Nama : Widia Damayanti NIM : 24105260044
Indikator Pertanyaan Identifikasi Diri
Nama mata kuliah Prinsip Pengajaran dan Asesmen I Review
pengalaman belajar
1. Pengalaman belajar apa yang berguna dan menarik?
Mendesain pembelajaran dan asesmen berdasarkan prinsip serta konteks pembelajaran di SMK adalah pengalaman belajar yang terasa paling berguna sekaligus menarik. Karena, saya rasa ini bukan sekadar menyusun rencana mengajar saja, tapi tentang bagaimana membuat pembelajaran terasa hidup, relevan, dan benar-benar bermanfaat bagi peserta didik. Saya awalnya merasa tidak kompeten ketika harus membuat modul ajar yang perlu disesuaikan dengan prinsip pembelajaran yaitu kondisi di lapangan, mengolah asesmen agar tidak sekadar menjadi formalitas, dan memastikan bahwa semua ini dapat diterapkan secara efektif di kelas.
Bagi saya, pengalaman ini menarik karena ada elemen kreativitas di dalamnya. Mendesain pembelajaran bukan sekadar mengikuti kurikulum, tapi juga soal membaca situasi, memahami kebutuhan peserta didik, dan merancang metode yang tidak hanya efektif tetapi juga menyenangkan. Setiap kali menyusun modul ajar, ada perasaan seperti sedang menyusun puzzle—bagaimana agar teori yang diajarkan tidak hanya dipahami tetapi juga bisa diterapkan oleh peserta didik dalam dunia kerja yang nyata.
Selain itu, proses ini juga membuat saya berpikir sebagai seorang guru yang tidak hanya menyampaikan materi, tetapi juga membimbing. Bagaimana cara mengemas materi agar tetap menarik? Bagaimana cara menguji pemahaman tanpa membuat peserta didik merasa terbebani? Dengan kata lain, pengalaman ini tidak hanya bermanfaat bagi peserta didik, tetapi juga bagi saya sebagai calon guru. Ini adalah latihan nyata tentang bagaimana menjadi pendidik yang tidak hanya mengajar, tetapi juga merancang pembelajaran yang mampu mengubah cara peserta didik berpikir dan memahami dunia.
2. Pengalaman belajar apa yang berguna tetapi kurang menarik?
Menelaah prinsip-prinsip pembelajaran dan asesmen di SMK dalam berbagai model seperti teaching factory, Project-Based Learning (PjBL), Kelas Industri, dan Kelas Kewirausahaan terasa seperti membaca peta perjalanan ke tempat yang indah, tapi tanpa kendaraan untuk mencapainya. Konsep-konsep ini luar biasa dalam teori, yaitu bagaimana pembelajaran bisa lebih aplikatif, berbasis industri, dan relevan dengan dunia kerja. Sebagai calon guru akuntansi, memahami ini sangat penting karena dunia kerja selalu bergerak maju, dan peserta didik harus dipersiapkan untuk menghadapi itu. Namun, tantangan terbesarnya adalah bagaimana menerapkan model-model ini dalam lingkungan sekolah yang fasilitasnya terbatas. Di tempat saya menjalani PPL, misalnya, konsep teaching factory atau Kelas Industri terasa seperti sesuatu yang jauh dari kenyataan. Tidak ada laboratorium yang mendukung praktik langsung seperti di industri, tidak ada peralatan canggih yang bisa mendekatkan pengalaman belajar siswa dengan dunia kerja
yang sebenarnya. Akhirnya, pembelajaran tetap berlangsung secara konvensional, dan model-model ini hanya menjadi teori yang menarik di atas kertas.
Hal ini membuat pengalaman belajar ini terasa kurang menarik. Alih- alih bisa mencoba langsung bagaimana konsep ini diterapkan, saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk memahami teorinya saja.
Rasanya seperti belajar memasak dari buku resep tanpa bisa masuk ke dapur dan mencoba sendiri. Jika saja ada kesempatan lebih banyak untuk mengobservasi sekolah yang sudah menerapkan model-model ini dengan baik, mungkin pengalaman ini bisa lebih hidup dan terasa lebih bermakna.
3. Pengalaman belajar apa yang menarik tapi kurang berguna?
Memahami prinsip pembelajaran dan asesmen di SMK yang meliputi pendekatan berpusat pada peserta didik, efektivitas dan reflektivitas, pemanfaatan teknologi, pembelajaran berbasis dunia kerja, serta pengoptimalan lingkungan sebagai sumber belajar adalah pengalaman yang sangat menarik. Diskusinya seru, materinya relevan, dan banyak sekali contoh dari berbagai sekolah yang sudah menerapkan prinsip-prinsip ini dengan baik.
