• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selamat Datang - Digital Library

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Selamat Datang - Digital Library"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI SISTEM PANASBUMI DENGAN ANALISA GRADIEN GRAVITY SERTA PEMODELAN DATA TOPEX GAYABERAT DAN

RESISTIVITAS MAGNETOTELURIK 2D DAERAH PANASBUMI ARJUNO-WELIRANG

(Skripsi)

Oleh

M. FAJRI SUHADA NPM 1715051018

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2022

(2)

IDENTIFIKASI SISTEM PANASBUMI DENGAN ANALISA GRADIEN GRAVITY SERTA PEMODELAN DATA TOPEX GAYABERAT DAN

RESISTIVITAS MAGNETOTELURIK 2D DAERAH PANASBUMI ARJUNO-WELIRANG

Oleh

M. FAJRI SUHADA Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Geofisika Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2022

(3)

i ABSTRAK

IDENTIFIKASI SISTEM PANASBUMI DENGAN ANALISA GRADIEN GRAVITY SERTA PEMODELAN DATA TOPEX GAYABERAT DAN

RESISTIVITAS MAGNETOTELURIK 2D DAERAH PANASBUMI ARJUNO-WELIRANG

Oleh

M. FAJRI SUHADA

Panas bumi merupakan salah satu energi terbarukan yang menjadi alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. Gunung Arjuno-Welirang yang terletak di Provinsi Jawa Timur dan berjenis stratovolcano. Dalam pengembangan lapangan panas bumi dilakukan analisis gaya berat guna merekonstruksi struktur sistem panas bumi. Hasil Complete bouger anomaly (CBA) memiliki rentang 80 sampai 130 mGal. Pada anlisis spektrum nilai cutoff rata-rata yaitu 0,0017 dan lebar jendela 19 untuk memisahkan anomali regional dan residual. Nilai FHD pada daerah penelitian tinggi di puncak Arjuno dan Welirang. Analisis Second Vertical Derivative (SVD) untuk menggambarkan diskontinuitas struktur bawah permukaan. Digunakan pula inversi 3D dan didapat densitas 0,8 sampai 3,2 gr/cc.

Setelah dilakukan 6 slice pada model 3D, FHD, SVD dan Residual terindikasi beberapa sesar yaitu Sesar Normal Anjasmoro, Sesar claket, Sesar Bulak, Sesar Welirang, Sesar Kembar, Sesar Padusan, Sesar Puncung, Sesar Ringgit, Sesar Arjuno 2, Sesar Cangar, Sesar Arjuno. Selain metode gaya berat dilakukan pula pemodelan inversi 2D magnetotelurik dengan resistivitas clay cap (<10 ohm-m), dan nilai densitas 8 sampai 2,53 gr/cc. Daerah reservoar memiliki nilai resistivitas diatas 30 ohm-m pada suhu kurang lebih 260 0C dengan ketebalan 1 sampai 1,5 km. Heat source memiliki nilai resistivitas dari heat source yaitu lebih dari 500 ohm-m dengan densitas 2,5 sampai 3,2 gr/cc diindikasikan batuan lava-basaltik.

Dari sisten panas bumi tersebut zona discharge berupa upflow pada daerah Struktur Welirang.

Kata kunci: Second Vertical Derivatife, Metode Gayaberat, Sistem Panasbumi.

Metode Magnetotelurik.

(4)

ii ABSTRACT

IDENTIFICATION OF GEOTHERMAL SYSTEMS WITH GRADIENT GRAVITY ANALYSIS AND TOPEX DATA MODELING OF GRAVITY AND

2D MAGNETOTELURIC RESISTIVITY IN ARJUNO-WELIRANG GEOTHERMAL REGION

By

M. FAJRI SUHADA

Geothermal is one of the renewable energy that is an alternative to reduce dependence on fossil energy. Mount Arjuno-Welirang is located in East Java Province and is a stratovolcano type. In the excavation of the geothermal field, gravity analysis is carried out in order to reconstruct the structure of the geothermal system. Complete Bouger Anomaly (CBA) results range from 80 to 130 mGal. In spectrum analysis, the mean cutoff value is 0.0017 and the window width is 19 to separate regional and residual anomalies. The FHD value in the study area is high at the peaks of Arjuno and Welirang. Second Vertical Derivative (SVD) analysis to describe the discontinuity of subsurface structures. 3D inversion was also used and obtained densities of 0.8 to 3.2 g/cc. After doing 6 slices on the 3D, FHD, SVD and Residual models, several faults were indicated, namely the Anjasmoro Normal Fault, Claket Fault, Bulak Fault, Welirang Fault, Twin Fault, Padusan Fault, Puncung Fault, Ringgit Fault, Arjuno 2 Fault, Cangar Fault, Fault Arjuno. In addition to the gravity method, 2D magnetotelluric inversion modeling with clay cap resistivity (<10 ohm-m) was also carried out, and a density value of 8 to 2.53 gr/cc. The reservoir area has a resistivity value above 30 ohm-m at a temperature of approximately 260 0C with a thickness of 1 to 1.5 km. The heat source has a resistivity value of more than 500 ohm-m with a density of 2.5 to 3.2 gr/cc indicated lava-basaltic rock. From the geothermal system, the discharge zone is in the form of upflow in the Welirang Structure area.

Keywords: Second Vertical Derivatife, Gravity Method, Geothermals System.

Magnetotelluric Method.

(5)

iii

Judul Skripsi : IDENTIFIKASI SISTEM PANASBUMI DENGAN ANALISA GRADIEN GRAVITY SERTA PEMODELAN DATA TOPEX GAYABERAT DAN RESISTIVITAS

MAGNETOTELURIK 2D DAERAH

PANASBUMI ARJUNO-WELIRANG.

Nama Mahasiswa : M. Fajri Suhada

Nomor Pokok Mahasiswa : 1715051018 Program Studi : Tekknik Geofisika

Fakultas : Teknik

MENYETUJUI, 1. Komisi Pembimbing,

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Prof. Drs. Ir. Suharno, M.Sc., Ph.D., Rustadi, S.Si., M.T.

IPU., ASEAN Eng.

NIP. 19627107 198703 1002 NIP. 19720511 199703 1002 2. Ketua Jurusan Teknik Geofisika

Karyanto, S.Si., M.T.

(6)

iv

NIP. 19691230 199802 1001 MENGESAHKAN 1. Tim Penguji

Ketua : Prof. Drs. Ir. Suharno, M.Sc., Ph.D.,IPU., ASEAN Eng .………..

Sekretaris : Rustadi, S.Si., M.T. ...……..

Anggota : Ir. Syamsurijal Rasimeng, S.Si., M.Si. …………

2. Dekan Fakultas Teknik

Dr. Eng. Helmy Fitriawan, S.T., M.Sc.

NIP. 19750928 200112 1002

Tanggal Ujian Skripsi: 29 September 2022

(7)

v

(8)

vi

RIWAYAT HIDUP

M. FAJRI SUHADA dilahirkan di Bandarlampung pada tanggal 5 Januari 1999, anak ketiga dari empat bersaudara, putra dari Alm. Bapak M. Daud Idris dan Ibu Suci Hasanah.

Penulis Menyelesaikan Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada tahun 2014 di SMP Negeri 4 Bandarlampung, dan melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Bandarlampung yang diselesaikan pada tahun 2017. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan Perguruan Tinggi Negeri di Universitas Lampung mengambil Jurusan Teknik Geofisika pada tahun 2017 melalui jalur SNMPTN.

Selama masa kuliah, penulis beberapa kesempetan menjadi asisten praktikum yaitu Geologi Dasar, Metode Gaya Berat, Metode Elektromagnetik, Eksplorasi Geothermal. Dalam organisasi dapat dikatakan cukup aktif dalam kegiatan organisasi kampus. Pada tahun 2018 menjadi Koordinator Acara Panitia Khusus Fakultas Teknik, lalu menjadi anggota Bidang Kaderisai Hima TG Bhuwana, serta menjadi Sekretaris Dinas Sosial dan Politik BEM FT Universitas Lampung, Pada Tahun 2019 penulis menjadi anggota Public Relations pada SEG SC UNILA, dan juga menjadi Jendral Lapangan BEM FT Universitas Lampung pada PKKBM 2019, dan Menjadi Perwakilan Fakultas Teknik Universitas Lampung Pada Munas Mahasiswa Teknik Seluruh Indonesia Tahun 2019 di Mataram, Nusa Tenggara Barat. Pada Tahun 2020 penulis diamanahkan menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa TG Bhuwana pada periode 2020-2021. Pada semester enam, penulis melakukan Kerja Praktik di PT Geo Dipa Energi, dengan judul laporan

PENGOLAHAN DAN PEMODELAN DATA MAGNETOTERLLURIK PADA DAERAH PROSPEK PANAS BUMI GUNUNG “X” DAERAH “Y” ” Pada akhir masa studi, penulis melakukan penelitian untuk memperoleh gelar sarjana teknik dengan judul “IDENTIFIKASI SISTEM PANASBUMI DENGAN ANALISA GRADIEN GRAVITY SERTA PEMODELAN DATA TOPEX GAYABERAT DAN RESISTIVITAS MAGNETOTELURIK 2D DAERAH PANASBUMI ARJUNO-WELIRANG”.

