PERTEMUAN 3:
MODEL DAN PENDEKATAN KEBIJAKAN PUBLIK
1. Model Kebijakan Publik a. Pengertian
Model merupakan konsep atau bagan untuk menyederhanakan realitas. Model didasarkan pada isomophism yaitu kesamaan antara satu kenyataan dengan kenyataan lainnya. Model belum menjadi teori empiris mengingat teori memiliki kesahihan yang telah dibuktikan.
Model merupakan suatu pengganti kenyataan atau wakil realitas untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Model terbangun dari faktor yang relevan dengan situasi tertentu dan hubungan-hubungan di antaranya. Model menjadi bagian penting untuk analisis kebijakan publik.” (E.S Quade 1994)
Model kebijakan dinyatakan dalam bentuk konsep/teori, diagram, grafik atau persamaan matematis
b. Manfaat
● Pedoman yang bermanfaat dalam penelitian.
● Panduan untuk menemukan (to discover) serta menghubungkan antara konsep-konsep yang digunakan dalam mengamati gejala sosial.
● Mempermudah deskripsi persoalan secara struktural.
● Membantu dalam melakukan prediksi akibat-akibat yang timbul dari ada atau tidaknya perubahan-perubahan dalam faktor penyebab
c. Alasan penggunaan model dalam kebijakan publik
1. Kebijakan merupakan proses yang kompleks sehingga model bisa menyederhanakan realitas dan membantu memahami realitas
2. Sifat alamiah manusia yang tidak mampu memahami realitas yang kompleks tanpa menyederhanakannya terlebih dahulu
d. Kriteria penggunaan model dalam analisis kebijakan publik 1. Apakah model menyusun dan menyederhanakan realitas publik
2. Apakah model mengidentifikasi aspek-aspek yang paling penting dari kebijakan publik 3. Apakah model kongruen sama dan sebangun dengan realitas
4. Apakah model mengkomunikasikan konsep yang dapat dipahami bersama
5. Apakah model mengarahkan ke sejumlah hubungan yang dapat dilakukan pengujian 6. Apakah model memberikan saran penjelasan untuk pelaksanaan kebijakan publik
e. Karakteristik model kebijakan
● Sederhana dan Jelas(clear)
● Ketepatan identifikasi aspek penting problem kebijakan(precise)
● Menolong untuk pengkomunikasian(communicable)
● Usaha langsung untuk memahami kebijakan publik secara lebih baik(manageable)
● Memberikan penjelasan & memprediksi konsekuensi(consequences) f. Model pembuatan kebijakan
1. Pure Rationality Model: Didasarkan pada rasionalitas murni dalam pembuatan keputusan.
2. Economically Rational Model: Penekanan pada efisiensi dan ekonomis.
3. Sequential-Decision Model: Pembuatan eksperimen untuk penentuan alternatif sehingga tercapai keputusan yang paling efektif.
4. Incremental Model: Charles Lindblom: Science of Muddling Through, keputusan berubah sedikit demi sedikit.
5. Satisfying Model: Herbert Simon: Bounded Rationality, keputusan pada alternative pertama yang paling “memuaskan”
6. Extra-Rational Model: Paling rasional, paling optimal.
7. Optimal Model: Model integratif → identifikasi nilai-nilai, kegunaan praktis, dengan memperhatikan alokasi sumber-sumber, penentuan tujuan yang akan dicapai, pemilihan alternatif program, peramalan hasil & pengevaluasian alternatif terbaik.
g. Kategori model kebijakan
a. Model Analitik: untuk situasi yang kompleks, digunakan dalam riset operasi b. Model Simulasi: bentuk eksperimen semu, model analog, penggunaan komputer c. Model Permainan: manusia terlibat langsung, permainan perang-perangan,
keterlibatan simultan
d. Model Penilaian: tidak eksplisit (ekspresi verbal, berbentuk analogi), banyak dalam pikiran, model mental, misalnya: karakteristik organisasi
h. Tipe model kebijakan
1. Model Deskriptif:menjelaskan/ memprediksi sebab & konsekuensi pilihan kbjk, contoh:
model indikator sosial
2. Model Normatif: menjelaskan, memprediksi, merekomendasi optimalisasi usaha, contoh: model antrian, model biaya-manfaat, dll
Model Verbal: ekspresi deskriptif & normatif, berupa: verbal, simbol, &
prosedural; pakai bahasa sehari-hari, pakai nalar berapa argumen nilai
Model Simbolis: pakai simbol matematis untuk menerangkan hubungan, data aktual, contoh: Y=a+bX
Model Prosedural: menggunakan prosedur simulasi, teori pembuatan keputusan (penentuan alternatif), data asumsi (relatif/bobot), contoh: diagram keputusan i. Beberapa model kebijakan publik
a. Model Institusional Policy As Institutional Activity
● Merupakan model tradisional dalam pembuatan kebijakan publik dimana fokus kepada struktur organisasi pemerintah.