Namun, yang membuatnya terasa kurang berguna adalah karena materi ini tidak jauh berbeda dari yang sudah saya pelajari di mata kuliah lain. Hampir setiap mata kuliah pendidikan membahas pentingnya pembelajaran yang berpihak pada peserta didik, efektivitas dalam mengajar, serta bagaimana teknologi bisa dimanfaatkan dalam pembelajaran. Begitu juga dengan konsep pembelajaran berbasis dunia kerja dan pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar—semuanya sudah menjadi bagian dari
diskusi yang sering muncul di mata kuliah lain seperti Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya atau Pengembangan Kurikulum dan Sumber Belajar.
Tentu saja, tetap ada manfaatnya. Materi ini memperkuat pemahaman saya dan menghubungkan konsep yang sudah saya pelajari sebelumnya dengan konteks pembelajaran di SMK. Tapi jika berbicara tentang hal baru, pengalaman ini tidak terlalu memberikan sesuatu yang berbeda. Rasanya seperti menonton ulang film yang bagus—tetap menarik, tetapi tidak ada kejutan lagi.
4. Pengalaman belajar apa yang tidak menarik dan tidak berguna dalam konteks sebagai calon guru?
Melakukan refleksi terhadap pembelajaran dan asesmen di SMK adalah bagian dari proses akademik yang terasa lebih seperti tugas administratif daripada pengalaman belajar yang benar-benar berkesan. Tentu, refleksi itu penting—membantu kita memahami apa yang sudah dipelajari, menghubungkan pengalaman satu dengan yang lain, dan menyusun strategi untuk perbaikan di masa depan.
Tapi dalam konteks sebagai calon guru, terutama yang masih berjuang memahami bagaimana mengajar dengan baik, bagian ini terasa lebih seperti rutinitas yang harus dilakukan daripada sesuatu yang benar-benar memberikan wawasan baru.
Masalah utamanya bukan pada refleksi itu sendiri, tetapi bagaimana refleksi ini dilakukan. Sebagian besar refleksi yang saya lakukan terasa seperti pengulangan dari apa yang sudah saya tulis di tugas- tugas sebelumnya. Kadang refleksi ini terasa seperti sekadar memenuhi format yang ditentukan daripada benar-benar menggali pengalaman dan pembelajaran yang mendalam.
Refleksi
pengalaman belajar
1. Apa yang telah terjadi?
Selama mempelajari Prinsip Pengajaran dan Asesmen, banyak hal yang awalnya terasa seperti teori kaku perlahan mulai memiliki bentuk yang lebih nyata. Konsep tentang pembelajaran berbasis dunia kerja, optimalisasi lingkungan sebagai sumber belajar, hingga bagaimana asesmen tidak hanya menjadi alat ukur tapi juga bagian dari proses belajar, semua itu terdengar masuk akal di kelas. Ada diskusi yang menarik, ada contoh-contoh dari sekolah yang sudah menerapkannya dengan baik, ada pula momen-momen di mana saya merasa benar-benar paham mengapa hal ini penting.
Tapi ketika mencoba menghubungkan semua itu dengan pengalaman di lapangan, terutama selama PPL, saya mulai merasakan kesenjangan antara teori dan realitas. Misalnya, konsep teaching factory terdengar ideal—menciptakan lingkungan belajar yang menyerupai dunia kerja nyata, membekali peserta didik dengan keterampilan praktis. Tapi bagaimana mungkin itu bisa diterapkan di sekolah yang bahkan masih kesulitan menyediakan perangkat pembelajaran yang memadai? Kelas industri, kelas kewirausahaan—
semuanya terdengar bagus, tapi kenyataannya tidak semua sekolah punya fasilitas dan dukungan yang cukup untuk itu.
Di sisi lain, saat mendesain pembelajaran dan asesmen, saya mulai melihat bagaimana teori-teori yang dipelajari bisa benar-benar membantu dalam menyusun modul ajar yang tidak hanya mengikuti kurikulum, tapi juga mempertimbangkan kebutuhan peserta didik.
Inilah bagian yang paling terasa nyata, sesuatu yang bisa langsung saya praktikkan dan lihat hasilnya.
2. Mengapa hal tersebut dapat terjadi?
Hal ini terjadi karena ada perbedaan besar antara apa yang ideal dan apa yang tersedia di lapangan. Pendidikan kejuruan di Indonesia memang diarahkan agar peserta didik siap masuk ke dunia kerja, tapi tidak semua sekolah punya sumber daya yang cukup untuk mewujudkan itu sepenuhnya. Teori tentang model pembelajaran berbasis industri dan kewirausahaan dikembangkan berdasarkan sekolah-sekolah yang sudah punya fasilitas yang memadai, sedangkan di banyak tempat, guru masih harus berjuang hanya untuk memastikan kelas tetap berjalan dengan baik.
