DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC)
(Skripsi)
Oleh Novi Aditya
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2022
SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS Fe(II) DENGAN LIGAN BASA SCHIFF DARI 4-DIMETILAMINO BENZALDEHIDA DAN ANILINA SEBAGAI DYE SENSITIZED PADA
DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC)
Oleh Novi Aditya
Telah dilakukan sintesis dan karakterisasi senyawa kompleks Fe(II) dengan ligan basa Schiff dari 4-dimetilamino benzaldehida dan anilina dengan perbandingan konsentrasi 1:1. Kristal basa Schiff yang dihasilkan berwarna oranye dengan rendemen sebesar 78%. Sintesis senyawa kompleks Fe(II) dengan ligan basa Schiff dalam pelarut etanol dilakukan dengan beberapa perbandingan stoikiometri, menghasilkan kristal berwarna kuning kecoklatan dengan rendemen sebesar 86%.
Analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis menunjukkan adanya pergeseran panjang gelombang maksimum pada daerah transisi π* dari gugus azometina basa Schiff sebesar 355 menjadi 565 setelah dikomplekskan, karena sumbangan pasangan elektron bebas nitrogen dan oksigen ligan basa Schiff kepada ion logam.
Penentuan gugus fungsional menggunakan spektrofotometer menunjukkan adanya puncak serapan azometina (-C=N-) yang muncul di daerah 1660 cm-1 pada ligan basa Schiff dan 1658 pada senyawa kompleks. Terbentuknya senyawa kompleks ditandai dengan terbentuknya ikatan Fe-N pada bilangan gelombang 580 cm-1. Analisis DTA TGA menunjukkan tiga kali pengurangan berat, kehilangan massa pertama pada suhu 200-276,7oC sebesar 10,09% setara dengan lepasnya molekul SO4 yang berdasarkan teoritis sebesar 8%, kehilangan massa yang kedua terjadi pada suhu 276,7-379oC sebesar 85% yang setara dengan 4 molekul ligan yang secara teoritis sebesar 80,96% , kemudian kehilangan massa yang terakhir terjadi pada suhu 389,4 – 600,4 oC sebesar 15% yang berdasarkan teoritis kehilangan satu molekul Fe2O3 yang merupakan residu sebesar 17,29%, Hasil uji DSSC diperoleh kuat arus dan tegangan memiliki efisiensi tertinggi 2,086% pada variasi elektrolit gel PEG 0,1 M dengan tegangan 1710 mV dan kuat arus 1,22 mA.
Kata kunci: Basa Schiff, Dye sensitized solar cell (DSSC), senyawa kompleks Fe(II), 4-dimetilamino benzaldehida, anilina, elektrolit gel.
SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF Fe(II) COMPLEX WITH SCHIFF BASE LIGAND FROM 4-DIMETHYLAMINO BENZALDEHYDE
AND ANYLINE AS DYE SENSITIZED IN DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC)
By Novi Aditya
Synthesis and characterization of Fe(II) complex with Schiff base ligand of 4- dimethylamino benzaldehyde and aniline has been carried out with a concentration ratio of 1:1. The resulting Schiff base crystal is orange with a yield of 78%. The synthesis of Fe(II) complex compound with Schiff base ligand in ethanol solvent was carried out with several stoichiometric ratios, producing yellow crystals with a yield of 86%. Analysis using UV-Vis spectrophotometer showed a maximum wavelength shift in the transition region π* from the basic azometina group of Schiff by 355 to 565 after complexing, due to the contribution of the lone pair of nitrogen and oxygen of the Schiff base ligand to the metal ion. Determination of functional groups using a spectrophotometer showed an azomethine absorption peak (-C=N-) that appeared in the area of 1660 cm-1 in the Schiff base ligand and 1658 cm-1 in the complex compound. The formation of complex compounds is characterized by the formation of Fe-N at a wave number of 580 cm-1. DTA TGA analysis showed three times the weight loss, the first mass loss at a temperature of 200-276,7oC of 10.09% is equivalent to the release of SO4 molecules which is theoretically 8%, the second mass loss occurs at a temperature of 276,7-379oC by 85% which is equivalent to 4 molecules which are theoretically 80,96%, the last mass loss occurs at a temperature of 389,4 – 600,4oC by 15% which loses one molecule of Fe2O3 which is a residue of 17,29% , DSSC test results obtained strong current and the voltage has the highest efficiency of 2,086% on a variation of 0.1 M PEG gel electrolyte with a voltage of 1710 mV and a current of 1.22 mA.
Keywords: Schiff base, Dye sensitized solar cell (DSSC), Fe(II) complex, 4- dimethylamino benzaldehyde, aniline, gel electrolyte.
DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC)
Oleh Novi Aditya
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SAINS
Pada Jurusan Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2022
Penulis dilahirkan di Lampung Tengah pada tanggal 11 November 1999, sebagai anak bungsu dari dua bersaudara yang merupakan putri dari Bapak Purwanto dan Ibu Umiratun. Penulis mengawali jenjang pendidikan di TK/RA AL-HUDA pada tahun 2002. Tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikannya di SDN 1 Rukti Basuki Rumbia Lampung Tengah yang di selesaikan pada tahun 2010.