(9)

vii

PERSEMBAHAN

Puji syukur saya panjatkan pada Allah Subhanahu wa ta'ala atas terselesaikannya skripsi ini dengan baik dan lancar. Dan skripsi ini saya persembahkan untuk:

MAMA PAPA TERKASIH

M. DAUD IDRIS SUCI HASANAH

Terimakasih atas segala doa, kasih sayang yang selalu mama papa berikan berikan tanpa henti, terkhusus mama yang terus memanjatkan do’a dan kasih sayang serta tetap memilih kuat untuk menjadi kepala keluarga menggantikan papa, setiap keberuntungan ataupun hal yang dipermudah adalah do’a yang mama

panjatkan.

Terimakasih atas segala jerih payah Ayah dan Ibu sehingga segala kebutuhan dan keinginanku dapat selalu terpenuhi tanpa kekurangan

Semuanya takkan terbalas, sebaik apapun kata dalam kertas ini terangkai, sepanjang apapun bait dalam kertas ini bahkan takkan bisa membalas apa yang

telah mama papa korbankan.

KAKAK ADIK FEBRIA NURDAUCI, S.H.

NURFADILA DASURI, S.H.

MUHAMMAD HATTA FAHADA

Atas semua dukungan, do’a, semangat, perhatian, motivasi, selama ini.

PUTI AINAYYA

Atas semua motivasi, dukungan, do’a, semangat, perhatian, dan selalu mengingatkan untuk tidak menunda pekerjaan selama ini

TEKNIK GEOFISIKA 2017

Atas semua dukungan, semangat, bantuan, hiburan selama ini.

(10)

MOTTO HIDUP

“ Tidak Ada Yang Lebih Baik Dari Melakukan Yang Terbaik”

“ 10% What Happens To You 90% How You React To It”

M. FAJRI SUHADA

(11)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, atas segala rahmat, hidayah, dan inayah-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada Rasullullah Muhammad SAW yang telah mengantarkan kita melewati masa jahiliyah sampai ke masa sekarang ini.

Skripsi ini judul “IDENTIFIKASI SISTEM PANASBUMI DENGAN ANALISA GRADIEN GRAVITY SERTA PEMODELAN DATA TOPEX GAYABERAT DAN RESISTIVITAS MAGNETOTELURIK 2D DAERAH PANASBUMI ARJUNO-WELIRANG”. Skripsi ini merupakan hasil dari Tugas Akhir yang penulis laksanakan di Jurusan Teknik Geofisika, Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini tidak lepas dari kesalahan.

Karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca untuk kemajuan kita bersama. Semoga skripsi ini dapat berguna dan dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan serta dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan juga bagi pembaca pada umumnya.

`

Bandar Lampung, 3 Oktober 2022 Penulis,

M. Fajri Suhada

(12)

x

SANWACANA

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT karena rahmat, hidayah serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul “IDENTIFIKASI SISTEM PANASBUMI DENGAN ANALISA GRADIEN GRAVITY SERTA PEMODELAN DATA TOPEX GAYABERAT DAN RESISTIVITAS MAGNETOTELURIK 2D DAERAH PANASBUMI ARJUNO-WELIRANG”. Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat kedepan-nya. Tentunya penulis tidak dapat menyelasaikan penelitian ini dengan sendiri banyak pihak yang terlibat serta berkontribusi secara ilmiah, spiritual, dan memberikan do’a dam informasi baik secara langsung maupun tidak langsung hingga terttulis skripsi ini. Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yang selalu menjadi kebanggaan hidup penulis Bapak M. Daud Idris dan Ibu Suci Hasanah yang telah bekerja keras dan senantiasa menyayangi, memberi dukungan, mencintai dengan sepenuh hati, serta kakak- kakak cantikku Febria Nurdauci dan Nurfadila Dasuri yang senantisa memberkan suplai materi dan semangat tanpa henti, serta adik Hatta Fahada yang selalu menyindir untuk menyelesaikan peneletian ini.

2. Bapak Karyanto, S.Si. M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung.

3. Prof. Drs. Ir. Suharno, M. Sc.,Ph.D., IPU., ASEAN Eng. selaku dosen pembimbing utama atas ketersedianya memberikan bimbingan yang layak, serta memberi banyak masukan, saran dalam proses penelitian skripsi ini.

4. Bapak Rustadi, S.Si. M.T. selaku pembimbing kedua dalam Tugas Akhir ini yang telah memberikan banyak bimbingan, saran, serta masukan untuk penulisan tugas akhir skripsi ini.

(13)

5. Bapak Syamsurijal Rasimeng, S.Si., M.Si. selaku penguji dalam Tugas Akhir ini yang telah memberikan masukan, saran, serta kritikan yang membangun.

6. Bapak Chevy Iskandar selaku pembimbing kerja praktik di PT Geo Dipa Energy yang membembing saya untuk melakukan pengolahan Magnetotelurik.

7. Dosen-dosen Jurusan Teknik Geofisika Universitas Lampung yang saya hormati, dan Staff Tata Usaha penuh ucap terima kasih untuk segala bantuan yang diberikan.

8. Kepada “SERIGALA” yang telah menemani dalam canda tawa dan sedikitvmenyemangati penulis

9. Terimakasih kepada TG 17 Ito, Faiq, Icun, Azhar, Fatur, Acep, Ryas, Adief, Bagus, Baho, Baong, Bima, Faiz, Gede, Guruh, Madi, Niko, Paulus, dan Tajar, Dea, Varen, Fifah, Devita, Irhaz, Lisa, Aryka, Oca, Jeje, Tiwi, Uti, Mustika, Mesa, Rere, Fe , Risa, Fina Heni, Sukma, Tasya, Deden, Danti, Jijah, Intan, Uli, Vivi, Mia, Alma, Bryan.

10. Terimakasih semua pihak yang pernah membuat penulis merasakan indah, manis, pait, keram, pegel, posisi mikir, dan hal indah lainya pada kehidupan kampus.

11. Serta Puti Ainayya yang galak dan suka ngambekan, namun cantic dan selalu mengingatkan untuk menyelesaikan skripsi dengan cepat.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan bahwa Skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Aamiin.

Bandar Lampung, 4 Oktober 2022 Penulis,

M. Fajri Suhada

(14)

xii DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

PERSETUJUAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

MOTTO HIDUP ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

SANWACANA ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL ... xix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Batasan Masalah ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

(15)

xiii

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Letak dan Lokasi Daerah Penelitian ... 4

2.2 Geologi Daerah Penelitian ... 5

2.3 Statigrafi ... 8

2.4 Manifestasi Daerah Arjuno Welirang ... 10

2.5 Geokimia ... 12

2.6 Sistem Panas Bumi ... 14

III. TEORI DASAR ... 17

3.1 Metode Gaya Berat ... 17

3.2 Hukum Newton ... 17

3.3 Rapat Masa Batuan ... 19

3.4 Koreksi Dalam Gayaberat ... 19

3.5 Metode Parasnis ... 22

3.6 Fast Fourier Transform (FFT) ... 23

3.7 Analisis Spektrum ... 24

3.8 Moving Average ... 25

3.9 First Horizontal Derivative (FHD) ... 26

3.10 Second Vertical Derivative (SVD) ... 26

3.11 Inverse Modelling ... 28

3.12 Metode Magnetotelurik ... 30

3.13 Prinsip Elektromagnet ... 30

3.14 Robust Processing ... 34

3.15 Koreksi Static Shift ... 35

3.16 Inversi Non Linear Conjugate Gradien (NLCG) ... 37

IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 37

(16)

xiv

4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 37

4.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 38

4.3 Diagram Alir ... 39

4.4 Prosedur Penelitian ... 41

4.4.1 Tahapan Pengolahan Data Metode Gaya Berat ... 41

4.4.2 Tahapan Pengolahan Data Magnetotelurik ... 42

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

5.1 Hasil Gaya Berat ... 43

5.1.1 Anomali Bouger Lengkap ... 43

5.1.2 Analisis Spektrum ... 44

5.1.3 Pemisahan Anomali Regional dan Residual ... 49

5.1.4 First Horizontal Derivative (FHD) ... 51

5.1.5 Second Vertical Derivative (SVD) ... 53

5.1.6 Model Inversi 3D ... 54

5.1.7 Slice Vertical ... 61

5.1.8 Slice Line A-A’ ... 63

5.1.9 Slice Line B-B’ ... 65

5.1.10 Slice Line C-C’ ... 67

5.1.11 Slice Line D-D’ ... 69

5.1.12 Slice Line E-E’ ... 71

5.2 Magnetotelurik ... 73

5.2.1 Data Magnetotelurik... 73

5.2.2 Pemilihan time series ... 74

5.2.3 Fast Fourier Transform ... 75

5.2.4 Robust Processing ... 75

(17)

xv

5.2.5 Seleksi Crosspower ... 75

5.2.6 Static Shift ... 79

5.2.7 Pemodelan Inversi 2D MT ... 81

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

6.1 Kesimpulan ... 88

6.2 Saran ... 89

DAFTAR PUSTKA ... 90

(18)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Lokasi daerah penelitian 4

