1097
JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 3, (2022) Desember : 1097 - 1111
ANALISIS WACANA KRITIS MODEL SARA MILLS PADA SERIAL PEAKY BLINDERS (ANALISIS GENDER PADA MEDIA AUDIO VISUAL)
Oleh : Evira Ayustin 1) Maylanny Christin 2) Universitas Telkom, Jakarta 1,2)
E-mail :
ABSTRACT
This study attempts to address gender issues in the form of discrimination against women presented in the film Peaky Blinders in written form. Peaky Blinders is a British drama series which has now reached series 6 which is broadcast by the BBC and Netflix. The drama series was directed by Otto Brust with the main character Cilian Murphy. The reviewer carries out the study using the Sara Mils discourse analysis approach which is often known as a feminist stylistic term in linguistic studies because the core of discussing women's discourse is from a feminist point of view. Sara Mils' approach has a focus on the state of the actors in a piece of writing which in this study is a film. According to Sarra Mils's moded critical discourse analysis, the reviewer carrying out the study classified it as discrimination against women in the subject state, discrimination against women in the subject state. object, as well as discrimination against women in a spectator state. Then, the reviewer also gave an overview of the forms of discrimination against women presented in the film Peaky Blinders. The study was carried out by observing the Peaky Blinders series after which it was reduced in the form of collecting stories as scenes to facilitate analysis, providing data through tables, and concluding through narrative descriptions through the data presented, after which an analysis was carried out using triangulation of data sources..
Keywords: Critical Discourse Analysis Sara Mills; Gender, Audio-Visual Media; Sharp Eye Patch; Discrimination
ABSTRAK
Penelitian ini berusaha mengkaji isu gender berupa diskriminasi terhadap perempuan yang ditampilkan dalam serial Peaky Blinders yang berupa teks. Peaky Blinders adalah serial drama dari Inggris yang saat ini tamat hingga season 6 mengudara di BBC dan Netflix. Serial drama ini disutradarai oleh Otto Brust dengan pemeran utama Cillian Murphy. Peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan analisis wacana kritis model Sara Mills. Model analisis wacana Sara Mills sering dikenal sebagai stilistika feminis dalam kajian linguistik karena berfokus mengkaji wacana perempuan dari perspektif feminisme. Pendekatan Sara Mills berfokus pada posisi aktor dalam sebuah teks yang dalam penelitian ini adalah sebuah film.
Berdasarkan analisis wacana kritis model Sara Mills, peneliti melakukan kajian terhadap serial Peaky Blinders dengan membaginya menjadi diskriminasi terhadap perempuan di posisi subjek
(yang bercerita), diskriminasi terhadap perempuan di posisi subjek. objek (yang diceritakan), dan diskriminasi terhadap perempuan dalam posisi penonton. Selain itu, peneliti juga memberikan identifikasi bentuk-bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang ditampilkan dalam serial Peaky Blinders. Penelitian dilakukan dengan mengamati serial Peaky Blinders kemudian mereduksi data berupa kumpulan adegan menjadi adegan untuk mempermudah penelitian, menyajikan data dengan tabel, dan penarikan kesimpulan dengan deskripsi naratif dari data yang ditampilkan, kemudian dianalisis menggunakan triangulasi sumber data.
Keywords: Analisis Wacana Kritis Sara Mills; Jenis Kelamin, Media Audio Visual;
Penutup Mata Tajam; Diskriminasi
1. PENDAHULUAN
Film sering dirasa menjadi hiburan karena cerita yang disuguhkan pada film dapat memberikan pengaruh psikis penonton, meliputi gembira, sedih, takut, atau cemas. Cerita paa suatu film adalah rancangan yang menulis naskah, sutradara, aktor, juru kamera, serta kru lain, yang berarti bahwa apapun yang disuguhkan pada film bukanlah apa yang terjadi.
Penonton pu sering mempunyai anggapan terkhusus pada suatu film sehingga film horor yang tidak begitu menakutkan, komedi yang tidaklah begitu lucu, ataupun film romantis yang tidak begitu romantis, serta kesedihan kemudian mendapat kritikan melalui penonton yang memberikan nilai film tersebut tidaklah selaras pada harapan mereka. Seorang pencipta film yang bagus kemudian diminta guna memahami bagaimanakah memberikan pengaruh psikis serta anggapan penonton melalui komponen-
komponen pada film (Zacks 2015). Selain itu, jangkauan film ke masyarakat umum menjadikannya tidaklah sekedar sebagai media komunikasi tetapi juga media komunikasi massa, maksudnya kandungan- kandungan yang terkandung pada film kemudian tersampaikan pada masyarakat.
