• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknologi Baru untuk Diagnosa Penyakit Paru

N/A
N/A
arif kusuma

Academic year: 2024

Membagikan " Teknologi Baru untuk Diagnosa Penyakit Paru"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Resume

Latar Belakang

 HRCT mulai banyak digunkaan untuk mendeteksi berbagai hal yang terjadi di paru-paru. Dari kasus yang rumit hingga kasus yang dapat ditemui sehari- hari seperti batuk kronis.

 Dibandingkan dengan foto thorax, HRCT dianggap lebih sensitive dan spesifik.

 Pemahaman anatomi normal dan anatomi dalam keadaan patologis serta patofisiologi penting dalam memahami hasil CT scan

Anatomi normal

Paru:

a. Gas Exchange unit a. Respiratory duct b. Alveolar duct c. alveoli

b. Pulmonary interstitium

a. Central peribronchovascular interstitium b. Peripheral centrilobular interstitium [Lobulus pulmonary sekunder] :

 2 gambar ini sama

 komponen terkecil dari fungsional paru yg dibatasi oleh “interlobular septa”

 Pembuluh darah berjalan bersama “interlobular septa” di tepian [lobules pulmonary sekunder]

 Sering dijumpai di bagian:

o Lobus superior

o Lobus tengah dextra : bagian anterior dan lateral o Lingula pulmo sinistra

o Lobus inferior yg menghadap diafragma (paling berkembang disini)

 Di ujungnya rata2 terdapat 12 atau kurang “pulmonary acini”

 Vaskularisasi [Lobulus pulmonary sekunder] disuplai oleh “centrilobular artery” dan

“centrilobular bronchus”

Anatomy intralobular

(2)

 “Centrilobular artery” dan “Centrilobular bronchus” berdiameter sekitar 1 mm dan terletak 5-10 mm dari viscera pleura. (lihat gambar diatas buat bayangin)

 Urutan arterinya (besar ke kecil) : Centrilobular artery (diameter 1 mm)  Intralobular artery (diameter 0,3-0,5 mm)  Acinar artery (di ct scan tampak sepeti titik kecil, terletak 3-5 mm dari

“septa interlobular” atau “viscera pleura”)

 Resolusi untuk struktur tubular tidak terlalu jelas  normalnya tidak tampak.

o Intaralobular bronchi tampak  biasanya keadaan patologis

 Terdapat ‘penggantung organ’ didalam [lobules pulmonary sekunder]  disebut “intralobulary interstitium”  manifestasi awal dari fibrotic lung disease adalah penebalan “intralobular interstiitum” ini.

Teknik High Resolution CT

 “Narrow Collimation” dan “High Spatial Frequency Algorithm” adalah teknik yang paling penting dalam membuat pemeriksaan CT menjadi HRCT.

 Ada teknik lain seperti “Targeted reconstruction” dan nilai kilovolt (Puncak) dan miliamper yang lebih tinggi, tapi teknik ini tidak essensial untuk menmbuat High Resolution CT.

 kesadaran mengenai bahaya penggunaan radiasi tinggi secara terus menerus  beberapa peneliti menurunkan dosis radiasi ( dosis paling rendah yang dapat menghasilkan gambaran resolusi tinggi)  kelainan yang ringan tidak dapat terdeteksi dengan baik.

 Karena kelainan ringan tidak dapat dideteksi, dan dosis minimal tiap pasien berbeda2  pemeriksaan awal dengan dosis standard.

 Penurunan dosis radiasi dilakukan pada pasien : o Abnormalitasnya yg sudah diketahui

o Skrining banyak pasien yng memiliki faktor resiko penyakit tertentu

 Display parameter adalah hal yg penting dalam interpretasi HRCT

 Umumnya window level berkisar antara 600-700 HU (Houndsfield Scale).

o Pada lapang paru2 cocok dengan window level 1000-1500 HU.

 Window level dibawah 1000 HU membuat kontras terlalu tinggi

 Window level diatas 1500 HU membuat kontrasnya terlalu rendah dengan jaringan disekitarnya, sehingga gambarannya menjadi tidak jelas

 Pemeriksaan HRCT pada satu orang harus menggunakan window level yang sama secara konsisten, dikarenakan perubahan window level sulit ditentukan dan bisa menyebabkan misdiagnosis

Collimation

 Collimation yang digunakan berjarak 1 mm dan untuk menghasilkan kualitas terbaik dilakukan saat pasien sedang inspirasi (menarik nafas) penuh.

