• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUSKESMAS LAMPIHONG KABUPATEN BALANGAN TAHUN 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PUSKESMAS LAMPIHONG KABUPATEN BALANGAN TAHUN 2020 "

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

2 HUBUNGAN PENDIDIKAN, PENGETAHUAN DAN BUDAYA DENGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MPASI) DINI DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS LAMPIHONG KABUPATEN BALANGAN TAHUN 2020

Mahpuzah1,Netty2, Eka Handayani3

1Mahasiswa Prodi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

2,3Dosen Prodi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari

E-mail : mahpuzahr@gmail.com ABSTRAK

Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Lampihong (2020) terdapat bayi usia 0-6 bulan sejumlah 139 orang. Jumlah ibu yang memberikan ASI eksklusif sebanyak 71 orang, sedangkan 68 ibu yang lainnya sudah memberikan MPASI saat bayi usia <6 bulan. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan pendidikan, pengetahuan dan budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) dini di wilayah kerja Puskesmas Lampihong Kabupaten Balangan tahun 2020. Metode penelitian survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi seluruh ibu yang memiliki bayi yang berusia 0-6 bulan di wilayah kerja Puskesmas Lampihong tahun 2020 sebanyak 139 orang. Sampel 58 responden. Pengambilan sampel menggunakan teknik Accindental Sampling. Uji statistik menggunakan Chi square test. Hasil menunjukkan bahwa pemberian MP-ASI dini pada bayi yang berusia 0-6 bulan sebanyak 37 orang (63,8%), pendidikan responden dasar sebanyak 21 orang (36,2%), pengetahuan responden kurang sebanyak 21 orang (36,2%), budaya responden positif sebanyak 31 orang (53,4%). Ada hubungan pendidikan ibu (p-value = 0,005), pengetahuan (p-value = 0,002), budaya (p-value = 0,004) dengan pemberian MPASI dini. Diharapkan ibu dapat meningkatkan pengetahuan yang kurang tentang pemberian MPASI yang tepat dengan mencari informasi baik media cetak maupun elektronik.

Kata Kunci : Pemberian MPASI dini, Pendidikan Ibu, Pengetahuan Ibu, Budaya Ibu.

Daftar Rujukan : 48 (2003-2020)

ABSTRACT

Based on data obtained from the Lampihong Health Center (2020) there were 139 children aged 0-6 months. The number of mothers giving exclusive breastfeeding is 71 people, while 68 other mothers have given MPASI when the baby is <6 months old. This study aims to analyze the relationship of education, knowledge and culture with early complementary feeding (MPASI) in the working area of the Lampihong Health Center in Balangan Regency in 2020. The analytical survey research method is cross sectional approach. The population of all mothers who have babies aged 0-6 months in the working area of Puskesmas Lampihong in 2020 is 139 people. A sample of 58 respondents. Sampling using Accindental Sampling technique. Statistical test using Chi square test. The results showed that early breastfeeding for infants aged 0-6 months was 37 people (63.8%), the education of basic respondents was 21 people (36.2%), knowledge of respondents was less than 21 people (36.2% ), culture of positive respondents as many as 31 people (53.4%). There is a relationship between maternal education (p-value = 0.005), knowledge (p-value = 0.002), culture (p-value = 0.004) with the provision of early MPASI. It is expected that mothers can increase their lack of knowledge about the provision of proper MPASI by finding information both print and electronic media.

Keywords : Giving early MPASI, Mother's Education, Mother's Knowledge, Mother's Cultur.

References : 48 (2003-2020

)

(2)

PENDAHULUAN

Kelompok bayi usia 0-24 bulan menjadi salah satu fase yang sangat menentukan kelangsungan hidup seseorang di masa yang akan datang. Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga sering diistilahkan dengan periode emas sekaligus periode kritis.

Periode emas akan berubah menjadi periode kritis yang akan mengganggu tumbuh kembang bayi tergantung asupan gizi yang diberikan. Sejak awal kelahirannya sampai bayi berusia 6 bulan, ASI merupakan sumber nutrisi utama bayi yang memiliki komposisi sempurna sesuai kebutuhan, sehingga bayi dapat tumbuh optimal. (Suparyanto, 2016; Kemenkes RI, 2013; Wagiana, Risa. 2014). Disamping itu, pemerintah juga sudah mengeluarkan kebijakan dan peraturan mengenai ASI.

Bayi harus diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan penuh baru dilanjutkan dengan MPASI karena begitu pentingnya ASI eksklusif. Pada tahun 2006 World Health Organization (WHO) mengeluarkan standar yaitu agar setiap ibu memberikan ASI eksklusif kepada bayi sejak lahir sampai usia enam bulan. Ini berarti pemberian MPASI mulai dilakukan setelah bayi berusia enam bulan (Sulistyoningsih, 2011).

MPASI adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah usia enam bulan sampai bayi berusia 24 bulan (Sitasari & Isnaeni, 2014). Pemberian makanan setelah bayi berumur enam bulan akan memberikan perlindungan besar dari berbagai penyakit. Hal ini disebabkan sistem imun bayi di bawah enam bulan belum sempurna. Hasil riset terakhir dari peneliti di Indonesia menunjukkan bahwa bayi yang mendapatkan MPASI sebelum usia enam bulan, lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk, pilek dan panas dibandingkan bayi yang hanya mendapatkan asi eksklusif (Luluk, 2008).

