• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEDIMENTOLOGY ( Sedimentary Processes and Sedimentary

N/A
N/A
Febrio Setiawan

Academic year: 2023

Membagikan "SEDIMENTOLOGY ( Sedimentary Processes and Sedimentary"

Copied!
1
0
0

Teks penuh

(1)

Sedimentasi

Sedimentasi adalah proses pengendapan sedimen, termasuk semua aktivitas yang mempengaruhi dan merubah sedimen menjadi batuan sedimen. Batuan sedimen merupakan batuan yang terbentuk dari akumulasi material hasil rombakan batuan yang sudah ada sebelumnya atau hasil aktivitas kimia maupun organisme, yang diendapkan pada cekungan sedimentasi yang kemudian mengalami pembatuan. Pengertian proses sedimentasi meliputi proses transportasi dan pengendapan sedimen, termasuk dalam hal ini semua sumber energi yang mampu mentranspor dan mengendapkan seperti angin, air, es, dan gravitasi (Selly, 1976). Ada tiga proses yang mempengaruhi sedimen yaitu proses fisika, biologi dan kimia. (Friedman dan Sander, 1978). Sedimentology adalah cabang ilmu

geologi yang mempelajari

pembentukanakumulasitransportasitransformasidan interpretasi batuan sedimenIlmu ini memusatkan perhatian pada pemahaman tentang bagaimana material sedimen seperti pasir, lumpur, dan kerikil terbentuk, berpindahdan akhirnya menjadi batuan sedimenSedimentologi membantu ilmuwan dan geologis dalam memahami sejarah geologis bumilingkungan deposisidan proses geologi yang terjadi selama jutaan tahun.

Proses Sedimentasi

Sedimen adalah setiap partikel yang dapat ditransport oleh aliran fluida yang kemudian diendapkan sebagai sedimen. Pada umumnya, sedimen diangkut dan dipindahkan oleh air (proses fluvial), oleh angin (proses aeolian) dan oleh es (glacier). Endapan pasir pantai dan endapan pada saluran sungai adalah contohcontoh dari pengangkutan dan pengendapan fluvial, meskipun sedimen dapat juga mengendap pada aliran yang sangat lambat atau pada air yang relatif diam seperti di danau atau di lautan.

Endapan “sand dunes” dan endapan “loess” yang terdapat di gurun merupakan contoh dari pengangkutan dan pengendapan yang disebabkan oleh proses angin, sedangkan endapan “moraine” yang terdapat di daerah yang beriklim dingin merupakan contoh dari pengangkutan dan pengendapan proses gletser.

(2)

Proses Sedimentasi sebagai berikut :

1. Pelapukan adalah penghancuran bertahap batuan di bawah kondisi permukaan, melarutkannya, memakainya atau memecahnya menjadi potongan-potongan yang semakin kecil. Pikirkan Grand Canyon atau formasi batuan merah yang tersebar di seluruh Barat Daya Amerika. Ini mungkin melibatkan proses fisik, yang disebut pelapukan mekanis, atau aktivitas kimia, yang disebut pelapukan kimia. Beberapa ahli geologi juga memasukkan tindakan makhluk hidup, atau pelapukan organik. Ada 3 jenis proses pelapukan yang mengakibatkan sedimentasi, yaitu ada pelapukan fisika, kimia, dan biologi.

Pelapukan Mekanis (Fisika)

Pelapukan mekanis melibatkan lima proses utama yang secara fisik memecah batuan menjadi sedimen atau partikel: abrasi, kristalisasi es, fraktur termal, penghancuran hidrasi, dan pengelupasan. Abrasi terjadi dari penggilingan terhadap partikel batuan lainnya. Kristalisasi es dapat menghasilkan kekuatan yang cukup untuk mematahkan batuan. Fraktur termal dapat terjadi karena perubahan suhu yang signifikan. Hidrasi - efek air - terutama mempengaruhi mineral lempung. Pengelupasan terjadi ketika batuan digali setelah pembentukannya. Pelapukan mekanis tidak hanya berdampak pada bumi. Ini juga dapat mempengaruhi beberapa bangunan bata dan batu dari waktu ke waktu.