Kemudian penulis melanjutkan sekolah menengah pertama di SMPN 1 Rumbia Lampung Tengah pada tahun 2010-2013, dan sekolah menengah atas di
SMAN 1 Rumbia Lampung Tengah pada tahun 2013-2016. Pada tahun 2016 penulis diterima sebagai mahasiswa Universitas Lampung Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan alam jurusan kimia.
Selama menjadi Mahasiswa Penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia dalam Kehidupan dan Kimia Anorganik II pada tahun 2019 dan 2020. Pada bulan mei 2019 penulis menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan yang dilakukan di BBPOM Bandar Lampung dengan judul Penetapan Kadar Cemaran Logam Berat ( Pb,Cd,Hg,As) dalam Bakso Ikan Tuna Secara Inductively Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP-MS). Pada bulan Agustus 2019 penulis melaksanakan kuliah kerja nyata (KKN) di Desa Sumber rejo, Kecamatan Waway Karya , Kabupaten Lampung Timur.
Kupersembahkan Karya ini sebagai wujud bakti dan tanggung jawab kepada:
Kedua orang tuaku, Bapak Purwanto dan Ibu Umiratun yang telah membesarkanku, selalu memberi kasih sayang,
cinta, do’a dan dukungan dalam bentuk apapun.
Pembimbing Penelitianku Ibu Dr. Zipora Sembiring, M.S.
Ibu Dr. Yuli Ambarwati, M.Si.
Terimakasih atas ilmu, nasihat, dan kesabaran dalam membimbing selama ini
Orang Terkasih, Keluarga besar, Sahabat, dan Teman-
teman Almamater tercinta Universitas Lampung
“ Mereka yang berbahagia adalah yang mampu mengubah masalah menjadi hikmah, masalah
apapun akan menjadi bukan masalah ketika dekat dengan Allah SWT. karena Allah ada
masalah tiada”
“Pada saat-saat tergelap kita, kita harus fokus untuk melihat cahaya” (Aristoteles)
“Do The best and Pray. God will take care of the
rest”
Segala Hormat, Puji dan Syukur saya ucapkan kepada Allah SWT. atas segala rahmat, karunia, nikmat, dan kasih sayang–Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul “ SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS Fe(II) DENGAN LIGAN BASA SCHIFF DARI 4-DIMETILAMINO BENZALDEHIDA DAN
ANILINA SEBAGAI DYE SENSITIZED PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC)” sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Sains pada jurusan Kimia FMIPA UNILA.
Sholawat beriring salam kepada Nabi Muhammad SAW., keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang selalu taat mengikuti dan mengamalkan ajaran dan
sunnahnya. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia FMIPA Unila. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Orang tuaku tercinta Bapak Purwanto dan ibu Umiratun yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, dukungan, motivasi, dan doa untuk penulis.
2. Ibu Dr. Zipora Sembiring, M.Si. selaku pembimbing pertama penelitian sekaligus pembimbing akademik peneliti atas segala bimbingan, semangat bantuan, nasihat, saran, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Yuli Ambarwati, M.Si selaku pembimbing kedua atas segala bimbingan, bantuan, nasehat, motivasi, dan saran sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Rudy T. M. Situmeang., M.Sc., Ph.D. selaku pembahas atas segala nasihat, kritik, dan saran yang sangat membangun dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Mulyono, Ph.D. selaku Ketua Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.
6. Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M.T. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
7. Segenap staff pengajar dan karyawan khususnya Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung.
8. Sidik Pratama Aji yang menemani, membantu dalam segala kondisi dan memberi support penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Noviani Widiawati selaku teman seperjuangan yang selalu mengingatkan penulis agar makan makanan sehat serta salah satu teman yang sangat gemar makan pedas dan yang menemani beberapa urusan selama di kampus.
10. Afiza Fitriani dan I Gusti Ayu yang selalu memberi support dengan cara yang unik dan selalu hadir saat penulis butuh asupan kebahagiaan sampai penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
11. Partner penelitian penulis: Anita Anggrahini dan Afdahul Irza Khadriyan yang menemani dan membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan berjuang mengumpulkan berkas-berkas penting.
12. Rekan-rekan di Laboratorium Kimia Anorganik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung yang telah memberikan nasihat, dan bantuan yang diberikan. Terimakasih untuk kebersamaannya selama ini.
13. Keluarga Chem16try Unila yang tidak dapat disebutkan satu per satu,
terimakasih atas kebersamaan yang telah dilalui dalam kehidupan di kampus dari awal PKKMB sampai sekarang.
14. Teman Seperjuangan saya yang beberapa sudah lulus dan bertambah panjang namanya Nurul Nadila, S.Si., Maria Fajariana Kurniasih, Nabitaliah,
Ranidiyah, Rina Handayani.
15. Kakak dan adik tingkat penulis; kimia angkatan 2014, 2015, 2017, 2018, 2019, 2020, dan 2021 yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
16. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dan membantu penulis, semoga Allah SWT. membalas kebaikannya dan melancarkan segala urusannya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi rekan–rekan khususnya mahasiswa kimia dan pembaca pada umumnya. Penulis hanya mampu
mengucapkan terimakasih, semoga segala kebaikan, bantuan, doa serta dukungan yang kalian berikan dapat dibalas oleh Allah SWT.