Komunikasi yang efektif sangat penting untuk semua organisasi. Komunikasi organisasi adalah rasa puas anggota organisasi pada bermacam sektor komunikasi yang ada pada organisasi (Syakur, 2020). Komunikasi adalah tahapan menyampaikan informasi yang tepat, gamblang, terus, serta komprehensif dan berkoordinasi antar instansi berkaitan pada tahapan pelaksanaannya (Mahendra, 2021). Dikarenakan penonton film adalah khalayak, maka ketika memberikan pengaruh psikis serta anggapan penonton, pencipta film pun butuh mengerti aktualitas kehidupan masyarakat yang dijadikan sasaran film.
1099
JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 3, (2022) Desember : 1097 - 1111
Pembuat film adalah pelaku yang dapat menetapkan kandungan serta maksud pada film yang dibuatnya. Dikarenakan film adalah media berkomunikasi massa serta dapat memberi informasi yang bisa menghidupkan jiwa masyarakat, maksudnya pencipta film mempunyai rancangan guna menjelaskan sebuah terkait aktualitas sosial yang terjadi. Pada pengkajian ini, serial drama kriminal yang memiliki judul “Peaky Blinders” sebagai pengkajian yang ditetapkan pengkaji. Peaky Blinders adalah serial drama kriminal Inggris yang disutradarai Steven Knight pada tahun 2013 serta disiarkan pada BBC.
Sekarang serial tersebut sudah hadir sampai season 6 serta masihlah menanti sekuel season 7 yang katanya kemudian akan diriliskan secepatnya. Film tersebut kembali menuai keberhasilan sesudah dilakukan penayangan ulang dengan pelayanan Netflix. Pemeran inti pada film itu ialah Thomas Shelby yang menjadi kepala gangster Birmingham bernamakan Peaky Blinders. Thomas Celby diperankan Cillian Murphy yang kerap muncul pada film-film Hollywood. Mengisahkan keadaan pada Inggris sesudah perang dunia awal. Ia penuh dengan rancangan sosial, perekonomian, serta politik serta dunia barat kala itu. Prancis, Birmingham,
London, serta New York dari periode 1919 sampai 1920-an sebagai latar belakang kisah pada film tersebut.
Film tersebut menyuguhkan bagian sadis serta kejam tetapi memberikan ketertarikan dikarenakan mengangkat bermacam adegan perempuan berjuang serta kisah yang memakai sudut pandang perempuan di tengah kebudayaan patriarki serta kriminalitas yang dominan. Kisah gangster terinspirasikan dari gangster yang serupa, perkiraan gangster itu beroperasi dari tahun 1890-an sampai awal abad 20. Adapun cerita pada film Peaky Blinders yang memiliki latar pada Birmingham, Inggris, dalam tahun 1919 sesudah selesainya Perang Dunia Awal. Pengkaji meninjau keadaan sosial berbentuk ketidakadilan gender pada film tersebut yang memberikan gambaran dominasi kebudayaan patriarki, ketika periode setelah Perang Dunia Awal. Berlatarkan periode 1919, Peaky Blinders ada pada revolusi industri 2.0 yang menjadi revolusi di mana ditemukan mesin produksi masal sampai terjadi sedikit pergeseran keadaan melalui pekerjaan pabrik yang dikuasai lelaki dikarenakan memerlukan kekuatan, diawali ari dilaksanakan perempuan dikarenakan mesin produksi massal yang memberikan pengurangan tanggungan
pekerjaan.
Pengkaji melakukan percobaan guna mengerti rancangan serial tersebut, terkhusus untuk meninjau permasalahan gender. Perihal ini kemudian dikaji memakai observasi melalui kisah-kisah pada serial itu. Kisah-kisah kemudian diklasifikasikan pengkaji sebagai menampilkan karakter perempuan pada seri menjadi pelaku serta dihadirkan menjadi target, sehingga rancangan serial Peaky Blinders terkait permasalahan gender kemudian ditentukan pengkaji.
2. TINJAUAN PUSTAKA Media Komunikasi
Massa Media komunikasi massa adalah alat bersosialisasi yang amat mujarab dikarenakan dapat menetapkan sesuatu serta banyak individu mengerti dirinya serta dunia maya, sehingga studi komunikasi perlu mengkaji media komunikasi massa dengan mendetail. Anggapan bahwasanya adanya media tidaklah boleh dipahami netral, serta sudah selayaknya mengerti rancangan- rancangan yang terdapat pada media dengan mendetail sebagai asas pengkajian penganalisisan wacana kritis. Media komunikasi massa mempunyai peranan menjadi pelaksana sosialisasi yang maksudnya mempunyai manfaat guna
menjelaskan sebuah kandungan sehingga dapat dipahami masyarakat. Sebuah media dapat diklasifikasikan menjadi media berkomunikasi massa jika mempunyai karakteristik publikasi yang maksudnya bisa dikonsumsi masyarakat, dilakukan distribusi dengan meluas serta berkesinambunan, diproduksikan suatu instansi ataupun sekelompok individu, bukanlah individual, serta memerlukan teknologi terkhusus, pada tahapan memproduksi serta distribusi .
