baru dalam pembuatan kristal gula semut serta mengetahui pengaruh ketinggian prilling tower terhadap kristalisasi gula semut.

1.6. Temuan yang ditargetkan

Penelitian ini diharapkan mendapatkan kristal gula semut yang sesuai standar yang dipengaruhi oleh kandungan kadar air dan proses pendinginannya.

1.7. Kontribusi Penelitian

Adapun kontribusi penelitian ini bagi keilmuan Teknik Kimia diharapkan dapat memberikan inovasi terutama untuk bidang industri gula semut dan sebagai salah satu pilihan bagi para pelaku bisnis gula semut tradisional untuk optimalisasi kapasitas produksinya.

1.8. Luaran Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan luaran pada publikasi artikel di portal Universitas Bung Hatta dan jurnal ilmiah nasional sehingga dapat menjadi bahan rujukan bagi peneliti lainnya, terutama dibidang industri penghasil kertas.

(12)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3. Pengertian Gula

Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan keadaan makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel.

Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Gula merupakan hal paling banyak digunakan dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia. Berbagai makanan dan minuman menggunakan bahan dari gula untuk pemanis misalnya dari makanan kue, biskuit, roti, martabak manis dan sebagainya. Karena kebutuhan gula semakin bertambah hampir 95%, maka produksi gula semakin meningkat.

Mengenai sejarah negara-negara maju gula sangat di perlukan selamanya sehingga kebutuhan akan gula semakin meningkat (Wahyudi, 2013).

Gula adalah suatu karbohidrat sederhana karena dapat larut dalam air dan langsung diserap tubuh untuk diubah menjadi energi. Secara umum gula di bedakan menjadi dua, yaitu:

1. Monosakarida sesuai dengan namanya yaitu mono yang berarti satu, ia terbentuk dari satu molekul gula, yang termasuk monosakarida adalah glukosa, fruktosa, galaktosa.

2. Disakarida berbeda dengan monosakarida, disakarida berarti terbentuk dari dua molekul gula, yang termasuk disakarida adalah sukrosa. Sukrosa adalah gabungan glukosa dan fruktosa, laktosa adalah gabungan dari glukosa dan galaktosa, sedangkan maltosa adalah gabungan dari dua glukosa (Siregar, 2014).

4

(13)

5

4. Jenis - jenis Gula

Menurut Wahyudi (2013) gula terbagi ke dalam beberapa macam berdasarkan warnanya yaitu:

1. Raw Sugar

Raw sugar adalah gula mentah berbentuk kristal berwarna kecoklatan dengan bahan baku dari tebu. Gula tipe ini adalah produksi gula “setengah jadi” dari pabrik-pabrik penggilingan tebu yang tidak mempunyai unit pemutihan yang biasanya jenis gula inilah yang banyak diimpor untuk kemudian diolah menjadi gula kristal putih maupun gula rafinasi.

2. Refined Sugar atau Gula Rafinasi

Refined Sugar atau gula rafinasi merupakan hasil olahan lebih lanjut dari gula mentah atau raw sugar melalui proses defikasi yang tidak dapat langsung dikonsumsi oleh manusia sebelum diproses lebih lanjut, yang membedakan dalam proses produksi gula rafinasi dan gula kristal putih yaitu gula rafinasi menggunakan proses karbonasi sedangkan gula kristal putih menggunakan proses sulfitasi. Gula rafinasi digunakan oleh industri makanan dan minuman sebagai bahan baku. Peredaran gula rafinasi ini dilakukan secara khusus dimana distributor gula rafinasi ini tidak bisa sembarangan beroperasi namun harus mendapat persetujuan serta penunjukkan dari pabrik gula rafinasi yang kemudian disahkan oleh Departemen Perindustrian. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi “rembesan”

gula rafinasi ke rumah tangga.

3. White Sugar atau Gula Kristal Putih.

Gula kristal putih memiliki nilai ICUMSA antara 250-450 IU.

Departemen Perindustrian mengelompokkan gula kristal putih ini menjadi tiga bagian yaitu Gula kristal putih 1 (GKP 1) dengan nilai ICUMSA 250, Gula kristal putih 2 (GKP 2) dengan nilai ICUMSA 250-350 dan Gula kristal putih 3 (GKP 3) dengan nilai ICUMSA 350-4507. Semakin tinggi nilai ICUMSA maka semakin coklat warna dari gula tersebut serta rasanya semakin manis. Gula tipe ini umumnya digunakan untuk rumah tangga dan diproduksi oleh pabrik-pabrik gula didekat perkebunan tebu dengan

(14)

6

cara menggiling tebu dan melakukan proses pemutihan, yaitu dengan teknik sulfitasi.