Bandar Lampung, Oktober 2022 Penulis
Novi Aditya
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR GAMBAR ... vii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Penelitian ... 3
1.3. Manfaat Penelitian ... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Senyawa Kompleks ... 4
2.1.1. Atom Pusat ... 5
2.1.2. Ligan ... 5
2.2. Logam Fe ... 5
2.3. Senyawa Basa Schiff ... 6
2.3.1. Dimetilaminobenzaldehida (DMAB) ... 9
2.3.2. Anilina ... 10
2.4. Dye Sensitized Solar cell ... 11
2.5. Karakterisasi Senyawa Basa Schiff ... 13
2.5.1. Spektrofotometer UV-Vis ... 14
2.5.2. Fourier Transform Infrared (FTIR) ... 16
2.5.3. Differential Thermal Analysis/ Thermogravimetry Analysis (DTA/TGA) ... 17
III. METODE PENELITIAN ... 19
3.1.Waktu dan Tempat ... 19
3.2.Alat dan Bahan ... 19
3.3. Cara Kerja ... 20
3.4. Diagram Alir ... 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
4.1.Sintesis Senyawa Basa Schiff ... 29
4.2.Sintesis Senyawa Kompleks Fe(II) Basa Schiff... 30
4.3.Karakterisasi Ligan Basa Schiff ... 31
4.3.1. Spektrofotometer UV-Vis ... 31
4.3.2. Spektrofotometer IR ... 33
4.4.Karakterisasi Senyawa Kompleks Fe(II) Basa Schiff ... 34
4.4.1. Spektrofotometer UV-Vis ... 34
4.4.2. Spektrofotometer IR ... 35
4.5. DTA-TGA ... 37
4.6. Aplikasi Senyawa kompleks Fe(II) Basa Schiff pada Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) ... 39
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42
5.1. Kesimpulan ... 42
5.2. Saran ... 42 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Warna komplementer pada panjang gelombang ... 14 2. Pita Serapan gugus fungsi pada spektrofotometer inframerah ... 17 3. Perbandingan stoikiometri senyawa kompleks dengan variasi mol
basa Schiff ... 20 4. Data panjang gelombang basa Schiff dan senyawa
Pembentuknya ... 32 5. Data spektrum IR basa Schiff dan senyawa pembentuknya ... 34 6. Data spektrum IR senyawa kompleks Fe(II) basa Schiff dan senyawa
pembentuknya ... 36 7. Data TGA pengurangan masa senyawa kompleks basa Schiff ... 38 8. Perbandingan efisiensi berdasarkan variasi elektroda pembanding yang
digunakan ... 40 9. Data hasil pengukuran tegangan (mV), kuat arus (mA) dan
Efisiensi DSSC ... 41
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Mekanisme pembentukan senyawa Basa Schiff ... 7
2. Mekanisme pembentukan basa Schiff dalam suasana asam ... 8
3. Struktur 4-dimetilamino benzaldehida (DMAB) ... 9
4. Struktur basa Schiff N,N–dimetil–4–(feniliminametil) anilina ... 10
5. Struktur anilina ... 10
6. Rangkaian Dye sensitized solar cell (DSSC) ... 12
7. Energi yang dibutuhkan dalam transisi elektron ... 15
8. Spektrum UV-Vis N, N-dimetil-4-(feniliminametil) anilina ... 15
9. Rangkaian DSSC ... 24
10. Reaksi pembentukan basa Schiff hasil sintesis ... 29
11. Padatan kristalin basa Schiff hasil sintesis ... 30
12. Padatan Kristalin senyawa kompleks Fe(II) basa Schiff hasil sintesis ... 31
13. Spektrum UV-Vis basa Schiff hasil sintesis ... 32
14. Spektrum IR basa Schiff hasil sintesis ... 33
15. Spektrum UV-Vis senyawa kompleks Fe(II) basa Schiff hasil sintesis ... 35
16. Spektrum IR senyawa kompleks Fe(II) basa Schiff hasil sintesis ... 36
17. Termogram DTA-TGA senyawa kompleks Fe(II) basa Schiff ... 37
18. Prediksi Senyawa Kompleks Fe(II) Basa Schiff ... 39
19. DSSC variasi elektrolit PEG 0,025 M, 0,05 M, dan 0,1 M ... 40
20. Proses pengujian di bawah sinar matahari ... 41
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Energi listrik merupakan salah satu energi yang sangat penting dalam kehidupan manusia, mulai dari kebutuhan mendasar sampai komersial, sebagian besar kebutuhan energi ini dipenuhi oleh sumber energi alam yaitu dari bahan bakar fosil, namun ketersediaannya semakin berkurang dan tidak dapat diperbaharui, sehingga energi masih menjadi masalah yang berkelanjutan sampai saat ini (Hadi, 2016). Sinar matahari merupakan yang paling efektif digunakan di Indonesia karena Indonesia merupakan salah satu negara tropis (Gong et al., 2012). Teknologi tentang pengubahan energi matahari menjadi energi listrik terus dikembangkan, seperti teknologi sel surya dari silikon. Teknologi ini
membutuhkan biaya yang sangat tinggi dalam pembuatannya, namun ada pula sel surya yang dibuat dengan mengkombinasikan cahaya dengan fleksibilitas
senyawa organik. Teknologi sel surya itu disebut Dye sensitized solar cell (Kalyanasundaram, 2010).