2. Peta geologi daerah penelitian 5

3. Peta Morfologi 6

4. Peta kompilasi daerah Panas Bumi Arjuno -Welirang 7 5. Statigrafi daerah Panas Bumi Arjuno –Welirang 9

6. Diagram Cl/100–Li-B/4 14 12

7. Diagram Segitiga Cl - SO4 - HCO3 13

8. Sistem Panas Bumi 15

9. Gaya Tarik Menarik Antara Dua Benda 18

10. Grafik metode parasnis (Sarkowi, 2014) 25

11. Kurva Ln A Terhadap K 31

12. Konsep gelombang elektromagnetik 39

13. Diagram Alir Penelitian 43

14. Peta anomali bouguer lengkap 45

15. Garis lintasan pada kontur anomali bouger lengkap 46

16. Grafik analisis spektrum lintasan 1 46

17. Grafik analisis spektrum lintasan 2 47

18. Grafik analisis spektrum lintasan 3 50

19. Peta anomali regional daerah penelitian 51 20. Peta anomali residual daerah penelitian 52

21. Peta anomali FHD daerah penelitian 54

(19)

xvii

22. Peta SVD anomali residual Elkins (1951) 55

23. Model 3D densitas 55

24. Model overlay 3D densitas 57

25. Slice 3D kedalaman 1000 meter 58

26. Slice 3D kedalaman 2000 meter 60

27. Slice 3D kedalaman 3000 meter 60

28. Slice 5 Line Vertikal 61

29. (a) . Profil lintasan slice line A-A’ SVD dan FHD. (b) Profil lintasan slice

peta kompilasi geologi. 64

30. (a) . Profil lintasan slice line B-B’ SVD dan FHD. (b) Profil lintasan slice

peta kompilasi geologi. 66

31. (a) . Profil lintasan slice line C-C’ SVD dan FHD. (b) Profil lintasan slice

peta kompilasi geologi. 68

32. (a) . Profil lintasan slice line D-D’ SVD dan FHD. (b) Profil lintasan slice

peta kompilasi geologi. 70

33. (a) . Profil lintasan slice line E-E’ SVD dan FHD. (b) Profil lintasan slice

peta kompilasi geologi. 72

34. Lokasi titik data magnetotelurik 74

35. Data Magnetotelurik 74

36. Pemilihan sinyal time series 75

37. Hasil Robust Prosessing. 76

38. Titik TE, TM dan 100 crosspower 76

39. Titik MT09 77

40. Titik MT18 77

41. Titik MT22 77

42. Titik MT67 78

43. Titik MT73 78

44. Titik MT83 78

45. Static Shift MT09 79

(20)

xviii

46. Static Shift MT18 80

47. Static Shift MT22 80

48. Static Shift MT67 80

49. Static Shift MT73 80

50. Static Shift MT83 80

51. Modelan inversi 2D. 81

52. (a) . Profil penampang FHD dan SVD dan Residual slice line MT-MT’

(b). Model inversi 2D MT (c). Peta geologi daerah penelitian

(d) Penampang pesebaran densitas 82

52. Model Panas Bumi Arjuno-Welirang Daaerah Penelitian 85 52. Sistem Geologi Panas Bumi Daaerah Penelitian. ` 86 52. Overlay Model Sistem Geologi Dan Panas Bumi Daaerah Penelitian 87

(21)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Nilai densitas batuan (Telford, et al., 1990) 19

2. Koefisien Filter SVD 28

3. Jadwal Pelaksanaan Penelitian 37

4. Kedalaman anomali regional dan residual 48

5. Jadwal Pelaksanaan Penelitian 48

(22)

I. PENDAHULUAN

1.1 Tujuan Penelitian

Pemerintah melalui Kementrian ESDM meningkatkan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) agar menutupi kebutuhan energi berbahan dasar fosil dengan target bauran sebesar 23% pada tahun 2025 secara optimal. Direktorat Jenderal EBTK akan melakukan penambahan kuantitas kapasitas terpasang PLT EBT sekitar 905,73 mega watt (MW), dan salah satunya dari terdiri dari PLT Panas Bumi sebesar 196 MW.

Panas bumi merupakan salah satu energi terbarukan yang menjadi alternatif di berbagai negara khususnya di Indonesia untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. Indonesia memiliki potensi sumber daya sebesar 11.073 MW dan cadangan sebesar 17.506 MW (KESDM, 2017). Potensi panas bumi di Indonesia sanagat tinggi, hal ini terjadi karena letak geografis yang berada di gugusan gunung api dan zona lempeng aktif dunia.

Gunung Arjuno-Welirang yang terletak di Provinsi Jawa Timur dan berjenis stratovolcano dengan ketinggian yaitu 3,339 m (10,955 ft) untuk Arjuno dan 3,156 m untuk Welirang, bumi karena adanya sumber mata air panas, fumarol, tanah panas, endapan batuan teralterasi. Pengembangan panas bumi dibutuhkan peran ilmu geofisika dan metode-motode di dalamnya, salah satunya adalah metode gaya berat yaitu metode percepatan gravitasi di permukaan bumi yang dipengaruhi oleh perubahan densitas batuan bawah permukaan disekitar titik pengukuran. Metode gaya berat umumnya berfungsi

(23)

2

mengidentifikasi struktur geologi dan dan anomali bawah permukaan dari variasi medan percepatan gravitasi, sehingga cocok melihat struktur daerah prospek panas bumi. Penelitian serupa tentang metode gaya berat pada daerah Gunung Arjuno-Welirang telah dilakukan oleh Aqi (2019) namun belum terlihat indikasi heat source dan reservoar, sehingga dapat dikorelasi oleh data magnetotelurik.

Selain metode gaya berat untuk mengetahui patahan dan struktur daerah prospek panas bumi terdapat metode mutakhir dalam mengambarkan kondisi bawah permukaan system panas bumi yaitu metode magnetotelurik. Metode MT (Magnetotelurik) merupakan metode elektromagnetik pasif dengan mengukur fluktuasi medan listrik dan medan magnet sacara natural secara tegak lurus di bawah permukaan bumi. Metode MT digunakan guna mengetahui konduktivitas batuan di bawah permukaan bumi. Penelitian dengan pemodelan MT sebelumnya telah dilakukan oleh Nuqramadha (2019) di daerah arjuno welirang, namun penelitian tersebut terfokus pada dmagnetotelurik tanpa menggunakan data gaya berat.

Penelitian ini menggunakan metode gaya berat dan magetotelurik, dimana metode gayaberat memanfaatkan Data TOPEX untuk mengidentifikasi struktur bawah permukaan sebagai sistem pengontrol panas bumi dengan menggunakan pemodelan 3D pada daerah Gunung Arjuno-Welrang. Metode magnetotelurik adalah metode yang mengukur medan magnet dan listrik secara pasif dan dapat menggambarkan resistivitas bawah permukaan dengan jangkauan yang cukup dalam di bawah permukaan bumi, sehingga dapat menggambarkan system panas bumi dalam parameter resistivitas.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan peta pesebaran anomali bouguer regional dan residual daerah penelitian.

2. Mengidentifikasi struktur daerah penelitian dengan analisa second vertical derivative (SVD) dan first horizontal derivative (FHD).

3. Memperoleh model 3D gaya berat daerah penelitian

(24)

3

4. Memperoleh model resistivitas inversi 2D Magnetotelurik pada daerah penelitian.

5. Membuat Model Sistem Panas Bumi Arjuno-Welirang.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Daerah Penelitian terletak pada lapangan panas bumi Arjuno-Welirang 2. Data gaya berat adalah data sekunder hasil dari https://topex.ucsd.edu/

3. Pemisahan anomali regional dan residual dengan menggunakan metode moving average dan analisa derivative untuk mengidentifikasi struktur daerah penelitian.

4. Pemodelan data magnetotelurik dengan menggunakan inversi 2D.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini yaitu memberikan informasi mengenai struktur bawah permukaan dan model resistivitas pada daerah penelitian berdasarkan data gaya berat dan data magnetotelurik.

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Letak Daerah Penelitian

Daerah penelitian ini adalah Lapangan Panas Bumi Arjuno Wilerang, Kabaputaen Malang, Mojokerto dan Pasuruan. Daerah tersebut secara geografi terletak antara 666000 – 682800 mT dan 9130000 – 9154000 mS. Dengan memiliki ketinggian Gunung Arjuno yaitu 3339 mdpl, sedangkan Gunung Welirang 3156 mdpl. Peta daerah penelitian diperlihatkan pada Gambar 1:

Gambar 1. Lokasi daerah penelitian

(26)

5

2.2 Geologi daerah penelitian

Daerah panas bumi jenis batuan vulkanik kuarter dengan aliran lava daerah gunung Beberapa produk gunungapi di daerah Gunung Arjuno-Welirang ya itu lava dan piroklastik. Struktur geologi di daerah peneitian cukup kompleks dimana terdapat sesar normal, mendatar, rim kaldera, dan amblasan. Secara umum sesar melintang Gunung Arjuno-Welirang dengan arah utara selatan, barat laut-tenggara, barat daya timur laut, dan barat timur. Rim kaldera terlihat pada tengah daaerah Gunung Arjuno-Welirang, untuk sektor amblasan berada pada puncak Gunung Arjuno-Welirang daerah bagian selatan (Daud, dkk., 2019).

Gambar 2. Peta geologi daerah penelitian (Daud, dkk., 2019)

(27)

6

Gambar 3. Peta morfologi (Daud, dkk., 2019)

Stratigrafi daerah penyelidikan terdiri dari 18 (delapan belas) satuan batuan, yang semuanya berupa batuan vulkanik. Komplek vulkanik di daerah penyelidikan dibagi tiga produk utama, yaitu produk Gunungapi Anjasmoro (Lava Anjasmoro), produk Gunung Penanggungan (Aliran Piroklastik Gunung Penanggungan) dan produk Gunung Arjuno-Welirang (Lava Arjuno- Welirang tua, aliran piroklastik Arjuno - Welirang tua, erupsi samping, Lava Welirang I, aliran Piroklastik Wilerang I, Lava Arjuno, aliran Piroklastik Arjuno, Lava Welirang II, Lava Kembar II (1), aliran Piroklastik Kembar I, Lava Kembar I, aliran Piroklastik Kembar II dan Lava Kembar II (2) serta produk longsoran Welirang dan Arjuno. Komponen stratigrafi dapat dijelaskan lebih detail (Soetoyo, 2010).