Film
Film adalah di antara media berkomunikasi massa yang memiliki sifat audio visual guna menjelaskan sebuah kandungan pada sekelompok individu yang berkumpul dalam sebuah lokasi (Effedy 1986). Kandungan film dalam komunikasi massa bisa memiliki bentuk apapun berdasarkan pada maksud film itu.
Secara umum suatu film bisa memuat bermacam kandungan, yang dapat berupa mendidik, penginformasian, ataupun jenaka. Kandungan pada film dijelaskan memakai teknik semiotik yang terdapat pada pemikiran individu berbentuk audio, ucapan, gerakan, ataupun memilih setting, meliputi lokasi ataupun keadaan yang diciptakan dengan komponen warna, pencahayaan, serta lainnya. Film pun
1101
JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 3, (2022) Desember : 1097 - 1111
dirasa menjadi media berkomunikasi yang bersifat audio-visual, berbentuk perpaduan antar gambar serta audio yang menyala.
Melalui perpaduan gambar serta audio, film bisa mengisahkan banyak pada waktu cepat. Media audio visual adalah media yang menggunakan stimulus indera visual serta audio. Karakteristik film yang memakai kedua indera ini dianggap lebih menarik dan mudah diingat dibandingkan bentuk komunikasi lainnya.
Analisis
Rancangan-rancangan kerap kali sebagai pengganti perkataan wacana. Pada bahasa Inggris, hanyalah terdapat perkataan
“discourse” guna mengartikan teori yang dijelaskan oleh Michel Foucault menjadi teori linguistik yang berdasarkan Kamus Collins artinya diskusi detail yang dilaksanakan guna menerangkan suatu (Collins Dictionaries 2022). Pada definisi yang relatif umum, wacana diartikan menjadi suatu kesatuan bahasa pada berkomunikasi meliputi lisan ataupun tulisan yang memberikan pesan yang utuh (Oka 1994). Gagasan lain terkait wacana dijelaskan Sumarlam, dkk yang memberikan kesimpulan melalui bermacam gagasan pakar serta menjelaskan bahwasanya wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap, meliputi lisan maupun tulisan, yang
menyeluruh melalui struktural luarnya selaras melalui struktural dalamnya, serta terpadukan . (Sumarlam 2009).
Model Analisis Wacana Kritis Sara Mills Seperti definisi analisis wacana yang sudah dijelaskan sebelumnya oleh pengkaji, analisis wacana kritis Sara Mills adalah pendekatan studi komunikasi yang berfokuskan dalam studi linguistik guna melakukan pengkajian unit-unit linguistik.
Terdapat bermacam jenis analisis wacana kritis menurut pakar, semisal analisis wacana kritis model Teun A. Van Dijk yang melakukan pembedahan bahasa menjadi bermacam struktural, ialah makro, suprastruktur, serta mikrostruktur hingga dapat menggambarkan sebuah unit linguistik ke dalam kata-kata. , kalimat proposisi, dan klausa. Selain model Teun A.
Van Dijk yang lebih fokus pada struktur linguistik, terdapat analisis wacana kritis model Norman Fairclough yang lebih fokus membedah keterkaitan wacana atau unit linguistik dengan realitas dan praktik sosial yang terjadi. Norman Fairclough mencoba menganalisis bagaimana bahasa dimaknai dan tidak bisa dilepaskan dari kenyataan dan praktik sosial yang terjadi di mana masyarakat sebagai konsumen teks yang menjadi bentuk konkret bahasa memiliki
makna kontekstual yang dapat mempengaruhi pemahaman teks itu sendiri.
Fairclough menawarkan model analitis dengan membagi bahasa menjadi tiga dimensi, yaitu teks, produksi dan konsumsi teks, dan praktik sosial.
Dalam teorinya, Sara Mills tidak menitikberatkan pada kritik terhadap struktur linguistik, melainkan lebih memperhatikan posisi aktor dalam teks.
Posisi aktor terbagi menjadi dua konsep yaitu posisi subjek-objek dan posisi pembaca, konsep-konsep ini akan digunakan sebagai kerangka analisis wacana kritis model Sara Mills. Kerangka analisis wacana kritis model Sara Mills dapat digambarkan sebagai berikut:
Tabel 2.
Kerangka Analisis Sara Mills Kerangka Analisis Sara Mills Kedudukan Sara Mills Kerangka Analisis Sara Mills
Keduduka n
Subyek- Objek
Bagaimana peristiwa itu dilihat dan dari sudut pandang siapa peristiwa itu dilihat?
Siapa yang diposisikan sebagai narator (subjek) dan siapa yang
diposisikan sebagai narator (objek)?
Posisi Pembaca
Bagaimana posisi pembaca ditampilkan dalam teks?
Bagaimana pembaca memposisikan dirinya dalam teks yang
ditampilkan?