● Hubungan Kebijakan Publik dengan institusi pemerintah sangat dekat. Suatu kebijakan tidak akan menjadi Kebijakan Publik kecuali jika diformulasi, implementasi & di
“enforced” oleh lembaga pemerintah.
● Thomas Dye: lembaga pemerintahan memberikan tiga ciri utama Kebijakan Publik:
1) Legitimasi, 2) Universalitas & 3) Paksaan.
● Kebijakan Publik adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh lembaga pemerintah:
Legislatif, Eksekutif, Yudikatif, Pemerintah Daerah, dsb.
Ciri-ciri:
1. Masyarakat harus patuh, krn ada Legitimasi Politik & berhak memaksakan PP tsb.
2. Kebijakan publik diputuskan &, dilaksanakan oleh institusi pemerintah.
3. Undang-undang menetapkan struktur kelembagaan negara dalam pembuatan kebijakan.
4. Pembagian kekuasaan, checks and balances, otonomi daerah memberikan nuansa pada kebijakan publik.
b. Model Elit-Massa Preferensi Penguasa
● Model ini mempunyai asumsi bahwa pembuatan kebijakan publik merupakan pilihan dari elit yang memerintah.
● 2 lapisan kelompok sosial:
1) lapisan atas dengan jumlah yang sangat kecil (elit) yang selalu mengatur;
2) lapisan bawah (mass) dengan jumlah yang sangat besar sebagai yang diatur, dan birokrasi sebagai pelaksana kebijakan yang berada di tengah-tengah antara masyarakat dan elit.
● Model ini yang banyak diterapkan pada sistem otoriter, dimana tanggung jawab untuk mensejahterakan masyarakat dianggap berada ditangan elit, bukan ditangan masyarakat Ciri-ciri:
1. Masyarakat tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi & menciptakan opini tentang isu kebijakan yang seharusnya menjadi agenda politik di tingkat atas.
2. Sementara birokrat/ administrator hanya menjadi mediator bagi jalannya informasi yang mengalir dari atas ke bawah.
3. Elit politik selalu ingin mempertahankan status quo, sehingga kebijakannya menjadi konservatif (bersifat incremental dan trial & Error)
c. Model Inkremental Policy as Variations on the past
● Model pembuatan kebijakan publik yang didasarkan pada membandingkan keberhasilan secara terbatas dari keputusan masa lalu. Model ini hanya melakukan perubahan kecil berdasarkan situasi penerapan kebijakan sebelumnya.
● Alasan pembuatan kebijakan dengan model ini:
1. Tidak punya waktu, intelektualitas, maupun biaya untuk penelitian terhadap nilai-nilai sosial masyarakat yang merupakan landasan bagi perumusan tujuan kebijakan.
2. Adanya kekhawatiran munculnya dampak yang tidak diinginkan sebagai akibat dari kebijakan yang belum pernah dibuat sebelumnya.
3. Adanya hasil dari program kebijakan sebelumnya yang harus dipertahankan demi kepentingan tertentu.
4. Menghindari konflik jika harus melakukan proses negosiasi yang melelahkan bagi kebijakan baru.
Kelemahan: model ini hanya dapat diambil ketika masalah yang dihadapi pembuat Kebijakan Publik merupakan masalah ‘rutin’ dan tidak dapat dilaksanakan mengatasi masalah krisis
d. Model group/ kelompok (pluralis) Policy as Group Equilibrium
● Model kelompok berkebalikan dengan model elitis, dimana tidak ada kelompok tunggal yang mendominasi pembuatan kebijakan publik sehingga merefleksikan negosiasi dan kompromi yang dicapai sebagai hasil kompetisi kelompok-kelompok.
● Model ini disebut juga model pluralis yang mempercayakan peran subsistem-subsistem yang berada dalam sistem demokrasi.
