e-ISSN 2528-1488, p-ISSN 1411-0172
RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL EDAMAME (Glycine Max (L) Merr) DI TANAH VULKANIK DENGAN BERBAGAI JARAK TANAM DAN
PENYIANGAN GULMA
GROWTH AND RESULTS RESPONSE OF EDAMAME (Glycine Max (L) Merr) IN VULANIC LAND WITH DIFFERENT PLANTS DISTANCE AND WEEDING
Djoko Heru Pamungkas1, Zamroni dan Claudio A. R. D. F. Sudu
Prodi Agroteknologi, FakultasPertanian, Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta Received may 3, 2019 – Accepted June 22, 2019 – Available online July 12, 2019 INTISARI
Penelitian bertujuan mengetahui pengaruh jarak tanam dan penyiangan gulma terhadap hasil edamame. Penelitian dilaksanakan Januari hingga Maret 2019 di lahan tegalan Dusun Kemiri, Turi, Sleman. Disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap faktorial 3 ulangan: faktor pertama jarak tanam: 20x20, 20x25, 25x25. Faktor kedua penyiangan: tanpa penyiangan, penyiangan 2 mst, penyiangan 2 dan 4 mst. Variabel pengamatan: tinggi, , bobot segar, bobot kering, bobot segar per hektar, umur muncul bunga, umur jadi buah, jumlah polong, bobot polong, bobot polong per hektar, bobot 100 polong, bobot segar gulma, dan jenis gulma. Hasil: terjadi interaksi bobot segar, bobot kering, dan umur muncul bunga, Pada jarak tanam 20x20 cm, perlakuan penyiangan tidak berpengaruh nyata, tetapi pada jarak tanam 20x25 cm dan 25x25 cm, perlakuan penyiangan meningkatkan bobot segar dan bobot kering tanaman secara nyata serta mempercepat umur pembungaan. Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap hasil, sedangkan perlakuan penyiangan berpengaruh terhadap hasil, yakni tanpa penyiangan akan menurunkan hasil tanaman. Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap berat segar gulma, sedangkan perlakuan penyiangan berpengaruh terhadap berat segar gulma, yakni pada perlakuan tanpa penyiangan memberikan berat segar gulma tertinggi
Kata kunci : jarak tanam, penyiangan, kedelai edamame.
The study aims to determine the effect of spacing and weeding on edamame results.
The study was conducted from January to March 2019 in the uplands of Kemiri Hamlet, Turi, Sleman. Arranged in factorial Randomized Complete Block Design 3 replications: first factor plant spacing: 20x20, 20x25, 25x25. The second factor is weeding: without weeding, weeding 2 wap, weeding 2 and 4 wap. Observation variables: height, fresh weight, dry weight, fresh weight per hectare, age of flower emergence, age of fruit, number of pods, pod weight, pod weight per hectare, 100 pod weight, fresh weed weight, and weed type. Result: the interaction of fresh weight, dry weight, and age of flowers appeared. At 20x20 cm spacing, weeding treatment had no significant effect, but at spacing of 20x25 cm and 25x25 cm, weeding treatment increased fresh weight and plant dry weight significantly and accelerated age of flowering. The treatment of spacing does not affect the yield, while weeding treatment affects the yield, ie without weeding will reduce crop yields. The treatment of spacing did not affect the fresh weight of weeds, whereas weeding treatment affected the fresh weight of weeds, ie the treatment without weeding gave the highest fresh weed weight
Keywords: spacing, weeding, edamame soybeans
1 Alamat penulis untuk korespondensi: Djoko Heru Pamungkas. Email:
PENDAHULUAN
Edamame (Glycine max (L.) Merr.) merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan semakin berkembangnya perdagangan antar-negara yang terjadi pada awal abad ke-19, menyebabkan tanaman edamame juga ikut tersebar ke berbagai negara tujuan perdagangan tersebut, yaitu Jepang, Korea, Indonesia, India, Australia, dan Amerika. Edamame merupakan tanaman potensial yang perlu dikembangkan karena memiliki rata-rata produksi 3,5 ton ha-1 lebih tinggi daripada produksi tanaman kedelai biasa yang memiliki rata-rata produksi 1,7–3,2 ton ha-1. Selain itu, edamame juga memiliki peluang pasar ekspor yang luas. Permintaan ekspor dari negara Jepang sebesar 100.000 ton per tahun dan Amerika sebesar 7.000 ton per tahun.