Tabel di atas berfungsi sebagai kerangka analisis wacana kritis model Sara Mills dalam mengkaji sebuah teks. Mengetahui perspektif sebuah teks dan bagaimana posisi perempuan ditempatkan dalam teks (subjek/objek) dan bagaimana posisi pembaca dalam melihat perempuan dalam teks adalah bagaimana Sara Mills mengkaji wacana perempuan secara linguistik.
Tesis yang ditulis Angela Eka Harlinda ketika periode 2021 mempunyai pengkajian yang serupa pada skripsi pengkaji.
Keduanya mengkaji wacana terkait wanita, khususnya permasalahan diskriminasi dalam sebuah teks. Kemudian, model penganalisisan wacana yang dipakai pu memakai model penganalisisan wacana kritis sudut pandang Sara Mils. Dikit berbeda, tesis Agela mengkaji sebuah teks dengan bentuk novel yang menitikberratkann dalam penulisan pada novel tersebut, adapun target pengkajiannya adalah film yang mempuyai komponen lainya bukan hanyaa teks yang dapat ditelaah melalui percakapan yang disuguhkan tetapi pun mimik serta emosional yang ditampilkan dengan visual.
Ketidakamaan lain antar tesis pengkaji serta milik Angela ada dalam kerangka konsep Angela, yang tidaklah sekedar membahas
1103
JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 3, (2022) Desember : 1097 - 1111
keadaan subjek-objek serta pengkaji- pembaca pun meninjau konteks serta ideologis masyarakat dalam realitas sosial di Jawa Tengah.
Tesis Aditya yang dituliskan dalam periode 2020 tersebut mempunyai keserupaan meliputi dari segi kerangka konsep yang dipakai ataupun bentuk target pengkajiannya. Keduaya mempelajari media audio visual melalui model penganalisisan wacana kritis Sara Mils. Tetapi, pengkajian Aditya serta pengkaji pun mempunyai ketidaksamaan mengenai judul film serta cara melaksanakan penganalisisan data eksposi.
3. METODE PENELITIAN
Penelitian Pengkaji memakai teknik pengkajian deskriptif kualitatif berdasarkan pendataan berbentuk perkataan untuk menggambarkan target yang dikaji. Target pengkajian ini adalah film seri yang memiliki judul Peaky Blinders. Teknik deskriptif kualitatif dipakai pengkaji dikarenakan dapat dipakai pengkaj guna mendapat bagaimanakah keadaan pemeran perempuan pada film tersebut merasakan diskriminasi ataupun melawan budaya patriarki setelah Perang Dunia Kedua.
Maksud pengkaj memakai teknik kualitatif ialah guna mendapati pemahaman yang
mendetail tentang sebuah gejala, fakta, ataupun kenyataan yang ada pada film tersebut. Teknik tersebut dilaksanakan dengan terstruktur mulai topik yang sudah diputuskan, mengumpulkan data sampai analisis data, serta akhirnya kemudian didapatkan kesimpulan berbentuk pengertian pada sebuah pembahasan yang padanya ada permasalahan terkhusus.
Untuk memfasilitasi pengkajian, pengkaji memakai kerangka konsep berbentuk penganalisisan wacana kritis melalui paradigma feminim yang dapat membahas bagaimanakah posisi wanita pada film Peaky Blinders. Perihal ini pengkaji laksanakan mengarah dalam kerangka konsep model penganalisisan wacana Sara Mils yang membahas teks melalui membaginya sebagai dua teori, ialah keadaan pelaku-pelaku serta keadaan pembaca. Pada pengkajian ini, pengkaji kemudian melakukan pengkajain diskriminasi pada wanita menjadi pelaku, diskriminasi pada wanita menjadi objek, serta diskriminasi pada wanita melalui keadaan pembaca ataupun pada perihal in penonton.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Diskriminasi Terhadap Kedudukan Subjek
Berdasarkan unit analisis data yang peneliti uraikan pada Tabel 2 dapat kita lihat bahwa terdapat adegan yang memposisikan perempuan sebagai subjek yaitu Grace yang merupakan kepala mata-mata dalam mengungkap kasus pidana Peaky Geng penutup mata. Grace adalah pendongeng di saat-saat ketika dia mencoba untuk tidak ditangkap oleh Peaky Blinders bahwa dia adalah mata-mata. Namun, meski pada saat itu Grace sebagai seorang wanita menjadi subyek ceritanya, ia mendapatkan bentuk diskriminasi seperti perilaku merendahkan perempuan oleh Sersan Mos yang terkejut dengan keputusan Polisi Capbwel untuk mempekerjakan Grace sebagai mata-mata. . Ini bisa dilihat di season 1 episode 4 di menit ke-14.