(3)

Gambar 1.1 Pelapukan Fisika

Pelapukan Kimiawi (Kimia)

Pelapukan kimia melibatkan dekomposisi atau pembusukan batuan. Jenis pelapukan ini tidak memecah batuan melainkan mengubah komposisi kimianya melalui karbonasi, hidrasi, oksidasi atau hidrolisis . Pelapukan kimia mengubah komposisi batuan ke arah mineral permukaan dan sebagian besar mempengaruhi mineral yang tidak stabil di tempat pertama. Misalnya, air akhirnya dapat melarutkan batu kapur. Pelapukan kimia dapat terjadi pada batuan sedimen dan metamorf dan merupakan unsur erosi kimia.

Gambar 1.2 Pelapukan Kimia

Pelapukan Organik (Biologi)

kadang-kadang disebut bioweathering atau pelapukan biologis. Ini melibatkan faktor-faktor seperti kontak dengan hewan—ketika mereka menggali tanah—dan tanaman ketika akarnya yang tumbuh menyentuh batu. Asam tanaman juga dapat

(4)

berkontribusi pada pembubaran batuan. Pelapukan organik bukanlah proses yang berdiri sendiri. Ini adalah kombinasi dari faktor pelapukan mekanik dan faktor pelapukan kimia.

Gambar 1.3 Pelapukan biologi

2. Erosi adalah awal dari proses sedimentasi. Ini terjadi ketika air, angin, es, atau kekuatan alam lainnya merusak atau memindahkan material dari satu tempat ke tempat lain. Erosi dapat mengikis permukaan batuan, tanah, atau material lainnya dan membawa partikel-partikel tersebut ke tempat lain.

3. Transportasi Setelah tererosi, partikel-partikel tersebut diangkut oleh air, angin, atau gletser ke tempat lain. Partikel-partikel ini bisa bergerak dalam air sungai, sungai, atau laut, atau diangkut oleh angin dalam bentuk debu atau pasir terbang. Transportasi ini dapat berlangsung dalam jarak yang bervariasi tergantung pada kekuatan dan kecepatan aliran atau angin. Sedimen dapat diangkut dengan tiga cara, yaitu:

a. Suspension: ini umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat kecil ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh aliran air atau angin yang ada.

b. Bed load: ini terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti pasir, kerikil, kerakal, bongkah) sehingga gaya yang ada pada aliran yang bergerak dapat berfungsi memindahkan pertikel- partikel yang besar di dasar. Pergerakan dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi kekuatan inersia butiran pasir tersebut pada saat diam. Gerakan- gerakan sedimen tersebut

(5)

bisa menggelundung, menggeser, atau bahkan bisa mendorong sedimen yang satu dengan lainnya.

c. Saltation : yang dalam bahasa latin artinya meloncat umumnya terjadi pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida yang ada mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai akhirnya karena gaya grafitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut ke dasar.

Gambar 1.4 Proses pengangkutan sedimen

4. Pengendapan (Deposition) Tahap penting dalam pembentukan batuan ini yaitu pengendapan. Pengendapan yaitu proses geologi saat proses pelapukan tanah terjadi dan ada batuan dan tanah yang dikumpulkan di suatu cekungan.Cekungan dari pengendapan tersebut terjadi karena datarannya lebih rendah dibandingkan tempat semula sehingga mudah dipindahkan oleh angin, gletser, air, dan faktor gravitasi. Semakin curam tempatnya, maka semakin mudah untuk mengalami erosi sehingga hal ini menyebabkan proses pembentukan endapan menjadi lebih mudah.

5. Lithifikasi atau Pembatuan Jika pengendapan sudah semakin banyak, maka sedimen tersebut akan terkena gaya berat atau gaya gravitasi dari material-material sedimen sendiri, sehingga volume menjadi berkurang dan cairan yang mengisi pori-pori akan bermigrasi ke atas yang disebut kompaksi. Bila kompaksi meningkat terus menerus akan terjadi pengerasan terhadap material-material sedimen.