(28)

7

Gambar 4. Peta kompilasi daerah Panas Bumi Arjuno -Welirang (Hadi, dkk., 2010)

Menurut Hadi, dkk. (2010) struktur geologi daerah Arjuno-Welirang dapat dikelompokan sesuai arah sesar, yaitu arah utara-selatan, barat laut-tenggara, barat daya-timur laut, serta barat-timur. Selain adanya struktur sesar, terdapat pula stuktur vulkanik seperti berupa ring fracture dan zona amblasan. Berikut adalah struktur geologi daerah penelitian:

1. Sesar berarah utara-selatan, sesar dengan arah ini meliputi Sesar Cangar, Sesar Puncung dan juga sesar Claket, terdapat kelurusan manifestasi, terdapat gawir sesar dan perbedaan ketinggian pada topografi yang tinggi.

2. Sesar berarah barat laut–tenggara, kelompok sesar ini memililki pola struktur berupa antitetik dari sesar utama dengan arah baratdaya- timurlaut. Kelompok sesar ini meliputi Sesar Padusan, Sesar Kemiri, serta sesar Bakal. Sesar Kemiri dan Sesar Claket diindikasikan membentuk graben, daerah turun dari graben tersebut diidikasikan diisi oleh aliran piroklastik Welirang. Sesar kelompok ini diindikasikan mengontrol munculnya air panas di sekitar Padusan serta memiliki pengaruh pada

(29)

8

pembentukan lapisan impermeabel di sistem panas bumi Arjuno- Welirang.

3. Sesar berarah baratdaya – timurlaut, sesar ini merupakan struktur sesar utama yang memmengaruhi adanya komplek gunungapi Arjuno- Welirang. Sesar kelompok ini sejajar dengan arah sesar basement dengan berpola Meratus. Sesar kelompok ini dimungkinkan berasosiasi terhadap munculnya Gunung Penanggungan. Sesar dengan arah ini meliputi Sesar Welirang, Sesar Kembar dan Sesar Bulak.

4. Sesar berarah Barat – Timur. Sesar dengan arah ini meliputi Sesar Ledug dan Sesar Ringit

5. Sesar berarah Barat – Timur, . Sesar dengan arah ini meliputi Sesar Ledug dan Sesar Ringit.

6. Rim Kaldera Anjasmoro, Sesar ini berupa normal fault dengan gawir yang curam sserta bentuk melingkar. Kenampakan di lapangan dapat dilihat jelas yang diindikasikan bentukan dari sisa kaldera tua akibat dari aktivitas vulkano tektonik di komplek Anjasmoro.

7. Collapse Sector atau amblasan, sesar yang terbentuk berupa normal fault atau sesar normal dengan bentuk setengah lingkaran dengan arah bukaan ke tenggara dan timurlaut. Amblasnya daerah ini diidikasikan akibat aktivitas vulkanik Gunung Arjuno-Welirang yang memuntahkan material vulkaniknya sehingga terjadi kekosongan sehingga memicu produk vulkanik baru seperti Gunung Arjuno-Welirang Muda, Gunung Kembar l dan II, serta Gunung Bakal.

2.3 Statigrafi

Menurut Hadi, dkk (2010) secara garis besar stratigrafi Gunung Api Arjuno- Welirang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu batuan alas, produk erupsi Arjuno-Welirang Tua dan produk erupsi Arjuno-Welirang Muda. Area penelitian berada pada Zona Kendeng yang merupakan suatu anticlinorium.

Batuan dasar yaitu batuan beku dan sedimen. Data pemboran dari beberapa sumur minyak di sekitar Selat Madura juga menyebutkan bahwa daerah Jawa Timur merupakan bagian dari mikro kontinen Gondwana. Seluruh kompleks

(30)

9

daerah panas bumi Gunung Arjuno-Welirang memiliki produk vulkanik Kuarter yang dapat dikelompokan dari pusat erupsinya.

Gambar 5. Statigrafi Panas Bumi Arjuno-Welirang (Soetoyo, 2010).

Menurut Soetoyo (2010) stratigrafi wilayah Komplek Gunung api Arjuno- Welirang terbagi menjadi Satuan Lava Anjasmara (Qla), Lava Tua Arjuno- Welirang (Qltaw), Aliran Piroklastik Tua Arjuno-Welirang (Qaptaw), Aliran Piroklastik Penanggungan (Qapp), Erupsi Samping (Qes), Lava Welirang 1 (Qlw1), Aliran Piroklastik Welirang I (Qapw1), Lava Arjuno (Qlar), Aliran Piroklastik Arjuno (Qapa), Lava Welirang II (Qlw2), Lava Kembar II (1) (Qlk2), Aliran Piroklastik Kembar II (1) (Qapk1), Lava Kembar I (Qlk1), Aliran Piroklastik Kembar I (Qapk2), Lava Bakal (Qlb) dan Lava Kembar II (2) (QlkII 2). Diantara satuan tersebut yang terdapat dua satuan morfologi batuan pada daerah mata air panas Padusan, yaitu Lava Welirang 1 (Qlw1) dan Aliran Piroklastik Welirang 1 (Qapw1). Satuan Lava Welirang 1 (Qlw1) tersebar di bagian tengah ke arah utara daerah unung api welirang. Lava basalt berwarna abu-abu kehitaman, porfiritik, masif, terdiri dari mineral plagioklas, piroksen, olivin dan mineral sekunder berupa mineral lempung dan oksida besi. Satuan ini diduga merupakan produk Sin-Arjuno-Welirang yang terbentuk setelah terjadinya kolaps/subsiden pada batuan pra-Arjuno- Welirang. Sedangkan aliran Piroklastik Welirang I (Qapw1) tersebar di bagian utara daerah Gunung Api Welirang, di sekitar Padusan, Pacet hingga Kenang di kaki Gunung Penanggungan. Satuan berbanding lurus dengan Lava Welirang I yang terbentuk sdari letusan eksplosif yang membentuk ring

(31)

10

fracture sehingga menghasilkan produk aliran piroklastik yang menyebar secara luas dengan jatuhan piroklastik. Aliran piroklastik memiliki warna abu-abu tua kecoklatan, sifat yang cendrung keras, menyudut dengan jenis produk lava andesit-basal yang berukuran bongkah-lapili pada matrik tuf berukuran sedang dengan warna kecoklatan. Jatuhan piroklastik tipis berwarna abu-abu tua, berukuran sedang tersingkap di daerah Claket diatas aliran piroklastik Welirang 1 yang memiliki rata-rata ketebalan <30 cm

(Soetoyo, 2010).

2.4 Manifestasi Daerah Arjuno Welirang

Sebaran manifestasi panas bumi di komplek Arjuno Welirang secara garis besar ada lima lokasi dan terdapat tiga kelompok air panas yaitu air panas padusan, coban, dan cangar, fumarol dan alterasi di Puncak Welirang, serta alterasi di sekitar Gunung Pundak.

2.4.1 Air Panas Padusan

Air panas ini berada di sekitar Kali Kretek yang muncul pada batuan aliran piroklastik dan bongkah-bongkah lava andesit produk Gunung Welirang, pada daerah air panas ini terdapat oksida besi, air jernih, tidak berwarna, tidak berasa. Posisi air panas Padusan 1 yaitu UTM (671.172 mT, 9.149.741 mS) dengan level ketinggian 893 m dpl, suhu sekitar 55°C dan pH 6,3. Sedangkan contoh air panas Padusan 2 pada UTM (670.793 mT, 9.150.137 mS) dengan level ketinggian 901 m dpl, suhu sekitar 50°C, pH 5,87 (Hadi, dkk., 2010).

2.4.2 Air Panas Coban

Air panas muncul pada level ketinggian 1348 mdpl pada posisi UTM (669.198 mT,9.146.104 mS), pada sela-sela lava andesit produk vulkanik Arjuno-Welirang Tua memiliki suhu 39,4°C, suhu udara 22,7°C, memiliki oksida besi, air panas jernih tidak berbau dan tidak berasa, pH 6,44 seerta memiliki debit air panas kecil dengan oksida besi yang cukup banyak (Hadi, dkk., 2010).

(32)

11

2.4.3 Air Panas Cangar

Air panas Cangar secara posisi terdapat dua lokasi dengan jarak sekitar 100 meter dimana posisi Air Panas Cangar 1 pada UTM (669.200 mT, 9.143.910 mS) elevasi 1611 mdpl dengan suhu 54°C, pH 5,9 sedangkan Cangar 2 pada koordinat UTM (669.111 mT, 9.143.892 mS) ketinggian 1604 mdpl dengan suhu 48,3°C, pH 6,0. Air panas ini terlihat pada batuan aliran piroklastik produk Gunung Kembar (kembar ll), ciri ari panas ini yaitu jemih, tidak berbau dan berasa, memiliki lapisan tipis sinter karbonat serta kandungan oksida besi lemah.