Selain Grace, Jessie Eden juga sering menjadi bahan cerita tentang usahanya sebagai aktivis gerakan feminis. Dalam hal ini, Jessie berusaha melawan budaya patriarki dan bahkan berani mengancam Thomas Shelby sebagai ketua gangster Peaky Blinders bahwa perempuan akan turun ke jalan dan mengambil alih produksi bersama jika Thomas tidak membantunya merawat kesejahteraan perempuan di
Birmingham. Hal ini terlihat pada adegan di season 1 episode 4 menit 16. Meski digambarkan sebagai subjek gerakan feminisnya, gerakan Jessie Eden saat itu masih dipandang sebelah mata oleh Peaky Blinders yang lebih fokus pada konfliknya dengan polisi.
Serial Peaky Blinders juga menampilkan adik perempuan Thomas, Ada Shelby sebagai subjek di season 1 episode 6 yang menunjukkan upaya Ada untuk menghentikan perseteruan antara Peaky Blinders dan mafia Sabini. Ada berulang kali membujuk saudara-saudaranya untuk tidak memperhatikan keselamatan satu sama lain. Meski sebagai subjek Ada menemukan diskriminasi dalam bentuk usahanya yang dianggap mengganggu dan suaranya tidak penting. Ujung-ujungnya, ia melakukan hal nekat, yakni berada di tengah tempat konflik sambil menggendong bayi yang baru saja ia lahirkan. Tiba-tiba hal inilah yang menghentikan perselisihan antara Peaky Blinders dan geng Sabini. Hal itu terlihat pada menit ke-41.
Diskriminasi terhadap subjek juga terjadi pada Esme Shelby yang menceritakan dirinya sendiri di season 3 episode 4 yang marah karena merasa bahwa anggota laki- laki Peaky Blinders tidak menghormatinya dan wanita lain di keluarga Shelby. Esme
1105
JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 3, (2022) Desember : 1097 - 1111
merasa dirinya hanya dianggap sebagai pelayan keluarga meski berstatus sebagai istri John Shelby. Adegan tentang kemarahan Esme dan penghinaan hatinya ditemukan di menit ke-8.
Adegan terakhir yang membuat wanita menjadi subyek adalah di season 4 episode 2 dimana Jessie Eden mengajak para wanita di Birmingham yang bekerja untuk menghentikan aktivitasnya dan turun ke jalan sebagai bentuk protes terhadap tidak ada yang peduli dengan wanita yang terus berkarya di tempat suci. hari.
Analisis Posisi Objek
Perempuan sebagai objek ditampilkan dalam sebuah adegan ketika Thomas berbicara tentang kepentingan Perusahaan Shelby. Ltd dan Ada memberikan saran, tetapi Jhon segera menolak masukan Ada dan mengatakan itu adalah bisnis Shelby Company. Ltd tidak ada hubungannya dengan wanita. Ini adalah tanda bahwa wanita tidak dianggap sebagai suara dan sering diabaikan tanpa memikirkan suara mereka. Adegan penghinaan Ada di menit ke-17 season 1 episode 1.
Kondisi sosial yang tidak menguntungkan bagi perempuan dan peran Ada, Polly, dan Lizzie di Shelby Company. Ltd tampaknya telah membuat
Thomas Shelby akhirnya berpikiran terbuka. Lizzie yang mencoba mengutarakan pendapatnya dan dibantah oleh anggota Shelby lainnya kemudian diberikan dukungan oleh Thomas yang menyatakan bahwa Shelby Company. Ltd adalah perusahaan modern dan perusahaan modern perlu menghormati suara perempuan. Hal ini menunjukkan adanya perlawanan terhadap budaya patriarki, namun disini menunjukkan bahwa keberhasilan perlawanan terhadap budaya patriarki juga karena adanya bantuan dari pihak laki-laki itu sendiri (Thomas) yang artinya di sini perempuan hanya menjadi objek cerita.
Dalam serial Peaky Blinders, peneliti menemukan bahwa karakter wanita ditampilkan baik sebagai subjek maupun sebagai objek. Karakter perempuan digambarkan dalam berbagai bentuk diskriminasi. Setidaknya ada lima bentuk diskriminasi, yaitu marginalisasi, stereotip, subordinasi, beban kerja ganda, dan kekerasan.
Marginalisasi perempuan merupakan proses pengabaian yang membuat perempuan tidak mendapatkan perhatian sosial budaya yang berakibat pada kemiskinan dan ketidakmampuan untuk mengembangkan diri (Fakih 2012). Dalam
serial Peaky Blinders season 1-4, banyak gambaran marginalisasi yang bisa ditemukan peneliti, seperti yang digambarkan oleh Lizzie yang ekonominya sedang terpuruk hingga rela menjual tubuhnya. Pengabaian lain terhadap perempuan dapat dilihat dalam setiap adegan penolakan pendapat yang diungkapkan oleh karakter perempuan seperti apa yang terjadi pada Ada atau Lizzie ketika mereka menjadi bagian dari Perusahaan Shelby. Ltd.
