• Tidak ada hasil yang ditemukan

Salah satu program utama Presiden Joko Widodo pada periode keduanya adalah pembangunan sumber daya manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Salah satu program utama Presiden Joko Widodo pada periode keduanya adalah pembangunan sumber daya manusia"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai pengemban amanat pengendalian pengembangan sumber daya manusia melalui usaha bersama untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menentukan visi dan misi kementerian berdasarkan pada capaian kinerja, potensi dan permasalahan, kemudian berkaca pada visi Presiden Republik Indonesia pada RPJMN Tahun 2020-2024, yaitu untuk mewujudkan “ Indonesia Maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian melalui terciptanya Pelajar Pancasila yang bernalar kritis, kreatif, mandiri, beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, bergotong royong, dan berkebinekaan global”.

Menyelaraskan kebijakan dan strategi pendidikan dan kebudayaan untuk mendukung Program Pembangunan Prioritas (Nawacita Kedua) dan program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui kebijakan “Merdeka Belajar” yang bertujuan

(2)

2

untuk memberikan pendidikan berkualitas kepada seluruh rakyat Indonesia, yang dibuktikan dengan tingginya partisipasi. tarif pada semua jenjang pendidikan, hasil belajar yang berkualitas, dan kemudahan aksesibilitas ke seluruh lapisan masyarakat, baik secara geografis maupun sosial ekonomi.

Selain itu, fokus pembangunan pendidikan dan kemajuan kebudayaan akan ditempatkan pada karakter bangsa dengan cara memperbaiki kebijakan, prosedur dan pembiayaan pendidikan, serta menumbuhkembangkan kesadaran akan pentingnya melestarikan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan penyerapan nilai baru dari kebudayaan global secara positif dan produktif.

Dalam pidato kenegaraan tahun 2020 kepada DPR, DPD, dan MPR pada 16 Agustus 2020. Salah satu program utama Presiden Joko Widodo pada periode keduanya adalah pembangunan sumber daya manusia. Presiden mengatakan bahwa sumber daya manusia memainkan peran yang sangat penting dalam pertumbuhan negara. Pemerintah memprioritaskan dan mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp. 505,8 triliun

(3)

3

untuk tahun 2020. Angka tersebut meningkat 2,7 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp. 492,5 triliun (Fauzia, 2019).

Kurikulum merdeka belajar (Prototype) yang gencar dikampanyekan menuntut pendidik untuk selalu mengakses informasi pendidikan sehingga pendidik diharapkan menjadi agen pembelajar dan merubah paradigma pembelajaran yang sesuai dengan kebijakan pemerintah saat ini. Tantangan yang komplek dalam menghadapi masa depan pemerintah membuat lompatan besar dengan kebijakan Merdeka Belajar dalam segi kualitas pendidikan agar menghasilkan lulusan siswa yang tangguh (Suyanto, 2020)

Esensi belajar mandiri adalah kebebasan berpikir bagi peserta didik dan pendidik. Kebebasan belajar mendorong terbentuknya karakter jiwa mandiri dimana pendidik dan peserta didik dapat menggali pengetahuan, sikap dan keterampilan dari lingkungan dengan bebas dan menyenangkan serta dapat mendorong peserta didik untuk belajar dan mengembangkan diri, membentuk sikap peduli terhadap lingkungan tempat peserta didik belajar, mendorong rasa percaya diri dan keterampilan peserta

(4)

4

didik serta mudah beradaptasi dengan lingkungan masyarakat (Ainia, 2020). Keberadaan merdeka belajar sangat relevan sesuai tuntutan Pendidikan abad 21 seiring dengan kebutuhan peserta didik, karena hakikat belajar mandiri adalah merancang pendidikan yang membebaskan dan mandiri baik bagi guru maupun sekolah untuk menginterpretasikan kompetensi inti kurikulum sebagai penilaian guru. (Sherly et al., 2020; Widiyono et al., 2021).