Sehingga meningkat ke proses pembatuan atau lithifikasi yang disertai dengan sementasi di mana material-material semen terikat oleh unsur-unsur atau mineral yang mengisi pori-pori antara butir

(6)

sedimen. Material yang menyusun batuan sedimen adalah lumpur, pasir, kelikir, kerakal, dan sebagainya. Sedimen ini akan menjadi batuan sedimen apabila mengalami proses pengerasan. Sedimen akan menjadi batuan sedimen melalui proses pengerasan atau pembatuan (lithifikasi) yang melibatkan proses pemadatan (compaction), sementasi (cementation) dan diagenesa dan lithifikasi.

Ciri-ciri batuan sedimen adalah: 1). Berlapis (stratification); 2) Umumnya mengandung fosil; 3) Memiliki struktur sedimen; dan 4).

Tersusun dari fragmen butiran hasil transportasi.

Lingkungan Pengendapan

Lingkungan pengendapan adalah bagian dari permukaan bumi dimana proses fisik, kimia dan biologi berbeda dengan daerah yang berbatasan dengannya (Selley, 1988). Perbedaan fisik dapat berupa elemenstatis ataupun dinamis. Elemen statis antara lain geometri cekungan, material endapan, kedalaman air dan suhu, sedangkan elemen dinamis adalah energi, kecepatan dan arah pengendapan serta variasi angin, ombak dan air. Termasuk dalam perbedaan kimia adalah komposisi dari cairan pembawa sedimen, geokimia dari batuan asal di daerah tangkapan air (oksidasi dan reduksi (Eh), keasaman (Ph), salinitas, kandungan karbon dioksida dan oksigen dari air, presipitasi dan solusi mineral). Sedangkan perbedaan biologi tentu saja perbedaan pada fauna dan flora di tempat sedimen diendapkan maupun daerah sepanjang perjalanannya sebelum diendapkan.

A. Lingkungan Pengendapan Darat

a. Sungai berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe sungai, sungai lurus (straight), sungai teranyam (braided), sungai anastomasing, dan sungai kekelok (meandering). Sungai lurus umumnya berada pada daerah bertopografi terjalm empunyai energi aliran kuat atau deras.

Energi yang kuat ini berdampak pada intensitas erosi vertikal yang tinggi, jauh lebih besar dibandingkan erosi mendatarnya.

Kondisi seperti itu membuat sungai jenis ini mempunyai

(7)

pengendapan sedimen yang lemah, sehingga alirannya lurus tidak berbelok-belok (low sinuosity).

Gambar 1.5 Morfologi sungai

b. Lacustrin atau danau adalah suatu lingkungan tempat berkumpulnya air yang tidak berhubungan dengan laut.

Lingkungan ini bervariasi dalam kedalaman, lebar dan salinitas yang berkisar dari air tawar hingga hipersaline. Pada lingkungan ini juga dijumpai adanya delta, barried island hingga kipas bawah air yang diendapkan dengan arus turbidit Danau juga mengendapkan klastika dan endapan karbonat termasuk oolit dan terumbu dari alga. Pada daerah beriklim kering dapat terbentuk endapan evaporit. Endapan danau ini dibedakan dari endapan laut dari kandungan fosil dan aspek geokimianya.

Danau dapat terbentuk melalui beberapa mekanisme, yaitu berupa pergerakan tektonik sebagai pensesaran dan pemekaran;

proses glasiasi seperti ice scouring, ice damming dan moraine damming (penyumbatan oleh batu); pergerakan tanah atau hasil dari aktifitas volkanik sebagai penyumbatan lava atau danau kawah hasil peledakan.

B. Lingkungan Pengendapan Transisi

a. Delta adalah bentuk geomorfologi yang terbentuk di mulut sungai di mana sungai memasukkan udara, sedimen, dan material lainnya ke dalam badan udara yang lebih besar seperti laut, danau, atau samudra. Pembentukan delta melibatkan serangkaian proses geologi yang terjadi selama berabad-abad.

