• Tidak ada hasil yang ditemukan

The purpose of this study is to describe the factors causing people do illegal payment

N/A
N/A
Nguyễn Gia Hào

Academic year: 2023

Membagikan "The purpose of this study is to describe the factors causing people do illegal payment"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PUNGUTAN LIAR YANG DILAKUKAN MASYARAKAT TERHADAP SOPIR TRUK

(Studi Kasus: Masyarakat Lakuak Kelurahan Batu Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang)

Ramona Vanella1, Faishal Yasin2, Isnaini2

1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat

2Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi STKIP PGRI Sumatera Barat ramonavanella66@gmail.com

ABSTRACT

The background of this research is caused of Illegal payment by the society against truck drivers. Illegal payment (Pungli) are charge by a personality to benefit themselves or their groups. Based on observations, the action of illegal payment by the society against truck drivers occurred in the village of Lakuak Batu Gadang , Lubuk Kilangan district.The charge of 3000 to 5000 for one car.

The purpose of this study is to describe the factors causing people do illegal payment. The theory used in this study is the functional structural theory described by Talcott Parsons. Talcott's functional structural person will begin with four important functions for all systems to be met by a social system known as AGIL scheme. Method of data analysis is through the stage of data collection, reduction in data, data presentation and conclusion. The results of this research indicate the factors causing of society do illegal payment are: 1.Authority factor, 2. Economy factor, 3. Low social control. Viewed by using functional structural theory can be seen that the dysfunction of the four AGIL schemes well within the structural that exist in the society, so that still running the action of illegal payment.

Keywords: Illegal payment, Society and Truck driver.

PENDAHULUAN

Perkembangan transportasi dalam sejarah bergerak dengan sangat perlahan, berevolusi dengan terjadi perubahan sedikit demi sedikit, yang sebenarnya diawali dengan perjalan jarak jauh berjalan kaki pada jaman paleolithic. Sejarah manusia menunjukkan bahwa selain berjalan kaki juga dibantu dengan pemanfaatan hewan yang menyeret

suatu muatan yang tidak bisa diangkat oleh manusia dan penggunaan rakit di sungai. Sebelum tahun 1900 alat pengangkutan yang digunakan adalah menggunakan tenaga manusia, hewan dan sumber tenaga dari alam. Sebagai sarana transportasi tradisional maupun alat pengangkutan barang dari daerah satu ke daerah lainnya. Sampai saat

(2)

sekarang ini angkutan bertenaga hewan, khususnya kuda masih bisa bertahan. Di berbagai daerah angkutan tersebut dikenal dengan berbagai nama.

Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan (devired demand) akibat aktifitas ekonomi, sosial, dan budaya. Dalam kerangka makro-ekonomi, sistem ekonomi memiliki sifat sistem jaringan dimana kinerja pelayanan transportasi sangat dipengaruhi oleh integrasi dan keterpaduan jaringan.

Transportasi menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan aktifitas penggunaan lahan menjadi faktor yang mempengaruhi aktifitas transportasi (Ansyori, 2008:4).

Dengan alasan penggunaan lahan tersebut sering terjadinya perbuatan-perbuatan dengan menyalahgunakan kekuasaan memaksa orang lain untuk menyerahkan sesuatu, melakukan suatu pembayaran, menerima pemotongan yang dilakukan terhadap suatu pembayaran dan melakukan suatu pekerjaan untuk kebutuhan pribadi pelaku itu merupakan suatu tindakan yang dapat merusak bangsa

dan negara serta merupakan perilaku menyimpang.

Selain alasan penggunaan lahan, persoalan ekonomi dan moral merupakan sebagian contoh masalah yang dihadapi bangsa indonesia pada saat ini. Kemiskinan, pengangguran menambah keterpurukan kondisi bangsa ini, yang akhirnya menimbulkan banyak kejahatan.

Faktor ekonomi merupakan masalah yang sangat sentral saat ini yang dapat menimbulkan kejahatan, karena banyak orang yang mengambil jalan pintas dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang, hal ini menyebabkan terjadinya kejahatan seperti kegiatan pungutan liar yang dilakukan oleh beberapa individu untuk mendapatkan uang (Rustiyanto, 2014:3).