2.4.4 Fumarol

Sebaran fumarol berada di masing - masing puncak kerucut komplek Gunung Arjunu-Welirang seperti di kawah Gunung Arjuno, Gunung Kembar l, Kembar ll dan kawah Gunung Welirang (Plupuh dan Jero).

Suhu terukur dilakukan di Kawah Plupuh memiliki nilai antara 94,1 - 137,5°C, pada temperatur udara 17,2 °C, hembusan kuat, beberapa tempat disertai sublimasi belerang membentuk solfatara.

Solfatara/fumarol Gunung Welirang terdapat pada ketinggian 3050- 3150 mdpl (Hadi, dkk., 2010).

2.4.5 Alterasi

Sebaran alterasi batuan terbagi di dua lokasi yaitu di sekitar Kawah Plupuh, dan di selatan Gunung Pundak. Alterasi yang muncul di sekitar kawah memiliki penyebaran yang cukup luas sekitar 1 km hingga ke lereng Welirang-Kembar l. Alterasi yang teramati memiliki warna keputihan, kemerahan, abu-abu, dan kecoklatan. Daerah Alterasi di sekitar Kawah Plupuh didominasi oleh mineral ubahan dari alunit, halloysit dan kaolinit dengan intensitas kuat, dan oksida besi dengan jumlah yang cukup tinggi. Dari data tersebut diindikasikan daerah tersebut merupakan alterasi hidrotermal yang dipengaruhi oleh fluida asam dengan suhu pembentukan < 200°C. Alterasi lainnya berada di sekitar Gunung Pundak, Desa Claket pada UTM (672529 mT, 9150021

(33)

12

mS) dengan ketinggian sekitar 1000 m. Alterasi di daerah ini memiliki warna keputihan pada lava produk dari Gunung Pundak yang merupakan outflow, alterasi memiliki luas kurang lebih 0,5 km2dengan ciri batuan lava andesit, porfiritik, berwarna putih kecoklatan dengan spot hitam dari mineral piroksen. Alterasi ini menunjukkan ubahan diakibatkan oleh pengaruh fluida panas dengan pH netral dan kisaran temperatur pembentukan < 150 °C (Hadi, dkk., 2010).

2.5 Geokimia 2.5.1Kimia Air

Mata air panas di daerah penelitian yaitu Gunung Arjuno-Welirang tersebar pada elevasi cendrung rendah dengan suhu lebih rendah dari pada di lokasi fumarol dan solfatara. Berikut adalah komposisi kimia dari mata air panas di plot pada diagram segi tiga SO4-HCO3, Na-KMg, dan Cl-Li-B yang mengacu kepada Giggenbach (1988).

Gambar 6 Diagram Segitiga Cl - SO4 - HCO3 (Nuqramadha, 2011).

Berdasarkan diagram ternary Cl-SO4HCO3 pada Gambar 6 merupakan tipe fluida air panas bikarbonat. Hal ini ditunjukan dari hasil analisis

(34)

13

kimia diketahui bahwa unsur HCO3 (bikarbonat) merupakan unsur yang paling dominan (anion utama) serta mengandung gas CO2. Pada sistem yang di dominasi oleh batuan vulkanik, air HCO3 umumnya terbentuk di daerah marginal dan dekat permukaan, dimana gas CO2 bersama dengan uap air terkondensasi ke dalam air tanah, kondensasi uap tersebut dapat memanaskan air tanah atau terpanaskan oleh uap (steam heated) sehingga membentuk larutan HCO3.

Gambar 7. Diagram Cl/100–Li-B/4 (Nidya, dkk., 2013).

Berdasarkan Gambar 7 diagram tennary geoindikator Cl/100–Li-B/4 untuk pola aliran air panas dan proses bawah permukaan berdasarkan hasil pengeplotan pada Gambar 7 menunjukkan bahwa air panas pada lokasi penelitian dan sekiitarnya mempunyai nilai perbandingan B/Cl, Li/Cl dan Li/B yang sangat rendah. Hal ini menandakan bahwa air panas di daerah penelitian umumnya merupakan aliran ke samping atau outflow (Nidya, dkk., 2013).

2.5.2Komposisi Gas

Pada fumarol Gunung Arjuno-Welirang memiliki bau gas H2S menyengat dengan suara desis yang kuat. Gas-gas yang terdeteksi

(35)

14

merupakan CO2, H2S, SO2, O2, Ar, dan N2. Dari gas tersebut didominasi oleh kandungan gas CO2, H2S, dan SO2 jika dibandingkan gas lainya yang relatif kecil. Gas H2S dan SO2 mengindikasikan daerah tersebut berada pada lingkungan vulkanik. Sementara itu untuk gas N2

dimungkinkan dari degradasi materi organik pada kerak bumi yang berinteraksi dengan magma (Hadi, dkk., 2010).

2.5.3Pendugaan Temperatur Bawah Permukaan

Hasil perhitungan geotermometer SiO2 memiliki nilai 176oC, sedangkan berdasarkan geotermometer Na/K diperoleh temperatur yang tinggi yaitu 313°C, data gas dari fumarol memperlihatkan konsentrasi SO2 dalam gas cukup signifikan (0,0645 dan 0,1890 % mol) mengindikasikan adanya hubungan dengan daerah vulkanik.

Maka berdasarkan geotermometer gas CO2 mengacu kepada D'Amore dan Panici (1987), diperoleh temperatur 262-263oC. Dengan konsentrasi SiO2 pada Padusan menunjukkan nilai (189.75 mg/L,).

Data tersebut menunjukkan adanya korelasi antara manifestasi fumarol/solfatara di puncak Welirang dengan air panas di Padusan ataupun Cangar, maka penggunaan geotermometer gas CO2 cocok diaplikasikan untuk memperkirakan temperatur bawah permukaan yang berhubungan dengan temperatur reservoir panas bumi di Arjuno Welirang, yaitu sekitar 260oC. (Hadi, dkk., 2010).

2.6 Sistem Panas Bumi Arjuno Welirang

Sistem panasbumi adalah energi yang tersimpan pada reservoar (air panas atau uap panas) pdengan kondisi geologi tertentu pada kedalaman beberapa kilometer di dalam kerak bumi. Adanya konsentrasi energi panas pada sistem panasbumi dicirikan oleh adanya manifestasi atau anomali panas yang dapat terlihat di permukaan, hal ini ditandai dengan gradien temperatur yang tinggi (Broto dan Putranto, 2011).

(36)

15

Gambar 8. Sistem Panas Bumi (Dickson, 2004).

Ada beberapa-syarat mendasar pada suatu sistem panasbumi dapat dilihat yaitu sebagai-berikut:

1. Sumber panas yang cukup besar (heat source)

Sumber panas-merupakan daerah bawah permukaan yang menghasilkan panas dalam sistem panasbumi dan menjadi dasar-untuk berjalannya area panasbumi yang baik. Sumber panas pada sistem panasbumi-berasal dari intrusi batuan, magma chamber dan gradien temperature. Sumber-panas yang dari intrusi batuan terletak pada daerah gunung api. Sedangkan sumber-panas dengan gradien temperatur terdapat di daerah lempeng tektonik. Sumber panas mengalirkan panas secara konveksi dan konduksi.

Secara-umum-perbedaan-sumber panas ini akan berdampak-pada perbedaan suhu reservoar panasbumi, serta perbedaan sistem panasbumi.

2. Reservoar

Reservoar panasbumi adalah batuan yang mempunyai porositas dan permeabilitas-tinggi yang dapat menampung fluida untuk dipanaskan oleh sumber panas dan meloloskan fluida dalam jumlah yang signifikan.

reservoar yang baik-adalah yang memiliki volume besar, panas yang tinggi dan permeabilitas dan porositas yang baik. Batuan reservoar sangat mempengaruhi komposisi kimiawi fluida hidrotermal. Karena fluida- hidrotermal akan bereaksi dengan batuan reservoar, sehingga mengubah- sifat kimiawi fluida-tersebut. Penghalang/lapisan tudung-(cap rock).

(37)

16

Lapisan tudung-atau cap rock merupkan lapisan penutup untuk menjaga panas tidak keluar dari reservoar. Batuan penutup- terletak di atas reservoar dan permeabilitas yang rendah.

3. Fluida

Fluida panasbumi adalah faktor yang penting dalam mengalirkan energi dari dalam bumi keluar. Fluida panasbumi dibagi-berdasarkan asalnya adalah juvenille water (air yang-berasal dari magma primer), magmatic water (air yang pada masa pembentukan magma menyimpan air- meteorik), meteoric water, conate water (Suharno, 2010).

(38)

III. TEORI DASAR

3.1 Metode Gaya Berat

Metode gayaberat merupakan salah satu metode geofisika berdasarkan pada pengukuran medan gravitasi. Medan gaya berat memiliki perbedaan yang dapat diketahui melalui pengukuran, perbedaan tersebut berupa jenis batuan dan densitas bawah permukaan. Perbedaan jarak pusat bumi ke permukaan serta adanya perbedaan topografi di permukaan bumi inilah yang menyebabkan terjadinya variasi medan gaya berat bumi (Sarkowi, 2014).