Pemberian makanan pendamping ASI dini dapat menyebabkan bayi terkena berbagai penyakit (Marchant JM, 2012). Selain itu, pada usia diatas 6 bulan, bayi sudah memiliki reflkes mengunyah dan pencernaan yang kuat sehingga bisa diberikan MPASI. Lain halnya apabila diberikan saat usia kurang dari 6 bulan, maka bayi akan berisiko terkena gangguan pencernaan, penyakit infeksi yang mengakibatkan perkembangan pertumbuhan dengan status gizi kurang.

MPASI dianjurkan setelah bayi berumur enam bulan, karena pemberian makanan setelah enam bulan memberikan perlindungan besar dari berbagai penyakit. Jika memberikan makanan sebelum usia enam bulan, maka akan memberikan peluang bagi berbagai jenis kuman. Belum lagi bila tidak disajikan secara higienis. Hasil riset di indonesia menyatakan, bayi yang mendapat MP-ASI sebelum usia enam bulan lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-pilek dan panas dibanding dengan bayi yang mendapat MP-ASI setelah enam bulan (Yanthi, 2018).

Penelitian World Health Organization (WHO) tahun 2017, menyatakan bahwa hanya sekitar 40%

bayi yang berusia 0-6 bulan diseluruh dunia disusui secara eksklusif pada tahun 2016, sedangkan 60%

bayi lainnya ternyata telah mendapatkan MPASI saat usianya kurang dari 6 bulan. Hal ini menggambarkan bahwa pemberian ASI eksklusif masih rendah sedangkan praktek pemberian MPASI dini diberbagai negara masih tinggi.

Berdasarkan data Riskesdas (2018) didapatkan data pemberian MPASI dengan konsumsi makanan beragam pada anak usia 6-23 bulan sebesar 46,6 % dengan provinsi tertinggi yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 69,2 % dan provinsi terendah yaitu Maluku Utara sebesar 16,7 %. Sedangkan provinsi Kalimantan Selatan berada di urutan 20 dengan presentasi sebesar 39,0%.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Lampihong (2020) terdapat bayi usia 0-6 bulan sejumlah 139 orang. Jumlah ibu yang memberikan ASI eksklusif sebanyak 71 orang, sedangkan 68 ibu yang lainnya sudah memberikan MPASI saat bayi usia <6 bulan.

Banyak faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian MP-ASI pada anak usia 0-6 bulan diantaranya pekerjaan ibu, pendapatan, pendidikan, pengetahuan, budaya/suku, dukungan petugas kesehatan, dan mertua (Tingakat1, 2020).

TUJUAN PENELITIAN

Mengetahui hubungan Pendidikan, Pengetahuan, dan Budaya Dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI (MPASI) Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Lampihong Kabupaten Balangan Tahun 2020.

METODE

Metode penelitian yang digunakan adalah survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang memiliki bayi yang berusia 0-6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Lampihong sebanyak 139 orang. Jadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 58 responden.Ada pun teknik pengambilan Accidental sampling. Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu variabel bebas (variabel independen) adalah Pendidikan, Pengetahuan dan Budaya dan Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Pemberian MP-ASI Dini. Analisis

(3)

data yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat. Uji statistik yang dipakai adalah uji Chi square. Jika p ≤ α 0,05 maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Jika p

> α 0,05 maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden

a. Umur Ibu

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Berdasarkan Umur Ibu Di Puskesmas Lampihong Tahun 2020

No Umur Ibu n %

1 20-24 Tahun 27 46,5

2 25-29 Tahun 28 48,3

3 30-34 Tahun 3 5,2

Jumlah 58 100

Berdasarkan tabel 4.1 diketahui dari 58 responden yang telah diteliti sebagian besar responden berumur 20-24 tahun yaitu 27 responden (46,5%), responden berumur 25-29 tahun yaitu 28 responden (48,3%) dan responden yang berumur 30-34 yaitu 3 responden (5,2%).

b. Jenis Kelamin Anak

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Bayi Di Puskesmas Lampihong Tahun 2020

No Jenis Kelamin n %

1 Perempuan 26 44,8

2 Laki-laki 32 55,2

Jumlah 58 100

Berdasarkan tabel 4.2 diketahui bahwa dari 58 responden untuk jenis kelamin bayi yang banyak adalah laki-laki dengan jumlah 32 bayi.

2. Analisis Univariat

a. Pemberian MPASI Dini

Tabel 4.3

Distribusi Responden Menurut Pemberian MPASI Dini Di Puskesmas Lampihong Tahun 2020

No Pemberian MPASI Dini N %

1 Memberi MPASI Dini 37 63,8

2 Tidak Memberi MPASI Dini 21 36,2

Jumlah 58 100

Pada tabel 4.3 di atas diketahui bahwa sebagian besar responden memberi sudah memberi MP-ASI dini pada bayinya yang berusia 0-6 bulan sebanyak 37 orang (63,8%), sebagian kecil responden tidak memberikan MP-ASI dini pada bayi saat berusia 0-6 bulan sebanyak 21 orang (36,2%).

b. Pendidikan

Tabel 4.4

Distribusi Responden Menurut Pendidikan Ibu Di Puskesmas Lampihong Tahun 2020

No Pendidikan Ibu n %

1 Dasar 21 36,2

2 Menengah 21 36,2

3 Tinggi 16 27,6

Jumlah 58 100

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa paling banyak responden berpendidikan dasar sebanyak 21 orang (36,2%), dan berpendidikan menengah sebanyak 21 orang (36,2%) sedangkan paling sedikit berpendidikan tinggi sebanyak 16 orang (27,6%).