Implementasi Kebijakan Merdeka Belajar mendorong para pendidik untuk terlibat baik dalam pengembangan kurikulum maupun dalam proses pembelajaran. Selain guru sebagai sumber belajar, guru berperan sebagai inisiator pembelajaran dalam merdeka belajar yang didukung oleh keterampilan profesional, pedagogik, personal dan sosial. Dengan bantuan kompetensi tersebut, pendidik dapat melaksanakan kebijakan merdeka belajar dan tujuan pelaksanaannya (Yani, 2022).

Secara filosofis, merdeka belajar dilandasi humanisme dan konstruktivisme, dengan humanisme menurut Hendri dan kawan- kawan menekankan kebebasan, pilihan pribadi dalam aktualisasi

(5)

5

diri, pengembangan potensi, tindakan dan kepentingan lingkungan (Hendri, 2020; Yusuf & Arfiansyah, 2021). Teori konstruktivisme menekankan kebebasan dalam menggali dan mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilan peserta didik, sedangkan Mustaghfiroh dalam bukunya Teori progresivisme menekankan cara untuk mengeksplorasi dan mengoptimalkan potensi peserta didik serta kemerdekaan pendidik (Mustaghfiroh, 2020), Sementara itu, pemikiran filosofis tentang merdeka belajar dari sudut pandang Ki Hajar Dewantara tercermin dalam konsep pedagogik, di mana siswa didorong untuk membuat perubahan yang signifikan dan bermakna di lingkungan mereka. Esensi mendasar dari pendidikan adalah pendidikan spiritual mandiri (Hendratmoko et al., 2017). Salah satu permasalahan yang ada dan berkembang yang mendorong munculnya kebijakan merdeka belajar adalah ketika guru tidak belajar secara optimal di kelas, guru akan terjerumus dalam rutinitas menyusun administrasi pembelajaran. Situasi pendidikan yang sebenarnya di Indonesia menerima bahwa salah satu tugas pendidik adalah menyiapkan dan menyelenggarakan bahan pelajaran sesuai dengan peraturan yang

(6)

6

berlaku. Penyusunan perangkat pembelajaran merupakan bagian dari proses pembelajaran . Hal ini dikemukakan oleh Houtman (2020), bahwa guru dan sekolah memprioritaskan praktik dan tujuan yang menjadikan manajemen pendidikan sebagai kegiatan inti, sehingga tidak menghalangi birokrasi, akreditasi, nilai dan pengujian. Sejatinya para pendidik dan sekolah menetapkan manajemen pendidikan sebagai tujuan dan fokus kegiatan pendidikan. Pendidik membutuhkan progres program pembelajaran dan informasi yang lebih cepat untuk lebih mengembangkan keterampilannya, namun masih banyak pendidik yang tidak mau menggunakan informasi tersebut dan enggan untuk menerapkannya dalam proses pembelajaran.

Tidak dapat dipungkiri bahwa kualitas pendidikan dan sumber daya manusia di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia di negara lain. Penyebab utamanya adalah efektivitas, efisiensi dan standarisasi pendidikan yang masih belum optimal. Hal itu berarti rendahnya sarana dan prasarana, tenaga ahli, kesejahteraan, kesempatan dan pemerataan kesempatan pendidikan, serta

(7)

7

rendahnya kebutuhan pendidikan, mahalnya harga pendidikan.

Elemen kunci lain dari sumber daya pendidikan adalah tersedianya sarana dan prasarana baik dari segi kuantitas maupun kualitas yang memenuhi kebutuhan pendidikan.

Demikian dilansir World Economic Forum (WEF) di Media Indonesia.com, Rabu (13/9). Dalam Global Human Capital Report 2017 yang mengkaji kualitas sumber daya manusia di 130 negara dengan menggunakan berbagai indikator, Indonesia menempati peringkat ke-65, meskipun meningkat tujuh peringkat dibandingkan tahun sebelumnya. Namun secara rata-rata SDM kita masih di bawah negara ASEAN lainnya seperti Singapura (11), Malaysia (33), Thailand (40) dan Filipina (50). Laporan tersebut menggambarkan kualitas sumber daya manusia pada setiap kelompok umur dengan menggunakan empat komponen indikator sumber daya manusia: Ability (kemampuan berdasarkan literasi dan pendidikan karyawan), engagement (partisipasi karyawan dan pengangguran), development (partisipasi dalam pelatihan). dan information (tingkat pengetahuan dan keterampilan karyawan dan sumber daya yang tersedia) di setiap negara.