5. Gula Semut

Gula semut adalah gula merah kelapa berbentuk bubuk yang dapat dibuat dari nira palma, yaitu suatu larutan gula cetak palmae yang telah dilebur kembali dengan penambahan air pada konsentrasi tertentu (Suroso, 2014). Kualitas gula semut yang dihasilkan sangat ditentukan oleh bahan baku utamanya yaitu gula merah. Bentuk gula semut yang serbuk menyebabkan gula mudah larut sehingga praktis dalam penyajian, mudah dikemas dan dibawa, serta daya simpan yang lama karena memiliki kadar air yang rendah (Febrianto, 2011)

Di pasaran gula semut juga dikenal dengan sebutan gula serbuk, gula palem, gula puter, atau gula tanjung. Rumokoi dan Joseph (1994) menyatakan bahwa gula semut mempunyai spesifikasi produk yaitu berbentuk serbuk, aromanya khas, berwarna kuning kecoklatan, serta keadaannya kering dan bersih. Kualitas produk gula semut dapat dikatakan baik, apabila produk tersebut telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Standar Industri Indonesia (SII) nomor 2043 tahun 1987 (Tabel 2.1)

Tabel 2.1 Syarat Mutu Gula Semut (SII No. 2043-87)

No Jenis Satuan Persyaratan

1. Bentuk Serbuk

2. Warna Kuning

kecoklatan

3. Rasa Normal dan

khas

4. Gula sukrosa % Minimum 80,0

5. Gula reduksi % Maksimum 6,0

6. Kadar air % Maksimum 3,0

7. Kadar abu % Maksimum 2,0

8. Bagian yang % Maksimum 0,2

(15)

7

tidak larut

9. Cemaran logam

a. Timbal (Pb) mg/kg Maksimum 1,0

b. Seng (Zn) mg/kg Maksimum 25,0

c. Air raksa

(Hg) mg/kg Maksimum

0,005

d. Arsen (As) mg/kg Maksimum 1,0

Sumber: (Joseph et al. n.d.)

Gula semut memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan gula merah cetak, seperti yang dinyatakan oleh Hamzah dan Hasbullah (1997) yaitu lebih awet (sekitar 8-12 bulan bahkan lebih) karena kadar airnya lebih rendah (sekitar 2,5 – 3% bk). Bentuknya yang serbuk membuat gula semut mudah dalam pengemasan, mudah larut dan penggunaannya lebih praktis, tetapi harganya lebih tinggi dari gula merah cetak. Hasil analisis contoh gula palma menunjukkan bahwa gula semut lebih baik dibandingkan dengan gula palma yang lain. Hasil analisis contoh gula palma disajikan pada Tabel 2.2 berikut ini:

Tabel 2.2 Hasil Analisis Gula Palma

No Contoh Palma Bri

x Sukrosa Gula

Reduksi

1. Kelapa 93,5 75,85 5,22

2. Semut 99,3 90,34 3,51

3. Aren 89,7 83,44 4,23

4. Siwalan 86,9 77,26 4,97

5. Nipah 94,2 78,95 4,52

Sumber: Sunantyo, 1997.

Kegunaan dan keistimewaan gula semut diantaranya adalah:

1. Dapat langsung dikonsumsi sebagai sumber energi (gula ini sering dibawa sebagai perbekalan wisatawan, pendaki gunung, camping, dan jemaah haji sebagai penambah energi alami).

(16)

8

2. Sebagai bahan pemanis untuk menambah rasa serta aroma yang lebih lezat dalam pembuatan roti, kue-kue, susu segar/murni/bubuk, kopi, teh, susu kedelai, minuman segar, agar-agar, dodol, jenang, dan sebagainya.

3. Bentuk butiran yang mudah larut, dapat membantu melancarkan metabolisme tubuh, mengurangi resiko naiknya gula darah (Anonymous, 1998)

Gula semut atau palm sugar merupakan gula merah versi serbuk/kristal yang dihasilkan oleh pepohonan keluarga palma (Arecaceae) (Balai Informasi Pertanian, 2000). Gula semut adalah sebagian dari produk turunan yang dihasilkan dari pohon aren dan kelapa.

Penamaan gula semut karena bentuknya menyerupai sarang semut di tanah. Gula semut memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan dengan gula merah versi cetakan. Beberapa keunggulan gula semut adalah aroma yang khas, umur penyimpanan yang panjang dengan kadar air 2 sampai 3%, mudah larut dalam air dingin/panas, pengemasan yang praktis dalam kantong dan mudah dikombinasikan dengan bahan lain pada industri pengolahan makanan dan minuman (Mustaufik dan Karseno, 2004).