Teknologi DSSC berbeda dengan teknologi sel surya sebelumnya, DSSC merupakan sel surya yang dilapisi oleh zat warna untuk meningkatkan efisiensi konversi sinar matahari. DSSC terdiri dari beberapa komponen penyusun yaitu elektroda kerja, elektrolit, semikonduktor, pewarna atau dye sensitized, dan elektroda pembanding. Efisiensi DSSC dipengaruhi oleh komponen-komponen penyusunnya, salah satu komponen terpenting dalam DSSC adalah dye sensitized atau pewarna untuk menyerap foton dari cahaya matahari dan mengubahnya menjadi energi listrik.
Pewarna yang digunakan pada DSSC harus memiliki panjang gelombang 400 hingga 800 nm, memiliki gugus kromofor dan memiliki ikatan rangkap
terkonjugasi (Kalyanasundaram, 2010). Dye sensitized dari senyawa ruthenium complex dapat menghasilkan efisiensi mencapai 11%, namun kompleks ruthenium memerlukan proses sintesis yang rumit dan biaya yang tinggi karena termasuk golongan logam mulia (Shalini S, et al., 2016). Senyawa kompleks lain banyak digunakan untuk menggantikan kompleks ruthenium karena memiliki beberapa keuntungan, yaitu lebih stabil secara kimia dan termal, biaya yang lebih rendah, dan proses sintesisnya lebih mudah. Senyawa kompleks yang disintesis dari logam besi pernah diaplikasikan untuk DSSC pada beberapa penelitian seperti yang dilakukan mardiana (2014) menggunakan Fe(II) -congo red yang
menghasilkan efisiensi sebesar 3,32% dan Soliman et al., (2020) menggunakan Fe(II)- bipyridyl menghasilkan efisiensi sebesar 3,96% pada variasi elektrolit gel dengan konsentrasi 0,15 M, selain itu zat warna organik sintesis sebagai dye sensitized pada DSSC telah banyak digunakan, salah satunya menggunakan basa Schiff.
Senyawa basa Schiff memiliki kelebihan diantaranya proses sintesis yang cukup cepat, ekonomis, dan tidak berbahaya bagi lingkungan, banyak peneliti
sebelumnya yang telah berhasil mensintesis senyawa basa Schiff melalui reaksi kondensasi, berdasarkan hasil laporan beberapa peneliti, digunakan metode kondensasi karena prosesnya relatif lebih mudah dan sederhana (Sembiring dkk., 2013; Ghann et al., 2017; Al-Barody S.M, et al., 2018). Penelitian yang dilakukan Ghann et al. (2017) telah mensintesis basa Schiff dari salisilaldehida dengan etilendiamina. Senyawa basa Schiff yang dihasilkan kemudian diaplikasikan sebagai dye sensitized pada dye sensitized solar cell (DSSC), hasil pengukuran kinerja pada DSSC menunjukkan bahwa penggunaan basa Schiff menghasilkan efisiensi sebesar 0,14% (Ghann et al., 2017). Naik et al. (2018) telah berhasil mensintesis zat warna organik bebas logam berupa basa Schiff dari 4-
dimetilamino benzaldehida dan asam para-aminobenzoat. Sintesis dilakukan menggunakan metode refluks dalam pelarut metanol selama 5 jam.
Senyawa basa Schiff hasil sintesis digunakan sebagai dye sensitized pada dye sensitized solar cell (DSSC) dan menghasilkan efisiensi sebesar 1%. Pada penelitian ini dilakukan sintesis senyawa kompleks Fe(II)- 4 (dimetilamino) benzaldehida anilina yang diharapkan dapat menghasilkan efisiensi DSSC lebih tinggi dan tidak menimbulkan dampak buruk bagi lingkungan, kemudian senyawa kompleks yang diperoleh dari penelitian ini dikarakterisasi menggunakan
spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer IR, dan DTA-TGA, selain itu senyawa kompleks yang terbentuk diaplikasikan sebagai dye sensitized pada dye sensitized solar cell (DSSC) yang kemudian diuji untuk menentukan kuat arus(mA), tegangan (mV), dan efisiensinya dalam persen.
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh senyawa kompleks Fe(II)- 4(dimetilamino) benzaldehida anilina yang didukung dengan data karakterisasi.
2. Mendapatkan nilai tegangan, kuat arus, dan efisiensi dari senyawa kompleks Fe(II)- 4(dimetilamino) benzaldehida anilina yang diaplikasikan sebagai dye sensitized pada dye sensitized solar cell (DSSC).
1.3. Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukannya penelitian ini adalah aplikasi senyawa kompleks ligan basa Schiff sebagai dye sensitized pada dye sensitized solar cell (DSSC) untuk
memberikan kontribusi dalam pengembangan aplikasi senyawa basa Schiff dalam energi alternatif.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Senyawa Kompleks
Senyawa kompleks telah dikenal sejak awal kemunculan ilmu kimia, misalnya adanya warna biru prusia (Prussian blue). Senyawa kompleks didefinisikan sebagai senyawa yang terbentuk antara logam dengan ligan melalui ikatan kovalen koordinasi. Senyawa kompleks terbentuk karena adanya ikatan antara atom pusat (logam) yang berperan sebagai akseptor pasangan elektron dengan ligan sebagai donor pasangan elektron sehingga menghasilkan ikatan kovalen koordinasi (Effendy dan Zahro K., 2010).