Stereotip perempuan adalah adanya stigma/nama negatif terhadap perempuan (Fakih 2012). Salah satu stereotip negatif terhadap perempuan dapat dilihat dari anggapan bahwa perempuan adalah pelayan, bahkan membuat Esme geram karena pelabelan perempuan sebagai pelayan membuat perempuan semakin terisolasi dan tidak menemukan ruang untuk didengarkan atau dikembangkan sendiri.
Subordinasi perempuan adalah subordinasi perempuan terhadap sesuatu, artinya ada ketidakpercayaan terhadap kemampuan perempuan untuk memimpin atau sebaliknya (Fakih 2012). Salah satu fenomena subordinasi dalam serial Peaky Blinders digambarkan dalam Sersan Mos yang tidak terima Grace ditugaskan oleh
Polisi Capbwel untuk menjadi mata-mata.
Sersan Mos meragukan Grace karena dia seorang wanita. Selain itu, pihak Kepolisian Capbwel sendiri juga menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap pilihan Grace untuk terus bekerja di kepolisian. Polisi Campbell ingin Grace mengundurkan diri dari kepolisian karena menganggap bekerja sebagai mata-mata tidak aman bagi wanita dan meminta Grace untuk menikah, bahkan Polisi Capbwel membujuk Grace bahwa dia akan menjaga Grace seperti yang dia janjikan kepada ayah Grace. Hal ini jelas menggambarkan ketidakpercayaan perempuan dalam memilih profesi.
Pernyataan Capbwel Polisi bahwa ia akan menjaga Grace juga merupakan bentuk subordinasi terhadap ketidakpercayaan bahwa perempuan dapat mengurus dirinya sendiri.
Beban kerja ganda perempuan merupakan bentuk diskriminasi dengan memberikan terlalu banyak tugas kepada perempuan sebagai pekerja, pembantu rumah tangga, ibu, dan istri (Fakih 2012).
Meskipun banyak bentuk diskriminasi terhadap perempuan yang melemahkan kemampuan seorang perempuan, perempuan juga mengalami diskriminasi berupa beban kerja ganda. Budaya
1107
JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 3, (2022) Desember : 1097 - 1111
patriarki memandang anak sebagai tanggung jawab seorang ibu. Digambarkan bagaimana para pria dari keluarga Shelby kehilangan seorang ibu dan ayah yang tidak peduli dan mabuk-mabukan. Ini juga menggambarkan bagaimana tidak ada yang peduli dengan status Ada sebagai ibu tunggal yang mengasuh anaknya dan masih harus bekerja. Contoh lain juga digambarkan oleh sosok Polly Gray yang mengetahui keberadaan suaminya namun bertemu dengan putranya, Michael, dan Polly berperan sebagai ibu, chief financial officer Shelby Company. Ltd, serta sosok ibu bagi para pria dari keluarga Shelby.
Para pria dalam serial Peaky Blinders selalu meninggalkan anak-anaknya bersama istri di rumah terlepas dari kesibukan lain seorang ibu.
Kekerasan terhadap perempuan adalah upaya untuk melakukan serangan fisik atau psikis terhadap perempuan untuk menyakiti, mengancam, atau mengganggu mereka (Fakih 2012). Bentuk-bentuk diskriminasi kekerasan juga ditampilkan dalam seri Peaky Blinders. Ini terjadi ketika Polisi Capbwel mengancam Polly dan membuat Polly dilecehkan secara seksual oleh Polisi Capbwel.
Lima bentuk diskriminasi terhadap perempuan ditampilkan dalam serial Peaky
Blinders baik ketika mereka menjadi subjek maupun objek cerita. Dengan karakter utama yang menjadi pemimpin laki-laki dari gangster kriminal, penonton disarankan untuk berpikir bahwa gerakan wanita yang mencari pembelaan terhadap diri mereka sendiri mengganggu pergerakan karakter utama dan kelompoknya. Hal ini membuat penonton kurang peduli dengan perjuangan perempuan dan feminis. Namun pembuat film juga sering memasukkan adegan perlawanan terhadap budaya patriarki, yang artinya juga menunjukkan bahwa serial Peaky Blinders ingin menggambarkan betapa mengerikannya budaya patriarki yang berlebihan di masa lalu. Seberapa buruk budaya patriarki di mana hampir semuanya diselesaikan dengan pertempuran dan pembunuhan?
Hal-hal tersebut mengabaikan hak asasi manusia.
Berdasarkan kerangka teori model analisis wacana kritis Sara Mills, secara struktural, teks-teks perempuan mendapatkan begitu banyak tempat dalam narasi serial Peaky Blinders. Namun, posisi perempuan dalam serial Peaky Blinders menghadapi banyak isu diskriminasi gender. Hal ini menggambarkan betapa buruknya realitas
sosial jika budaya patriarki masa lalu yang brutal masih dipegang teguh oleh masyarakat saat ini.