Gambar 2.1 Gula Semut Sumber: eviindrawanto.com

Bahan baku gula semut adalah nira yang berasal dari pohon kelapa, pohon aren dan pohon siwalan. Nira aren dan nira kelapa mempunyai perbedaan dalam hal warna, aroma, rasa, dan kadar kotorannya. Nira aren berasa lebih manis, lebih jernih, dan lebih segar, dan jumlah padatan yang terlarut nira aren lebih rendah daripada nira kelapa (Balai Penelitian

(17)

9

Tanaman Palma, 2010). Cara pengolahan gula semut hampir sama dengan pengolahan gula merah cetak biasa, perbedaannya terletak pada proses setelah larutan nira mengental. Pada pembuatan gula semut, setelah larutan mengental maka dilakukan pengadukan cepat hingga terbentuk kristal- kristal, kemudian kristal-kristal gula yang terbentuk diayak untuk diperoleh ukuran yang seragam (Balai Informasi Pertanian, 2000).

2.3.1. Tahapan-tahapan dalam Kegiatan Pengolahan Gula Semut Didalam pembuatan gula semut terdapat beberapa tahapan pengerjaan yang dilakukan, tahapan-tahapan tersebut hampir sama halnya dengan metode pembuatan gula aren batok. Perbedaan metode dalam pembuatan gula aren batok dan gula semut terdapat pada perlakuan setelah pemasakan seperti pada gambar berikut.

Gambar 2.2 Diagram Alir Pembuatan Gula Semut dan Aren Sumber: (Wahyuni Haris 2020)

1. Penyadapan Air Nira Aren

Pohon aren sudah dapat disadap pada umur 12 sampai 16 tahun atau setelah munculnya bunga-bunga jantan pada ruas batang yang berada di bagian atas batang (tongkol) pohon, sedikit di bawah tempat tumbuh

(18)

10

daun muda. sejak itu pohon aren dapat di sadap air niranya. Setiap tongkol bunga jantan dapat disadap terus menerus, dan apabila tongkol yang di iris tidak memproduksi hasil yang maksimal dari sebelumnya, maka petani akan mengiris tongkol yang lainnya. Tetapi pemilik aren yang bijaksana akan memberikan masa tenggang istirahat pada pohonnya dan menyadap pohon yang lain sesuai dengan referensi yang ada. Penyadapan dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi dan sore hari, hasil produksi air nira pada pagi hari dan sore hari pun berbeda, biasanya pengambilan air nira pada pagi hari hasilnya lebih banyak daripada pengambilan sore hari. Hal ini dikarenakan faktor alam dan kondisi cuaca.

Pada malam hari keadaan dingin, lembab dan waktu penyadapan panjang sehingga air nira yang dihasilkan pada pagi hari lebih banyak.

Sedangkan penampungan nira pada sore hari biasanya lebih sedikit hal ini dikarenakan keadaan cuaca yang panas dan air nira cepat menguap di samping waktu yang lebih singkat dalam kurun waktu pengambilan.

Tempat (wadah) yang digunakan oleh para pengrajin adalah derijen yang sudah dioleskan kapur yang dicampur air, hal ini bertujuan agar nira yang disadap tidak cepat menjadi asam karena pengaruh sifat alami nira yang mudah asam (Sopiannur, Mariati, and Juraemi 2011).

Sumber: RiauSky.com

2. Proses Produksi Gula Aren dengan menggunakan Kayu Bakar Gambar 2.3 Penyadapan Aren

(19)

11

Pembuatan gula aren diawali dengan membakar kayu yang menjadi bahan bakar utamanya, kemudian air nira di masukan ke dalam wajan dan pastikan api benar-benar panas. Nira yang direbus diaduk dengan pengaduk untuk mempercepat pengentalan. Buih (busa) putih yang muncul dibuang. Kayu bakar ditambah bila api dirasa kurang panas.

Ketika nira mulai mendidih dan rebusan terlihat akan meluap, kemiri yang sudah dihancurkan menjadi biji-biji kecil dimasukan ke dalam rebusan, tetapi ada juga yang menggunakan kelapa parut, hal ini bertujuan untuk membantu pengentalan dan rebusan nira berlahan-lahan akan turun kembali (tidak meluap) dan mulai tampak perubahan warna. Waktu yang dibutuhkan dalam pemasakan gula aren dilakukan selama 4-5 jam tergantung pada jumlah liter air nira yang dimasak (Sopiannur et al. 2011).

3. Proses Produksi Gula Aren dengan menggunakan Briket Batu Bara

Seperti halnya memasak dengan menggunakan kayu bakar, nira dan bahan bakar briket disiapkan terlebih dahulu, yang menjadi penyiapan menggunakan briket batubara, briket terlebih dahulu dibakar terlebih dahulu hingga terbakar, proses ini memerlukan waktu 3-5 menit. Karena briket hanya bisa dipergunakan sekali pakai, maka sebaiknya menggunakannya sesuai dengan jumlah air nira yang direbus. Berdasarkan hasil pengamatan untuk 30 liter air nira rata-rata menggunakan 4 buah briket. Selebihnya proses pembuatan gula aren menggunakan briket batubara sama dengan mengunakan kayu bakar (Sopiannur et al. 2011).