Proses pembentukan delta adalah akibat akumulasi dari sedimen fluvial (sungai) pada “lacustrine” atau “marine coastline”. Delta

(8)

merupakan sebuah lingkungan yang sangat komplek dimana beberapa faktor utama mengontrol proses distribusi sedimen dan morfologi delta,faktor-faktor tersebut adalah regime sungai, pasang surut (tide),gelombang, iklim, kedalaman air dan subsiden. Untuk membentuk sebuah delta, sungai harus mensuplai sedimen secara cukup untuk membentuk akumulasi aktif, dalam hal ini prograding system. Dalam beberapa kasus, pengendapan sedimen fluvial ini banyak berubah karena faktor diatas, sehingga banyak ditemukan variasi karakteristik pengendapan sedimennya, meliputi distributary channels, river- mouth bars, interdistributary bays, tidal flat, tidal ridges, beaches, eolian dunes, swamps, marshes dan evavorites flats.

Delta front merupakan daerah dimana endapan sedimen dari

sungai bergerak memasuki cekungan dan

berasosiasi/berinteraksi dengan proses cekungan (basinal).

Akibat adanya perubahan pada kondisi hidrolik, maka sedimen dari sungai akan memasuki cekungan dan terjadi penurunan kecepatan secara tiba-tiba yang menyebabkan diendapkannya materialmaterial dari sungai tersebut. Kemudian material- material tersebut akan didistribusikan dan dipengaruhi oleh proses basinal. Umumnya pasir yang diendapkan pada daerah ini terendapkan pada distributary inlet sebagai bar.

Delta plain merupakan bagian kearah darat dari suatu delta.

Umumnya terdiri dari endapan marsh dan rawa yang berbutir halus seperti serpih dan bahan-bahan organik (batubara). Delta plain merupakan bagian dari delta yang karakteristik lingkungannya didominasi oleh proses fluvial dan tidal. Pada delta plain sangat jarang ditemukan adanya aktivitas dari gelombang yang sangat besar. Daerah delta plain ini ditoreh (incised) oleh fluvial distributaries dengan kedalaman berkisar dari 5–30 m. Pada 9 distributaries channel ini sering

(9)

terendapkan endapan batupasir channelfill yang sangat baik untuk reservoir.

Gambar 1.6 Delta

b. Estuarin Pritchard, 1967 (Reineck & Singh, 1980) mengemukakan bahwa estuarin adalah “a semi-enclosed coastal body of water which has a free connection with the open sea and within which sea water is measurablydiluted with fresh water derived from land drainage”. Ada dua factor penting yang mengontrol aktivitas di estuarin, yaitu volume air pada saat pasang surut dan volume air tawar (fresh water) serta bentuk estuarin. Endapan sedimen pada lingkungan estuarin dibawa dua aktivitas, yaitu oleh arus antai dan dari laut terbuka. Transpor sedimen dari laut lepasakan sangat tergantung dari rasio besaran tidal dan antain antai. Estuarin diklasifikasikan menjadi tiga daerah yaitu marine atau lower estuarin, yaitu estuarine yang secara bebas berhubungan dengan laut bebas, sehingga karakteristik air laut sangat terasa pada daerah ini, Middle estuarin, yaitu daerah dimana terjadi percampuran antara fresh water dan air asin secara seimbang dan Fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah estuarin dimana fresh water lebih mendominasi, tetapi tidal masih masih berpengaruh (harian).

c. Lagun (Lagoon) adalah suatu kawasan berair dangkal yang masih berhubungan dengan laut lepas, dibatasi oleh suatu

(10)