Selain itu, ada kesenjangan antara kebijakan dan implementasi.
Kurikulum dan prinsip-prinsip pembelajaran memang dirancang untuk mendukung peserta didik, tetapi dalam praktiknya, banyak kendala yang membuat penerapannya tidak semudah yang dibayangkan. Kadang guru harus beradaptasi, mencari cara agar apa yang ada di atas kertas tetap bisa diolah menjadi sesuatu yang masuk akal di ruang kelas.
Di sisi lain, bagian tentang mendesain pembelajaran dan asesmen terasa lebih nyata dan aplikatif karena langsung berhubungan dengan apa yang akan saya lakukan sebagai guru. Ini adalah hal yang bisa saya kendalikan—bagaimana menyusun rencana pembelajaran, bagaimana membuat asesmen yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Maka, wajar jika bagian ini terasa lebih bermakna dibanding teori-teori besar yang kadang terasa terlalu jauh dari kenyataan.
Analisis artefak pembelajaran
1. Artefak-artefak pembelajaran mana yang dapat saya jadikan bukti dukung hasil refleksi pengalaman belajar?
Dalam mata kuliah Prinsip Pengajaran dan Asesmen I, proses pembelajaran yang saya lalui terekam dalam tiga artefak utama:
resume materi, analisis kolaboratif, dan infografis sebagai berikut ini:
a. Resume Materi - https://shorturl.at/1gLnL
Resume materi adalah catatan ringkas yang berisi poin-poin penting dari setiap topik yang dipelajari. Melalui resume ini, konsep utama dalam pembelajaran dan asesmen bisa lebih mudah dipahami dan diingat. Proses merangkum juga membantu dalam memilah informasi yang paling penting, sehingga materi yang awalnya panjang dan kompleks menjadi lebih sederhana dan terstruktur.
b. Analisis Kolaboratif - https://shorturl.at/wdSNS
Artefak kedua adalah hasil analisis kolaboratif, yaitu pembahasan materi yang dilakukan bersama teman-teman. Diskusi ini bertujuan untuk melihat suatu konsep dari berbagai sudut pandang, menghubungkannya dengan praktik di dunia nyata, serta memperjelas bagian-bagian yang masih membingungkan.
Dengan berdiskusi, pemahaman menjadi lebih dalam karena ada tukar pendapat dan refleksi dari pengalaman masing-masing.
c. Infografis - https://shorturl.at/EuJnk
Infografis adalah cara lain untuk menyampaikan informasi dengan lebih menarik dan mudah dipahami. Dibandingkan dengan teks panjang, infografis membantu merangkum inti materi dalam bentuk gambar, warna, dan sedikit teks. Dengan
visual yang lebih ringkas, informasi menjadi lebih mudah dicerna dan diingat.
2. Mengapa artefak ini yang saya pilih?
Artefak-artefak ini dipilih karena mewakili proses pembelajaran yang tidak hanya sekadar menerima informasi, tetapi juga memahami, mengolah, dan menyajikannya kembali dengan cara yang lebih bermakna. Setiap artefak memiliki peran penting dalam membangun pemahaman yang lebih dalam tentang prinsip pengajaran dan asesmen.
Resume materi dipilih karena merangkum inti dari setiap konsep yang dipelajari. Dalam proses belajar, mencatat ulang dengan bahasa sendiri membantu menyaring informasi penting dan membuatnya lebih mudah dipahami. Resume juga menjadi referensi praktis yang bisa digunakan kapan saja untuk mengingat kembali materi.
Analisis kolaboratif dipilih karena pemahaman tidak bisa tumbuh hanya dari satu perspektif. Dengan mendiskusikan materi bersama teman, kita bisa melihat berbagai sudut pandang, menemukan hal- hal yang mungkin terlewat, serta mengaitkan teori dengan praktik di dunia nyata. Kolaborasi ini juga melatih keterampilan berpikir kritis dan argumentasi yang penting dalam dunia pendidikan.
Infografis dipilih karena tidak semua orang belajar dengan cara yang sama. Beberapa lebih mudah memahami informasi dalam bentuk visual dibandingkan teks panjang. Infografis membantu menyajikan konsep secara lebih menarik, ringkas, dan mudah diingat. Ini juga melatih kemampuan menyederhanakan informasi kompleks menjadi bentuk yang lebih komunikatif dan efektif.