Pungutan liar (Pungli) adalah pungutan yang dilakukan oleh pribadi oknum-oknum tertentu yang tujuannya untuk mendapatkan keuntungan bagi diri sendiri atau kelompok mereka tersebut. Pungli juga dapat diartikan sebagai biaya administrasi yang tidak resmi biasanya diartikan dengan perizinan

(3)

pribadi pelaku (Soedjono, 1983:35).

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pungli merupakan meminta sesuatu (uang dan sebagainya) kepada seseorang (lembaga, perusahaan, dan sebagainya) tanpa menurut peraturan yang lazim. Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana korupsi telah diatur berbagai macam ataupun jenis tindak pidana korupsi.

Pungutan liar seperti yang disebutkan di atas bahwasannya ia juga merupakan tindakan koruptif.

Adapun kebijakan pemerintah dalam memberantas pungli yaitu:

1. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1977 tentang Operasi Penertiban (1977-1981), dengan tugas membersihkan pungutan liar, penertiban uang siluman, penertiban aparat Pemda dan Departemen.

2. Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, yang diundangkan pada tanggal 21 Oktober 2016 yaitu:

a. Bahwa praktik pungutan liar merusak sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu upaya pemberantasan secara tegas, terpadu, efektif, efisien, dan mampu menimbulkan efek jera.

b. Bahwa dalam upaya pemberantasan pungutan liar perlu dibentuk satuan tugas sapu bersih pungutan liar.

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar.

Pungutan liar termasuk suatu perilaku menyimpang, perilaku menyimpang merupakan suatu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku didalam masyarakat.

Fenomena yang terjadi dilapangan yang berhubungan dengan sopir truk dengan masyarakat sekitar, dimana terjadi aksi pungutan liar. Berdasarkan observasi awal

(4)

yang penulis lakukan, pungutan ini dahulunya hanya dilakukan disatu Kampung saja. Pungutan ini dilakukan dengan menggunakan karcis atas nama LPM. Tujuan dilakukannya pungutan ini untuk kesejahteraan dan pembangunan Nagari seperti pembangunan mesjid, mushalla, perayaan untuk rakyat dan pembangunan jalan. Pungutan ini dahulunya disepakati/disetujui karena uang dari hasil pungutan ini dikumpulkan untuk kesejahteraan, pembangunan Nagari dan perayaan- perayaan yang dilaksanakan di Nagari tersebut, tetapi pada saat sekarang ini masyarakat melakukan pungutan tersebut untuk kebutuhan pribadi dan pungutan yang dilakukan sekarang tidak memiliki surat izin.

Pungutan ini hanya berlaku untuk mobil truk PT. Semen Padang dan mobil truk masyarakat non pribumi.

Pemungutan ini dilakukan sejak tahun 1998.

Berdasarkan pernyataan di atas penulis perlu melakukan penelitian dan membahas lebih lanjut tentang “Pungutan Liar yang dilakukan Masyarakat Terhadap Sopir Truk” (Studi kasus:

Masyarakat Kelurahan Batu Gadang Kecamatan Lubuk kilangan Kota Padang). Dengan rumusan masalah yaitu: faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan pungutan liar. Adapun tjuan penelitian ini yaitu: mendeskripsikan faktor penyebab masyarakat melakukan pungutan liar.

Sesuai dengan fokus permasalahan yang diteliti, maka penulis menggunakan pendekatan teoritis Struktural Fungsional. Salah satu tokoh teori Struktural Fungsional adalah Talcott Parsons.

Struktur fungsional merupakan suatu teori yang mengkaji tentang unsur- unsur atau elemen-elemen yang ada di dalam masyarakat sesuai dengan sistemnya masing-masing.

Pendekatan yang digunakan Talcott Parsons adalah mengidentifikasi persyaratan-persyaratan fungsional yang pokok dalam sistem tertentu.

Struktural fungsional Talcott Parson ini akan dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistem yang harus dipenuhi oleh sistem sosial dikenal dengan skema AGIL. Skema AGIL terkenal untuk menganalisis persyaratan-persyaratan

(5)

fungsional dalam semua sistem sosial yang dikembangkan. Keempat sistem sebagai berikut: 1. Adaptation (adaptasi), 2. Goal Anaiment (pencapaian tujuan), 3. Integration, 4. Latency (latensi atau pemeliharaan).

