• Tidak ada hasil yang ditemukan

Salah satu pengembangan usaha peternakan yang kini menjadi fokus perhatian adalah peternakan sapi bali

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Salah satu pengembangan usaha peternakan yang kini menjadi fokus perhatian adalah peternakan sapi bali"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

SAPI BALI DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN PETERNAKAN YANG BERDAYA SAING DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

Disampaikan pada : Seminar Nasional Minpro Vet.Holic

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Sabtu 12 Maret 2016 (Oleh : Prof. Dr. drh. Ni Metut Suwiti, MKes)

=================================================================

Pendahuluan

Pembangunan peternakan di Indonesia telah berkembang pesat, peternakan yang semula bersifat sambilan dan tradisional telah bergeser menjadi peternakan komersial.

Wawasan pembangunan peternakan yang semula dititik beratkan pada budidaya, kini harus dipandang sebagai industri biologis yang dikendalikan oleh manusia. Salah satu pengembangan usaha peternakan yang kini menjadi fokus perhatian adalah peternakan sapi bali.

Ada beberapa alasan yang mendukung keadaan tersebut yaitu sapi bali mempunyai prospek pengembangan yang sangat menjanjikan, karena kemampuannya untuk tumbuh dalam kondisi lingkungan yang kurang baik, cepat berkembang biak dan persentase karkas sangat tinggi. Walaupun daging sapi bali hanya mampu bersaing dipasar lokal, karena wisatawan asing/pasar internasional cendrung mengkonsumsi daging import seperti Wagyo/Kobe (Jepang), Rumah Potong Hewan Internasional di Temesi Gianyar membutuhkan 100 ekor per hari, atau sekitar 36.000 ekor per tahun, maka jelas populasi yang ada saat ini belum cukup untuk memenuhi permintaan yang semakin meningkat.

Perkembangan populasi sapi bali di Indonesia cukup mengembirakan, sapi bali telah menyebar di sebagian besar wilayah Indonesia, yakni : Bali, NTB, NTT Sulawesi Selatan, Kalimantan selatan, Lampung dan Sumatra selatan. Agar usaha peternakan sapi dapat lebih menguntungkan pelaku usaha peternakan, dan instansi terkait telah membentuk usaha perbibitan melalui VBC (Village Bredding Centre). dilakukan upaya perbaikan kualitas bibit atau bakalan, kualitas pakan yang lebih lengkap dan lebih baik, serta kualitas manajemen dan perawatan kesehatan yang juga lebih baik.

Berbagai usaha dapat direkomendasikan pada tulisan ini dalam upaya untuk meningkatkan mutu genetik dan reproduksi sapi bali, antara lain : Dilakukan program pemuliabiakan dan perbaikan manajement produksi yang terarah, terpadu dan berkelanjutan.

Peningkatan kualitas dilakukan melalui proses seleksi dan perkawinan serta pembentukan breeding stock di tingkat pedesaan dan di pusat perbibitan. Pemeliharaan kesehatan hewan (peran dokter hewan) secara terus menerus dan yang terpenting adalah pemerintah melakukan

(3)

monitoring terhadap kemungkinan munculnya penyakit pada sapi bali dengan melakukan survailance beberapa penyakit strategis yang dapat menyerang sapi bali.

Sapi bali dan penyakit strategisnya

Sejak berabad-abad lamanya sapi bali telah menjadi bagian kehidupan masyarakatnya.

Sapi bali telah menjadi kebanggaan petani, dimanfaatkan untuk membantu membajak sawah, dan masyarakat memanfaatkannya untuk pemenuhan pelaksanaan upacara adat dan fungsi ekonomi. Bagi petani sapi bali telah terbukti berperan sebagai tabungan yang sewaktu-waktu dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup serta menunjang berbagai kehidupan sosial ekonomi.

Beberapa kelompok ternak sudah menerapkan teknologi Panca Usaha Peternakan, namun sebagian besar masih melakukan pemeliharan dengan cara konvensional, menggunakan kandang seadanya, kualitas dan kuantitas pakan yang rendah, tanpa pemberian pakan konsentrat, sehingga produktivitasnya masih rendah. Kapasitas pemeliharaan masih kecil antara 2-5 ekor per KK, karena belum menerapkan konsep sistem dan usaha agribisnis dengan baik, sehingga belum mampu meningkatkan pendapatan peternak secara signifikan.