(4)

c. Pengetahuan

Tabel 4.5

Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Ibu Di Puskesmas Lampihong Tahun 2020

No Pengetahuan Ibu n %

1 Kurang 21 36,2

2 Cukup 20 34,5

3 Baik 17 29,3

Jumlah 58 100

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa pengetahuan responden paling banyak kurang sebanyak 21 orang (36,2%), dan pengetahuan cukup sebanyak 20 orang (34,5%) sedangkan paling sedikit pengetahuan baik sebanyak 17 orang (29,3%).

d. Budaya

Tabel 4.6

Distribusi Responden Menurut Budaya Ibu Di Puskesmas Lampihong Tahun 2020

No Budaya Ibu n %

1 Positif 27 46,6

2 Negatif 31 53,4

Jumlah 58 100

Berdasarkan Tabel 4.6 di atas diketahui bahwa sebagian besar responden sudah terpengaruh budaya untuk memberi MP-ASI dini pada bayinya yang berusia 0-6 bulan sebanyak 31 orang (53,4%), sebagian kecil responden tidak terpengaruh budaya untuk memberikan MP-ASI dini pada bayi saat berusia 0-6 bulan sebanyak 27 orang (46,6%).

3. Analisis Bivariat

a. Hubungan Pendidikan Ibu Dengan Pemberian MPASI Dini Tabel 4.7

Tabel Hubungan Pendidikan dengan Pemberian MP-ASI Dini di wilayah kerja Puskesmas Lampihong Kabupaten Balangan Tahun 2020

Pendidikan

Pemberian MPASI Dini

Jumlah

p-value Memberi

MPASI Dini

Tidak Memberi MPASI Dini

n % n % N %

Dasar 17 81 4 19 21 100

0,005

Menengah 15 71,4 6 28,6 21 100

Tinggi 5 31,2 11 68,8 16 100

Jumlah 37 63,8 21 36,2 58 100

Tabel 4.7 menunjukkan bahwa dari 21 responden yang berpendidikan dasar (SD/SMP) mayoritas memberikan MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan sebanyak 17 orang (81,0%). Dari 21 responden yang berpendidikan menengah (SMA) mayoritas memberikan MP-ASI sebanyak 15 orang (71,4%). Dari 16 responden yang berpendidikan tinggi (D3/S1) mayoritas tidak memberikan MP-ASI sebanyak 11 orang (68,8%).

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh p-value 0,005 < 0,05 artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan pemberian MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Lampihong Kabupaten Balangan tahun 2020.

(5)

b. Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian MPASI Dini Tabel 4.8

Tabel Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian MP-ASI Dini di wilayah kerja Puskesmas Lampihong Kabupaten Balangan Tahun 2020

Pengetahuan

Pemberian MPASI Dini

Jumlah

p-value Memberi

MPASI Dini

Tidak Memberi MPASI Dini

n % n % N %

Kurang 19 90,5 2 9,5 21 100

0,002

Cukup 12 60 8 40 20 100

Baik 6 35,3 11 64,7 17 100

Jumlah 37 63,8 21 36,2 58 100

Tabel 4.8 menunjukkan bahwa dari 21 responden yang berpengetahuan kurang mayoritas memberikan MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan sebanyak 19 orang (90,5%). Dari 20 responden yang berpengetahuan cukup mayoritas memberikan MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan sebanyak 12 orang (60,0%). Dari 17 responden yang berpengetahuan baik mayoritas tidak memberikan MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan sebanyak 11 orang (64,7%).

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh p-value sebesar 0,002

<0,05 artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pemberian MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Lampihong Kabupaten Balangan Tahun 2020.

c. Hubungan Budaya dengan Pemberian MPASI Dini Tabel 4.9

Tabel Hubungan Budaya dengan Pemberian MP-ASI Dini

di wilayah kerja Puskesmas Lampihong Kabupaten Balangan Tahun 2020

Budaya

Pemberian MPASI Dini

Jumlah

p-value Memberi

MPASI Dini

Tidak Memberi

MPASI Dini

n % n % N %

Positif 23 85,2 4 14,8 27 100

0,004

Negatif 14 45,2 17 54,8 31 100

Jumlah 37 63,8 21 36,2 58 100

Tabel 4.9 menunjukkan bahwa dari 27 responden yang tidak terpengaruh budaya memberikan MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan sebanyak 23 orang (85,2%). Dari 31 responden yang terpengaruh budaya mayoritas memberikan MP-ASI dini pada bayi usia 0-6 bulan sebanyak 14 orang (45,2%).

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji chi-square diperoleh p-value sebesar 0,004

<0,05 artinya terdapat hubungan yang signifikan antara budaya dengan pemberian MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Lampihong Kabupaten Balangan Tahun 2020.

PEMBAHASAN

1. Analisis Univariat

a. Pemberian MPASI Dini di Puskesmas Lampihong

Berdasarkan tabel 4.3 diketahui bahwa sebagian besar responden memberi sudah memberi MP-ASI dini pada bayinya yang berusia 0-6 bulan sebanyak 37 orang (63,8%), sebagian kecil responden tidak memberikan MP-ASI dini pada bayi saat berusia 0-6 bulan sebanyak 21 orang (36,2%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan Prihutama (2018) di wilayah kerja Puskesmas Rowosari Kota Semarang yang menunjukkan pemberian MPASI dini pada bayi sebanyak 34 (65.4%) sedangkan yang tidak mendapat MPASI dini pada bayi sebanyak 18 (34.6%).