Keempat sistem AGIL tersebut, merupakan kerangka untuk menganalisis sistem tindakan sosial.

(Ritzer dan Goodman, 2003:121).

Hal tersebut, bermula pada tipe ketegangan, yang dapat dilihat pada ketidaksesuaian keadaan suatu sistem dan kenyataan yang akan diinginkan.

Sehingga merangsang penyesuaian diri dari suatu tujuan serta semangat dorong yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Penyampaian tujuan tersebut, maka harus ada suatu tahap penyesuaian terhadap suatu situasi dan kondisi yang terjadi.Selain itu perlu adanya solidaritas dan kehidupan atau integration. Pelaksanaan tugas akan tercapai, jika adanya disiplin setiap anggota masyarakat dan bergerak maju untuk mencapai tujuan tersebut.

Sehingga setiap anggota masyarakat dapat mempertahankan keadaan yang terjadi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pungli merupakan meminta sesuatu (uang dan sebagainya) kepada seseorang (lembaga, perusahaan, dan sebagainya) tanpa menurut peraturan yang lazim.

Dalam rumusan korupsi pada Pasal 12 huruf e UU Nomor 20 Tahun 2001 berasal dari Pasal 423 KUHP yang dirujuk dalam Pasal 1 ayat (1) huruf c UU Nomor 20 Tahun 1971, dan Pasal 12 UU Nomor 31 20 Tahun 1999 pungli merujuk sebagai tindak pidana korupsi, yang kemudian dirumuskan ulang pada Nomor 20 Tahun 2001, diman disebutkan pengertian pungutan liar yaitu suatu perbuatan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan cara melawan

hokum, atau dengan

menyalahgunakan kekuasaannya, mamaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

(6)

Pungutan liar terdiri dari beberapa faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan atau memaksa seseorang untuk membayar atau memberikan sesuatu.Adapun beberapa pandangan mengenai faktor-faktor penyebab seseorang melakukan pungutan liar (Widyopramononc, 2017:9) adalah:

1. Penyalahgunaan wewenang, jabatan atau kewewenangan seseorang,

2. Faktor mental, karakter atau kelakuan seseorang dari pada seseorang,

3. Faktor ekonomi, penghasilan yang bisa dikatakan tidak mencukupi kebutuhan hidup tidak sebanding dengan tugas/jabatan,

4. Faktor cultural dan budaya organisasi, budaya yang berjalan terus menerus sebagai hal biasa, 5. Terbatasnya sumber daya

manusia,

6. Lemahnya sistem kontrol dan pengawasan oleh atasan.

METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan penelitian kualitatif dengan tipe penelitian deskripstif. Menurut Moleong, (2012:6) mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, motivasi, tindakan, dan dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk kata- kata dan bahasa. tipe penelitian deskriptif menurut Lehman (Yusuf, 2005:83) penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang bertujuan mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat populasi tertentu atau menggambarkan fenomena secara detail. Dalam penelitian ini menggunakan observasi non partisipan karena penulis tidak terlibat dalam masalah penelitian.

Penulis melakukan observasi secara lansung dengan mengamati serapa uang yang dipungut, siapa saja yang melakukan pungutan liar dan

(7)

melakukan pencatatan terhadap apa yang penulis lihat dilapangan yang bersangkutan dengan aksi pungutan liar. Penulis memilih wawancara mendalam ini adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat serta untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang masalah yang diteliti. Dalam penelitian yang dilakukan ini, penulis melakukan wawancara dengan cara menghampiri beberapa masyarakat Lakuak, sopir truk, Ketua RT Lakuak, Ketua RW dan pemuda- pemudi Lakuak Kelurahan Batu Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan.

Wawancara dilakukan bersifat tidak terstruktur karena peneliti bebas mengacak pertanyaan yang sudah disiapkan.