4. Proses Pencetakan

Proses pencetakan gula aren dipersiapkan pada saat gula sudah mengental, cetakan yang dipergunakan oleh para pengrajin kebanyakan terbuat dari kayu ulin dan ada juga yang terbuat dari kayu bengkirai yang telah dilubangi dengan ukuran tertentu. Sebelum proses pencetakan cetakan biasanya disiram dengan air bersih dan dibiarkan meresap ke dalam cetakan. Hal ini bertujuan agar nantinya gula yang akan dicetak tidak lengket saat di angkat dari cetakan. Ketika cairan gula atau nira cukup kental, wajan yang berisikan air nira kental diturunkan dan diaduk- aduk dan bagian yang mengering diujung wajan di gosok hal ini bertujuan

(20)

12

mendapatkan warna gula aren yang baik dan siap dicetak, dan aroma dari gula aren yang dimasak dengan bahan bakar briket tidak begitu berpengaruh pada gula aren tersebut dan kepada harga jual maupun permintaan konsumen (Sopiannur et al. 2011).

Gambar 2.4 Pembuatan Gula Semut Sumber: Republika.co.id

Apabila nira akan dijadikan gula semut maka api dikecilkan.

Setelah 10 menit, wajan diangkat dari tungku dan dilakukan pengadukan secara perlahan hingga terjadi pengkristalan. Setelah itu, pengadukan dipercepat hingga terbentuk serbuk kasar. Gula semut dihaluskan agar gula kristal yang masih menggumpal menjadi lebih halus. Proses pengadukan dilakukan secara melingkar satu arah selama ± 15 menit hingga terjadi proses kristalisasi. Proses pengadukan ini membutuhkan tenaga yang cukup besar karena dalam proses inilah yang menentukan keberhasilan serta kualitas dari gula semut. Setelah terbentuk kristal halus kemudian dilakukan proses pengayakan gula semut diayak sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Ukuran yang umum dipakai adalah 10 mesh, 15 mesh dan paling halus 20 mesh dengan kadar air di bawah 3 persen. Gula semut yang tidak lolos pada ayakan ini, yang disebut dengan gula reject. Gula reject tersebut dikumpulkan kemudian dihaluskan kembali pada wajan.

Tahapan ini dilakukan secara terus menerus sampai gula reject tidak dapat dihaluskan. Gula reject yang tidak dapat dihaluskan kemudian dimasak kembali hingga meleleh dan mengental untuk dibentuk menjadi gula aren

(21)

13

cetak. Gula semut yang sudah jadi kemudian dikemas dan siap dijual (Dahar, Abidin, and Eri 2019).

2.3.2. Karakteristik Gula Semut 1. Kadar Air

Kadar air dari gula semut aren yaitu 3,30%. Kadar air tersebut sedikit di atas syarat mutu gula palma SNI 01-3743-1995, yaitu maksimal 3%. Kadar air yang cukup tinggi ini disebabkan proses pengolahan gula semut aren yang masih sederhana. Setelah menjadi gula semut aren, seharusnya dilanjutkan dengan proses pengeringan untuk mengurangi kadar air. Proses pengeringan dapat dilakukan secara alami dengan cara menjemurnya di bawah sinar matahari atau dikeringkan di dalam oven. Setelah proses pengeringan selesai, gula semut aren harus segera dikemas dalam kemasan yang rapat atau disimpan dalam wadah kedap udara. Kadar air yang cukup tinggi dapat mengurangi masa simpan gula semut aren, hal ini disebabkan jamur dan mikroba dapat segera tumbuh di gula semut tersebut apalagi jika gula semut tidak disimpan di dalam wadah yang tertutup rapat (Fatriani dkk, 2019).

2. Sukrosa

Nira aren memiliki kandungan sukrora yang cukup tinggi sehingga dapat diolah menjadi produk olahan pangan seperti gula merah, minuman segar, cuka aren dan gula semut (Anonim, 2009). Kandungan sukrosa gula semut aren yaitu 65,07%. Kandungan tersebut masih jauh di bawah syarat mutu gula palma SNI 01-3743-1995, yaitu minimal 90%. Dahlan (1984) menyatakan bahwa kandungan gula (sukrosa) dalam nira dipengaruhi antara lain oleh musim/keadaan cuaca, gangguan hama pada bunga dan kerusakan nira karena pembusukan. Pada musim kemarau nira yang dihasilkan jumlahnya sedikit tetapi kadar sukrosanya tinggi, sebaliknya pada musim hujan jumlah nira yang dihasilkan lebih banyak tetapi kadar sukrosanya lebih rendah. Gula semut aren yang diteliti diolah dari nira yang dihasilkan pada musim pancaroba atau peralihan musim kemarau ke hujan sehingga nira yang dihasilkan tidak memiliki kadar sukrosa yang tinggi (Fatriani dkk, 2019).