(6)

Penelitian ini juga sejalan dengan Wulandari (2018) di Desa Boloh Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan yang menunjukkan pemberian MPASI dini pada bayi sebanyak 47 (60,3%) sedangkan yang tidak mendapat MPASI dini pada bayi sebanyak 31 (39,7%).

Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah bayi berusia 6 bulan sampai bayi berusia 24 bulan. Jadi selain Makanan Pendamping ASI, ASI-pun harus tetap diberikan kepada bayi, paling tidak sampai usia 24 bulan, peranan makanan pendamping ASI sama sekali bukan untuk menggantikan ASI melainkan hanya untuk melengkapi ASI jadi dalam hal ini makanan pendamping ASI berbeda dengan makanan sapihan diberikan ketika bayi tidak lagi mengkonsumsi AS (Krisnatuti, 2014).

Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya pemberian MPASI dini pada bayi. Salah satu pemicu ibu memberikan makanan tambahan sebelum 6 bulan kepada bayi karen pendidikan yang rendah, pengetahuan yang kurang serta masih mengikuti tradisi atau budaya dalam pemberian madu, pisang kerok dan sebagainya. Resiko pemberian MPASI dini akan semakin meningkat ketika ibu tidak mendapat informasi yang benar dan dukungan dari orang-orang terdekat.

b. Pendidikan Ibu di Puskesmas Lampihong

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa paling banyak responden berpendidikan dasar sebanyak 21 orang (36,2%), dan berpendidikan menengah sebanyak 21 orang (36,2%) sedangkan paling sedikit berpendidikan tinggi sebanyak 16 orang (27,6%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan Kurdaningsih (2018) di wilayah kerja Puskesmas Kertapati Palembang tahun 2018, menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan rendah sebanyak 40 orang (74,1%), sedangkan tinggi sebanyak 14 orang (25,9%).

Penelitian ini juga sejalan dengan Sucianingsih, DKK (2018) di wilayah kerja Puskesmas Sungai Tabuk 2, menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan dasar sebanyak 43 orang (66,2%), berpendidikan menengah sebanyak 14 orang (21,5%), dan berpendidikan tinggi 8 orang (12,3%).

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan memengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah orang tersebut menerima informasi baik itu dari orang lain maupun media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat mengenai kesehatan (Erfandi, 2014).

Sebagian responden memiliki pendidikan terakhir SMP. Tingkat pendidikan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya motivasi individu, keadaan ekonomi keluarga dan motivasi dari orangtua (Munib, 2007).

Kebanyakan Ibu yang menjadi responden menempuh pendidikan hanya sampai tingkat SMP atau SMA, hal tersebut dikarenakan keadaan ekonomi, motivasi individu yang kurang, dan banyak yang menikah di usia muda.

c. Pengetahuan Ibu di Puskesmas Lampihong

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa pengetahuan responden paling banyak kurang sebanyak 21 orang (36,2%), dan pengetahuan cukup sebanyak 20 orang (34,5%) sedangkan paling sedikit pengetahuan baik sebanyak 17 orang (29,3%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan Juliarti (2019) di Puskesmas Garuda, menunjukkan bahwa sebagian responden memiliki pengetahuan kurang sebanyak 34 orang (50,7%), sedangkan responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 33 orang (49,3%).

Penelitian ini juga sejalan dengan Andriyani (2018) di Puskesmas RI Sidomulyo, menunjukkan bahwa sebagian responden memiliki pengetahuan rendah sebanyak 42 orang (53,8

%), sedangkan responden yang memiliki pengetahuan tinggi sebanyak 36 orang (46,2 %).

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden masih ada yang memiliki pengetahuan kurang, hal ini dikarenakan masih ada responden yang menjawab salah pada pertanyaan no 2 tentang kapan waktu yang tepat untuk pemberian MPASI, pada pertanyaan no 4 banyak yang menjawab salah tentang apakah Ibu tahu manfaat dari pemberian MPASI dan pada pertanyaan no 5 banyak yang menjawab salah tentang apakah ibu tahu tujuan dari pemberian MP-ASI.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tidakan seseorang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan tentang makanan pendamping ASI masih rendah. Rendahnya tingkat pengetahuan responden disebabkan karena pendidikan yang rendah, kurangnya paparan informasi dan pengaruh budaya yang masih besar terhadap pemberian makanan tambahan sebelum umur 6 bulan.

(7)

d. Budaya Ibu di Puskesmas Lampihong

Berdasarkan Tabel 4.6 di atas diketahui bahwa sebagian besar responden sudah terpengaruh budaya untuk memberi MP-ASI dini pada bayinya yang berusia 0-6 bulan sebanyak 31 orang (53,4%), sebagian kecil responden tidak terpengaruh budaya untuk memberikan MP-ASI dini pada bayi saat berusia 0-6 bulan sebanyak 27 orang (46,6%).

Hasil penelitian ini sejalan dengan Sadli (2018) di wilayah kerja UPT Puskesmas Pulasaren Kota Cirebon, menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki budaya kurang baik yaitu sebanyak 32 orang (55,2%), sedangkankan responden yang memiliki budaya baik sebanyak 26 orang (44,8%).