Data yang diperoleh dilapangan dianalisis dengan menggunakan model Interaktif Miles dan Huberman (Miles dan Huberman,1992:15-20): yaitu dengan cara 1) pengumpulan data adalah pengambilan data menggunakan teknik wawancara dan observasi data ini merupakan proses awal untuk memperoleh informasi tentang faktor penyebab masyarakat

melakukan pungutan liar 2) reduksi data, Data yang diperoleh dikumpulkan dan dilakukan pemilihan data yang sesuai dengan tujuan penelitian 3) penyajian data, pengelompokan. Dalam hal ini data yang diperoleh berwujud sekumpulan informasi yang tersusun sehingga memberikan keterangan berupa data yang diharapkan dalam penelitian. 4), menarik kesimpulan, kesimpulan yang diharapkan adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada, sebelumnya masih belum jelas sehingga setelah diteliti menjadi jelas. Penelitian ini penulis lakukan di Kota Padang yaitu di Batu Gadang, tepatnya di Jalan Lakuak Kelurahan Batu Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang.

Alasan dipilihnya lokasi ini sebagai lokasi penelitian adalah karena penulis melihat masih adanya kegiatan pungutan terhadap sopir truk di daerah tersebut, walaupun sudah ada kebijakan dari pemerintah pusat. Sehingga penulis ingin mengetahui lebih lanjut tentangfaktor apa saja yang menyebabkan masyarakat melakukan pungutan

(8)

terhadap sopir truk di Jalan Lakuak Kelurahan Batu Gadang Kecamatan Lubuk kilangan Kota Padang.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Terbentuknya Pungutan Liar di Kampuang Lakuak

Pungutan liar adalah pengenaan biaya di tempat yang tidak seharusnya dilakukan pemungutan biaya. Terbentuknya pungutan liar di kampung Lakuak berawal sejak terbentuknya jalan yang menghubungkan kampung Lakuak, daerah tambang sampai dengan Indarung (PT. Semen Padang) pada tahun 1908. Jalan dari tambang menuju Indarung sudah ada semenjak penjajahan Belanda.

Dimana Belanda menggunakan jalan tersebut untuk jalannya pedati yang mengangkat batu kapur untuk membuat semen. Pada tahun 1998 banyak mobil truk Semen Padang dan mobil truk dari masyarakat pribumi maupun non pribumi yang melewati jalan tersebut. Sehingga ada keinginan dari LPM dan masyarakat untuk melakukan pungutan terhadap mobil truk yang

melewati jalan tersebut. Pungutan ini dilakukan setiap hari hari dari jam 09.00 WIB sampai jam 16.00 WIB.

Pungutan ini dilakukan oleh setiap masyarakat yang rumahnya berada di sejajaran jalan Kampuang Lakuak.

Awal mulanya terjadi pungutan liar di Kelurahan Batu Gadang adalah yang pertama kali melakukan pungutan terhadap sopir truk ialah ketua LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat) yang dulu namanya LKMD yang kepala satunya adalah Lurah. LPM adalah lembaga, organisasi atau wadah yang dibentuk atas prakarsa masyarakat sebagai mitra pemerintah kelurahan dalam menampung dan mewujudkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat dibidang pembangunan. Tujuan utama dibentuknya lembaga ini adalah untuk meningkatkan prakarsa dan swadaya masyarakat dalam menjalankan program pembangunan secara pertisipatif.

B. Faktor Masyarakat Melakukan Pungutan Liar

Kehidupan sosial masyarakat dituntut untuk mendapatkan kehidupan yang layak, untuk mendapatkannya maka masyarakat

(9)

harus berkerja keras. Namun untuk masyarakat yang kalangan menengah ke bawah, mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan karena minimnya lapangan pekerjaan dan kurangnya keahlian dalam bidang tertentu. Maka dari itu sebagian masyarakat melakukan pekerjaan yang mereka rasa mampu untuk melakukannya seperti masyarakat yang berada di Kelurahan Batu Gadang Kecamatan Lubuk Kilangan.

Salah satu yang mereka lakukan untuk menambah penghasilan maka mereka melakukan pungutan terhadap sopir truk. Pungutan hanya dilakukan pada sopir truk, tidak untuk angkot dan mobil pribadi.