punggungan memanjang (barrier) dan relatif sejajar dengan pantai. Maka dari itu lagun umumnya tidak luas dan dangkal dengan energi rendah. Beberapa lagun yang dianggap besar, misalnya Leeward Lagoon di Bahama luasnya hanya 10.000 km dengan kedalaman + 10 m (Jordan, 1978, dalam Bruce W.Sellwood, 1990). Transportasi material sedimen di lagun dilakukan oleh, air pasang energi ombak, angin yang dengan sendirinya dikendalikan iklim sehingga akan mempengaruhi kondisi biologi dan kimia lagun. Endapan delta (tidal delta) dapat terbentuk dibagian ujung alur pemisah tanggul, yaitu di dalam laguna tau dibagian laut terbuka (Boggs, 1995). Material delta tersebut agak kasar sebagai sisipan pada fraksi halus, yaitu bila terjadi aktifitas gelombang besar yang mengerosi tanggul dan terendapkan di lagun melalui celah tersebut. Lingkungan lagun karena ada tanggul maka berenergi rendah sehingga material yang diendapkan berupa fraksi halus, kadang juga dijumpai batupasir dan batulumpur. Beberapa lagun yang tidak bertindak sebagai muara sungai, maka material yang diendapkan didominasi olehmaterial marin. Material pengisi lagun dapat berasal dari erosi barrier (wash over) yang berukuran pasir dan lebih kasar. Apabila ada penghalang berupa reef, dapat juga dijumpai pecahan-pecahan cangkang di bagian back atau di tidal delta. Akibat angin partikel halus dari tanggul dapat terangkut dan diendapkan di lagun. Angin tersebut dapat juga menyebabkan terjadinya gelombang pasang yang menerpa garis pantai dan menimbulkan energi tinggi sehingga terjadi pengikisan dan pengendapan fraksi kasar. Struktur bioturbasi sering dijumpai pada batulempung pasiran (siltstone) yang bersisipan batupasir dibagian dasar lagun (Boggs, 1995).

Batupasir tersebut ditafsirkan sebagai hasil endapan angin, umumnya berstruktur perarian sejajar dan kadang juga berstruktur ripple cross-lamination.

(11)

d. Tidal Flat merupakan lingkungan yang terbentuk pada energi gelombang laut yang rendah dan umumnya terjadi pada daerah dengan daerah pantai mesotidal dan makrotidal. Pasang surut dengan amplitude yang besar umumnya terjadi pada pantai dengan permukaan air yang sangat besar/luas. Danau dan cekungan laut kecil yang terpisah dari laut terbuka biasanya hanya mengalami efek yang kecil dari pasang surut ini, seperti pada laut mediterania yang ketinggian pasang surutnya hanya berkisar dari 10 – 20 cm. Luas dari daerah tidal flat ini berkisar antara beberapa kilometer sampai 25 km (Boggs, 1995).

Berdasarkan padaelevasinya terhadap tinggi rendahnya pasang surut, lingkungan tidal flatdapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu subtidal, intertidal dan supratidal Zona subtidal meliputi daerah dibawah rata-rata level pasang surut yang rendah dan biasanya selalu digenangi air secara terus menerus. Zona ini sangat dipengaruhi oleh tidal channel dan pengaruh gelombang laut, sehingga pada daerah ini sering diendapkan bedload dengan ukuran pasir (sand flat). Pada zona ini sering terbentuk subtidal bar dan shoal. Pengendapan pada daerah subtidal utamanya terjadi oleh akresi lateral dari sedimen pasiran pada tidal channel dan bar. Migrasi pada tidal channel ini sama dengan yang terjadi pada lingkungan sungai meandering. Zona intertidal meliputi daerah dengan level pasang surut rendah sampai tinggi.

Endapannya dapat tersingkap antara satu atau dua kali dalam sehari, tergantung dari kondisi pasang surut dan angin lokal.

Pada daerah ini biasanya tidak tumbuh vegetasi yang baik, karena adanya aktifitas air laut yang cukup sering (Boggs, 1995). Karena intertidal merupakan daerah perbatasan antara pasang surut yang tinggi dan rendah, sehingga merupakan daerah pencampuran antara akresi lateral dan pengendapan suspensi, maka daerah ini umumnya tersusun oleh endapan yang berkisar dari lumpur pada daerah batas pasang surut tinggi

(12)

sampai pasir pada batas pasang surut rendah (mix flat). Pada daerah dengan pasang surut lemah disertai adanya aktivitas ombak pada endapan pasir intertidal dapat menyebabkan terbentuknya asimetri dan simetri ripples. Facies intertidal didominasi oleh perselingan lempung, lanau dan pasir yang memperlihatkan struktur flaser, wavy dan lapisan lentikular.