Penelitian ini juga sejalan dengan Mustika (2017) di wilayah kerja Puskesmas Bukit Kayu Kapur, menunjukkan bahwa sebagian besar responden masih mempercayai budaya sekitar sebanyak 86 orang (70,5%), sedangkan yang tidak mempercayai budaya sebanyak 36 orang (29,5%).

Budaya memberikan makanan pendamping ASI sebelum usia 6 bulan salah satunya dipengaruhi oleh faktor pengetahuan. Sebanyak 63,8% responden telah memberikan makanan tambahan misalnya (susu formula, bubur, pisang kerok, madu, sari buah dan lain-lain) saat bayi masih berusia kurang dari 6 bulan dengan alasan bahwa bayi sudah boleh diberi makanan tambahan. Selain itu, sebagian besar responden juga telah memberikan makanan tambahan saat bayi usia kurang dari 6 bulan dengan alasan agar bayi cepat kenyang dan tidak rewel. Hal ini menunjukkan pengetahuan responden mengenai pemberian makanan pendamping ASI masih kurang. Pendidikan terakhir responden sebanyak 21 orang (36,2%) adalah pendidikan dasar yaitu SD/SMP. Tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat dan berpengaruh terhadap budaya masyarakat. Hal ini didukung oleh teori yang dikemukaan oleh Syafrudin (2009) bahwa perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat dan tingkat pendidikan yang rendah dapat menyebabkan masyarakat sulit untuk mendapatkan informasi terbaru sehingga masyarakat tetap terpaku pada budaya yang ada.

2. Analisis Bivariat

a. Hubungan Pendidikan dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi Usia 0-6 Bulan

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi-square diperoleh p-value 0,005<0,05 maka Ho ditolak dan ha diterima artinya terdapat hubungan antara pendidikan dengan pemberian MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Lampihong Kabupaten Balangan tahun 2020.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nababan (2018) di Tiga Desa Binaan Akkes Sapta Bakti Bengkulu menunjukkan bahwa ada hubungan antara Pendidikan dengan Pemberian MPASI Dini (p-value = 0,003).

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Hasibuan (2019) di Desa Lingga Tiga Kecamatan Bilah Hulu Kabupaten Labuhan Batu yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara pendidikan dengan Pemberian MPASI Dini (p-value = 0,048).

Pendidikan akan meningkatkan pengetahuan seseorang. Semakin tinggi pendidikan ibu maka kemungkinan akan lebih mudah untuk mencerna informasi. Pendidikan seorang ibu akan meningkatkan pengetahuannya sehingga akan mempengaruhinya dalam memilih dan mengevaluasi sesuatu yang baik untuk kesehatan dirinya dan juga kesehatan anaknya (Fuad, 2015).

Menurut kesimpulan peneliti, ibu dengan pendidikan tinggi cenderung tidak melakukan pemberian MP-ASI dini sebab lebih mengerti mengenai pemberian MPASI secara tepat, dibanding ibu yang berpendidikan menengah dan dasar yang cenderung akan memberikan MPASI dini karena pengetahuan dan informasi yang dimiliki kurang.

b. Hubungan Pengetahuan dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi Usia 0-6 Bulan

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi-square diperoleh p-value sebesar 0,002<0,05 maka Ho di tolak dan Ha di terima artinya terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan pemberian MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Lampihong Kabupaten Balangan Tahun 2020.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Masruroh (2018) di Desa Ngampin wilayah kerja Puskesmas Ambarawa yang menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dengan pemberian MP-ASI dini (p-value = 0,008).

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Sholichah (2019) di wilayah kerja PuskesmasBanyuasin Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo yang menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dengan pemberian MP-ASI dini (p-value = 0,006).

Pengetahuan mengenai sumber zat gizi dan makanan yang baik untuk keluarga berkaitan dengan pendidikan yang ditempuh seseorang. Ibu yang berpendidikan tinggi akan cenderung

(8)

memilih makanan yang lebih baik seperti ASI eksklusif dibandingkan MP-ASI dan terjamin dalam segi mutu maupun jumlahnya, dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah sehingga nantinya akan berpengaruh terhadap MP-ASI dan asupan makan yang diberikan kepada balita yang secara langsung akan berhubungan langsung dengan status gizi balita tersebut (Arisman, 2014).

Menurut kesimpulan peneliti, ibu dengan pengetahuan baik cenderung tidak melakukan pemberian MPASI dini karena hal tersebut akan berpengaruh kepada sang bayi terutama pada pencernaannya, karena pada usia sebelum 6 bulan kebanyakan bayi belum siap menerima makanan selain ASI. Berbeda dengan ibu yang berpengetahuan cukup dan kurang, mereka cenderung memberikan makanan tambahan kepada bayi sebelum umur 6 bulan seperti pisang kerok, madu, air gula, susu formula dan lain sebagainya.

c. Hubungan Budaya dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi Usia 0-6 Bulan

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi-square diperoleh p-value sebesar 0,004<0,05 maka Ho di tolak dan ha di terima artinya terdapat hubungan yang signifikan antara budaya dengan pemberian MP-ASI di wilayah kerja Puskesmas Lampihong Kabupaten Balangan Tahun 2020.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahmawati (2018) di Desa Pengalusan Kecamatan Mrebet Kabupaten Purbalingga yang menunjukkan bahwa ada hubungan budaya dengan pemberian MPASI dini (p-value = 0,000).

Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Sadli (2019) di wilayah kerja UPT Puskesmas Pulasaren Kota Cirebon yang menunjukkan bahwa ada hubungan budaya dengan pemberian MPASI dini (p-value = 0,000). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara budaya ibu dengan pemberian MP-ASI dini di Puskesmas Lampihong Kabupaten Balangan Tahun 2020.

Budaya merupakan kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap, yang telah melekat pada masyarakat kemungkinan sulit untuk diubah karena kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat sehingga akan merekat pada diri seseorang termasuk budaya dalam pemberian makanan pendamping bagi bayi yang berumur kurang dari 6 bulan. Pada usia ini usus bayi belum cukup kuat dan belum siap untuk mencerna pisang, nasi atau zat tepung lainnya. Sehingga makanan ini dapat menggumpal di usus dan membahayakan kehidupan bayi kecil. Selain itu, apabila bubur bayi dibuat lama sebelum bayi memakannya, bakteri dapat tumbuh dalam makanan dan akan menyebabkan bayi terserang diare (Priyono, 2010).

Menurut kesimpulan peneliti, ibu yang terpengaruh akan budaya setempat akan cenderung memberikan makanan tambahan sebelum waktunya karena masih menganggap memberikan makanan pada bayi sebelum umur 6 bulan adalah hal biasa dan sudah menjadi turun- temurun dalam keluarga. Walaupun dalam sesi tanya di kuesioner sebagian ibu yang terpengaruh budaya tidak memberikan MPASI dini tapi hal tersebut hendaknya tetap diperhatikan, karena bisa saja ibu akan memberikan MPASI dini ke anak selanjutnya.

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian hubungan pendidikan, pengetahuan dan budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) dini di wilayah kerja Puskesmas Lampihong tahun 2020 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

a. Pemberian MPASI dini pada bayi (0-6 bulan) di Puskesmas Lampihong Tahun 2020 sebagian besar bayi sudah diberi MPASI dini sebanyak 37 orang (63,8%).

b. Pendidikan ibu di Puskesmas Lampihong Tahun 2020 paling banyak responden berpendidikan dasar sebanyak 21 orang (36,2%) dan berpendidikan menengah sebanyak 21 orang (36,2%).

c. Pengetahuan ibu di Puskesmas Lampihong Tahun 2020 paling banyak kurang sebanyak 21 orang (36,2%).

d. Budaya ibu di Puskesmas Lampihong Tahun 2020 paling banyak positif yang artinya terpengaruh budaya sebanyak 31 orang (53,4%).

e. Ada hubungan pendidikan ibu dengan kejadian pemberian MPASI dini di Puskesmas Lampihong Tahun 2020 (p-value = 0,005 < 0,05).

(9)

f. Ada hubungan pengetahuan ibu dengan kejadian pemberian MPASI dini di Puskesmas Lampihong Tahun 2020 (p-value = 0,002 < 0,05).

g. Ada hubungan budaya ibu dengan kejadian pemberian MPASI dini di Puskesmas Lampihong Tahun 2020 (p-value = 0,004 < 0,05).

2. Saran

a. Bagi Masyarakat/Responden

1) Sebaiknya lebih memperbanyak pengetahuan tentang MPASI dan hal –hal yang berkaitan dengan MPASI terlebih kebiasaaan-kebiasaan yang ada di masyarakat mengenai pemberian makanan tambahan sebelum 6 bulan yang dapat diperoleh dari berbagai informasi termasuk informasi dari petugas kesehatan.

2) Sebelum memberikan MPASI, sebaiknya memperhatikan umur dan kesiapan bayi untuk menerima MPASI pertama pada bayi atau berkonsultasi langsung kepada petugas kesehatan mengenai kapan waktu yang tepat untuk pemberian MPASI pada bayi.

b. Bagi Tenaga Kesehatan

Sebaiknya lebih memperbanyak penyuluhan atau pemberian informasi kepada ibu- ibu yang berkunjung di tempat pelayanan kesehatan yang bersangkutan tentang MPASI, baik tentang usia bayi yang tepat pada saat pemberian MPASI maupun tentang jenis-jenis MPASI.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan hasil penelitian ini selanjutnya dapat dipergunakan sebagai bahan masukan untuk menambah wawasan informasi dan panduan dalam penelitian lebih lanjut mengenai hubungan pendidikan, pengetahuan dan budaya dengan pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) dini.

REFERENSI

Aldriana, N. 2013. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Mp-ASI Dini Di Desa 2 Dayo Wilayah Kerja Puskesmas Tandun Ii Kabupaten Rokan Hulu Tahun 2013. Jurnal Maternity and Neonatal Vol. 2 No. 1. (diakses 11 Juli 2020)

Anonim. 2010. Pemberian Makanan Pendamping ASI. Jakarta

Aprilina, H., & Rahmawati. 2018. Hubungan Faktor Budaya Dan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian MPASI Dini. Jurnal Health Of Studies. Vol 3, No. 2, September 2018, Pp.47-55. (diakses 07 Februari 2020).

Andriyani, Rika,. 2018. Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Mp-Asi Terhadap Waktupemberian Mp-ASI Pada Bayi. Urnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Vol. 9, No. 1, Januari 2018.