Alasan masyarakat, ketua RT, ketua RW, ketua pemuda dan sopir berbeda-beda tentang faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan pungutan liar. Dari beberapa pernyataan dari masyarakat adapun faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan pungutan tersebut adalah:

1. Faktor Kekuasaan (Power) Kekuasaan (power) adalah kemampuan sesorang untuk mempengaruhi orang lain untuk bersedia melakukan sesuatu yang diinginkannya. Kekuasaan ini dimiliki oleh masyarakat, terutama masyarakat yang tanahnya dipakai untuk pembuatan jalan. Kekuasaan merupakan salah satu kekuatan seseorang untuk bisa bertahan di dalam suatu kegiatan. Seperti kegiatan pungutan liar ini, mereka menjadikan wilayah asal mereka sebagai kelancaran untuk kegiatan pungutan liar.

a. Kepemilikan Tanah

Kepemilikan tanah merupakan suatu hak milik yang dimiliki oleh seseorang baik material maupun non material.Jalan adalah sarana yang menghubungkan antara satu kawasan dengan kawasan yang lain. Jalan yang dilewati sopir truk pada dulunya merupakan tanah masyarakat. Jalan itu dibuat karena kesepakatan dari ninik mamak masyarakat Lakuak, dengan tujuan mempermudah akses bagi

(10)

masyarakat Lakuak ke jalan besar (Jalan Raya). Masyarakat menjadikan tanah milik mereka menjadi alasan untuk melakukan pungutan terhadap sopir truk yang melintasi jalan tersebut.

b. Kesepakatan Atau Keputusan Kesepakatan merupakan suatu perjanjian yang dibuat oleh beberapa pihak baik itu secara tulisan maupun secara lisan. Kesepakatan ini sebelumnya telah dibuat oleh Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) berdasarkan musyawarah antara Niniak Mamak, Lurah, masyarakat dan perwakilan dari sopir truk. Hal itu dilakukan agar kelak tidak terjadinya konflik diantara sopir truk dengan masyarakat di kampuang lakuak.

2. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomi juga merupakan penyebab masyarakat sekitar Kampuang Lakuak untuk melakukan pungutan liar. Pungutan liar yang diperoleh dari sopir truk dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Biasanya pungutan liar ini dilakukan oleh warga yang memiliki

perekonomian rendah dan ibuk-ibuk yang ditinggalkan oleh suamianya.

3. Lemahnya Kontrol Sosial Kontrol sosial merupakan suatu proses baik yang direncakan maupun tidak, yang bertujuan untuk mengajak, membimbing bahkan memaksa warga masyarakat agar mematuhi nilai-nilai dan kaidah- kaidah yang berlaku. Setiap warga masyarakat memiliki struktur organisasi di setiap Daerah yang menjadi kontrol sosial dalam masyarakat tersebut agar terciptanya kesejahteraan, keteraturan dan ketentraman di dalam masyarakat tersebut. Di Kampung Lakuak, Tokoh masyarakat merupakan salah satu kontrol sosial yang ada di dalam masyarakat tersebut. Tetapi di dalam masyarakat ini masih terjadinya aksi pungutan liar, ini membuktikan bahwa tokoh masyarakat belum berperan dan berfungsi dengan baik di Kampung Lakuak.

C. Analisis Teori

Berdasarkan kondisi atau hasil dari penelitian diatas adanya suatu fungsi dan peran yang tidak berjalan dengan lancar ini berkaitan

(11)

dengan teori struktural fungsional, Struktur fungsional merupakan suatu teori yang mengkaji tentang unsur- unsur atau elemen-elemen yang ada di dalam masyarakat sesuai dengan

sistemnya masing-

masing.Pendekatan yang digunakan Talcott Parsons adalah mengidentifikasi persyaratan- persyaratan fungsional yang pokok dalam sistem tertentu.Talcott Parsons mengembangkan konsep peran yang didiskusikan terlebih dahulu dalam hubungan variable-veriabel yang menunjuk pada organisasi dalam tindakan hubungan interaksi.Hal ini membedakan dua dimensi peran yaitu kewajiban dan hak.Dimana dapat diketahui bahwa kurang berjalannya fungsi dan peran yang dijalani oleh para pemuka masyarakat, sehingga masih adanya aksi pungutan liar di kampung Lakuak.