5. SIMPULAN
Berdasarkan penelitian dan pembahasan yang telah peneliti uraikan pada bab sebelumnya, peneliti akan menyimpulkan penelitian berdasarkan identifikasi masalah yang telah peneliti buat sebelumnya.
Berdasarkan pendekatan analisis wacana kritis model Sara Mills, wacana perempuan terkait isu ketidaksetaraan gender yang ditampilkan dalam serial Peaky Blinders membuat peneliti mengidentifikasi tiga masalah, yaitu bagaimana perempuan mendiskriminasi posisi subjek, perempuan mendiskriminasi posisi objek, dan mendiskriminasi perempuan. terhadap posisi penonton. Identifikasi masalah kemudian dijelaskan oleh peneliti pada bab IV yang didasarkan pada unit analisis data.
Peneliti menemukan bahwa diskriminasi perempuan terhadap posisi subjek ditunjukkan dalam 5 adegan yang terjadi pada karakter yang berbeda, antara lain Ada Shelby, Grace Burgess, Poly Gray, Jessie Eden, dan Esme Shelby. Sementara itu, diskriminasi perempuan terhadap posisi objek ditunjukkan dalam 2 adegan yang terjadi dalam Ada Shelby dan Lizzie
Shelby. Kemudian dilihat dari posisi penonton, diskriminasi terjadi ketika perempuan ditampilkan sebagai pengganggu penampilan tokoh utama dan kelompoknya, namun penonton juga disuguhkan dengan adegan yang menunjukkan perlawanan terhadap budaya patriarki yang memiliki sisi gelap dalam kehidupan. bentuk tidak adanya HAM seperti tingginya kriminalitas dan pembunuhan.
Peneliti juga mampu mengidentifikasi bentuk-bentuk diskriminasi yang ditampilkan dalam serial Peaky Blinders.
Bentuk-bentuk diskriminasi tersebut antara lain marginalisasi berupa banyaknya adegan mengabaikan suara perempuan, stereotip yang menggambarkan perempuan identik sebagai pelayan, subordinasi yang digambarkan dengan ketidakpercayaan laki- laki terhadap keterampilan perempuan seperti menjadi mata-mata dan memimpin perusahaan, beban kerja ganda. Hal ini terlihat pada perempuan yang hidup di tengah budaya patriarki dan suasana pasca perang yang penuh kriminalitas masih harus bekerja dan juga mengurus kebutuhan rumah tangga serta kurangnya rasa tanggung jawab keluarga dari pihak laki- laki.
Peneliti melihat bahwa serial Peaky
1109
JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 3, (2022) Desember : 1097 - 1111
Blinders yang bergenre kriminal dengan pemeran utama laki-laki pemimpin gangster juga mengangkat isu feminisme sebagai perhatian. Upaya perempuan di masa lalu yang berjuang melawan budaya patriarki masih tetap bergairah hingga saat ini, hal ini menunjukkan bahwa serial Peaky Blinders yang berlatar tahun 1919 juga merupakan cerminan dari realitas sosial saat ini, mengingat isu HAM dan ketimpangan gender telah menjadi perhatian dunia setelah berakhirnya perang dingin.
6. DAFTAR PUSTAKA
Aditya, Prasad & Gregorius Genep Sukendro, “Analisis Propaganda dalam Film Che: The Argentine in Proceedings of the 2nd Tarumanagara International Conference on the Applications of Social Sciences and Humanities (TICASH 2020)”, Atlantis Press, (2020)
Asri, Rahman . "Membaca Film Sebagai Teks: Analisis Isi Film "Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI)"."
Jurnal Seri IPS Al Azhar Indonesia, 2020: 74.
Ardianto, Elvinaro. Komunikasi Massa Sebuah Pengantar. Bandung: Simbiosis Rekatama Media, 2007
Bodis, Agnes. “Ulasan Buku: Sara Mills, Gender Matters: Feminis Linguistic
Analysis, Equinox: London/Bristol, 2012; viii + 279 hal. (pbk).” Wacana &
Masyarakat, Vol. 25(2), 2014, hal. 283- 294
Dewi, Eriyanti Nurmala. "Film dan Konstruksi Sosial." gerbang penelitian.
2017.
researchgate.net/publication/332697.
Effendy, Onong Uchjana. Dimensi Komunikasi. Bandung: Rosda Karya, 1986. Endraswara, S. Metode, Teori, Teknik Penelitian Budaya. Yogyakarta:
Pustaka Widyatama, 2006.
Eriyanto. Analisis Wacana: Sebuah Pengantar Analisis Teks Media.
Yogyakarta: LKiS Yogyakarta., 2001.
Faqih, Muhammad. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Perpustakaan Mahasiswa, 2012.
Firmansyah, Aditya Agung. “Analisis Wacana Sara Mills dalam Film Athirah”, Program Studi Ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, (2020) Fonow, Mary Margaret & Judith A. Cook.