 Pengambilan gambar digunakan teknik aksial. Waktu pengambilan gambarnya yang sangat singkat  mengukur volume paru-paru

 HRCT secara umum

o kolimasi 1-1,5 mm dengan interval 10-20 mm di sleuruh thorax.

o sampling 10% dari parenkim paru  Untuk menilai diffuse lung disease  dosis radiasi minimal kepda pasien

(3)

 Protokol HRCT posisi Supine biasanya dilakukan dengan interval 10 mm

 Protokol HRCT dengan kombinasi posisi supine dan prone biasanya dilakukan dengan interval 20 mm

 Dosis radiasi yang diterima pasien pada 2 protokol diatas besarnya sama

Kenapa perlu kombinasi posisi supine dan prone?

 Beberapa penyakit bisa dibedakan dengan metode ini, missal:

Expiratory Scanning

 dilakukan dengan metode statis (Pengambilan gambar dilakukan setelah pasien

menghembuskan nafas maksimal / dengan posisi lateral decubitus jika ada masalah koordinasi pasien, missal kendala bahasa)

(4)

 ataupun Metode dinamis (pengambilan gambar dilakukan pada saat menghembuskan nafas maksimal/Forced Vital Capacity maneuver).

o Dilakukan dengan spiral CT scanner ataupun Electron-beam CT scanner o Bisa juga dilakukan dengan MSCT

o Metode ini memberikan gambaran yang lebih jelas pada kondisi subtle/transient air trapping dibanding metode statis

o Metode dinamis bisa dilakukan dengan “low-dose technique” tanpa menurunkan kualitas diagnostic

Volumetric (multislice) HRCT

 Pengukuran dapat dilakukkan dengan bbrp metode : o Clustered axial scan

o Single breathhold single-slice CT

o Entire thorax MSCT-HRCT  terbaru dan paling akurat

 MSCT (metode ketiga) dengan kolinasi 1 mm bisa menangkap gambar thorax dengan cepat dalam 1 tarikan nafas

 Hasil yang didaptkan bisa dilihat dari berbagai sudut pandang, dan bisa diatur untuk menghasilkan gambaran di tingkat ataupun dimensi manapun yg diinginkan

o Contohnya MSCT bisa mendeteksi abnormlitas pada diffuse lung disease, juga kelainan pada small-airway dan large-airway

 Kelemahannya adalah dosis radiasi yg sangat bsar, sampai 5x dosis normal Pola gambaran patologis pada HRCT

 Scr garis besar dibagi menjadi 2:

o Peningkatan opacity o Penurunan Opacity

 Adanya kombinasi gambaran peningkatan opacity dan penurunan opacity bisa jadi:

o 2 penyakit di waktu yg sama

o Kasus tertentu yg terdapat gambaran keduanya

(5)

 Peningkatan opacity o Nodul :

 opasitas di paru-paru, berbentuk hampir bulat, diskret (tidak berhubungan), dengan ukuran dari 2-30 mm

 isitlah micronodule: nodul berukuran 3-7 mm

o Linear abnormality o Reticular abnormality o Ground glass opacity o konsolidasi

Referensi

Dokumen terkait

Perancangan sistem pakar tersebut bertujuan untuk membangun sebuah sistem berbasis pengetahuan kedokteran dalam mendiagnosa penyakit paru pada anak yang dapat

Permasalahannya adalah bagaimana peneliti menyusun dan merancang suatu sistem pakar yang dapat digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit kulit berdasarkan gejala yang di

Pada form ini merupakan tampilan awal Sistem Pakar untuk mendiagnosa penyakit infeksi TBC Paru yang terdiri dari dua menu, yaitu menu pakar dan menu user. Hasil dari menu utama

Penyakit kardiovaskular dan paru-paru sering dianggap sebagai masalah bagi negara maju dan negara industri. Bahkan, sebagai penyebab utama kematian di seluruh

Perancangan sistem pakar tersebut bertujuan untuk membangun sebuah sistem berbasis pengetahuan kedokteran dalam mendiagnosa penyakit paru pada anak yang dapat

obat paru paru basah pneumoni...Cara pengobatan penyakit paru paru secara alamiObat TBC Paru paru basah ,amazon Obat Tradisional Alami Penyakit Radang Paru paru

Model persoalan untuk melakukan diagnosa awal pada sistem ini akan menghasilkan jenis penyakit paru-paru yang diderita berdasarkan jawaban “Ya” dari pertanyaan gejala yang

Perancangan sistem pakar tersebut bertujuan untuk membangun sebuah sistem berbasis pengetahuan kedokteran dalam mendiagnosa penyakit paru pada anak yang dapat