Sementara itu Indonesia baru dapat memenuhi tiga persen dari kebutuhan pasar Jepang, sedangkan 97 persen lainnya dipenuhi oleh Cina dan Taiwan (Nurman 2013).
Selain dikonsumsi dalam bentuk segar (kedelai rebus), edamame juga memiliki kualitas produk olahan yang lebih baik daripada kedelai biasa, seperti tahu berasal dari edamame 15 persen rendemannya lebih tinggi dengan kualitas warna dan rasa lebih baik daripada kedelai biasa, kualitas tempe dari edamame rasanya lebih enak, dan susu dari edamame memiliki rasa dan bau lebih baik daripada kedelai biasa (tidak ada bau langu). Menurut Nguyen (1998), edamame mengandung 100 mg per 100 g vitamin A atau karotin, 0,27 mg per 100 g vitamin B1, 0,14 mg per100 g vitamin B2, 1 mg per 100 g vitamin B3, dan 27 persen vitamin C.
Edamame (Glycine max (L.) Merr.) memiliki rasa yang lebih manis, aroma
kacang-kacangan yang lebih kuat, tekstur yang lebih lembut, dan biji yang berukuran lebih besar daripada kedelai kuning, serta nutrisi yang terkandung dalam edamame lebih mudah dicerna oleh tubuh. Edamame atau yang sering disebut ‘kedelai sayur’
(vegetable soybean) juga mengandung lebih sedikit pati penghasil gas (Born 2006).
Kedelai juga mengandung asam-asam tak jenuh yang dapat mencegah timbulnya arteri sclerosis, yaitu terjadinya pengerasan pembuluh nadi (Taufiq & Novo 2004).
Upaya peningkatan produksi dapat dilakukan antara lain dengan penerapan jarak tanam yang tepat. Pengaturan jarak tanam berarti melakukan pengaturan populasi tanaman. Menurut Viyanti (1999), pengaturan jarak tanam dapat dilakukan dengan memanipulasi jarak antar-barisan dan jarak dalam barisan. Tanaman membutuhkan kecukupan hara di dalam tanah dan kebutuhan cahaya yang optimal untuk proses fotosintesis. Jarak tanam yang terlalu lebar menyebabkan populasi tanaman rendah yang berakibat hasil per satuan luas rendah, sedangkan jarak tanam yang terlalu rapat berakibat adanya persaingan bagi tanaman mendapatkan unsur hara, cahaya matahari, dan air. Tanah vulkanik, yaitu tanah yang asli dengan penambahan abu vulkanik cukup periodik dalam waktu puluhan tahun lamanya di daerah kabupaten Sleman, berpotensi untuk tanaman sayuran semusim karena peningkatan abu vulkanis yang relatif cukup lama telah meningkatkan kandungan hara dan tidak menurunkan maupun meningkatkan keasaman tanah (Herdian, et al. 2018).
Gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh di suatu tempat dalam waktu tertentu yang tidak diinginkan oleh manusia sehingga menimbulkan kerugian bagi tujuan manusia. kehadiran gulma di sekitar
tanaman budidaya juga merupakan faktor penyebab penurunan produksi kedelai (Sudaryanto & Swastika 2007). Keberadaan gulma dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil panen tanaman budidaya.
Keberadaan gulma menyebabkan kompetisi yang tinggi (ruang, air, udara, dan unsur hara) antara tanaman yang dibudidayakan dan gulma. Gulma tidak dikehendaki karena bersaing dengan tanaman yang dibudidayakan dan dibutuhkan biaya pengendalian yang cukup besar, yaitu sekitar 25 hingga 30 persen dari biaya produksi (Soerjani et al. 1996). Faktor utama dalam kompetisi tanaman dan gulma untuk memperoleh sumber daya yang tersedia seperti air, unsur hara, dan cahaya serta ruang tumbuh.