3.2 Hukum Newton

Hukum Newton I tentang gravitasi menyatakan bahwa besar dari gaya gravitasi antara dua massa adalah sebanding dengan masing-masing massa dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antar kedua massa tersebut. Prinsip dasar teori gravitasi berdasarkan dengan Hukum Newton yang menjelaskan bahwa dua benda bermassa m1 dan m2 yang terpisah dalam jarak r akan saling tarik-menarik dengan gaya yang diberikan, dapat diformulasikan sebagai berikut (Serway, 2009):

𝐹 = 𝐺 𝑚1𝑚2

𝑟2 (1)

dimana: F merupakan gaya tarik menarik (N), 𝑚1 𝑚2 merupakan massa benda 1 dan massa benda 2 (kg), r merupakan jarak antara dua buah benda (m) dan G merupakan konstanta gravitasi universal (6,67 x 10-11 m3 kg-1 s-2).

(39)

18

Gambar 9. Gaya Tarik Menarik Antara Dua Benda (Grandis, 2009).

Hukum II Newton membahas tentang gerak menyatakan gaya merupakan perkalian dari massa dan percepatannya.

𝐹 = 𝑚𝑔 (2) Percepatan sebuah benda yang bermassa 𝑚2 dikarenakan dari tarikan benda yang bermassa 𝑀1 pada jarak 𝑟 secara sederhana dapat dinyatakan dengan

𝑔 = 𝐹

𝑚 (3) Bila ditetapkan pada percepatan gaya tarik bumi persamaan di atas menjadi:

𝑔 = 𝐹

𝑚=𝐺

𝑀𝑚 𝑟2

𝑚 = 𝐺𝑀

𝑟2= 𝐺𝜌𝑣

𝑟2 (4) dimana: g merupakan percepatan gaya tarik bumi (N/Kg), M merupakan massa bumi (Kg), m merupakan massa benda (Kg), F merupakan gayaberat (N), r merupakan jari-jari bumi (m), ρ adalah massa jenis dan v adalah volume.

Pengukuran percepatan gravitasi pertama kali dilakukan oleh Galileo, sehingga diguna menghormati Galileo, selanjutnya didefinisikan:

1 Gall = 1 cm/s2 = 10-2 m/s2 (dalam c.g.s)

Satuan anomali gayaberat diberikan pada orde miligal (mGall):

1 mGall = 10-3 Gall

1 μGall = 10-3 mGall = 10-6 Gall = 10-8 m/s2 1 mGall = 10 g.u. = 10-5 m/s2

Dalam satuan m.k.s, pada gravitasi dapat diukur dalam g.u. atau μm/s2 (Octonovrilna, 2009).

(40)

19

3.3 Rapat Masa Batuan

Akjaka Rapat massa merupakan besaran utama dalam menentukan nilai percepatan gravitasi. Variasi rapat massa di batuan sedimen dikarenakan dari tekanan gaya tektonik. Densitas batuan faktor yang mempengaruhi yaitu rapat massa butir pembentuknya, porositas, kandungan fluida yang mengisi pori- porinya dan pemadatan akibat tekanan dan pelapukan yang dialami batuan tersebut (Kirbani, 2001).

Tabel 1. Nilai densitas batuan (Telford, et al., 1990)

Tipe Batuan Nilai rata-

rata Tipe Batuan Nilai rata- rata

gr/cc gr/cc gr/cc gr/cc

Batuan Sedimen Batuan Sedimen

Overbunden 1,92 Riolit 2,35 - 2,70 2,52

Tanah 1,2 - 2,4 1,92 Andesit 2,4 - 2,8 2,61 Lempung 1,63 - 2,60 2,21 Granit 2,50 - 2,81 2,64 Kerikil 1,7 - 2,4 2,0 Granodiorit 2,67 - 2,89 2,73 Pasir 1,7 - 2,3 2,0 Propiri 2,60 - 2,89 2,74 Batuan pasir 1,61 - 2,76 2,35 Kuarsa

diorit 2,62 - 2,96 2,79 Serpih 1,77 - 3,20 2,40 Diorit 2,72 - 2,99 2,85 Gamping 1,93 - 2,90 2,55 Lava 2,80 - 3,00 2,90 Dolomit 2,28 - 2,90 2,70 Diabas 2,5 - 3,2 2,91 Batuan Metamorf Basal 2,7 - 3,3 2,99 Kuarsit 2,5 - 2,7 2,6 Gabro 2,7 - 3,5 3,02 Sekis 2,39 - 2,90 2,64 Peridotit 2,78 - 3,37 3,15 Graywek 2,6 - 2,7 2,65 Asam beku 2,30 - 3,11 2,61 Marmer 2,6 - 2,9 2,75 Basa beku 2,09 - 3,17 2,79 Serpenit 2,4 - 3,1 2,78

Slat 2,7 - 2,9 2,79 Gneis 2,59 - 3,00 2,80 Ampibolit 2,90 - 3,04 2,96 Eclogit 3,20 - 3,54 3,37

3.4 Koreksi Dalam Metode Gaya Berat

Metode gaya berat ialah metode yang mengukur perbedaan densitas batuan yang ada di dalam bumi. sehingga perbedaaan nilai gravitasi tersebut di pengaruhi oleh pasang bumi – bulan, keuntungan dan kerugian dari massa,

(41)

20

karena topografi bumi, dan referensi. Dengan hal tersebut perlu dilakukan koreksi untuk menghilangkan pengaruh nilai tersebut. Koreksi-koreksi yang dilakukan dalam pengolahan gaya berat sebagai berikut:

3.4.1 Koreksi Pasang Surut (Tidal Correction)

Koreksi pasang surut dilakukan karena adanya tarikan gayaberat yang diakibatkan benda-benda yang ada dilangit, terutama bulan dan matahari.

Nilai koreksi ini berubah secara berkala tergantung dari posisi benda- benda langit tersebut. Nilai tidal atau nilai pasang surut yang mempengaruhi nilai gayaberat yang telah dihitung dengan menggunakan komputasi adalah dalam orde mikroGal (Longman, 1959). Pada grafik pasang surut terdapat nilai positif dan nilai negatif yang artinya jika positif maka bumi mengalami tarikan dari posisi normalnya dan apabila negatif maka bumi mengalami dorongan dari posisi awalnya.

3.4.2 Koreksi Drift

Gravitymeter merupakan sistem pegas, dilengkapi dengan massa yang tergantung secara bebas diujungnya. Sistem pegas tidak kembali ke posisi semula karena pegas yang tidak sepenuhnya elastis. Koreksi apungan yang dilakukan untuk mengoreksi kesalahan pembacaan gravimeter pada saat melakukan pengukuran nilai gayaberat di suatu tempat. menutup (loop tertutup), caranya dengan melakukan pengukuran kembali pada tempat stasiun awal (Telford, dkk., 1990).

𝑑𝑟𝑖𝑓𝑡𝑛 = (𝑡𝑛−𝑡1)

(𝑡𝑁−𝑡1)(𝑔𝑁− 𝑔1) (5) dimana: 𝑡𝑛 merupakan waktu pembacaan pada stasiun ke-n, 𝑡1 merupakan waktu pembacaan pada stasiun base (awal looping), 𝑡𝑁 merupakan waktu pembacaan pada stasiun base (akhir looping), 𝑔1merupakan bacaan gravimeter (terkoreksi tidal) pada satasiun base (awal looping) dan 𝑔𝑁 merupakan bacaan gravimeter (terkoreksi tidal) pada satasiun base (akhir looping).

Koreksi drift selalu dikurang terhadap bacaan gravimeter:

(42)

21

𝑔𝑡𝑑 = 𝑔𝑡− 𝑑𝑟𝑖𝑓𝑡 (6)

dimana: 𝑔𝑡𝑑 merupakan gayaberat terkoreksi tidal dan drift dan 𝑔𝑡 merupakan gayaberat terkoreksi tidal.

3.4.3 Koreksi Lintang (Latitude Correction)

Koreksi lintang adalah koreksi yang dilakukan untuk mengkoreksi nilai gaya berat pada lintang geografis yang di pengaruhi oleh gaya sentrifugal dan bentuk ellipsoid hal ini disebabkan oleh bentuk bumi yang tidak bulat. Koreksi lintang dapat ditentukan dengan 2 cara yaitu dengan menggunakan di ferensi IGRF 67 (untuk derajat lintang/latitude) atau IGRF 84 (untuk radian).

Rumus IGRF 67:

𝑔𝜃 = 978031.8 (1 + 0.00539224 𝑠𝑖𝑛2 𝜃 − 0.0000059 𝑠𝑖𝑛2 2𝜃) (7) Rumus IGRF 84:

𝑔𝜃 = 978032.7 (1 + 0.00539224 𝑠𝑖𝑛2 𝜃 − 0.0000059 𝑠𝑖𝑛2 2𝜃) (8)

3.4.4 Koreksi Udara Bebas (Free Air Anomaly)

Menurut Lowrie (2007) bahwa ketinggian titik ukur mempengaruhi nilai gaya berat observasi, semakin tinggi nilai titik ukur maka nilai gaya berat observasi semakin menurun, dan semakin menurun titik pengamatan maka nilai gaya berat observasi akan semakin meningkat. Koreksi udara bebas dinyatakan dalam persamaan 11 (Reynolds, 1997):

𝜕𝑔𝐹 = 𝑔− 𝑔0= − (2𝑔0

𝑅 ) = 0,3086 𝑥 ℎ (9) Dimana: 𝑔0 adalah 981785 mGal, Rmerupakan 6371000 meter.

