RESENSI JURNAL PENALARAN HUKUM
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penalaran dan Penemuan Hukum Diampu oleh Dr. Mulyani Zulaeha, S.H., M.H.
Oleh:
AULIA WARDATA NIM. 2220215310084
PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARMASIN
2022
A. Artikel 1
1. Identitas Jurnal
a. Penulis artikel: Habibul Umam Taqiuddin
b. Judul artikel: Penalaran Hukum (Legal Reasoning) Dalam Putusan Hakim c. Nama jurnal yang mempublikasi: Jurnal Ilmu Sosial dan Pendidikan,
Volume 1 Nomor 2, Halaman 191-199, Tahun terbit November 2017
2. Ringkasan Isi Jurnal Latar Belakang:
Putusan hakim pada dasarnya dibuat dalam rangka memberikan jawaban seperti itu. Oleh karena hakim dianggap tahu hukum (ius curia novit), maka putusan itu harus memuat pertimbangan-pertimbangan yang memadai, yang bisa diterima secara nalar di kalangan institusi kehakiman, forum ilmu pengetahuan hukum, masyarakat luas, dan para pihak yang berperkara. Dalam proses lahirnya putusan hakim itu, berlangsunglah apa yang disebut penalaran hukum. Bagi hakim pemahaman yang memadai dari penalaran hukum, mempunyai peranan penting dalam memberikan pertimbangan hukum (ratio decidendi) dalam membuat putusan.
Tujuan:
- Mengetahui maksud dari penalaran hukum dan bagaimana hakim yang memiliki pemahaman yang memadai dari penalaran hukum dalam memberikan pertimbangan hukum (ratio decidendi) dalam membuat putusan.
- Menjelaskan bagaimana langkah praktis dalam menyelesaikan konflik yang muncul saat hakim melakukan identifikasi aturan hukum itu sendiri.
Metode Penelitian:
Penelitian literer, metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.
Hasil Penelitian:
- Menjelaskan Hakikat Penalaran Hukum (Legal Reasoning).
- Menjelaskan Penemuan Hukum Sebagai Bagian Dari Penalaran Hukum (Legal Reasoning).
Kesimpulan:
Penalaran hukum adalah kegiatan berpikir yang bersinggungan dengan pemaknaan hukum yang multiaspek (multidimensional dan multifaset). Dalam identifikasi aturan hukum oleh hakim seringkali dijumpai keadaan aturan hukum, yaitu kekosongan hukum (leemten in het recht), konflik antar norma hukum (antinomi hukum), dan norma yang kabur (vage normen) atau norma tidak jelas. Dalam menghadapi konflik antar norma hukum (antinomi hukum), maka berlakulah asas-asas penyelesaian konflik (asas preferensi). Di samping itu ada langkah praktis untuk menyelesaikan konflik tersebut antara lain pengingkaran (disavowal), reinterpretasi, pembatalan (invalidation), dan pemulihan (remedy). Dalam hal menghadapi norma hukum yang kabur atau norma yang tidak jelas, hakim menafsirkan undang-undang untuk menemukan hukumnya. Dalam hal menghadapi kekosongan hukum (rechts vacuum) atau kekosongan undang-undang (wet vacuum), hakim harus melakukan penemuan hukum (rechtvinding). dengan tetap berpedoman pada kebenaran dan keadilan serta memihak dan peka terhadap nasib bangsa dan keadaan negaranya.
3. a. Pendapat Penulis Terkait Penalaran Hukum
Bahwa Penalaran hukum (legal reasoning) adalah kegiatan berpikir problematis tersistematis (gesystematiseerd probleemdenken) dari subjek hukum (manusia) sebagai makhluk individu dan sosial di dalam lingkaran kebudayaannya. Penalaran hukum dapat didefinisikan sebagai kegiatan berpikir yang bersinggungan dengan pemaknaan hukum yang multiaspek (multidimensional dan multifaset).
b. Poin-Poin Penalaran Hukum - Hakikat penalaran hukum.