Menurut Moenandir (1993) penyiangan merupakan cara pengendalian gulma yang sangat praktis, aman, efisien, dan murah jika diterapkan pada suatu area yang tidak luas dan di daerah yang cukup banyak tenaga kerja. Pemilihan waktu penyiangan yang tepat dapat mengurangi jumlah gulma yang tumbuh serta dapat mempersingkat masa persaingan. Kehadiran gulma di sepanjang siklus hidup tanaman budidaya tidak selalu berpengaruh negatif.
Terdapat suatu periode ketika gulma harus dikendalikan dan terdapat periode ketika gulma juga dibiarkan tumbuh karena tidak mengganggu tanaman (Moenandir 1993).
Periode hidup tanaman yang sangat peka terhadap kompetisi gulma ini disebut periode kritis tanaman.
Periode kritis persaingan dengan gulma adalah periode pertumbuhan tanaman yang sangat rentan terhadap gangguan gulma. Waktu yang tepat untuk mengendalikan gulma adalah waktu periode kritis, periode kritis adalah periode ketika tanaman mulai peka terhadap faktor lingkungan atau pengertian lain periode
kritis adalah masa saat tanaman dan gulma saling memperebutkan unsur hara. Periode ini biasanya terjadi pada umur 1/4, 1/3 sampai 1/2 umur tanaman (Zakaria &
Burhan 1999). Pada tanaman kedelai, gulma mulai banyak tumbuh kira-kira dua minggu setelah tanam, sehingga pada saat tanaman berumur dua hingga tiga minggu perlu dilakukan penyiangan. Penyiangan kedua dilakukan enam minggu setelah tanam atau setelah selesai masa berbunga (Adisarwanto
& Wudianto 1999). Dengan diketahui periode kritis tanaman, pengendalian gulma menjadi efisien sebab hanya terbatas pada awal periode kritis, tidak harus pada seluruh siklus hidup tanaman. Pada awal pertumbuhan tanaman sudah terjadi kompetisi antara tanaman dan gulma.
Pengendalian gulma pada periode ini paling efisien dan efektif karena memberikan kesempatan bagi tanaman budidaya untuk tumbuh dan menguasai ruang tumbuh.
Menurut Zimdahl (2004), periode kritis tanaman terjadi pada 25 persen sampai 33 persen pertama dari siklus hidup tanaman, sedangkan Mercado (1979) menyatakan bahwa periode kritis pertanaman berkisar antara 33 persen sampai 50 persen dari umur tanaman. Penurunan hasil akibat gulma pada tanaman kedelai dapat mencapai 18 persen hingga 76 persen (Manurung & Syam’un 2003). Penentuan periode kritis dilakukan untuk mengurangi penurunan hasil akibat gulma serta mengetahui saat yang tepat untuk melakukan pengendalian.
Menurut Hendrival et al. (2014), periode keberadaan gulma dan bersih gulma di lahan berpengaruh terhadap komponen pertumbuhan tanaman dan komponen hasil kedelai. Komponen pertumbuhan tanaman dan hasil kedelai mengalami penurunan seiring semakin lama periode keberadaan gulma dan mengalami peningkatan seiring semakin lama periode bersih gulma.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan bulan Januari hingga Maret 2019 di lahan tegalan Dusun Kemiri, Turi, Sleman yang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) faktorial dengan tiga ulangan, yaitu: faktor pertama jarak tanam yang terdiri atas tiga taraf, yaitu: 20 x 20 cm, 20 x 25 cm, dan 25 x 25 cm. Faktor penyiangan gulma ( P ) yang terdiri atas tiga taraf, yaitu kontrol/tanpa penyiangan; 2 minggu setelah tanam, dan 2 dan 4 minggu setelah tanam.
Dari kedua faktor tersebut diperoleh (3 x 3)
= sembilan kombinasi perlakuan.. Setiap kombinasi perlakuan untuk 20x20 cm terdiri 25 tanaman, 20x25 cm terdiri 20 tanaman, dan 25x25 cm terdiri 16 tanaman. Masing-masing jarak tanam terdiri atas sembilan petak untuk semua blok. Penelitian terdiri atas tiga blok. Tiap blok terdiri atas sembilan petak, sehingga ada jumlah seluruhnya 27 petak percobaan.