Struktural fungsional Talcott Parson ini akan dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistem yang harus dipenuhi oleh sistem sosial dikenal dengan skema AGIL.Skema AGIL terkenal untuk menganalisis persyaratan-persyaratan

fungsional dalam semua sistem sosial yang dikembangkan. Keempat sistem sebagai berikut:

1. Adaptation (adaptasi) adalah dari hasil penelitian di lapangan dapat diketahui keterkaitan teori dengan permasalahan, dimana LPM dan lurah tidak memiliki aturan serta sanksi yang tegas bagi warga masyarakat yang melakukan pungutan liar. Tidak adanya penjelasan dari ninik mamak tentang pungutan liar termasuk tindak pidana.

2. Goal Anaiment (pencapaian tujuan), dimana berdirinya suatu organisasi memiliki tujuan yang harus dicapai. Dimana tujuan dari organisasi tersebut untuk mensejahterakan masyarakatnya.

Organisasi di sini tidak menjalankan peran dan fungsinya dengan baik sehingga masih adanya aksi pungutan liar di kampung tersebut yang dapat merugikan sopir truk.maka tujuan yang diinginkan tidak akan tercapai.

3. Integration, dimana kurangnya interaksiantara LPM, lurah, masyarakat dan sopir truk

(12)

sehingga belum ada keberanian bagi para pemuka masyarakat dalam menghentikan aksi pungutan liar.

4. Latency (latensi atau pemeliharaan) yaitu dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ninik mamak tidak melakukan suatu arahan yang dapat memotivasi masyarakat dalam menghentikan pungutan liar ini.

Keempat sistem AGIL tersebut, dapat digunakan untuk bisa menghentikan aksi pungutan liar.Hal tersebut, bermula pada tipe permasalahan yang terjadi di masyarakat seperti pungutan liar, yang dapat menciptakan ketidaksesuaian keadaan suatu sistem dan kenyataan yang akan diinginkan.

Untuk mencapai tujuan agar terhentinya aksi pungutan liar dapat dilakukan dengang cara penyesuaian dan interaksi yang baik anatara LPM, lurah, warga masyarak dan sopir truk.

KESIMPULAN

Berdasarkan data yang didapatkan di lapangan, maka penelitian ini telah menjawab pertanyaan peneliti tentang faktor penyebab masyarakat melakukan pungutan liar. Dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang menyebabkan masyarakat melakukan pungutan liar kepada sopir truk adalah sebagai berikut:

1. Faktor kekuasaan, seperti:

1)Kepemilikan tanah

2)Kesepakatan atau persetujuan 2. Faktor ekonomi

3. Faktor lemahnya kontrol sosial Adapun teori yang memperkuat data penelitian ini yaitu struktural fungsional Talcott Parson ini akan dimulai dengan empat fungsi penting untuk semua sistem yang harus dipenuhi oleh sistem sosial dikenal dengan skema AGIL.

Untuk mencapai tujuan dalam suatu organisasi dapat dicapai dengan menggunakan skema AGIL. Dimana dapat diketahui dengan menggunakan skema AGIL, bahwa kurang berjalannya keempat fungsi AGIL di dalam organisasi yang ada

(13)

di kampung Lakuak, sehingga masih adanya aksi pungutan liar di kampung Lakuak.

DAFTAR PUSTAKA

Ansyori, Alik. 2008. Rekayasa Lalu Lintas. Malang: Universitas Muhamadiyah Malang.

Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta:

Universitas Indonesia.

Moleong, Lexy J. 2012. Metode Penelitian Kualitatif.

Bandung: P.T Remaja Rosdakarya.

Soedjono, Josisworo. 1983. Pungli:

Analisa Hukum &

Kriminologi, cetakan ke2.

Bandung: Sinar Baru.

Widyoparmononc. 2017. Delik Pungutan Liar Dalam Layanan Publik. Jakarta.

Yusuf, A. Murni. 2005. Metodologi Penelitian. Padang: UNP Press.

https://fr.scribd.com/mobile/docume nt/332348367/99PERPRES-NO-87- 2016-Satgas-Pungli. Diakses pada 03 Juni 2017.

Referensi

Dokumen terkait

OPTIMIZATION OF THE MANAGEMENT OF MICRO, SMALL AND MEDIUM ENTERPRISES IN SURABAYA TO INCREASE SALES VOLUME BASED ON MANAGER SKILLS Endang Siswati1, Diana Rapitasari2 1.2 Economic