3. Gula Pereduksi

(22)

14

Gula pereduksi dari gula semut adalah 5,68%, dimana angka tersebut telah memenuhi syarat mutu gula palma SNI 01-3743-1995, yaitu minimal 6%. Kadar gula pereduksi yang rendah dapat diperoleh dengan cara menjaga kualitas nira yaitu menggunakan bahan pengawet untuk menghambat pertumbuhan mikroba sehingga fermentasi tidak terjadi dan nira tidak menjadi masam sehingga tidak terjadi inversi sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa (Goutara dan Wijandi, 1975 dalam Azima, Fauzan, 1997).

Gula pereduksi yang dikandung nira dapat berupa heksosa, glukosa dan fruktosa serta mannosa dalam jumlah rendah sekali (Dahlan, 1984). Kadar gula pereduksi dapat dipengaruhi oleh musim karena nira yang diambil pada musim hujan dimana kadar airnya tinggi dan kadar gulanya rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sardjono et al. (1985) bahwa kenaikan kadar gula reduksi terjadi sejalan dengan kenaikan kadar air selama penyimpanan dan proses fermentasi yang terjadi. Semakin rendah nilai gula reduksi semakin bagus kualitas gula tersebut (Fatriani dkk, 2019).

Kadar gula pereduksi mempengaruhi kekerasan, warna dan rasa gula di mana makin rendah kadar gula pereduksi makin coklat kekuningan (terang) warna gulanya (Sardjono et al. 1985), sebaliknya makin tinggi kadar gula pereduksi makin gelap warna gula, disebabkan karena terjadi reaksi maillard (browning) yang menghasilkan senyawa berwarna coklat pada gula (Winarno, 1984 dalam Baharuddin et al. 2007).

4. Lemak

Kandungan lemak gula semut aren 0,14%. Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan kadar lemak nira segar yaitu 0,02%. Menurut Dachlan (1984), kadar lemak gula merah aren ini 0,4%, sedangkan menurut Rohaman et al. (2002) dan Kawan (1993) 0,07%. Kadar lemak ini tidak masuk dalam standar mutu SNI 01-3743-1995 (Fatriani dkk, 2019).

5. Kadar Abu

Gula semut aren memiliki kadar abu1,61%. Nilai ini memenuhi syarat mutu gula palma SNI 01-3743- 1995, yaitu minimal 6% (Fatriani dkk, 2019).

2.3.3. Pengaruh pH Terhadap Kualitas Gula Semut

(23)

15

Pada pembuatan gula semut terdapat salah satu faktor yang juga memiliki pengaruh besar terhadap kualitas dari gula semut, faktor tersebut adalah pH dari gula semut maupun bahan bakunya nira aren. Nira merupakan produk yang komposisi kimianya relatif peka terhadap perubahan lingkungan. Nira segar tanpa pengawet disimpan selama 8 jam akan mengalami penurunan pH dan kadar gula (Lay dan Karouw 2005). Produksi nira per pohon sekitar 8-22 liter/ pohon (Rumokoi, 2004) atau 300-400 liter per musim (3-4 bulan). Sifat kimia nira aren seperti yang dilaporkan oleh Novarianto et al., 2002 adalah mengandung sukrosa 13,9-74,9%, karbohidrat 11,28%, protein 0,2%, lemak 0,02% dan abu 0,24%

(Joseph et al. n.d.).

Nira aren sangat berpotensi untuk dijadikan gula karena nira tersebut mengandung komponen gula yang dominan dalam bentuk sukrosa. Unsur sukrosa pada nira relatif cepat terurai dengan adanya aktifitas mikroba, mengakibatkan terjadinya perubahan pH menjadi asam. Nira yang sudah masam tidak cocok untuk pembuatan gula granular karena gula tidak mengkristal (Joseph et al. n.d.).

Permasalahan yang muncul pada gula semut yang terdapat di pasaran adalah memiliki pH yang terlalu rendah. pH atau derajat keasaman yang terdapat pada bahan baku sangat mempengaruhi proses kristalisasi pembuatan gula semut karena adanya jumlah gula reduksi yang terbentuk. Adanya gula pereduksi yang tinggi akan mengikat air lebih banyak karena komponen OH- mengikat H+ dari udara (proses hidrolisis). Untuk menghindari penurunan kualitas akibat gula reduksi yang tinggi dapat dilakukan dengan meningkatkan pH dengan cara penambahan bahan yang bersifat basa seperti Natrium bikarbonat (Zuliana, Widyastuti, and Susanto 2016)

Tabel 2.3 Deskripsi Gula Kelapa Cetak pH Gula Kelapa

Cetak Aroma Warna Tekstur

6.10 Khas gula kelapa Kuning dan sedikit Cokelat

Tidak terlalu keras / agak lunak 6.20 Khas gula kelapa Kuning

kecokelatan

Tidak terlalu keras

6.40 Khas gula kelapa Cokelat muda Agak keras

(24)