Bahan dalam percobaan berupa bibit edamame dan pupuk kandang. Alat yang digunakan: cangkul, cetok, oven, timbangan elektrik, penggaris. Variabel yang diamati:
tinggi, bobot segar, bobot kering tanaman, bobot segar tanaman per hektar, umur muncul bunga, jumlah polong, bobot polong, bobot polong per hektar, bobot 100 biji, berat segar gulma dan jenis gulma.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan terjadi interaksi terhadap beberapa variabel pengamatan, yaitu: bobot segar tanaman, bobot kering tanaman, umur muncul bunga, umur jadi buah, dan jumlah polong.
Sedangkan pada variabel yang tidak terjadi interaksi adalah: tinggi tanaman, bobot segar tanaman per hakter, bobot polong tanaman, bobot polong per haktar, bobot 100 polong, dan bobot segar gulma.
Tabel 1. Rerata tinggi tanaman Jarak tanam
Penyiangan
Rerata tanpa
penyiangan
2 mst 2 dan 4 mst
20 x 20 cm 41,00 43,44 47,56 44,00 p
20 x 25 cm 37,78 43,78 47,56 43,04 p
25 x 25 cm 34,67 45,11 47,44 42,41 p
Rerata 37,82 b 44,11 a 47,52 a 43,15 (-) Keterangan: Rerata dalam baris atau kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak
ada beda nyata pada DMRTtaraf 5%, (-) tidak ada interaksi.
Tabel 2. Rerata bobot segar tanaman Jarak tanam
Penyiangan
Rerata tanpa
penyiangan
2 mst 2 dan 4 mst
20 x 20 cm 9,44 bc 10,00 bc 13,89 b 11,11
20 x 25 cm 6,22 c 10,33 bc 25,33 a 13,96
25 x 25 cm 7,33 c 14,00 b 13,11 b 11,48
Rerata 7,67 11,44 17,44 12,18 (+)
Keterangan: Rerata dalam baris atau kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata pada DMRTtaraf 5%, (+) ada interaksi.
Tabel 3. Rerata bobot kering tanaman
Jarak tanam
Penyiangan
Rerata tanpa
penyiangan
2 mst 2 dan 4 mst
20 x 20 cm 2,30 bcd 2,51 bc 2,56 bc 2,46
20 x 25 cm 1,39 d 2,16 bcd 5,42 a 2,99 25 x 25 cm 1,53 cd 2,88 b 2,79 b 2,40
Rerata 1,74 2,52 3,59 2,62 (+)
Keterangan: Rerata dalam baris atau kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata pada DMRTtaraf 5%, (+) ada interaksi.
Tabel 4. Rerata umur berbunga
Jarak tanam
Penyiangan
Rerata tanpa
penyiangan
2 mst 2 dan 4 mst
20 x 20 cm 38,67 ab 38,67 ab 35,33 bc 37,56
20 x 25 cm 42,33 a 38,67 ab 32,00 c 37,67
25 x 25 cm 42,33 a 34,67 bc 35,67 bc 37,56
Rerata 41,11 37,33 34,33 37,59 (+)
Keterangan: Rerata dalam baris atau kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata pada DMRTtaraf 5%, (+) ada interaksi.
Tabel 5. Rerata jumlah polong, bobot polong tanaman, bobot polong per hektar, bobot 100 biji dan bobot segar gulma
Perlakuan
Jumlah polong
bobot polong tanaman
(g)
bobot polong per
hektar (t)
bobot 100 biji
(g)
bobot segar gulma
(g) Jarak tanam
20 x 20 cm 9,04 p 15,33 p 3,67 q 42,77 p 221,91 p 20 x 25 cm 10,33 p 16,00 p 3,83 q 42,77 p 163,94 p 25 x 25 cm 11,04 p 18,63 p 4,74 p 40,33 p 167,06 p Penyiangan
tanpa penyiangan 7,59 b 11,77 b 3,12 b 27,22 c 376,62 a 2 mst 10,63 a 16,25 ab 4,38 a 41,33 b 48,28 b 2 dan 4 mst 12,18 a 21,92 a 4,74 a 61,33 a 128,01 b
Rerata 10,13 (-)
16,65 (-)
4,08 (-)
43,29 (-)
184,30 (-) Keterangan: Rerata dalam kolom yang diikuti oleh huruf yang sama menunj ukkan tidak ada beda
nyata pada DMRT taraf 5%, (-) tidak ada beda nyata.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tinggi tanaman tidak terjadi interaksi antara jarak tanam dan penyiangan.