- Langkah-langkah penalaran hukum menurut para ahli.
- Penalaran hukum induksi dan deduksi.
- Penemuan hukum sebagai bagian dari Penalaran hukum.
4. Pendapat Saya Terhadap Isi Jurnal
Kelebihan jurnal ini adalah penggunaan teori yang sudah memadi dan materi yang diambil dari sumber pustaka relevan. Sedangkan kekurangannya terletak pada bagian abstrak dan bagian pembahasan yang kurang lengkap dan mendalam.
B. Artikel 2
1. Identitas Jurnal
a. Penulis artikel: Urbanus Ura Weruin
b. Judul artikel: Logika, Penalaran, dan Argumentasi Hukum
c. Nama Jurnal yang mempublikasi: Jurnal Konstitusi, Volume 14, Nomor 2, Halaman 374-395, Tahun Terbit: Juni 2017
2. Ringkasan Isi Jurnal Latar Belakang:
Untuk menjadi lawyer, hakim, jaksa, atau praktisi hukum yang handal, pemahaman terhadap logika, penalaran hukum, dan argumentasi hukum merupakan syarat mutlak yang tak bisa ditawar-tawar. Logika, penalaran hukum, dan argumentasi hukum akan memberikan kemampuan berpikir kritis dan argumentatif dalam memahami prinsip, asumsi, aturan, proposisi, dan praktik hukum. Tidak dapat disangkal bahwa logika dan penalaran hukum (legal reasoning) sering ditolak. Sebagian pendapat menyatakan bahwa hukum berurusan dengan data, fakta, atau pengalaman praktis dan bukan pemikiran abstrak, rasional atau logis. Penalaran hukum lalu dianggap tidak perlu diajarkan kepada mereka yang mempelajari hukum karena tidak “membumi”.
Hukum harus dipelajari melalui pengalaman konkret saja. Tentu saja anggapan ini tidak memadai. Maka berasumsi bahwa ogika tidak selalu merupakan basis primer bagi putusan hukum (legal decision) dan logika seharusnya tidak boleh berperan sebagai sarana justifikasi (justification) kebenaran hukum, bukanlah sebuah argumen yang memadai. Karena proses berargumentasi itu tidak lain dari proses menjustifikasi.
Tujuan:
- Mengetahui maksud dari logika, penalaran, dan argumentasi hukum.
- Mengetahui bentuk dasar logika, penyimpulan, dan penalaran hukum.
- Mengetahui hukum-hukum deduksi, induksi, dan analogi induksi beserta kepastian dan probabilitas kebenarannya.
- Mengetahui kapan sebuah argumen (termasuk argumen hukum) dikatakan sesat.
- Mengetahui penerapan ketentuan-ketentuan logika dalam penalaran hukum.
Metode Penelitian:
Penelitian literer dengan metode penelitian kualitatif, studi kepustakaan.
Hasil Penelitian:
- Relevansi Studi Logika, Penalaran, dan Argumentasi Hukum.
- Apakah Logika dan Penalaran Hukum itu.
- Dua Bentuk Dasar Penalaran: Induksi dan Deduksi.
- Penalaran Hukum.
Kesimpulan:
Pertama, pemahaman terhadap logika, penalaran hukum, dan argumentasi hukum merupakan syarat mutlak bagi para lawyer, hakim, jaksa, praktisi hukum, bahkan juga bagi para mahasiswa hukum dan masyarakat umum yang meminati persoalan hukum agar mampu berpikir kritis dan argumentatif dalam memahami prinsip, asumsi, aturan, proposisi, dan praktik hukum. Dengan berbekal kemampuan penalaran dan argumentasi yang memadai di bidang hukum, kebenaran dan keadilan hukum dapat ditemukan, diungkap, diuji, dan dijustifikasi. Asumsi-asumsi atau makna-makna yang tersembunyi dalam peraturan atau ketentuan hukum pun dapat dijustifikasi dihadapan rasio (akal budi) manusia.