16

7.60 Khas gula kelapa Cokelat gelap Keras 8.40 Khas gula kelapa Cokelat

kehitaman Keras Sumber: (Zuliana et al. 2016)

6. Priling Tower

Prilling didefinisikan sebagai proses pembentukan butiran dari larutan berkonsentrasi tinggi menjadi butiran. Prilling adalah metode untuk menghasilkan partikel bulat yang cukup seragam dari padatan cair. Larutan berkonsentrasi tinggi disemburkan dari top tower dengan menggunakan shower agar terbentuk butiran-butiran padatan. Saat larutan disemburkan dari bagian top tower udara ditembakkan dari arah berlawanan di bottom tower, sehingga terjadi perpindahan panas yang mengubah larutan berkonsentrasi tinggi menjadi butirasn padatan. Pada dasarnya proses prilling terdiri dari dua proses, pertama adalah proses untuk menghasilkan tetesan cairan sedangkan yang kedua adalah proses pengerasan yang terjadi karena penurunan temperatur saat jatuh melalui aliran udara yang ditembakkan dari bawah sehingga tetesan mengalami pendinginan yang membentuk butiran padat. Gambaran proses prilling dapat dilihat pada Gambar 2.5.

(25)

17

Gambar 2.5 Diagaram Priling Tower Sumber: Globalscientificjournal.com

Proses prilling banyak digunakan dalam industri pupuk untuk membuat ammonium nitrate, calsium nitrate, urea, dan pupuk majemuk yang mengandung N, P, dan K. Prilling juga digunakan dalam industri bahan peledak untuk menghasilkan prill ammonium nitrate berpori, yang akan menyerap minyak.

Menara prilling harus memiliki ketinggian yang cukup agar partikel cukup kuat untuk tidak pecah saat terjadi benturan ketika mencapai bottom tower. Panas laten dipindahkan dari tetesan ke udara saat jatuh dan jika ada sejumlah besar air, penguapan juga terjadi, meningkatkan efek pendinginan pada tetesan. Penting untuk menjaga temperatur cairan umpan serendah mungkin, hanya satu atau dua derajat di atas titik pemadatannya. Temperatur yang lebih tinggi membutuhkan menara yang lebih tinggi, seperti halnya ukuran partikel yang lebih besar.

Menara prilling di industri pupuk biasanya memiliki tinggi lebih dari 50 m untuk ukuran partikel rata-rata sekitar 2 mm. Dalam industri bahan peledak ukuran partikel lebih kecil, umpan lebih basah dan menara sekitar 10 m digunakan.

Tetesan harus dibuat berukuran seragam dan mendistribusikannya secara merata di seluruh lebar menara. Berbagai desain digunakan untuk solusi sederhana, serangkaian semprotan yang mengarah ke bawah cocok untuk digunakan pada beberapa larutan. Untuk bahan yang lebih sulit untuk diteteskan seperti slurry, spinning discs dan spinning perforated baskets biasa digunakan. Pada penggunaan spinning discs dan spinning

(26)

18

perforated baskets perhatian harus diberikan pada kemudahan untuk membersihkan sumbatan jika terjadi sumbatan pada nozzle dari spray.

Dalam beberapa industri seperti pada industri pupuk, umpan berupa cairan atau slurry memadat dalam kisaran 130°C hingga 200°C, diperlukan sedikit pemrosesan lebih lanjut setelah tahapan prilling dilakukan.

Pendinginan diperlukan untuk mencegah caking pada menara prilling. Caking merupakan peristiwa kecenderungan suatu padatan untuk membentuk gumpalan atau massa, bisa disebabkan salah satunya karena proses pendinginan dan perpindahan panas yang kurang maksimal.

Penyaringan sejumlah kecil prill oversize dan undersize juga dilakukan agar didapatkan ukuran prill yang sesuai dengan keinginan produsen dan pasar. Dalam industri bahan peledak ammonium nitrate di mana umpan cair mengandung sekitar 5% H2O, pengeringan lebih lanjut sangat penting untuk menghasilkan struktur berpori untuk penyerapan minyak.

Pada pertengahan 1960-an, variasi penggunaan udara pada proses prilling dikembangkan untuk pembuatan pupuk ammonium nitrate. Salah satu variasi yang dikembangkan adalah pemberian udara yang dicampur dengan debu tanah liat agar udara yang diumpankan dapat menyerap sebagian dan mengeraskan prill yang jatuh. Tetesan jatuh melewati udara campuran debu tanah liat yang naik dari bottom tower sehingga terjadi pelapisan pada tetesan yang jatuh oleh campuran yang digiling halus.

Tetesan yang berubah menjadi butiran didinginkan oleh radiator air di mana panas yang tersisa dihilangkan. Pada masa ini operasi prilling sangat diintensifkan dengan menara yang jauh lebih sempit dan dengan ketinggian menara hanya berkisar dari 5 sampai 7 m. Proses ini berhasil digunakan selama hampir 30 tahun, tetapi sekarang sudah tidak digunakan lagi.