2.1.1 Atom Pusat
Atom pusat merupakan ion-ion logam yang bertindak sebagai asam lewis atau sebagai spesi yang menerima pasangan elektron bebas. Logam yang umum digunakan pada senyawa kompleks adalah logam transisi, karena logam transisi melibatkan penggunaan orbital d untuk pembentukan senyawa kompleks. Logam transisi merupakan unsur-unsur yang elektron pada sub kulit d-nya belum terisi penuh. Unsur-unsur logam transisi deret pertama memiliki sifat fisik dan kimia yang hampir sama, sifat-sifat tersebut berbeda dengan yang dimiliki unsur-unsur golongan utama, yaitu memiliki lebih dari satu jenis muatan, perbandingan jari- jari atomnya besar, keras dan mempunyai kerapatan tinggi, mempunyai titik leleh dan titik didih yang tinggi, membentuk senyawa-senyawa yang bersifat
paramagnetik, menunjukkan bilangan oksidasi yang bervariasi, membentuk ion dan senyawa yang berwarna, membentuk senyawa bersifat katalis aktif, dan membentuk kompleks yang stabil (Effendy dan Zahro K., 2010).
2.1.2 Ligan
Ligan merupakan suatu anion atau molekul netral yang berfungsi sebagai donor pasangan elektron bagi atom pusat sehingga disebut sebagai basa Lewis. Logam transisi memiliki orbital d yang belum terisi penuh yang bersifat asam Lewis dan dapat menerima pasangan elektron bebas, kemudian kuat lemahnya suatu ligan berpengaruh pada sifat senyawa kompleks yang terbentuk. Ligan pada senyawa kompleks dikelompokkan berdasarkan jumlah elektron yang dapat disumbangkan pada atom pusatnya (Octavia, 2012).
Ligan yang hanya menyumbangkan satu pasangan elektron bebas ke atom pusat disebut ligan monodentat, contoh ligan monodentat adalah ion klorida dan ion hidroksida, sedangkan ligan polidentat (bidentat, tridentat, dan sebagainya) adalah suatu ligan yang dapat menyumbangkan dua atau lebih pasangan elektron bebas ke atom pusat. Etilen diamin merupakan salah satu contoh dari ligan bidentat, untuk ligan polidentat contohnya yaitu EDTA (Octavia, 2012).
2.2 Logam Fe
Besi merupakan salah satu logam dalam deret transisi pertama dengan konfigurasi elektron [Ar] 3d 6 yang dapat membentuk senyawa kompleks, berada pada
rentang tingkat oksidasi yang lebar, yaitu dari bilangan oksidasi -2 hingga +6, namun bilangan oksidasi +2 dan +3 paling banyak terdapat di alam. Penggunaan ion logam besi sebagai ion pusat karena kemampuannya membentuk tingkat oksidasi yang bervariasi dan mampu membentuk ikatan koordinasi. Senyawa Fe(II) disebut fero dan senyawa Fe(III) disebut feri. Senyawa besi yang diproduksi dalam industri skala besar adalah Fe(II) sulfat (FeSO4 .7H2O) dan Fe(III) klorida (FeCl3). Besi (Fe) memiliki berat molekul 55,84 g/mol, berbentuk padat pada suhu kamar, berwarna abu-abu perak, memiliki titik didih 2.862o C dan titik leleh 1.538o C, dalam konfigurasi elektron 3d dan 4s pada besi relatif
memiliki energi yang berdekatan, sehingga dapat kehilangan elektron dalam jumlah bervariasi (Yenita, 2012).
Menurut Widowati et al., (2008) senyawa besi banyak digunakan dalam bidang industri. Katalis besi secara tradisional digunakan dalam proses Haber-Bosch untuk produksi amonia dan proses Fischer-Tropsch untuk konversi karbon monoksida menjadi hidrokarbon untuk bahan bakar dan pelumas. Serbuk besi dalam pelarut asam digunakan dalam reduksi Bechamp yaitu reduksi nitrobenzena menjadi anilin, sedangkan pada manusia besi merupakan unsur terpenting dalam hemoglobin darah. Pada penelitian ini digunakan Fe(II) sebagai dye sensitized pada dye sensitized solar cell (DSSC). Logam besi ini dipilih karena logam besi memiliki bilangan kuantum tinggi untuk menghasilkan sensitisasi dari TiO2, larut dalam pelarut polar, dan memiliki sifat photo-physical yang mirip dengan
kompleks ruthenium (Lopez et al., 2013).
2.3 Senyawa Basa Schiff
Basa Schiff merupakan senyawa yang memiliki gugus imina atau gugus azometina (-C=N-), dapat terbentuk melalui sebuah reaksi kondensasi amina primer dengan senyawa karbonil. Basa Schiff ditemukan oleh seorang kimiawan Jerman, pemenang hadiah Nobel Hugo Schiff pada tahun 1864 (Ashraf et al., 2011).