Pulau Bali yang luasnya hanya 5.636.66 km, memiliki populasi sapi bali sebanyak 668.065 ekor sapi atau dengan kepadatan 118,52 ekor per km2, merupakan angka kepadatan tertinggi di seluruh wilayah Indonesia. Pertumbuhan populasi rata-rata adalah 3,94%.

Perbandingan jantan dan betina adalah 273.367 : 385.689 ekor atau 35,32% lebih banyak betina. Populasi ternak sapi betina induk maupun betina muda terbanyak di Bali adalah Kabupaten Karangasem dan Buleleng.

Tabel 1 . Luas dan peruntukan lahan di provinsi bali

10%

56%

14%

15%

5%

Lhn Sawah Lhn Tegalan Lhn Hutan Lhn Perkebunan Lhn lain2/perumahan

TABEL LUAS DAN PERUNTUKAN LAHAN DI PROVINSI BALI

Slide 7

(4)

LUAS WILAYAH PROVINSI BALI 5.636,66hectare ( 0,29 % dari luas Indonesia )

Lahan tegalan = 481.683 ha (56 % )

Lahan perkebunan = 123.120 ha ( 15 % ) Lahan hutan = 122.780 ha (14 % )

Lahan persawahan = 80.997 ha ( 10 % )

Slide 6

(Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Bali 2010)

Penyakit Jembrana

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan No.59/Kpts/PD.610/05/2007, penyakit Jembrana (JD) adalah salah satu penyakit hewan menular strategis yang menyerang sapi bali dan masih mengancam di beberapa daerah endemik JD di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus penyakit jembrana (JDV) yang menimbulkan kematian hewan hingga 20% dan kerugian sosial ekonomi lainnya.

Pemberantasan JD melalui vaksinasi masih belum optimal karena vaksin suspensi limpa yang dipakai sekarang masih mempunyai kelemahan karena biaya produksi dan operasionalnya mahal dan berpotensi menyebarkan penyakit lain.

Penyebab penyakit jembrana adalah virus dari famili Retroviridae, sub-famili Lentivirinae. Sifat biologis virus ini antara lain : mempunyai masa inkubasi yang pendek (5- 7 hari) dan hanya menyerang sapi bali, tahan terhadap antibiotika, sulit tumbuh pada kultur jaringan dan tidak tahan terhadap ether, sulit tumbuh pada hewan percobaan kecil dan tidak membunuh mencit, mempunyai enzim reverse transcriptase. Analisis struktur protein berdasarkan perbedaan berat molekul terhadap virus JD dengan SDS-PAGE, virus jembrana diketahui disusun oleh beberapa protein mayor dengan perkiraan berat molekul 45 kD, 42 kD, 33 kD, 26 kD dan 16 kD yang terditeksi secara konsisten. Sedangkan protein minor yang terkadang ditemukan dengan berat molekul 100 kD dan 15 kD.

(5)

Penyakit Bovine Viral Diarrhea (BVD)

Penyebab BVD adalah Virus Bovine Viral Diarhea (BVD). Tergolong virus RNA, anggota genus Pestivirus dan famili Flaviridae. Gejala klinis yang ditimbulkan ada 4 bentuk yakni : sub klinik, kronis : gejala berupa anoreksia, kelesuan demam diare ringan, pertumbuhan lamba dan bentuk akut, dengan diare profuse, demam erosi dan bentuk mukosa ditandai dengan perlukaan pada selaput lendir mulut dan usus. Kebanyakan isolat asal infeksi virus BVD yang persisten, bersifat nonsitopatik. Sedangkan isolat dari kejadfian penyakit yang ganas bersifat sitopatogenik .

Bovine Immudefesiency Virus (BIV).

Di Indonesia dicurigai ada dua bovine lentiviruses ditemukan pada populasi sapi bali di Pulau Bali, yakni : Jembrana Diseasest Virus (JDV) yang bersifat pathogenik, dan Bovine Immunodeficiency Virus nonpathogenic (BIV). Kedua virus tersebut mempunyai sifat antigenik sehingga memungkinkan terjadinya reaksi silang, dan tidak bisa dibedakan dengan uji serologi dengan menggunakan JDV antigen. Untuk mengidentifikasi diperlukan epitop type-specifik.