Kedua, penalaran hukum adalah penerapan prinsip-prinsip berpikir lurus (logika) dalam memahami prinsip, aturan, data, fakta, dan proposisi hukum.
Maka istilah ‘penalaran hukum’ (‘legal reasoning’) sejatinya tidak menunjuk pada bentuk penalaran lain di luar logika, melainkan penerapan asas-asas berpikir yang tepat dan valid dari logika dalam bidang hukum itu sendiri.
Dalam arti ini tidak ada penalaran hukum tanpa logika (sebagai ilmu tentang kaidah berpikir yang tepat dan valid); tidak ada penalaran hukum di luar logika.
Penalaran hukum dengan demikian harus dipahami dalam pengertian
‘penalaran (logika) dalam hukum’.
Ketiga, terdapat dua bentuk dasar penalaran yakni induksi dan deduksi. Agar penalaran induksi dan deduksi valid, aturan-aturan atau hukum-hukum penyimpulan dari kedua model penalaran ini harus diperhatikan.
Keempat, penalaran hukum mengikuti dan menerapkan model penalaran induktif dan deduktif sekaligus dalam hukum. Model IRAC [singkatan dari issue (I), rule of law (R), argument (A), danconclusion (C)]yang bertumpuh pada analisis kasus memperlihatkan penerapan penalaran induksi dan deduksi dalam hukum.
3. a. Pendapat Penulis Terkait Penalaran Hukum
Bahwa pemahaman dan pengetahuan tentang logika, penalaran, dan argumentasi hukum semakin dibutuhkan tidak hanya bagi kalangan akademisi dalam bidangfilsafat dan hukum melainkan terutama bagi para praktisi hukum seperti polisi, hakim, jaksa, pengacara, bahkan seluruh anggota masyarakat yang setiap hari berhadapan dengan persoalan-persoalan hukum. Sebagai bagian dari penalaran pada umumnya, penalaran hukum, meskipun memiliki sejumlah karakteristik yang berbeda, terikat pada kaidah-kaidah penalaran yang tepat seperti hukum-hukum berpikir, hukum-hukum silogisme, ketentuan tentang probabilitas induksi, dan kesesatan informal penalaran. Maka penalaran hukum bukahlah jenis penalaran yang berbeda dan terpisah dari logika sebagai ilmu tentang bagaimana berpikir secara tepat (sebagai salah satu cabang filsafat) melainkan bagaimana menerapkan kaidah-kaidah berpikir menurut ketentuan logika dalam bidang hukum.
b. Poin-Poin Penalaran Hukum
- penalaran hukum adalah penerapan prinsip-prinsip berpikir lurus (logika) dalam memahami prinsip, aturan, data, fakta, dan proposisi hukum.
- terdapat dua bentuk dasar penalaran yakni induksi dan deduksi.
- penalaran hukum mengikuti dan menerapkan model penalaran induktif dan deduktif sekaligus dalam hukum. Model IRAC [singkatan dari issue
- (I), rule of law (R), argument (A), danconclusion (C)] yang bertumpuh pada analisis kasus memperlihatkan penerapan penalaran induksi dan deduksi dalam hukum.
4. Pendapat saya terhadap isi jurnal
Kelebihan jurnal ini adalah penggunaan teori yang sudah memadai dan materi yang diambil dari sumber pustaka relevan. Sedangkan kekurangannya terletak pada bagian abstrak dan bagian pembahasan yang kurang lengkap dan mendalam.
C. Kesimpulan Review Artikel Jurnal 1 dan 2
Dalam kedua jurnal tersebut terdapat variabel-variabel yang sangat relevan dengan fenomena yang sedang terjadi. Data-data yang digunakan cenderung lengkap dan jelas. Memiliki pembahasan dan rinci serta mudah dimengerti.
Walaupun masih belum mampu menjelaskan lebih detail tentang proses penelitian serta metode yang digunakan.