Senyawa basa Schiff pembentukannya dapat terjadi dalam suasana asam maupun suasana basa. Basa Schiff yang disintesis dari aldehid lebih mudah terbentuk dibandingkan yang disintesis dari keton (Xavier and Srividya, 2014). Senyawa basa Schiff dari aldehida alifatik relatif tidak stabil dan berpolimerisasi jika digunakan aldehida dan amina primer aromatik, maka senyawa basa Schiff yang terbentuk lebih stabil karena memiliki sistem konjugasi yang panjang. Senyawa basa Schiff yang terstabilkan akan menggeser kesetimbangan ke arah produk sehingga menghasilkan produk dengan % rendemen hasil yang relatif tinggi (Hassan, 2014).
Senyawa yang mengandung gugus –NH2 seperti amina primer dapat direaksikan dengan aldehida atau keton melalui dua tahap yaitu adisi dan eliminasi. Tahap adisi amina yang merupakan nukleofilik pada karbon karbonil yang bermuatan parsial positif diikuti dengan lepasnya proton dari nitrogen dan diperoleh proton oleh oksigen. Tahap eliminasi yaitu terjadinya protonasi gugus –OH yang
kemudian dapat lepas sebagai air (Xavier and Srividya, 2014). Basa Schiff yang umum adalah padatan kristalin, yang bersifat basa lemah, tetapi beberapa bentuk garam tidak larut dengan asam kuat. Basa Schiff digunakan sebagai zat antara untuk sintesis asam amino atau sebagai senyawa untuk pembuatan kompleks logam yang memiliki serangkaian struktur yang berbeda. basa Schiff memiliki aplikasi yang sangat luas diberbagai bidang, dalam bidang ilmu kimia koordinasi basa Schiff sangat dikenal sebagai senyawa dalam pembentukan senyawa
kompleks dengan berbagai macam logam golongan transisi, selain itu senyawa basa Schiff memiliki peranan penting dalam inhibitor korosi (Febriany, 2014), inhibitor pada penyakit tuberculosis (Elzahany, 2008) dan menunjukkan aktivitas biologis termasuk aktivitas antibakteri, antijamur, antidiabetes, antitumor,
antiproliferatif, dan antikanker. Basa Schiff juga telah banyak digunakan sebagai zat warna atau dye sensitized pada dye sensitized solar cell (DSSC), baik dalam bentuk ligan bebas maupun dalam bentuk senyawa kompleks. Mekanisme umum dari pembentukan senyawa basa Schiff dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Mekanisme Pembentukan senyawa Basa Schiff
Reaksi pembentukan imina berlangsung reversibel dan bergantung pada pH, jika pH terlalu asam, reaksi adisi nukleofilik berjalan lambat karena konsentrasi amina bebas lebih kecil daripada konsentrasi amina terprotonasi. Amina yang
terprotonasi kehilangan sifat nukleofilnya karena atom nitrogen menjadi bermuatan positif dan tidak dapat menyerang karbon karbonil sehingga tidak
dapat membentuk amina, apabila pH terlalu tinggi reaksi eliminasi air berjalan lambat karena minimnya jumlah proton yang digunakan untuk memprotonasi gugus –OH, oleh karena itu kondisi pH diatur dengan penambahan asam sekitar pH 4–5 agar reaksi berjalan dengan cepat (McMurry, 2011). Mekanisme reaksi pembentukan basa Schiff dalam pH 4–5 yang merupakan suasana asam dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Mekanisme pembentukan basa Schiff dalam suasana asam
Amina primer (NH2) dapat bertindak sebagai nukleofil yang dapat menyerang gugus karbonil dari suatu aldehida dalam reaksi adisi dan eliminasi. Aldehida aromatik seperti benzaldehida atau arilamina seperti anilina dapat bereaksi dan menghasilkan senyawa basa Schiff. Senyawa basa Schiff dari aldehida alifatik relatif tidak stabil dan berpolimerisasi, jika digunakan aldehida dan amina primer aromatik, maka senyawa basa Schiff yang terbentuk lebih stabil karena memiliki sistem konjugasi yang panjang. Senyawa basa Schiff yang stabil akan menggeser kesetimbangan ke arah produk, sehingga menghasilkan produk dengan %
rendemen hasil yang relatif tinggi (Hassan, 2014). Kompleks basa Schiff ditandai oleh aktivitas katalitik yang sangat baik dalam reaksi pada suhu tinggi (>100oC), dalam penelitian ini senyawa kompleks basa Schiff digunakan sebagai dye sensitized pada dye sensitized solar cell (DSSC).
2.3.1 4-dimetilamino benzaldehida (DMAB)
4-dimetilaminobenzaldehida (DMAB) merupakan senyawa organik yang mengandung gugus amina dan gugus karboksil pada posisi para seperti pada gambar 3, nama lain dari DMAB adalah 4-dimetiliminobenzalkarbonal; p- dimetilamino benzaldehida, Ehrlich’s Reagent; p-Formil-N,N-dimetilanilina; 4- N,N- Dimetilamino benzaldehida; N,N-Dimetil-p-amino-benzaldehida; N,N- Dimetil-4-amino benzaldehida (Adegoke, 2011).