Bovine Immunodeficiency virus digolongkan kedalam anggota Lentivirus yakni salah satu sub famili dari famili Retrovirus, disebut lentivirus karena umumnya memiliki masa inkubasi lama/lenti. Virus lain yang digolongkan ke dalam lentivirus adalah: JDV (Jembrana Disease Virus), HIV (Human Immunodeficiency Virus), SIV agm (Simian Immunodeficiency Virus pada kera hijau afrika), FIV (Feline Immunodeficiency Virus ) dan lain lain.

Anthrax

Di Bali kejadaian penyakit antrax pada sapi bali belum pernah dilaporkan, namun sebagai penyakit yang bersifat zoonosis, maka penyakit ini harus mendapat perhatian dan dilakukan usaha untuk menjaga agar Pulau Bali tetap bebas terhadap penyakit antrax. Di Indonesia anthrax menyebabkan banyak kematian pada ternak, kerugian dapat berupa kehilangan tenaga kerja di sawah, serta kehilangan daging dan kulit karena ternak sakit tidak boleh dikonsumsi.

Penyebab penyakit anthrax adalah bakteri Bacillus anthracis. Faktor-faktor : seperti hawa dingin, kekurangan makanan dan keletihan dapat mempermudah timbulnya penyakit.

Bacillus anthracis berbentuk batang, lurus dengan ujung siku-siku. dalam akan membentuk rantai panjang. dalam jaringan tubuh tidak pernah terlihat rantai panjang, biasanya tersusun secara tunggal atau dalam rantai pendek dari 2 - 6 organisme. Dalam jaringan tubuh selalu berkapsel. kadang-kadang satu kapsel melingkupi beberapa organisme. Bakteri Bacillus anthracis bersifat gram positif, berukuran besar dan tidak dapat bergerak.

(6)

Anthrax tidak lazim ditularkan dari ternak yang satu ke ternak yang lain secara langsung. Wabah anthrax pada umumnya ada hubungannya dengan tanah netral atau berkapur yang alkalis yang menjadi daerah inkubator bakteri tersebut. Penyebaran penyakit ini umumnya dapat berkaitan dengan pakan yang kasar atau ranting yang tumbuh di wilayah yang terjangkit penyakit anthrax. bahan pakan yang kasar kadangkala menusuk membran di dalam mulut atau saluran pencernaan dan masuklah bakteri Bacillus anthracis tersebut melalui luka.

Septicemia Epizootica (SE) :

Sebagai salah satu penyakit strategis pada sapi bali di Bali, penyakit SE merupakan penyakit yang harus mendapat prioritas dalam penanggulangan dan pemberantasannya.

Program pengendalian dan pemberantasan penyakit SE di Indonesia secara umum masih difokuskan pada kegiatan pencegahan wabah melalui vaksinasi. Kegiatan ini masih belum effektif karena belum dilakukan secara intensif dan berkelanjutan. Keberhasilan untuk menciptakan suatu wilayah atau pulau yang bebas dari penyakit SE dapat diwujudkan dengan melakukan program pemberantasan yang terencana, melaksanakan program vasinasi massal yang mengkover seluruh populasi, dan dilanjutkan dengan program monitoring dan surveillans yang intensif.

Brucellosis

Brucellosis atau sering disebut keluron, penyakit ini bersifat zoonosis karena dapat menular ke manusia. Manusia merupakan hospes aksidental dan tidak menularkan pada individu lain. Di Indonesia brucellosis tersebar luas di Pulau Timor (NTT), Sulawesi, Jawa, Sumatera dan Kalimantan. Saat in Prov. Bali dan Lombok dinyatakan masih bebas dari Brucellosis, walaupun demikian harus tetap waspada terhadap penyakit ini karena menyebabkan kematian (kluron) sehingga berdampak pada penurunan populasi dam gangguan reproduksi berupa kemajiran temporer dan permanen, sehingga menurunkan mutu performans sapi bali (Putra, 2005).