"Metodologi Feminis: Aplikasi Baru di Akademi dan Kebijakan Publik", Chicago Journals, Signs, Vol. 30, No. 4, Pendekatan Feminis Baru untuk Ilmu Sosial, (2005)
Gambler, Sarah. Sahabat Routledge untuk Feminisme dan Postfeminisme. Taylor &
Francis e-Library, 2006.
Harlinda, Angela Eka. Diskriminasi Perempuan dalam Novel Jalan Bandungan Karya Nh. Dini: Analisis Wacana Kritis Perspektif Sara Mills”, Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, (2021).
Hastim, Ayu Purwanti. “Representasi Makna Surat Kecil Bagi Tuhan (Pendekatan Analisis Semiotik)”, Program Studi Jurnalistik, UIN Alaudin, Makassar, (2014)
Heri Supiarza, Ranti Rachmawanti, Djarlis Gunawan. "Film Sebagai Media Internalisasi Nilai Budaya Bagi Generasi Milenial di Indonesia." Prosiding 2nd International Conference on Arts and Design Education (ICADE 2019), 2020.
Ishaya, Corri Prestita. “Analisis Wacana Sara Mills Dalam Film Dokumenter Pertarungan Sevastopol”, Program Studi Ilmu Komunikasi dan Penyiaran Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, (2016)
Kristenngrum, Maria Desi. "Konstruksi Mgr.
Albertus Soegijapranata, Tokoh Perjuangan SJ dalam Film Soegija."
Jurnal Rasul 5(2):41, 2013.
Lutfiyah & Muhammad Fitrah. Metodologi Penelitian: Penelitian Kualitatif, Tindakan Kelas & Studi Kasus.
Sukabumi: CV Trace, 2017.
Maheasy, Ulfa Nadiyah. “Representasi Perjuangan Perempuan Melawan Penindasan (Studi Analisis Wacana Kritis Sara Mills dalam Cerpen Perempuan Preman Karya Seno Gumira Ajidarma)”, Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Ponorogo, Ponorogo, (2018)
Mahendra, Isnaini, dan Sinaga, RS (2021).
Implementasi Peraturan Bupati Langkat Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Tata Cara Pengadaan Barang dan Jasa di Desa (Studi di Desa Stabat Baru).
Institut Riset dan Kritik Internasional Budapest-Jurnal (BIRCI-Journal) Vol 4 (3): 3473-3484.
Mills, Sarah. "Ulasan Buku - Penelope Eckert dan Sally McConnel, "Bahasa dan Gender", Cambridge University Press, 2022", Jurnal Sosiolinguistik 9/1, 2005: 134-158
Mills, Sarah. Wacana merupakan alat analisis dalam kajian ilmu-ilmu sosial.
Jakarta: Qalam, 2007.
Nasiha, Nadia Faidatun & Ari Yunaldi.
“Representasi Kecantikan dalam Iklan Slimmewhite”, Al-Munzir Vol. 12, No.
1111
JURNAL DARMA AGUNG, Vol. 30, No. 3, (2022) Desember : 1097 - 1111
1 Mei 2019.
Oke, IGN Suparno. Linguistik Umum.
Jakarta: Proyek Pengembangan dan Peningkatan Kualitas Tenaga Kependidikan. Dikti, 1994.
Phillips, Louise & Marianne Jorgensen.
Analisis Wacana sebagai Teori dan Metode. Los Angeles: Penerbit Sage, 2002.
Puspita, Nanda & Lucy Pujasari Supratman.
“Perjuangan Wanita untuk Putri Jasmine dalam Film Aladdin”, Jurnal Riset Komunikasi Vol. 24 No. 1 Juli 2021: 91- 104 Putri, Alycia & Lestari Nurhajati.
"Keterwakilan Perempuan Didukung Tradisi Jawa dalam Film Kartini Karya Hanung Bramantyo", ProTVF, Volume 4, No. 1, (2020).
Romli, Rosnandar, dkk. “Representasi Perempuan dalam Film Ayat-Ayat Cinta”, Jurnal Komunikasi Global, Volume 7, Nomor 2, (2018).
Stubbs, Michael. Analisis Wacana: Analisis Sosiolinguistik Bahasa Alami.
Chicago: Pers Universitas Chicago, 1983.
Sobari, Teti & Lilis Faridah. “Model Sara Mills dalam Analisis Wacana Peran dan Hubungan Gender”, Semantik – Jurnal Ilmiah Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, (2017).
Syakur, A., dkk. (2020). Keberlanjutan
Komunikasi, Budaya Organisasi, Kerjasama, Kepercayaan dan Gaya Kepemimpinan untuk Komitmen Dosen di Perguruan Tinggi. Institut Riset dan Kritik Internasional Budapest-Jurnal (BIRCI-Jurnal) Vol 3 (2): 1325-1335.
Wodak, Rut. “Dilema Wacana (Analisis)”, Bahasa dalam Masyarakat, Vol. 35, No.
4, (2006)