Maka menghitung koreksi udara dengan persamaan berikut:

FAC = 0,3086 x h (10)

Dimana, h adalah ketinggian stasiun pengukuran sedangkan anomali udara bebasnya (FAA), dapat dirumuskan

𝐹𝐴𝐴 = 𝑔𝑜𝑏𝑠 − 𝑔𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔+ 𝐹𝐴𝐶 (11)

(43)

22

3.4.5 Koreksi Bouguer (Bouguer Correction)

Koreksi Bouguer adalah koreksi guna menghilangkan perbedaan ketinggian namun tidak mengabaikan mengabaikan masa dibawahnya.

Perbedan ketinggian tersebut akan mengakibatkan pengaruh massa di bawah permukaan yang mempengaruhi besarnya percepatan gayaberat pada titik amat. Koreksi Bouguer memperhitungkan tarikan material yang terdapat diantara stasiun dan bidang datum. Jika stasiun terletak di tengah daratan yang luas dan memiliki ketebalan densitas yang uniform, pembacaan gravitasi akan meningkat akibat tarikan material diantara stasiun dan datum. Persamaan koreksi bouguer adalah sebagai berikut.

𝐵𝐶 = 2𝜋𝐺𝜌ℎ

𝐵𝐶 = 0.04188 𝜌 ℎ (12) 3.4.6 Koreksi Medan (Terrain Correction)

Koreksi ini dilakukan karena kondisi topografi disekitar titik pengamatan tidak selalu beraturan, dan hal ini dapat mempengaruhi nilai gaya berat pengamatan. Misalkan ada bukit disekitar daerah pengukuran, maka bukit ini memiliki medan yang dapat menekan gravimeter untuk menaikkan percepatan gaya berat. Sebaliknya, adanya lembah akan memberikan efek penurunan hasil pengukuran gaya berat. Koreksi medan didapatkan dengan pengolahan data menggunakan hammer chart (Telford., dkk, 1990).

3.5 Metode Parasnis

Penentuan densitas permukaan bouger dapat menggunakan dengan metode parasnis yang mengestimasi rapat massa metoda ini diturunkan dari anomali gayaberat dituliskan sebagai berikut:

𝐶𝐵𝐴 = 𝑔𝑜𝑏𝑠− 𝑔𝐿+ 0.3085ℎ − 2𝜋𝛾𝜌ℎ (13) Dimana suku terakhir bagian kanan adalah koreksi medan dengan c nilai koreksi medan sebelum dikalikan dengan rapat massa. Dari persamaan tersebut didapat :

(𝑔𝑜𝑏𝑠− 𝑔𝐿+ 0,3085ℎ) = (2𝜋𝛾ℎ)𝜌 atau y = 𝜌𝑥 (14)

(44)

23

Dari persamaan tersebut, maka rapat massa  dapat diperoleh dari gradien garis lurus terbaik seperti diberikan pada Gambar 10, dimana CBA diasumsikan sebagai penyimpangan terhadap garis lurus tersebut.

Gambar 10. Grafik metode parasnis (Sarkowi, 2014)

3.6 Fast Fourier Transform (FFT)

Fast Fourier Transform (FFT) merupakan teknik operasi matematika untuk merubah sinyal analog menjadi sinyal digital berbasis frekuensi. Fast Fourier Transform (FFT) membagi sinyal menjadi frekuensi dengan segmen-segmen yang berbeda dalam fungsi eksponensial yang kompleks. (FFT) merupakan algoritma untuk menghitung transformasi fourier diskrit dengan cepat dan efisien. Karena sinyal-sinyal bersifat kontinyu, sehingga hasilnya dapat digunakan untuk Fourier Transform yang dimuat ataudidefinisikan dengan persamaan:

𝑆(𝑓) = ∫−∞ 𝑠(𝑡)𝑒−𝑗2𝜋𝑓𝑡𝑑𝑡 (15) Dimana s(f) adalah sinyal dalam domain frekuensi (frequency domain), s(t) adalah sinyal dalam domain waktu (time domain), dan 𝑒−𝑗2𝜋𝑓𝑡 adalah konstanta dari sebuah sinyal, f adalah frekuensi dan t adalah waktu. Untuk data gaya berat pernyataan persamaan FFT :

𝑆(𝑘) = ∫−∞ 𝑔(𝑥)𝑒−𝑗2𝜋𝑓𝑥𝑑𝑥 (16)

(45)

24

Dimana s(k) adalah sinyal dalam domain jarak, g(x) adalah sinyal dalam domain percepatan gravitasi. Dari persamaan integral di atas dapat dilihat bahwa Fast Fourier Transform (FFT) dapat digunakan untuk menghitung nilai frekuensi, amplitudo dan fase dari suatu gelombang sinyal (Kadir, 2000).

3.7 Analisis Spektrum

Analisis spektrum mengestimasi lebar jendela dan estimasi kedalaman anomali gayaberat dilakukan dengan cara Fourier Transform lintasan yang telah ditentukan pada peta kontur Anomali Bouguer Lengkap. Analisis spektrum menggunakan Fourier Transform untuk mengubah fungsi dalam jarak atau waktu menjadi fungsi dalam bilangan atau frekuensi. Analisis spektrum diturunkan dari potensi gayaberat yang teramati pada bidang horizontal dimana Fourier Transform sebagai berikut (Blakely, 1996):

𝐹(𝑈) = 𝛾𝜋𝐹 (1

𝑟) dan 𝐹(1

𝑟) = 2𝜋𝑒|𝑘|(𝑧𝑜−𝑧′)|𝑘| (17) Dimana nilai U adalah potensial gayaberat, 𝛾 adalah konstanta gayaberat, 𝜋 merupakan anomali rapat massa dan 𝑟 adalah jarak. Sehingga persamaandiatas menjadi:

𝐹(𝑔2) = 𝛾𝜋𝐹( 𝜕

𝜕𝑧 1

𝑟 ) (18) Dimana nilai 𝑔2 adalah anomali gayaberat, k adalah bilangan gelombang, 𝑍0 adalah ketinggian titik amat dan z adalah kedalaman benda anomali.

Jika distribusi rapat massa bersifat acak dan tidak ada korelasi antara masing- masing nilai gayaberat, maka μ = 1.

sehingga hasil Transformasi Fourier anomali gayaberat menjadi:

𝐴 = 𝐶𝑒|𝑘|(𝑧0−𝑧) (19) dimana: A adalah amplitudo (m) dan C adalah konstanta.

Estimasi lebar jendela dilakukan untuk sebagai proses pemisahan anomali regional dan residual. Untuk mendapatkan lebar jendela, spektrum amplitudo yang didapat dari Fourier Transform akan menghasilkan grafik antara k

(46)

25

dengan ln A yang linier dimana komponen k menjadi berbanding lurus dengan spektrum amplitudo.

ln 𝐴 = |𝑘|(𝑧0− 𝑧) + 𝐼𝑛 𝐶 (20) Dari Persamaan 20, melalui regresi linier akan didapatkan batas antara anomali regional dan residual. Nilai k pada batas tersebut diambil sebagai penentu lebar jendela.

𝑁 = 2𝜋

𝑘∆𝑥 dan 𝜆 = 𝑁 ∗ ∆𝑥 (21) dimana: N merupakan lebar jendela, k adalah bilangan gelombang (radians),

∆𝑥 adalah Spasi Grid (X) 𝜆 adalah panjang gelombang.

Gambar 11. Kurva Ln A Terhadap K (Sarkowi, 2014).

Jika nilai k tinggi maka begitu pula nilai frekuensi akan tinggi, korelasi gelombang k dengan frekuensi f adalah 𝑘 = 2𝜋𝑓, sumber dari frekuensi rendah berasal dari sumber anomali regional dan frekuensi tinggi berasal dari sumber anomali residual bawah permukaan.

3.8 Moving Average

Moving Average merupakan perata-rataan dari anomali gayaberat Bouguer berupa nilai lebar jendela (window) hasil analisis Spektrum. Hasil dari metode ini adalah nilai anomali regional, dan untuk residualnya diperoleh dari selisih antara nilai anomali gayaberat dikurangi dengan nilai anomali regionalnya.

(47)

26

∆𝑔𝑟𝑒𝑔(𝑖) = ∆𝑔(𝑖−𝑛)+⋯+∆𝑔(𝑖)+..+∆𝑔(𝑖+𝑛)

𝑁 (22)

dimana I merupakan nomor stasiun, N merupakan lebar jendela n adalah 𝑁−1

2 , dan ∆𝑔𝑟𝑒𝑔 merupakan anomali regional. Pada proses Moving Average merupakan hal penting untuk penentuan lebar jendela yang tepat. Bilangan gelombang Cutoff yang diperoleh dari hasil analisis spektrum digunakan sebagai masukan dalam perhitungan menentukan lebar jendela (Setiadi dkk., 2010).

𝑁 = 2𝜋

𝐾𝑐.∆𝑥 (23)

dimana Kc merupakan bilangan gelombang cutoff, N merupakan lebar jendela, ∆x merupakan spasi pengukuran.

3.9 First Horizontal Derivative (FHD)

First Horizontal Derivative atau turunan pertama dari anomali secara horizontal. FHD merupakan perubahan harga anomali gaya berat dari satu titik ke titik yang mempunyai karakteristik tajam yaitu harga maksimum atau minimum pada kontak benda anomali, sehingga untuk menunjukkan batas suatu struktur geologi. Turunan horizontal lebih mudah diaplikasikan dengan menggunakan metode turunan berhingga dan perhitungan secara diskrit.