Perlakuan jarak tanam tidak menunjukkan beda nyata dengan rata-rata tinggi tanaman 43,15 cm. Pada perlakuan penyiangan rata- rata tertinggi pada penyiangan 2 dan 4 minggu HST adalah 47,52 dan rata-rata terendah pada perlakuan tanpa penyiangan adalah 37,82.
Hasil penelitian menunjukkan pada perlakuan bobot segar dan kering tanaman terjadi interaksi antara perlakuan jarak tanam dan penyiangan. Pada tabel bobot segar dan bobot kering tanaman tampak bahwa pada jarak tanam 20x20 cm perlakuan penyiangan tidak berpengaruh nyata, tetapi pada 20x25 cm dan 25x25 cm perlakuan penyiangan meningkatkan bobot segar dan bobot kering tanaman secara nyata. Jarak tanam yang terlalu lebar kurang efisensi dalam penggunaan lahan, bila terlalu sempit terjadi persaingan yang tinggi yang dapat mengakibatkan produktifitas rendah. Menutut Hartati et al. (1996), kerapatan yang tinggi tidak hanya berpengaruh dalam peningkatan persaingan memperoleh cahaya matahari, tetapi juga dalam memperoleh unsur hara, air, cahaya matahari serta ruang tumbuh menjadi semakin kecil sehingga tanaman tidak tumbuh optimal dan berproduksi secara maksimal.
Pada hasil sidik ragam bobot segar tanaman per hektar tidak terjadi interaksi antara perlakuan jarak tanam dan penyiangan. Pada perlakuan jarak tanam angka tertinggi adalah pada 25x25 dan terendah pada jarak tanam 20x20.
Sedangkan pada penyiangan tertinggi adalah pada penyiangan 2 dan 4 MST dan terendah pada control (tanpa penyiangan). Menurut Moenandir (2010), adanya gulma dalam
jumlah yang cukup banyak dan rapat selama masa pertumbuhan dan perkembangan akan menyebabkan kehilangan hasil secara total.
Pada hasil sidik ragam umur muncul bunga terjadi interaksi antara jarak tanam dan penyiangan. Pada jarak tanam 20x20 cm perlakuan penyiangan tidak berpengaruh nyata, sedangkan pada 20x25 cm dan 25x25 cm perlakuan penyiangan mempercepat umur berbunga.
Pada hasil sidik ragam jumlah polong, bobot polong tanaman, bobot polong per hektar, dan bobot 100 biji tidak terjadi interaksi antara jarak tanam dan penyiangan.
Perlakuan jarak tanam tidak menunjukkan beda nyata, kecuali pada bobot polong per hektar yaitu 25x25 cm nyata lebih tinggi daripada 20x20 cm dan 20x25 cm. Pada perlakuan penyiangan, perlakuan tanpa penyiangan memberikan angka terendah.
Pada hasil sidik ragam bobot segar gulma tampak tidak terjadi interaksi antara jarak tanam dan penyiangan. Pada perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh nyata, sedangkan pada perlakuan penyiangan terdapat beda nyata, yaitu pada perlakuan tanpa penyiangan (kontrol) tertinggi dan terendah pada penyiangan 2 mst, tetapi control dan penyiangan 2 mst tidak berbeda nyata
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa gulma yang dominan pada lahan edamame adalah Cyperus rotundus L yang berjenis teki-tekian. Gulma Cyperus rotundus L yang berjenis tekian terlihat sangat mendominasi pada pertanaman dan mempunyai daya saing tinggi dengan tanaman kedelai atau dengan gulma lainnya. Menurut Anonim (1986), Cyperus rotundus L merupakan spesies gulma dari keluarga Cyperaceae yang termasuk gulma tahunan. Salah satu organ perkembangbiakannya berupa umbi batang
(rhizome), sistem perakarannya serabut.
Spesies gulma tersebut dapat tumbuh dengan baik pada lokasi lahan yang ternaungi hingga lokasi lahan yang terkena sinar matahari langsung.