Facies seperti ini menunjukan adanya fluktuasi yang konstan dengan kondisi energi yang rendah. Zona supratidal berada diatas rata-rata level pasang surut yang tinggi. Karena letaknya yang lebih dominan kearah darat, zona ini sangat dipengaruhi oleh iklim. Pada daerah sedang, daerah ini kadang-kadang ditutupi oleh endapan marsh garam, dengan perselingan antara lempung dan lanau (mud flat) serta sering terkena bioturbasi (skolithtos). Pada daerah beriklim kering sering terbentuk endapan evaporit flat. Daerah ini umumnya ditoreh oleh tidal channel (incised tidal channel) yang membawa endapan bedload di sepanjang alursungainya. Pengendapan pada tidal channel umumnya sangat dipengaruhi oleh arus tidal sendiri, sedangkan pada daerah datar di sekitarnya (tidal flat), pengendapannya akan dipengaruhi pula oleh aktivitas dari gelombang yang diakibatkan oleh air ataupun angin.

C. Lingkungan Pengendapan Laut

a.

Neritik (Shelf Environment) Daerah shelf merupakan daerah lingkungan pengendapan yang berada diantara daerah laut dangkal sampai batas shelf break. Heckel (1967) dalam Boggs (1995) membagi lingkungan shelf ini menjadi dua jenis, perikontinental (marginal) dan epikontinental (epeiric). Perikontinental shelf adalah lingkungan laut dangkal yang terutama menempati daerah di sekitar batas kontinen (transitional crust) shelf dengan laut dalam.

Perikontinental seringkali kehilangan antai besar dari endapan sedimennya (pasir dan material berbutir halus

(13)

lainnya), karena endapan-endapan tersebut bergerak memasuki laut dalam dengan proses arus traksi dan pergerakan epikontinental (gravity mass movement).

Karena keberadaannya di daerah kerak transisi (transitional crust), perikontinental juga sering menunjukan penurunan (subsidence) yang besar, khususnya pada tahap awal pembentukan cekungan, yang dapat mengakibatkan terbentuknya endapan yang tebal pada daerah ini (Einsele, 1992). Sedangkan epikontinental adalah lingkungan laut yang berada pada daerah kontinen (daratan) dengan sisi- sisinya dibatasi oleh beberapa daratan.

b.

Oceanic (Deep-water Environment) Sekitar 70% daerah bumi ini merupakan daerah cekungan laut dengan alas kerak Samudra tipe basaltis. Daerah cekungan laut dalam merupakan daerah yang pada bagian atanya dibatasi oleh lingkungan shelf pada zona break, secara topografi ditandai dengan kemiringan yang curam (lebih besar) dibandingkan dengan shelf. Berdasarkan dari fisiografinya, lingkungan laut dalam ini dibagi menjadi tiga daerah yaitu, continental slope, continental rise dan cekungan laut dalam

c.

Lingkungan Terumbu (Reef) Terumbu atau reef merupakan lingkungan yang unik yang sangat berbeda dari bagian lingkungan pengendapan lainnya di lingkungan paparan (shelf). Terumbu ini umumnya dijumpai pada bagian pinggir platform paparan luar (outer-shelf) yang hampir menerus sepanjang arah pantai, sehingga merupakan penghalang yang efektif terhadap Gerakan gelombang yang melintasi paparan tersebut.

(14)

Daftar Pustaka

Boggs, Sam, J. R., 1995, Principles of Sedimentology and Stratigraphy, University of Oregon, Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey Rahmawati, M. (n.d.). Lingkungan Pengendapan. Retrieved from

Academia.Edu:

https://www.academia.edu/39932963/Lingkungan_pengendapan

Umam, N. (2015). Proses Sedimentasi. Retrieved from Academia.Edu:

https://www.academia.edu/20128835/Proses_Sedimentas

Referensi

Dokumen terkait

 Inovasi adalah ide-ide baru, praktek-praktek baru, atau obyek-obyek baru yg dapat dirasakan sbg sesuatu yang baru oleh individu/ masyarakat sasaran penyuluhan...  So.., Apa

2010; the reforms that took Georgia from 112th place in 2006 to 8th place in 2014 in the World Bank’s“Ease of Doing Business”report, that helped quadruple the economy in nominal terms