Gambar 3. Struktur 4-dimetilamino benzaldehida (DMAB)
Senyawa ini berupa kristal granul kecil dengan rumus molekul C9H11NO, dan berat molekulnya 149,19 gr/ mol, titik lebur senyawa ini 74oC dan titik didihnya 176-177 oC, larut dalam alkohol terutama etanol 95% , eter, kloroform, asam asetat, dan pelarut organik lainnya, tetapi tidak larut dalam air. DMAB dapat bereaksi dengan hidrazin untuk membentuk gugus azometina yang berwarna kuning (Adegoke, 2011). Sintesis senyawa basa Schiff menggunakan
4–dimetilamino benzaldehida telah dilaporkan oleh Sheikhshoaie et al., (2006) yang berhasil mensintesis senyawa basa Schiff (1–(4–dimetil aminobenzil)–2–(4–
dimetil aminofenil) benzimidazol) dari hasil sintesis oleh reaksi DMAB dan o–fenilendiamina. Struktur yang terbentuk dikarakterisasi dengan kristalografi sinar–X dan hasil yang diperoleh tidak terbentuk kristal yang teratur, selain itu sintesis senyawa basa Schiff dari 4–dimetilamino benzaldehida dengan anilina telah dilakukan oleh Salim (2013), senyawa basa Schiff N,N–dimetil–4–
(feniliminametil) anilina yang dihasilkan dari sintesis anilina dan 4–dimetilamino–
benzaldehida berhasil disintesis menggunakan metode kondensasi refluks dengan
waktu 6 jam dan menghasilkan padatan berwarna kuning pucat dengan rendemen 95%, dan struktur yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Struktur basa Schiff N,N–dimetil–4–(feniliminametil) anilina
Gambar 4 merupakan struktur dari senyawa 4-dimetilaminobenzaldehida dan anilina yang telah berhasil disintesis, struktur ini dihasilkan dari karakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan spektrofotometer IR. Senyawa basa Schiff ini memiliki rumus molekul C15H16N2 , memiliki titik leleh 126o C, dan berat molekul 224 gr/mol, hasil spektrum inframerah gugus azometina pada struktur tersebut muncul pada bilangan gelombang 1640 cm-1 (Salim, 2013).
2.3.2 Anilina
Anilina merupakan senyawa organik dengan rumus molekul C6H5NH2 dan memiliki bentuk struktur seperti pada gambar 5. Senyawa anilina merupakan senyawa turunan benzena yang dihasilkan dari reduksi nitrobenzen. Senyawa anilina berupa cairan minyak tak berwarna yang mudah berubah warna menjadi coklat karena oksidasi atau terpapar cahaya, memiliki bau dan cita rasa yang khas, basa organik yang penting karena menjadi dasar bagi banyak zat warna, berbahaya jika terkena kulit, dan toksik. Senyawa ini merupakan dasar untuk pembuatan zat warna diazo, dapat berubah menjadi garam diazonium dengan bantuan asam nitrit dan asam klorida (Adegoke, 2011)
Gambar 5. Struktur anilina
Anilina memiliki panjang gelombang maksimum 230 nm karena pasangan elektron bebas pada NH2 yang berinteraksi dengan elektron cincin untuk
meningkatkan densitas elektron di keseluruhan cincin, terutama pada posisi orto dan para dari cincin (Ersoz and Atalay, 2010).
2.4 Dye sensitized solar cell (DSSC)
Dye sensitized solar cell merupakan sebuah pengembangan dari sel surya terdahulu yang mampu mengubah energi matahari menjadi energi listrik dengan biaya produksi rendah serta ramah lingkungan. Dye sensitized solar cell
merupakan sel foto elektrokimia yang didasarkan pada momen elektron yang disebabkan oleh efek kombinasi dari energi foton dan reaksi kimia
(Kalyanasundaram, 2010). Dye sensitized solar cell terdiri dari beberapa komponen penting yaitu elektroda kerja, dye (Pewarna), elektroda pembanding dan semikonduktor. Kaca yang dimaksud disini merupakan badan sel surya, biasanya digunakan kaca fluorine doped tin oxide (FTO), namun di Indonesia sangat sulit diperoleh, oleh karena itu dapat pula diganti dengan kaca biasa, lapisan dibawahnya yaitu lapisan semikonduktor, salah satu bagian yang mempunyai peran penting dalam rangkaian komponen ini.
Semikonduktor berperan untuk memfasilitasi proses reduksi karena struktur elektronik konduktif yang mengarah sebagai pita valensi dan pita konduksi.
Lapisan berikutnya yaitu elektroda pembanding, elektroda pembanding berupa kaca yang dilapisi oleh karbon yang berfungsi sebagai elektroda pengganti elektroda pembanding Pt. Karbon digunakan karena memiliki sifat kereaktifan yang tinggi dan menyerupai platina serta memiliki luas permukaan yang tinggi (Kumara dan Prajitno, 2012). Lapisan selanjutnya setelah elektroda pembanding adalah semikonduktor. Semikonduktor yang biasa digunakan adalah TiO2. Titanium dioksida dipilih karena memiliki celah pita yang relatif lebih besar sehingga elektron yang mengalir dari konduksi ke pita valensi menjadi semakin banyak yang mengakibatkan ruang reaksi fotokatalis dan absorpsi oleh pewarna menjadi lebih banyak dan spektrum menjadi lebih lebar. Titanium dioksida mempunyai tiga fase di alam, yaitu rutil, anatase dan brookite.