Pada sapi gejala klinik yang muncul adalah terjadi abortus, yaitu fetus lahir premature, lemah dan akhirnya mati dalam rahim. Kejadiannya terutama pada usia kebuntingan lanjut (7-8 bulan). Pada kebanyakan kasus abortus fetus mati di dalam uterus dan dikeluarkan dalam waktu 24-72 jam ketika telah terjadi autolisis. Umumnya sapi hanya mengalami keguguran sekali saja pada kebuntingan yang berurutan. Umumnya induk sapi yang mengalami keguguran akan membawa kuman penyebabnya (Brucella abortus )sampai 2 tahun. Sapi yang terinfeksi secara kronik dapat mengalami pembesaran kantong persendian karena berisi cairan bening atau fibrinopurulen/higroma .

(7)

Fascioliasis

Fasciolasis disebabkan oleh cacing Fasciola gigantica dan Fasciola hepatica, yang hidup di dalam saluran empedu dan bersifat kronis pada sapi. Bentuknya seperti daun sehingga disebut juga cacing daun. Sapi yang menderita fascioliasis akan mengalami gangguan pencernaan berupa konstipasi/ sembelit kemudian disertai dengan adanya diare.

Kurus, lemah, bulu berdiri, depresi, bagian perut membesar. Anemia, selaput lendir pucat kekuningan. Kerugian-kerugian akibat penyakit cacing, antara lain : penurunan berat badan, penurunan kualitas daging, kulit, dan jerohan, penurunan produktivitas ternak sebagai tenaga kerja pada ternak potong dan kerja, penurunan produksi susu pada ternak perah dan bahaya penularan pada manusia dan hambatan pertumbuhan terutama pada pedet.

Penyakitnya tersebar di dunia dan di Indonesia ditemukan hampir di seluruh daerah, terutama di daerah yang basah. Tingkat morbiditas dilaporkan 50-75%. Walaupun penyakit cacingan tidak langsung menyebabkan kematian, akan tetapi kerugian dari segi ekonomi dikatakan sangat besar, sehingga penyakit parasit cacing disebut sebagai penyakit ekonomi.

Penyakit defisensi mineral.

Defisiensi mineral adalah suatu keadaan dimana terjadi “kekurangan” dalam hal

pemenuhan mineral baik yang dilihat dari segi kwalitas maupun kuantitas. Defisiensi mineral merupakan hal yang harus diperhatikan untuk menghindari penyakit yang timbul akibat defisiensi tersebut. Defisiensi mineral dapat mengakibatkan beberapa penyakit pada ternak, seperti : rapuh tulang, kelumpuhan, grass tetani.

Sapi bali yang dipelihara di Bali dan NTB mengalami penyakit defisiensi mineral Zn, Mn dan Cl selain itu sapi bali di NTB mengalami defisiensi Se, Ca, Na dan K dan sapi bali di Bali defisiensi P, K dan Cu. Keadaaan tersebut dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan sistem dan fungsi immun pada sapi.

Banyak faktor yang berpengaruh terhadap konsentrasi mineral dalam darah, antara lain : musim, spesies, jenis kelamin, umur makanan, status kesehatan dan keadaan fisiolgi tubuh hewan tersebut, seperti dalam keadaan bunting, atau laktasi. Para peternak sering mengabaikan asupan mineral yang dibutuhkan oleh ternaknya. Kejadian defisiensi mineral banyak ditemukan pada ternak di daerah kering dan curah hujan rendah. Kandungan mineral dalam pakan ternak pada musim kemarau lebih rendah dibandingkan pada musim hujan.

Kondisi tanah yang asam atau berpasir akan dapat melarutkan unsur mineral dan masuk ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam, sehingga tanah menjadi miskin unsur hara termasuk mineral.

(8)

Pentingnya Monitoring dan Survailans Penyakit

Program perbaikan mutu genetik sapi bali akan berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas dan peningkatan populasi sapi bali. Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas adalah dengan manajement reproduksi dan kesehatan ternak. Dengan demikian kegiatan monitoring dan survailans harus dilakukan, disamping merupakan bagian manajemen pembangunan peternakan yang secara rutin dilakukan oleh Direktorat Jendral Peternakan. Tujuan Monitoring adalah untuk meningkatkan pelayanan prima pada masyrakat peternakan khususnya tentang penyakit strategis yang dapat meneyerang sapi bali, dan berdampak pada kerugian ekonomis.

Secara umum maksud kegiatan monitoring adalah untuk memantau (memonitor) secara rutin, sehingga dengan kegiatan ini dapat diketahui seawal mungkin kejadian penyakit.