Metode FHD digunakan untuk menggambarkan struktur bawah permukaan yang dangkal maupun dalam. Amplitudo di horizontal derivative ditunjukkan-sebagai berikut:

𝐻𝐺1𝑆𝑇 = √ (𝜕𝑔

𝜕𝑥)2+ (𝜕𝑔

𝜕𝑦)2 (24) dimana 𝜕𝑔

𝜕𝑥 dan 𝜕𝑔

𝜕𝑦 adalah-turunan horizontal gaya berat pada arah x dan y.

Satuan dari HG adalah mGal.m-1 (Zaenudin dkk., 2013).

3.10 Second Vertical Derivative (SVD)

Second Vertical Derivative (SVD) dilakukan untuk memunculkan efek dangkal dari pengaruh regionalnya dan menentukan batas – batas struktur

(48)

27

yang ada di daerah penelitian. Filter ini dapat menyelesaikan anomali residual yang tidak dapat dipisahkan dengan metode Moving Average. Pada metode Second Vertical Derivative anomali residual ditunjukkan oleh anomali Second Vertical Derivative yang menggambarkan sumber – sumber anomali yang bersifat dangkal sehingga identik dengan anomali residual pada metode moving average. Secara teoritis, metode ini diturunkan dari persamaan Laplace:

2= 0 (25)

Untuk metode gayaberat:

2∆𝑔(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 0 (26)

𝛿2∆𝑔(𝑥,𝑦,𝑧)

𝛿𝑥2 +𝛿2∆𝑔(𝑥,𝑦,𝑧)

𝛿𝑦2 + 𝛿2∆𝑔(𝑥,𝑦,𝑧)

𝛿𝑧2 = 0 (27)

Untuk SVD, Persamaan 27 menjadi:

𝛿2∆𝑔(𝑥,𝑦,𝑧)

𝛿𝑧2 = − (𝛿2∆𝑔(𝑥,𝑦,𝑧)

𝛿𝑥2 + 𝛿2∆𝑔(𝑥,𝑦,𝑧)

𝛿𝑦2 ) (28)

Untuk data penampang, dimana y mempunyai nilai konstan maka persamaannya:

𝛿2∆𝑔(𝑥,𝑦,𝑧)

𝛿𝑧2 = − (𝛿2∆𝑔(𝑥,𝑦,𝑧)

𝛿𝑥2 ) (29)

Berdasarkan pada Persamaan 29 menurut Zaenudin, dkk, (2013) dapat diketahui bahwa Second Vertical Derivative merupakan turunan orde dua horizontal dari suatu anomali gaya berat permukaan sama dengan negatif.

Dalam grid teratur untuk data anomali gayaberat, anomali Second Vertical Derivative dapat diturunkan melalui filtering 2D dimana persamaan konvolusinya diberikan berikut:

∆𝑔𝑠𝑣𝑑 (∆𝑥, ∆𝑦) ≈ ∬−∞−∞∞∞ 𝑔(𝑥. 𝑦)𝐹(𝑥 − ∆𝑥, 𝑦 − ∆𝑦)𝑑𝑥𝑑𝑦 (30) dimana F adalah Filter Second Vertical Derivative, ∆G adalah anomali gayaberat data input.

(49)

28

Menurut Sarkowi (2010) dalam SVD untuk menentukan patahan normal, patahan naik, patahan turun dapat dilihat dari nilai SVDmax dan SVDmin untuk menetukan patahan:

|𝑆𝑉𝐷|min<|𝑆𝑉𝐷|max = Patahan Normal

|𝑆𝑉𝐷|max>|𝑆𝑉𝐷|min = Patahan Naik

|𝑆𝑉𝐷|max=|𝑆𝑉𝐷|min = Patahan Mendatar.

Adapun operator koefisien filter SVD dapat dilihat pada Tabel 2.

Table 2. Koefisien Filter SVD

SVD Tipe Henderson & Zietz (1949)

0,00 0,00 -0,0838 0,00 0,00

0,00 1,00 -2,6667 1,00 0,00

-0,0838 -2,6667 17,00 -2,6667 -0,0838

0,00 1,00 -2,6667 1,00 0,00

0,00 0,00 -0,0838 0,00 0,00

SVD Tipe Elkins (1951)

0,00 -0,0833 0,00 -0,0833 0,00

-0,0833 -0,6667 -0,0334 -0,6667 -0,0833

0,00 -0,0334 -1,0668 -0,0334 0,00

-0,0833 -0,6667 -0,0334 -0,6667 -0,0833

0,00 -0,0833 0,00 -0,0833 0,00

SVD Tipe Rosenbach (1953)

0,00 -0,0416 0,00 -0,0416 0,00

-0,0416 -0,3332 -0,75 -0,3332 -0,0416

0,00 -0,75 4,00 -0,75 0,00

-0,0416 -0,3332 -0,75 -0,3332 -0,0416

0,00 -0,0416 0,00 -0,0416 0,00

3.11 Inverse Modeling

Inverse Modelling atau pemodelan inversi merupakan mekanisme modifikasi model guna diperoleh kecocokan data perhitungan dengan data pengamatan

(50)

29

yang dilakukan secara otomatis. Kesesuaian antara respon model dengan data pengamatan umumnya dinyatakan oleh suatu fungsi objektif yang harus diminimumkan. Dalam kalkulus suatu fungsi mencapai minimum jika turunannya terhadap parameter atau variabel yang tidak diketahui bernilai nol. Dimana definisi tersebut digunakan untuk memperkirakan parameter model. Dalam pemodelan inversi gayaberat, menurut Wulandari (2014) persamaan 2D untuk pemodelan 3D yang mana ditunjukan oleh sebagai berikut:

Δ𝑔(𝑥, 𝑦, 𝑧) = 𝐺 ∫ ∫ ∫ 𝜌𝑧𝑑𝑥𝑑𝑦𝑑𝑧

(𝑥2+𝑦2+𝑧2)32 𝑧2

𝑧1 𝑦2 𝑦1 𝑥2

𝑥1 (31)

menurut Wulandari (2014) Δ𝑔(𝑥, 𝑦, 𝑧) merupakan tarikan vertikal gravitasi di titik pada benda homogen, G adalah konstanta gravitasi, dan ρ adalah densitas batuan.

Menurut Yudistira dan Grandis dalam Rasimeng dkk. (2020) untuk mengubah persamaan 31 menjadi pemodelan inversi, digunakan perhitungan matriks kernel dimana grid pengukuran bersesuaian dengan titik tengah prisma yang terletak pada permukaan. Jika data hanya terdapat di permukaan yaitu (z = 0) sehingga jumlah data yaitu N = nx × ny × 1 dan jumlah parameter model M = nx × ny × nz, di mana nx, ny dan nz adalah jumlah grid dengan arah x, y dan z. Dengan menggunakan data di permukaan maka inversi linier under-determined (N<M) yang meminimumkan "norm" model menghasilkan model prisma 𝑚𝑒 yang dapat berfungsi sebagai sumber ekivalen 3D. Data pada level ketinggian tertentu (z < 0) diperoleh sebagai hasil kali sumber ekivalen 3D tersebut dengan matriks kernel untuk kontinuasi ke atas 𝐺𝑈 sebagai berikut :

𝑑𝑈 = 𝐺𝑈+ 𝑚𝑒 (32)

Kontinuasi ke atas dilakukan pada sejumlah level ketinggian yang lebih besar dari pada jumlah prisma dalam arah vertikal. Dengan demikian, gabungan data di permukaan dan hasil kontinuasi ke atas menghasilkan data dengan jumlah yang lebih besar dari pada jumlah parameter model (N>M).

Gambar

Gambar 1. Lokasi daerah penelitian
Gambar 2. Peta geologi daerah penelitian (Daud, dkk., 2019)
Gambar 3. Peta morfologi (Daud, dkk., 2019)
Gambar 4. Peta kompilasi daerah Panas Bumi Arjuno -Welirang (Hadi,  dkk., 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan Masalah Rumusan masalah berupa perhitungan volume galian dan timbunan menggunakan data elevasi permukaan tanah asli dan elevasi permukaan tanah rencana pada pembangunan

1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsentrasi NO3 pada sistem akua- ponik dengan metode pasang surut dengan bak pengendapan dan tanpa bak pe-

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu untuk membuat aplikasi sistem pakar menggunakan metode Forward Chaining yang bisa menghasilkan informasi mengenai status gizi anak Balita

ABSTRAK ALGORITMA DAN PEMROGRAMAN SOLUSI SISTEM PERSAMAAN NON LINEAR 2-DIMENSI MENGGUNAKAN METODE NEWTON ORDE TIGA DAN METODE NEWTON- RAPHSON GANDA ORDE EMPAT Oleh Danu Kusuma

ABSTRAK KOMUNIKASI ANTARPRIBADI ORANG TUA DENGAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS TUNAGRAHITA DALAM MENANAMKAN KEDISIPLINAN Studi Pada Orang Tua Sang Anak di Desa Gisting Bawah,

ABSTRAK PENGARUH GAYA BELAJAR, KEMANDIRIAN BELAJAR, DAN FASILITAS BELAJAR DI RUMAH TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MOTIVASI BELAJAR PADA MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS XI

11 Tahun 2021 yang berbunyi “ BUMDes adalah badan hukum yang didirikan oleh desa dan bersama desa-desa guna mengelola usaha, memanfaatkan aset, mengembangkan pelayanan, dan menyediakan

Tujuan pelayanan sirkulasi menurut Rusina Sjahrial Pamuntjak 2000: 99, yaitu supaya mereka mampu memanfaatkan koleksi tersebut semaksimal mungkin, mudah untuk mengetahui identitas