Arisman. 2014. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Cetakan 5. Jakarta: EGC

Azzah, Z, dkk. 2018. Gambaran Budaya Pemberian Mp-ASI Di Desa Mundu Pesisir Kabupaten Cirebon. Jurnal Sehat Masada, Vol. Xii No. 2, Juli 2018 (diakses 20 Juni 2020)

Christy. 2014. Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Dehidrasi Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Kalijudan. Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya. (diakses 02 Agustus 2020)

Destari, N. 2015. Hubungan Sosial Budaya Dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI Pada Bayi 0-6 Bulan Di Dusun Ix Desa Bandar Setia. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatra Utara 2015. (diakses 11 Juli 2020)

Ella, Agustina. 2008. Gambaran Pengetahuan Primigravida Tentang ASI Eksklusif Berdasarkan Karakteristik Ibu di Puskesmas Gunungsari. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Falatehan.

Erfandi. 2014. Pengetahuan dan Faktor-faktor yang Memengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta;

Fathurrahman., 2019. Hubungan Pengetahuan Kebiasaan Masyarakat Dan Sanitasi Lingkungan Rumah Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue Di Desa Pulau Mambulau Wilayah Kerja UPT Puskesmas Pulau

(10)

Kupang Tahun 2019. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin.

Fuad I. 2015. Dasar-Dasar Kependidikan. Cetakan 3. Jakarta: Rineka Cipta;

Hajrah. 2016. Gambaran Pengetahuan Dan Sikap Ibu Tentang Pemberian Makanan Pendamping ASI (Mp-ASI) Dinidi Rb. Mattiro Bajikabupaten Gowatahun 2016. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (Uin) Alauddin Makassar.

Hasibuan, E. A., 2019. Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Mp-Asi Dini Pada Bayi 0-6 Bulan Di Desa Lingga Tiga Kecamatan Bilah Hulu Kabupaten Labuhan Batu Tahun 2019. Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Helvetia Medan. (diakses 02 Juli 2020).

Juliarti, W,. & Affriyani, R,. 2019. Faktor –Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Mp-Asi Dini Di Puskesmas Garuda Tahun 2016. Vol. Xiii No.1 Januari 2019. (Diakses 02 Agustus 2020)

Kodiyah, N., 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian Makanan Pendamping Asi (Mp- Asi) Di Desa Jatirejo Kecamatan Jumapolo. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. (diakses 14 April 2020).

Krisnatuti D. 2014. Makanan Pendamping ASI. Cetakan 3. Jakarta: PuspaSwara;

Kurdaningsih, Sp. 2018. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Pendamping Asi Dini Pada Usia 0-6 bulan. Lentera Kesehatan ‘Aisyiyah, 2 (2): 1-9. (Diakses 02 Agustus 2020)

Kusmiyati, dkk. 2014. Hubungan Pengetahuan, Pendidikan Dan Pekerjaan Ibu Dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI ( MP – ASI ) Pada Bayi Di Puskesmas Bahu Kecamatan Malalayang Kota Manado. Jurnal Ilmiah Bidan. Vol. 2 No. 2. Juli – Desember 2014 (diakses 11 Juli 2020)

Magdalena, M., 2019. Hubungan Pendidikan, Pengetahuan Ibu Dan Kebiasaan Mencuci Tangan Anak Dengan Kejadian Diare Pada Anak Balita (3-5 Tahun) Di Puskesmas Cempaka Tahun 2019. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin.

Marfuah, D., & Kurniawati, I. 2017. Hubungan Pendidikan Dan Pekerjaan Ibu Terhadap Pemberian Mp-Asi Dini Pada Balita Usia 6-24 Bulan. Media Publikasi Penelitian. Volume 15. (diakses 20 Maret 2020) Mariah, 2018. Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Tumbuh Kembang Balita Dengan Pemberian Asi Eksklusif

Di Wilayah Kerja Puskesmas Semangat Dalam Tahun 2018. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Islam Kalimantan Banjarmasin.

Mhomecare Blog. 2020. Apa Itu MPASI? Pahami Waktu Yang Tepat Untuk Nutrisi Anak.

https://mhomecare.co.id/blog/apa-itu-mpasi-pahami-waktu-yang-tepat-untuk-nutrisi-anak/ (diakses 14 April 2020).

Mustika, Dkk. 2017. Pengaruh Mp-Asi Dini Di Wilayah Kerja Puskesmas Bukit Kayu Kapur Tahun 2017.

Mahakam Midwifery Journal, Vol 2, No. 2, November 2017. (Diakses 02 Agustus 2020)

Muthmainnah, Fithriatul. 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pengetahuan Ibu Dalam Memberikan Makanan Pendamping Air Susu Ibu Di Puskesmas Pamulang 2010. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta.

Nababan, L., & Widyaningsih, S. 2018. Pemberian MPASI Dini Pada Bayi Ditinjau Dari Pendidikan Dan Pengetahuan Ibu. Jurnal Keperawatan Dan Kebidanan Aisyiyah. Vol 14, No. 1, Juni 2018, pp.32-39.

(diakses 07 Februari 2020).

Notoatmodjo Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta.

(11)

Oktarida, Y. 2019. Faktor Penyebab Yang Berhubungan Dengan Pemberian Mp-ASI Pada Bayi Usia 0-6 Bulan Di Uptd Puskesmas Kemalaraja Kabupaten Oku. Jurnal Kesehatan Saelmakers Perdana, Vol. 2 No.