Segera dapat dibuatkan model usaha pencegahan dan penanggulangan penyakit, untuk direkomendasikan kepada pemerintah. Sebagai tindak lanjut pemerintah membuat perencanaan program mendatang sehingga peningkatan dan mempertahankan status kesehatan hewan tetap terjaga.

Substansi monitoring dapat dilakukan terhadap penyakit yang dinyatakan ada (bersifat endemis) pada sapi bali, seperti penyakit jembrana. Melakukan monitoring terhadap penyakit yang dicurigai dapat menyerang sapi bali, seperti : Brucellosis, Anthrax atau penyakit lain yang dapat menimbulkan gangguan reproduksi pada sapi bali. Kegiatan monitoring dan survailans dapat dilakukan dengan pemeriksaan serologis untuk mendapatkan informasi tentang berbagai penyakit. Monitoring dan survailans penyakit harus dilakukan secara berkala, disamping berguna untuk peningkatan kuantitas sapi bali, juga berpengaruh terhadap kualitas/mutu genetik.

Berikut adalah alasan mengapa kegiatan survailans dan monitoring terhadap penyakit sangat perlu dilakukan : Banyak penyakit pada sapi disebabkan oleh virus, pengobatan tidak akan menghindarkan sapi tersebut dari kematian, sehingga cendrung hanya dapat dilakukan dengan pencegahannya dengan pemberian vaksinasi. Penyebaran penyakit yang disebabkan terutama oleh virus biasanya berjalan sangat cepat, sehingga sering menjadi wabah pada suatu daerah dan mempunyai angka mortalitas yang tinggi, keadaan ini sangat berdampak pada penurunan populasi dan menimbulkan kerugian ekonomi yang tinggi. Sapi bali yang sembuh dari serangan penyakit, kemungkinan akan mengalami gangguan reproduksi secara persisten, hal ini akan berakibat pada penurunan mutu genetik anak sapi yang dilahirkan.

Sapi yang terkena penyakit apabila sembuh tidak akan memiliki ketahanan tubuh yang sempurna, demikian juga kemungkinan akan diturunkan kepada anak. Banyak penyakit

(9)

penularannya dapat melalui intra uterin/plasenta sehingga anak sapi yang dilahirkan secara langsung akan menderita penyakit yang sama dengan induknya.

Sebagai informasi tentang pentingnya dilakukan monitoring terhadap kesehatan hewan khususnya sapi bali adalah menghindari penyebaran penyakit tersebut secara cepat. Salah satu good practise yang dapat dilihat adalah kejadian penyakit Anthrax di Kabupaten Dompu dan Brucellosis di Kabupaten Belu, dimana kedua penyakit tersebut bersifat zoonosis.

Permasalahan dan Usaha yang Dilakukan

Perbibitan merupakan rantai terlemah dalam sistim produksi sapi bali, baik dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan bakalan/sapi potong nasional maupun kebutuhan betina bibit. Kebutuhan bakalan tidak terpenuhi disebabkan karena perbibitan sapi bali belum efektif. Tantangan yang dihadapi dalam rangka meningkatkan produksi dan mutu bibit sapi bali adalah 1) rendahnya angka kelahiran, 2) tingginya angka kematian pedet dan 3) rendahnya mutu bakalan, yang disebabkan oleh a) defisiensi nutrien, b) penanganan kesehatan hewan belum optimal, c) program pemuliaan yang belum efektif, 4) peternak belum terorganisir secara efektif dan 5) belum ada insentif harga bagi ternak bibit yang berkualitas tinggi.

Pengembangan strategi penyediaan pakan yang efektif dan berkelanjutan, dengan menggunakan metode action research. Keseluruhan rangkaian kegiatan tersebut dibagi menjadi aplikasi teknologi pakan/formulasi ransum, pemanfaatan limbah pertanian, formulasi ransum dan sistim produksi pakan dalam rangka membangun sistim produksi sapi bali berkelanjutan.

Diawali dengan pemilihan bibit sapi bali didasarkan pada persyaratan, antara lain : berasal dari pembibitan yang sesuai dengan persyaratan (SKLB), sehat dan bebas dari penyakit hewan menular, bebas dari segala cacat fisik dan alat reproduksi. Sapi bali yag akan dijadikan bibit harus memenuhi persyaratan kualitatif/fenotipik : Warna bulu merah bata, lutut ke bawah putih, pantat putih, ujung ekor hitam dan ada garis belut warna hitam pada punggung. Pemeliharan dilakukan dengan :

a. pencatatan (rekording) yang dilaksanaan oleh peternak pada kartu dan petugas dalam buku registrasi

b. Seleksi dilakukan untuk memilih ternak sapi induk, calon induk, calon pejantan ternak (perangsang betina).