● Tingkat pengaruh kelompok ditentukan oleh jumlah anggota, harta kekayaan, kekuatan organisasi, kepemimpinan, hubungan yang erat dengan para pembuat keputusan, kohesi intern para anggota, dsb
Ciri-ciri: Pada tingkat implementasi, kompetisi antar kelompok juga merupakan salah satu faktor yang menentukan efektivitas kebijakan dalam mencapai tujuan.
e. Model sistem politik Policy as System Output
● Model ini menjelaskan bahwa pembuatan kebijakan publik sebagai keluaran sistem politik yang akan mempengaruhi lingkungan. Selanjutnya perubahan lingkungan inilah yang selanjutnya akan mempengaruhi demands dan support dari masyarakat.
● Sistem politik diartikan sebagai sejumlah lembaga dan aktivitas masyarakat yang mengubah input berupa tuntutan (demands), dukungan (support), dan sumber daya (resources) menjadi output (keputusan publik yang otoritatif bagi seluruh anggota masyarakat).
● Persoalan yang muncul dari model ini adalah dalam menentukan tujuan pembuatan kebijakan publik itu sendiri
Kelemahan: terpusatnya perhatian pada tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah.
Seringkali terjadi bahwa apa yang diputuskan oleh pemerintah memberi kesan telah dilakukannya suatu tindakan, yang sebenarnya hanya untuk memelihara ketenangan/kestabilan.
f. Model rasional
Policy as Maksimum Social Profit
● Model ini menjelaskan bahwa pembuatan kebijakan publik didasarkan pada pilihan-pilihan alternatif rasional yang paling efisien (lebih besar manfaatnya dibandingkan biayanya) dalam pencapaian tujuan kebijakan.
● untuk memilih kebijakan rasional, pembuat kebijakan harus:
1) mengetahui semua keinginan masyarakat & bobotnya, 2) mengetahui semua alternatif yang tersedia,
3) mengetahui semua konsekuensi alternatif,
4) menghitung rasio pencapaian nilai sosial pada setiap alternatif, 5) memilih alternatif kebijakan yang paling efisien.
● Asumsi rasionalitas adalah preferensi masyarakat harus dapat diketahui & dinilai/bobot.
Harus diketahui nilai-nilai masyarakat secara komprehensif. Informasi alternatif, &
kemampuan menghitung secara akurat tentang rasio biaya & manfaat
Kelemahan: Pada dasarnya nilai dan kecenderungan yang berkembang dalam masyarakat tidak dapat terdeteksi secara menyeluruh, sehingga menyulitkan bagi pembuat kebijakan untuk menentukan arah kebijakan yang akan dibuat.
g. Model garbage can
● Merupakan model yang dibuat secara irrasional dan bukan inkremental: disebut ‘model kaleng sampah’.
● Model ini mengusulkan pembuatan kebijakan publik mulai dari menyeleksi, menilai, dan memilih alternatif didasarkan kepada elemen-elemen irrasional sikap para pembuat kebijakan publik dengan memperhatikan irrasional kepentingan publik dan nilai-nilai pada masyarakat (bersifat random danunsystematic).
Kelemahan: Sulit melakukan pendekatan penilaian irrasional sikap pembuat kebijakan dan kepentingan public termasuk nilai-nilai masyarakat
2. Pendekatan Analisis Kebijakan Publik a. Definisi pendekatan
Merupakan berbagai metode pengkajian dan argumentasi untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi-informasi kebijakan publik agar dapat digunakan secara politis untuk menyelesaikan masalah kebijakan.
b. Jenis pendekatan-penggunaan pada proses kebijakan
1. Pendekatan Empiris: menekankan pada penjelasan sebab akibat dari kebijakan public. Menghasilkan informasi deskriptif ataupun prediktif. Contoh: proyeksi belanja negara untuk kesehatan, Pendidikan, dan transportasi.
2. Pendekatan Valuatif: Menilai manfaat (value) dari setiap kebijakan. Informasi yang dihasilkan bersifat valuatif. Contoh: Menilai manfaat Kebijakan KB dalam tinjauan biaya dan manfaat yang diterima peserta KB
3. Pendekatan Normatif: Menekankan pada tindakan apa yang seharusnya dilakukan yang dapat memecahkan problem kebijakan. Menghasilkan informasi yang bersifat anjuran atau rekomendasi di masa depan. Contoh: Peningkatan biaya pendaftaran pasien puskesmas dari 500 menjadi 5000 akan dapat mengatasi rendahnya kualitas pelayanan di Puskesmas
4. Pendekatan Rasionalitas: Menekankan bahwa kebijakan publik sebagai maximum social gain. Lebih menekankan pada aspek efisiensi atau aspek ekonomis dari suatu kebijakan. Digunakan pada tahapan formulasi kebijakan.