1, 28 Februari 2019. (diakses 11 Juli 2020)

Prihutama, NY., dkk. 2018. Pemberian Makanan Pendamping Asi Dini Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Anak Usia 2-3 Tahun. Jurnal Kedokteran Diponegoro. Vol. 7, No. 2, Mei 2018.

(diakses 02 Agustus 2020)

Priyono, Yunisa. 2010. Merawat Bayi Tanpa Baby Sitter. MedPress. Yogyakarta Puskesmas Lampihong. 2020. Data ASI Eksklusif dan dan Tidak Eksklusif.

Rahmawati, Rita. 2014. Gambaran Pemberian Mp-Asi Pada Bayi Usia Kurang Dari 6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan Tahun 2014. Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. (diakses 20 Maret 2020).

Riskesdas . 2018. Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS. Jakarta: Balitbang Kemenkes RI. (diakses 13 April 2020)

Sadli, M,. 2019. Hubungan Sosial Budaya Dan Peran Petugas Kesehatan Dengan Perilaku Pemberian Mp-ASI Dini Pada Bayi Usia 0-6 Bulan. Jurnal Kebidanan, Vol. Xi, No. 01, Juni 2019. (diakses 25 Juli 2020) Safridan, M & Putra, AR,. 2013. Hubungan Faktor Pengetahuan, Sikap, Pendidikan, Sosial Budaya, Ekonomi

Keluarga Serta Peran Petugas Kesehatan Terhadap Rendahnya Pemberian Asi Eksklusif. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Vol 13, No. 1, April 2013. (diakses 25 Juli 2020)

Salim, S. 2011. Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Ibu Terhadap Pemberian Mp-Asi Pada Anak Usia 0- 6 Bulan Di Kota Langsa. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.

(diakses 02 Juli 2020).

Samhudi, O. 2015. Sekolah Alam dengan Konsep Demokratis Serta Berorientasi pada Pengabdian Rakyat dan

Negara. [Online]. (diupdate 13 Agustus 2015).

https://www.kompasiana.com/obisamhudi/55cc4f827397738d058d80fa/sekolah-alam-dengan- konsep-demokratis-serta-berorientasi-pada-pengabdian-rakyat-dan-negara?page=all. (diakses 14 April 2020).

Sari, M.A. 2015. Hubungan Pengetahuan Dan Sosial Budaya Ibu Dengan Pemberian MP-ASI Dini Pada Bayi Usia 0-6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Ulee Kareng Banda Aceh Tahun 2015. Akademi Kebidanan Muhammadiyah Banda Aceh. (diakses 20 Maret 2020).

Sucianingsih, H,. Dkk. 2018. Faktor Predisposisi Yang Mempengaruhi Perilaku Ibu Dalam Pemberian Makanan Pendamping ASI Dini. Dunia Keperawatan, Vol. 6, No. 2, September 2018.

Sholichah, N., & Jannah, M. 2019. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Makanan Pendamping Asi (Mp Asi) Dini Di Wilayah Kerja Puskesmas Banyuasin Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo. (diakses 13 Februari 2020).

Suwarsih, Ning. 2016. Hubungan Antara Kepatuhan Budaya Dengan Waktu Pemberian Makanan Pendamping Asi Di Desa Peniron Kecamatan Pejagoan Kabupaten Kebumen. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

Syafrudin. 2009. Sosial budaya dasar untuk mahasiswa kebidanan. Jakarta: Trans InfoMedia.

Tingakat1, Kebidanan. 2020. BAB II mpasi

https://www.academia.edu/37149469/BAB_II_mpasi. (diakses 14 April 2020).

Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

(12)

Wahyuni, I. 2011. Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Mp-Asi Dengan Pemberian Mp-Asi Pada Bayi Usia 6-12 Bulan Di Posyandu Pereng Bumirejo, Lendah Kulon Progo Yogyakarta Tahun 2011.

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Jenderal Achmad Yani Yogyakarta. (diakses 20 Maret 2020).

Widyawati. Dkk. 2016. Analisis Pemberian MP-ASI dengan Status Gizi Anak Usia 12-24 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Lesung Batu, Empat Lawang. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat 2016. VOL. 7, No. 02, Juli 2016 (diakses 02 Agustus 2020)

Wulandari, Priharyanti., Dkk. 2018. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemberian Mp-Asi Dini Di Desa Boloh Kecamatan Toroh Kabupatengrobogan. Jurnal Jkft:Universitas Muhammadiyah Tangerang. Vol. 3, Tahun 2018. (Diakses 02 Agustus 2020)

Yanthi, N., & Masruroh. 2018. Pengetahuan Dan Pekerjaan Ibu Berhubungan Dengan Pemberian Mp-Asi Dini Di Desa Ngampin Wilayah Kerja Puskesmas Ambarawa. Jurnal SIKLUS. Volume 07 Nomor 02 Juni 2018. (diakses 13 Februari 2020).

Referensi

Dokumen terkait

Shahin, M.A., Jaksa, M.B., and Maier, H.R.2001, Artificial Neural Network Application IN Geotechnical Engineering, Australian Geomechanics, pp.49-62 Shahin, M.A., Jaksa, M.B., and

also describe that women favour online methods for advertising and recruitment for weight manage- ment trials.13 Athletes equally prefer the internet and dieti- tians as their nutrition