(27)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

4. Metode Penelitian yang Diterapkan

Pada penelitian ini diterapkan metode penelitian yaitu mekanisme pembuatan gula semut dengan menggunakan metode prilling. Pembuatan gula semut pada penelitian ini menggunakan metode prilling yang umum digunakan pada industri pupuk sebagai pembentuk butiran. Umpan akan disemburkan dari bagian atas alat dan diberi supply udara berlawanan arah dari bawah. Alat digunakan dalam skala percobaan untuk membuktikan pengaruh ketinggian serta faktor yang mendukung terjadinya proses prilling pada gula semut.

5. Alat dan Bahan 6. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pipa PVC 6”

2. Oven

3. Cawan porselen 4. Panci

5. Neraca Analitik 6. Kompor

7. pH meter 8. Akrilik 9. Saringan 10. Thermometer 11. Kamera 12. Sendok kayu 13. Metera

19

(28)

20

7. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Gula Aren Batok

2. Natrium bikarbonat (NaHCO3) 8. Parameter Proses Penelitian

9. Parameter Tetap

Parameter tetap pada penelitian ini yaitu, berat gula aren (2 kg), temperatur gula aren (45oC), kecepatan kipas pendingin (3000 rpm).

10. Parameter Peubah

Parameter peubah pada penelitian ini yaitu pH (6; 6,5; 7; 7,5; 8; 8,5), ketinggian prilling tower (3 m; 3,5 m; 4 m; 4,5 m; 5 m; 5,5 m).

11. Tahap Penelitian

12. Prosedur Pembuatan Gula Semut

Pembuatan gula semut dilakukan berdasarkan metode Joseph dan Layuk (2012) sebagai berikut:

1. Gula batok diiris halus untuk memudahkan proses pelarutan.

2. Gula batok kemudian dimasukkan kedalam panci untuk dilelehkan.

3. Gula batok yang sudah menjadi gula cair diaduk dengan menggunakan sendok kayu dan dipanaskan pada suhu 110 (±6) ºC.

4. Selama pemasakan dilakukan pengadukan secara terus menerus hingga dirasa gula sudah mulai mengental.

5. Selanjutnya larutan gula diumpankan ke dalam prilling tower hingga menjadi butiran.

6. Setelah selesai di prilling tower selanjutnya butiran gula di oven selama ± 10 menit.

7. Butiran yang telah dioven digiling halus dan dilakukan pengayakan.

8. Setelah jadi, gula semut dikemas dalam kantong plastik.

(29)

21

13. Prosedur Analisis 1. Kadar Air

Pengukuran kadar air pada penelitian ini berdasarkan metode AOAC (2005), dengan metode oven. Cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 30 menit. Cawan porselen kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang dengan neraca analitik.

Sampel seberat 1 gram ditimbang dan dan dimasukan kedalam cawan porselen. Cawan yang telah diisi sampel dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105°C selama 5 jam. Sampel dimasukan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin (30 menit) kemudian ditimbang. Dihitung kadar air dengan rumus:

%Kadar air=berat awalberat akhir

berat sampel x100 %

2. Rendemen

Menurut Zuliana dkk (2019) analisis rendemen gula semut dihitung dari berat (gram) akhir gula semut dibagi dengan berat (gram) bahan baku awal yaitu gula batok yang digunakan dikalikan 100%.

Rendemen=berat akhir berat awal x100

3. pH

Pengukuran pH pada penelitian ini menggunakan alat yaitu pH meter.

Sebelum digunakan pH meter dinyalakan selama 15-30 menit agar stabil.

Lakukan kalibrasi dengan standar buffer pH 7, lalu bilas dengan aquadest dan keringkan menggunakan tissue. Masukkan elektroda kedalam larutan gula semut, nilai pH ditetapkan dengan melihat angka pada layar monitor.

(30)

22

14. Blok Diagram

15. Luaran dan Indikator Capaian

Adapun luaran dan indukator capaian pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut :

Tabel 3.1 Luaran dan Indikator Capaian pada Penelitian

Tahapan Presentase Indikator Capaian

Perencanaan 20% a. Study literature

b. Penetapan parameter penelitian

Pelaksanaan 80% a. Tempat pelaksanaan proses

penelitian

b. Jadwal pelaksaan penelitian Penulisan Laporan 100% a. Penulisan laporan penelitian

16. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data penelitian menggunakan observasi dengan melakukan pengujian. Pengujian dilakukan pada larutan gula aren terhadap alat prilling tower.

17. Analisa Data

Analisa data penelitian yang dilakukan secara kuantitatif berdasarkan hasil yang diperoleh melalui variasi proses percobaan.