(8)

8

Hal senada diungkapkan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim di media daring Suara Merdeka.com pada Rabu, 22 Mei 2022, saat sosialisasi program Merdeka Belajar. Tujuan Merdeka Belajar adalah mewujudkan pendidikan yang berkualitas bagi masyarakat Indonesia.

Pendidikan yang berkualitas menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dan merupakan jiwa pelajar Pancasila yang harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kualitas sumber daya manusia harus diutamakan sebagai modal pembangunan yang penting. Pelajar pancasila juga harus menjadi pembelajar sepanjang hayat yang berkompetensi global yang berperilaku sesuai dengan nilai-nilai pancasila. Pengetahuan ini jelas bisa dijadikan keunggulan kompetitif di dalam dan luar negeri yang semakin diperebutkan. Jangan sampai semangat pelajar Pancasila hanya menjadi semboyan.

Hasil wawancara awal dengan kepala SMPN 2 Bringin Umi Mazro’ah mengatakan bahwa sebuah pelaksanaan program sekolah akan berhasil dengan baik bila didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Hal senada disampaikan oleh Hery

(9)

9

Kristantoro kepala SMPN 2 Bawen bahwa sebelum mengikuti Program Sekolah Penggerak (PSP) pendidik dan tenaga pendidik kinerja mereka masih bersifat komando dan masih menggunakan pembelajaran model lama.

Konsep dasar kurikulum yang diterapkan dalam PSP adalah terkait dengan profil pelajar Pancasila untuk memperkuat keterampilan dan karakter peserta didik sebagai salah satu komponen pokok dalam pelaksanaan pembelajaran. Profil pelajar Pancasila adalah pembentukan peserta didik Indonesia sebagai pembelajar sepanjang hayat yang berkualitas, cakap dan berlabel sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dengan enam ciri utama: Iman, Takut kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berbudi Luhur, Kebhinekaan Global, Gotong Royong, Kemandirian, Pemikiran.

kritis dan kreatif. Kerangka kurikulum inti juga menguraikan prinsip-prinsip yang harus digunakan guru sebagai acuan ketika merencanakan pelajaran dan penilaian. Struktur dasar kurikulum terdiri dari: a) Struktur Kurikulum, b) Hasil Pembelajaran, c) Prinsip Pembelajaran dan Penilaian (Kepmendikbud Nomor 162/M/2021).

(10)

10

Dalam rangka melaksanakan dan mengembangkan kebijakan peningkatan mutu pendidikan dan pemerataannya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang mencanangkan PSP bertujuan menggerakkan satuan pendidikan untuk mendorong perubahan pendidikan meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah dan kemudian berbagi praktik baik dengan sekolah lain untuk menerapkan peningkatan kualitas serupa. Secara umum, tujuan dari program sekolah penggerak adalah untuk mendorong proses perubahan untuk meningkatkan hasil belajar siswa secara komprehensif, baik secara kognitif maupun non-kognitif (fitur). Penerapan profil pelajar Pancasila perubahan yang diharapkan tidak hanya terbatas pada satuan pendidikan saja, tetapi dapat menciptakan ekosistem perubahan dan gotong royong di tingkat lokal dan nasional, sehingga perubahan yang terjadi menjadi suasana yang luas dan tertata.