KESIMPULAN
1. Pada perlakuan jarak tanam dan penyiangan terjadi interaksi terhadap beberapa variabel pengamatan, yaitu bobot segar tanaman, bobot kering tanaman, dan umur muncul bunga, Pada jarak tanam 20x20 cm, perlakuan penyiangan tidak berpengaruh nyata, tetapi pada jarak tanam 20x25 cm dan 25x25 cm perlakuan penyiangan meningkatkan bobot segar dan bobot kering tanaman secara nyata serta mempercepat umur pembungaan.
2. Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap hasil tanaman, sedangkan perlakuan penyiangan berpengaruh terhadap hasil tanaman, yakni tanpa penyiangan akan menurunkan hasil tanaman.
3. Perlakuan jarak tanam tidak berpengaruh terhadap berat segar gulma, sedangkan perlakuan penyiangan berpengaruh terhadap berat segar gulma, yakni pada perlakuan tanpa penyiangan memberikan berat segar gulma tertinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. & Wudianto. 1999.
Meningkatkan hasil panen kedelai di lahan sawah kering pasang surut. Penebar Swadaya. 84 p.
Anonim. 1986. Beberapa Gulma Penting Pada Tanaman Pangan dan Cara
Pengendaliannya. Dirjen Pertanian Tanaman Pangan. Direktorat Tanaman Pangan, Jakarta.
Hendrival et al. 2014. Periode Kritis Tanaman Kedelai terhadap Persaingan Gulma. Jurnal Floratek. Vol. 9 (6-13) Manurung, J.P. & E. Syam’un. 2003.
Hubungan komponen hasil dengan hasi kedelai (Glycine max (L.) Merr.) yang ditanam pada lahan diolah berbeda sistem dan berasosiasi dengan gulma.
JurnalAgrivigor. 3(2):179-188.
Mercado, B.L. 1979. Introduction to weed science. Southeast Asia Regional Centre forGraduate Study and Research in Agriculture. Los Banos, Laguna, Philippines.
Moenandir, J. 1993. Persaingan tanaman budi daya dengan gulma (Buku III). PT Grafindo Persada Jakarta: 101 p.
Nguyen VQ. 1998. Edamame (Vegetable green soybean). RIRDC: The New Rural Industries.
(http://www.rirdc.gov.au/pub/handbook/eda mame.html). [4 juni 2006]
Nurman, A.H. 2013. Perbedaan Kualitas dan Pertumbuhan Benih Edamame Varietas Ryoko yang Diproduksi di Ketinggian Tempat yang Berbeda di Lampung. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. 13 (1) : 8 - 12.
Herdian, WP., DH, Pamungkas, & Y.
Maryani.2018. Pertumbuhan dan Hasil Bawang Daun (Allium fistulosum L.) Pada Berbagai Dosis Pupuk Kandang Ayam dan Pupuk Za. Skripsi Fakultas Pertanian
Universitas Tamansiswa Yogyakarta. Tidak dipublikasikan. 40 hal.
Soerjani, M., M. Soendaru & C. Anwar.
1996. Present Status Of Weed Problems And Their Control In Indonesia. Biotrop.
Special Publication.
Taufik & Nuvo. 2004. Pengaruh Jarak Tanam dan Pemberian Pupuk Hayati Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai (Glycine Max L. Merrill) dan Jagung (Zea Mays L.) Dengan Pola Tanam Tumpang Sari di Lahan Lebak.
Jurnal Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Palembang. Hal.76.
Viyanti. E. 1999. Pengaruh media dan jarak tanam terhadap pertumbuhan dan produksi Umbi Mini kentang (Solanum tuberosum L.). Kultivar Granola. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian-IPB Zakaria, Z. & H. Burhan. 1999. Rujukan teknologi integrated weed management (IWM) dalam mendukung program Bimas intensifikasi. p. 48-67 dalam Prosiding Seminar Sehari Integrated Weed Management (IWM) dalam Mendukung Program Bimas Intensifikasi. Sekretariat Pengendali Bimas. Jakarta
Zimdahl, R.L. 2004. Weed Crop Competition: a Review. Second Edition.
Blackwell Publishing. Australia.