(31)

23

18. Teknik Pengamatan Data

Teknik pengamatan data penelitian menggunakan metode observasi.

Pengamatan dilakukan disetiap tahapan penelitian baik data secara kuantitatif maupun data secara kualitatif.

(32)

BAB IV

BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

5. Angaran Biaya

Adapun anggaran biaya untuk melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut.

Tabel 4.1 Rekapitulasi Anggaran Biaya No

.

Jenis

Pengeluaran Nama Barang Volume Jumlah Biaya (Rp)

1.

Perlengkapan yang

diperlukan

Pipa PVC 6” 1 600.000

Oven 1 Tersedia

Cawan porselen 5 Tersedia

Panci 10 L 1 120.000

Neraca Analitik 1 Tersedia

Kompor 1 Tersedia

pH meter 1 Tersedia

Akrilik 1 300.000

Saringan 1 50.000

Thermometer 1 Tersedia

Kamera 1 Tersedia

Sendok kayu 1 15.000

Meteran 1 75.000

Desikator 1 Tersedia

Kipas Angin 1 Tersedia

Lumpang dan Alu 1 Tersedia

Total Anggaran Biaya Alat 1.160.000 2. Bahan yang

digunakan

Gula Aren Batok 10 kg 10 240.000

Natrium bicarbonat 1 kg 1 30.000

Total Anggaran Biaya Bahan 270.000

3. Biaya Lain-lain 300.000

Total Anggaran Biaya Penelitian 1.730.000

24

(33)

25

6. Jadwal Kegiatan

7. Waktu dan Tempat Penelitian

8. Penelitian akan dilaksanakan pada:

9. Waktu : Januari 2023 s/d Maret 2023

10.

Tempat : PT Ecogreen Oleochemicals Batam 11. Jadwal Faktual

12. Adapun jadwal pelaksanaan kegiatan penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini :

13. Tabel 4.2 Jadwal Kegiatan Penelitian

14. Kegiatan 15. Bulan

17. Januari 18. Februari 19. Maret

20. Studi Literatu r

34. Persiapa n Alat, Bahan dan Admini strasi 48. Pelaksa

naan Peneliti an 62. Analisa

Hasil Peneliti an 76. Penulisa

n Laporan dan Pelapor an Peneliti an 90.

(34)

91.DAFTAR PUSTAKA

92.

93. Dahar, Darmiati, Zainal Abidin, and Eri Eri. 2019. “Analisis Komparatif Produksi Gula Aren Dan Gula Semut Dengan Pendekatan Metode Hayami Di Desa Dulamayo Selatan.” Jurnal Agercolere 1(2):67–72. doi: 10.37195/jac.v1i2.71.

94. Joseph, G. H., Dan Payung Layuk, Balai Pengkajian, Teknologi Pertanian, Sulawesi Utara, Jln Kampus, and Pertanian Kalasey. n.d. Pengolahan Gula Semut Dari Aren Granular Sugar Processing From Sugar Palm.

95. Setiawan, Yopi. 2020. “Analisis Fisikokimia Gula Aren Cair.” 10(1).

96. Sopiannur, Dedi, Rita Mariati, and Dan Juraemi. 2011. Studi Pendapatan Usaha Gula Aren Ditinjau Dari Jenis Bahan Bakar Di Dusun Girirejo Kelurahan Lempake Kecamatan Samarinda Utara (Study Income of Palm Sugar Reviewed Fuel at Girirejo Village Lempake Sub District Samarinda Utara). Vol. 8.

97. Wahyuni Haris, Sri. 2020. “Analisis Pendapatan Usaha Gula Aren Di Desa Gantarang Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan.” Perennial 16(1):18–25. doi:

10.24259/perennial.v16i1.9116.

98. Zuliana, Crysse, Endrika Widyastuti, and Wahono Hadi Susanto. 2016.

Pembuatan Gula Semut Kelapa (Kajian Ph Gula Kelapa Dan Konsentrasi Natrium Bikarbonat) Making Coconut Palm Sugar. Vol. 4.

99.

Gambar

Tabel 2.1  Syarat Mutu Gula Semut (SII No. 2043-87)............................. 13 Tabel 2.2  Hasil Analisis Gula Palma.......................................................
Tabel 2.1 Syarat Mutu Gula Semut (SII No. 2043-87)
Tabel 2.2 Hasil Analisis Gula Palma
Gambar 2.1 Gula Semut Sumber: eviindrawanto.com
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nira batang kelapa sawit dapat diolah menjadi gula merah yang merupakan salah satu alternatif dari pengolahan limbah kelapa sawit di Desa Sei Musam, Kecamatan Sei Batang Serangan,

KESIMPULAN Kesimpulan dari penelitian ini diantaranya: 1 terdapat perbedaan tingkat kesegaran bunga krisan potong yang direndam dalam larutan gula dengan penambahan larutan elektrolit