(10)

c. Perkandangan : kandang agar memenuhi syarat teknis dan kesehatan hewan dan untuk memudahkan manajemen pemeliharaan digunakan kandang sistem koloni/kelompok.

d. Pemberian pakan disesuaikan dengan standard kebutuhan sesuai dengan status fisiologis ternak, untuk mempertahankan Body Condition Score (skor kondisi tubuh) e. Kesehatan Hewan : melakukan biosecurity ketat yaitu tindakan untuk mencegah dan

mengandalikan penyakit dan pemberian vitamin, obat cacing dan vaksinasi.

Pembentukan LS-Pro di Unud

Lembaga Sertifikasi Produk (LS-Pro) Benih dan Bibit Ternak Universitas Udayana dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor75/Permentan/OT.140/11/2011.LS- Pro ini memiliki visi menjadi LS-Pro yang independen dan profesional, dengan misi melaksanakan proses sertifikasi produk benih dan bibit ternak secara mandiri, menetapkan benih dan bibit ternak bersertifikat sesuai dengan standar SNI, serta melindungi kepentingan konsumen terhadap penggunaan benih dan bibit ternak dengan mutu yang dapat dipertanggungjawabkan. Proses sertifikasi nantinya akan dijalankan secara mandiri tanpa ada intervensi dari pihak luar sehingga tercapai benih dan bibit ternak bersertifikat sesuai dengan standar SNI sehingga meningkatkan daya saing benih/bibit yang diproduksi.

Lembaga sertifikasi Produk Benih dan Bibit Ternak Universitas Udayana, akan memberikan pelayanan jasa sertifikasi secara independen, tidak diskriminatif menjaga kerahasiaan dan menjamin hasil sertifikasi sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan.Lembaga ini didukung oleh personil yang mempunyai kompetensi, sehingga dapat memenuhi kepuasan pelanggan.

Strategi yang akan dilakukan adalah: Sosialisasi ke produsen benih dan bibit ternak tentang pentingnya sertifikasi produk. Mendorong produsen menghasilkan benih dan bibit ternak siap disertifikasi. Menerapkan prinsip dan kaedah seritifikasi secara benar dan berkelanjutan.

PENUTUP

(11)

Berbagai usaha dapat dilakukan untuk meningkatkan peranan sapi bali dalam pembangunan peternakan yang berdaya saing yakni : Mengembangkan kawasan sentra produksi peternakan sapi bali untuk meningkatkan produksi dan disesuaikan dengan daya dukung lahan yang ditunjang ketersediaan sarana produksi peternakan (sapronak), dan meningkatkan kapasitas pelaku usaha peternakan, baik perorangan maupun kelompok sehingga diperoleh usaha yang produktif, efisien dan efektif,

Meningkatkan kualitas daging, agar mampu berdayasaing di pasar internasional dan mengingat keberadaan penyakit pada ternak dapat mengakibatkan penurunan kualitas dan produktivitas dan bahkan kematian ternak. Oleh karenanya harus dilakukan pengendalian penyakit secara cepat, tepat dan berkelanjutan.

Meningkatkan agribisnis peternakan yang berdaya saing dan berwawasan lingkungan yakni menumbuhkembangkan usaha peternakan maupun produk olahan hasil peternakan unggul dan bersaing di pasar nasional dan internasional (MEA dan AFTA) dengan menjaga lingkungan usaha dari dampak pencemaran lingkungan.

(12)

SAPI BALI DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN PETERNAKAN YANG BERDAYA SAING DAN BERWAWASAN LINGKUNGAN

Disampaikan pada : Seminar Nasional Minpro Vet.Holic

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Sabtu 12 Maret 2016

Referensi

Dokumen terkait

After collecting data from 27 SWAT cards according to the order from the lowest to the highest based to the perception of each correspondent, then the results of

Solution for uranium nuclei Using a program that executes the specified algorithm, a model prob- lem was solved that demonstrates the possible effects in scattering on a non-spherical