Kabupaten Semarang merupakan salah satu wilayah di Provinsi Jawa Tengah yang berdekatan dengan ibu kota provinsi, letak geografis kabupaten semarang dengan batas wilayah selatan kota Semarang, batas wilayah utara kabupaten Boyolali, batas

(11)

11

wilayah timur kabupaten Demak dan batas wilayah barat kabupaten Magelang, dari data kependidikan di kabupaten Semarang ada 101 Sekolah Menengah Pertama (SMP) terdiri dari 52 sekolah negeri dan 49 sekolah swasta sedangkan jumlah pengawas sekolah berjumlah 16 orang sangat terbatas dalam mobilitas pelaksanaan tugas pokoknya. Kondisi kesenjangan geografis tersebut dan jumlah petugas monitoring mengakibatkan intensitas pendampingan konsultatif dan asimetris serta monitoring dari instansi terkait dirasakan masih kurang. PSP jenjang SMP di kabupaten Semarang terdiri dari SMPN 2 Bawen, SMPN 1 Bringin, SMPN 1 Pabelan, SMP Islam At Tohari dan SMP Islam Cahaya Umat merupakan pilot project PSP pertama dalam pelaksanaan kebijakan sekolah penggerak yang dimulai pada tahun 2021 sehingga penulis berusaha mengadakan evaluasi pelaksanaan kegiatan sekolah penggerak tersebut dalam kurun waktu Tahun Ajaran 2021/ 2022.

Dalam memberikan gambaran tentang pelaksanaan penelitian, penggunakan model CIPPO dirasakan lebih tepat, dimana pada hakikatnya model evaluasi CIPPO adalah model yang

(12)

12

mengamati suatu program sebagai sebuah system, Artinya dalam menggunakan model ini, perlu dilakukan analisis dalam program tersebut berdasarkan komponen-komponennya. Adapun Penggunaan dari model CIPPO adalah memberikan gambaran keberhasilan program secara detail dan menyeluruh. Model ini dipilih karena lebih efektif dan komprehensif dari kebijakan sampai outcome yang dihasilkan.

1.2 Identifikasi Masalah.

1. Pendidik terjebak pada rutinitas menyiapkan administrasi pembelajaran.

2. Proses pembelajaran masih menggunakan paradigma lama.

3. Sumber Daya Manusia yang masih tertinggal dengan negara lain sehingga dibutuhkan penguatan.

4. Perencanaan berbasis data dan digitalisasi sekolah belum sepenuhnya dilaksanakan dalam dunia Pendidikan di Indonesia

5. Kurikulum sebelumnya belum memenuhi kebutuhan peserta didik..

(13)

13 1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan, rumusan masalah yang dirancang untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana evaluasi kontek (context) pelaksanaan PSP di SMPN 1 Bringin?

2. Bagaimana evaluasi masukan ( input ) pelaksanaan PSP di SMPN 1 Bringin?

3. Bagaimana evaluasi proses (process) pelaksanaan PSP di SMPN 1 Bringin ?

4. Bagaimana evaluasi produk (product) pelaksanaan PSP di SMPN 1 Bringin?

5. Bagaimana evaluasi keluaran (outcome) pelaksanaan PSP di SMPN 1 Bringin?

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditulis, berikut ini tujuan penulisan makalah.

(14)

14

1. Untuk mengetahui hasil evaluasi kontek (context) pelaksanaan PSP di SMPN 1 Bringin.

2. Untuk mengetahui hasil evaluasi masukan (input) pelaksanaan PSP di SMPN 1 Bringin.

3. Untuk mengetahui hasil evaluasi proses (process) pelaksanaan PSP di SMPN 1 Bringin.

4. Untuk mengetahui hasil evaluasi produk (product) pelaksanaan PSP di SMPN 1 Bringin.

5. Untuk mengetahui hasil evaluasi keluaran (outcome) pelaksanaan PSP di SMPN 1 Bringin.

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1.5.1. Manfaat Teoritis

Secara umum penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pelaksanaan Program Sekolah Penggerak berdasarkan kebijakan Pemerintah, evaluasi Program sekolah dan

(15)

15

evaluasi PSP dengan menggunakan model evauasi CIPPO serta memberi rujukan untuk penelitian selanjutnya.

1.5.2. Manfaat Praktis

Bagi sekolah Hasil penelitian ini dapat menjadikan bahan pertimbangan dalam rangka memperbaiki pelaksanaan PSP. Bagi sekolah lainnya hasil ini dapat digunakan sebagai pendekatan model evaluasi yang melaksanakan PSP dan Implentasi Kurikulum Merdeka (IKM) secara mandiri di Kabupaten Semarang.

Referensi

Dokumen terkait