5. Pendekatan Mudling Through and Garbage Can: Pendekatan terkait kebijakan yang sangat kompleks yang tidak dapat diselesaikan menggunakan pendekatan rasionalitas. Contoh: Kebijakan tentang menentukan lokasi perumahan yang sejahtera dan menurunkan angka pengangguran.
6. Pendekatan Instusionalism: Menempatkan kebijakan sebagai output institusional yang menekankan pada struktur dari pada proses dan perilaku politik
7. Pendekatan Contructivism: menekankan pada pandangan apriori dan kepentingan dari para aktor kebijakan. Menghubungkan antara kemasyarakatan dengan outcome kebijakan (interaksi antara negara dengan non-state actor). Contoh: perdebatan antara pihak yang menolak dan mengakomodasi tentang mantan narkoba bekerja di sektor public.
8. Pendekatan Network and coalition:melihat pada proses kebijakan dalam hubungan horizontal (kegiatan saling mempengaruhi diantara pada aktor. Contoh: Policy network dalam perumusan kebijakan penanggulangan banjir rob di kota Semarang (interaksi actor tim pemda, LSM, media massa, kontraktor proyek, Bappeda, dan Masyarakat.
9. Pendekatan Post modern-discursive and argumentative:menekankan pada analisis narasi, teks, data, pidato, dan media-media yang digunakan dalam merumuskan kebijakan. Contoh: welfare di amerika lebih memihak perempuan setelah mencermati berbagai data dan tulisan di surat kabar
c. Perkembangan pendekatan analisis kebijakan publik
1. Pendekatan Kelompok: Pembentukan kebijakan pada dasarnya merupakan hasil perjuangan antar kelompok dalam masyarakat.
2. Pendekatan Proses Fungsional: Pembentukan kebijakan dengan analisis fungsional yang meliputi intelegensi, rekomendasi, preskripsi, permohonan, aplikasi, penilaian dan terminasi.
3. Pendekatan Kelembagaan: Penyajian hubungan-hubungan yang terjadi antara aturan-aturan Lembaga dan substansi kebijakan publik.
4. Pendekatan Peran Serta Warga Negara:Pembuat kebijakan publik lebih responsif terhadap warga negara yang mempunyai peran serta daripada warga negara yang tidak mempunyai peran serta.
5. Pendekatan Psikologis: Hubungan antar pribadi dan faktor-faktor kejiwaan yang mempengaruhi tingkah laku orang-orang yang terlibat dalam proses pelaksanaan kebijakan.
6. Pendekatan Proses: Mengidentifikasi tahap-tahap dalam proses kebijakan publik dan kemudian menganalisis faktor determinan dari masing-masing tahap tertentu.
7. Pendekatan Substantif: Pengetahuan substantif diperlukan seseorang untuk menyelesaikan persoalan yang ditanyakan dalam analisis kebijakan publik.
8. Pendekatan Logical Positivist: Pendekatan perilaku, keilmuan, penggunaan teori yang berasal penelitian deduktif, model-model pengujian hipotesis serta analisis statistik dalam kebijakan publik.
9. Pendekatan Fenomologik (Post Positivist): Para analis perlu mengadopsi naturalistik atau penggunaan intuisi yang sehat secara tertib dalam perumusan kebijakan publik. Ini berkebalikan dengan pendekatan positivist.
10. Pendekatan Partisipatori:Pendekatan ini menyarankan pertimbangan dari sebagian besar warga dan mengumpulkan informasi sehingga pembuat kebijakan dapat menyusun rekomendasi lebih baik.
11. Pendekatan Normatif (Preskriptif):Penggunaan argumen-argumen yang tepat dan secara selektif menggunakan data untuk mengajukan pilihan kebijakan publik yang layak.
12. Pendekatan Ideologik: Penggunaan visi dengan dua perspektif yang berbeda yaitu visi yang dibatasi dengan keterbatasan normal dan visi yang tidak dibatasi.
13. Pendekatan Historis:Penyusun kebijakan publik memperhatikan evolusi kebijakan melintasi waktu dan perspektif lima puluh tahun atau lebih