3. Bagian mana dari artefak ini yang mendukung hasil refleksi saya?
Bagian dari artefak yang mendukung hasil refleksi adalah analisis kolaboratif dan resume materi, karena keduanya secara langsung membantu dalam memahami materi secara lebih mendalam serta mengevaluasi bagaimana konsep-konsep tersebut berkaitan dengan pengalaman belajar dan pengajaran.
1. Analisis Kolaboratif → Proses diskusi dan telaah bersama teman memungkinkan adanya perbandingan pemahaman, saling memberi masukan, serta menemukan aspek-aspek yang mungkin belum dipikirkan sebelumnya. Dari sinilah refleksi bisa muncul, terutama dalam menyadari bagaimana suatu teori dapat diterapkan dalam praktik atau seberapa relevan materi yang dipelajari dengan pengalaman pribadi.
2. Resume Materi → Resume bukan sekadar catatan, tetapi juga bentuk refleksi terhadap pemahaman sendiri. Saat menulis ulang materi dengan bahasa sendiri, ada proses internalisasi konsep—
apakah sudah benar-benar dipahami atau masih ada bagian yang membingungkan. Resume juga menjadi dasar untuk melihat perkembangan pemahaman dari waktu ke waktu.
Rumusan hasil refleksi berupa pembelajaran bermakna
Apabila saya mengajar atau membahas topik ini, dengan mempertimbangkan prinsip pembelajaran bermakna yang berpusat kepada siswa, perubahan apa yang akan saya lakukan?
Jika saya mengajar dengan mempertimbangkan prinsip pembelajaran bermakna yang berpusat kepada siswa, ada beberapa perubahan yang akan saya lakukan setelah mempelajari topik tentang prinsip asesmen dan pembelajaran.
1. Mengubah Cara Saya Melakukan Asesmen
Sebelumnya, saya mungkin lebih fokus pada hasil akhir siswa, seperti nilai ujian atau tugas individu. Namun, setelah memahami prinsip asesmen, saya akan lebih banyak menggunakan asesmen formatif yang membantu siswa belajar sepanjang proses, bukan hanya mengukur pencapaian di akhir. Saya akan memberikan umpan balik yang lebih konstruktif dan berkelanjutan, sehingga siswa bisa mengetahui kekuatan dan kelemahan mereka serta memperbaikinya secara bertahap. Saya juga akan memberikan lebih banyak pilihan asesmen yang sesuai dengan kebutuhan dan gaya belajar siswa. Misalnya, tidak semua siswa harus selalu mengerjakan soal tertulis—mereka bisa menunjukkan pemahaman melalui diskusi, proyek, atau presentasi. Dengan begitu, asesmen menjadi lebih bermakna dan tidak hanya sebatas angka.
2. Meningkatkan Keterlibatan dan Kemandirian Siswa
Dalam pendekatan yang berpusat pada siswa, peran saya bukan hanya sebagai pemberi materi, tetapi sebagai fasilitator yang membimbing siswa untuk menemukan makna dalam pembelajaran mereka sendiri. Saya akan lebih sering menggunakan pembelajaran berbasis proyek (PjBL), studi kasus, atau diskusi terbuka, agar siswa bisa mengaitkan materi dengan pengalaman mereka sendiri. Saya juga akan memberi lebih banyak ruang bagi siswa untuk berpikir kritis dan bertanya, bukan hanya mendengar penjelasan saya. Dengan begitu, mereka bisa lebih aktif membangun pemahaman sendiri, bukan sekadar menerima informasi secara pasif.
3. Menghubungkan Materi dengan Dunia Nyata
Pembelajaran yang bermakna terjadi ketika siswa bisa melihat hubungan antara apa yang mereka pelajari di kelas dengan kehidupan sehari-hari atau dunia kerja. Oleh karena itu, saya akan lebih banyak memberikan contoh-contoh nyata, mengajak siswa menganalisis kasus-kasus relevan, dan jika memungkinkan, menghadirkan praktisi atau menggunakan data asli agar mereka bisa melihat bagaimana konsep yang dipelajari benar-benar digunakan di lapangan.
4. Menyesuaikan Materi agar Lebih Fleksibel dan Inklusif
Setiap siswa memiliki gaya belajar dan kebutuhan yang berbeda.
Setelah memahami prinsip pembelajaran dan asesmen, saya akan lebih fleksibel dalam menyampaikan materi—menggunakan kombinasi teks, video, diskusi, dan aktivitas praktis agar lebih sesuai dengan berbagai cara siswa memahami informasi. Selain itu, saya juga akan lebih peka terhadap perbedaan latar belakang siswa, baik dari segi pemahaman awal, pengalaman, maupun kondisi belajar mereka. Dengan begitu, saya bisa menyesuaikan strategi pengajaran agar setiap siswa merasa dihargai dan mendapatkan pengalaman belajar yang optimal.