Rutil merupakan yang paling stabil dari ketiga fase tersebut, namun anatase lebih dipilih pada DSSC dikarenakan lebih aktif secara kimiawi dibanding rutil (Gong et al., 2012). Lapisan berikutnya yaitu dye yang melekat pada semikonduktor dan berperan penting dalam menangkap energi foton dalam sinar matahari. Dye yang sebaiknya harus dapat melekat kuat pada TiO2 agar injeksi elektron ke dalam pita konduksi dari TiO2 lebih efisien. Dye juga harus memiliki ikatan terkonjugasi, gugus kromofor serta memiliki panjang gelombang maksimum antara 400-800 nm. Pewarna yang ditempatkan pada tempat yang disinari cahaya matahari akan tereksitasi dan elektron akan masuk ke dalam pita konduksi TiO2 (Gong et al., 2012).
Molekul pewarna yang teroksidasi diregenerasi ketika pewarna menerima elektron dari mediator redoks misalnya I-/I3- (iodida/ triiodida). Mediator redoks terdifusi ke elektroda pembanding dan akan diregenerasi oleh proses reduksi saat elektron mencapai elektroda pembanding melalui sirkuit eksternal. Proses ini akan terus berlangsung seperti sebuah siklus (Gong et al., 2012). Rangkaian Dye sensitized solar cell ditunjukkan pada gambar 6.
Gambar 6. Rangkaian Dye sensitized solar cell (DSSC)
Gambar 6 menunjukkan bahwa Dye sensitized solar cell (DSSC) berupa
rangkaian yang terdiri dari empat komponen dasar yang disusun dengan struktur sandwich. Komponen penyusun lainnya yaitu elektroda kerja, zat warna (dye), elektrolit, dan elektroda pembanding. Struktur semikonduktor dari titanium dioksida berukuran nano digunakan pada elektroda kerja. Elektroda pembanding terdiri dari kaca ITO yang dilapisi oleh lapisan karbon (Mir and Niasari, 2012).
Proses yang terjadi di dalam DSSC dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Ketika foton dari sinar matahari menimpa elektroda kerja pada DSSC, energi foton tersebut diserap oleh larutan dye yang melekat pada permukaan partikel TiO2, sehingga elektron dari dye mendapatkan energi untuk dapat tereksitasi (D*).
D + cahaya → D*
2. Elektron yang tereksitasi dari molekul dye tersebut akan diinjeksikan ke pita konduksi TiO2 dimana TiO2 bertindak sebagai akseptor / kolektor elektron.
Molekul dye yang ditinggalkan kemudian dalam keadaan teroksidasi (D+).
D* + TiO2 → e-(TiO2) + D+
3. Selanjutnya elektron akan ditransfer melewati rangkaian luar menuju elektroda pembanding (elektroda karbon).
4. Elektrolit redoks biasanya berupa pasangan iodida dan triiodida (I-/I3-) yang bertindak sebagai mediator elektron sehingga dapat menghasilkan proses siklus dalam sel. Triiodida dari elektrolit yang terbentuk akan menangkap elektron yang berasal dari rangkaian luar dengan bantuan molekul karbon sebagai katalis.
5. Elektron yang tereksitasi masuk kembali ke dalam sel dan bereaksi dengan elektrolit menuju dye teroksidasi. Elektrolit menyediakan elektron pengganti untuk molekul dye teroksidasi, sehingga dye kembali ke keadaan awal dengan persamaan reaksi.
D+ + e- (elektrolit) → elektrolit + D
Tegangan yang dihasilkan oleh DSSC berasal dari perbedaan tingkat energi konduksi elektroda semikonduktor TiO2 dengan potensial elektrokimia pasangan elektrolit redoks I-/I3-. Arus yang dihasilkan dari sel surya ini terkait dalam proses konversi dan bergantung pada intensitas penyinaran serta kinerja kinerja dye yang digunakan (Kumara dan prajitno, 2012).
2.5 Karakterasi Ligan Basa Schiff
Senyawa basa Schiff hasil sintesis dilakukan beberapa metode karakterisasi meliputi spektrofotometri UV-Vis, spektrofotometri inframerah (IR), dan Differential Thermal Analysis / Thermogravimetry Analysis (DTA-TGA).
2.5.1 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri digunakan untuk mengukur besarnya energi yang diabsorbsi atau diteruskan. Pengukuran spektrofotometri menggunakan alat spektrofotometer yang melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis (Rohman, 2010). Konsentrasi dari analit di dalam larutan dapat ditentukan dengan menggunakan hukum Lambert-Beer (Rohman, 2010). Cahaya tampak memiliki panjang gelombang 400-800 nm. Cahaya tampak merupakan cahaya yang berkesinambungan artinya cahaya yang terdiri dari semua panjang gelombang yang mungkin terdapat dalam suatu jarak tertentu. Warna-warna yang diserap dan diteruskan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Warna komplementer pada panjang gelombang
Panjang Gelombang (nm) Warna yang diserap Warna yang diteruskan
380-450 Ungu Kuning-Hijau
450-495 Biru Kuning
495-570 Hijau Ungu
570-590
590-620
620-750
Kuning
Jingga
Biru
Hijau-Biru
Biru-Hijau
Prinsip dasar spektrofotometri UV–Vis adalah terjadinya transisi elektronik yang disebabkan penyerapan sinar UV–Vis yang mampu mengeksitasi elektron dari orbital yang kosong, umumnya transisi yang terjadi adalah transisi pada tingkat energi tertinggi (HOMO) ke orbital molekul yang kosong pada tingkat terendah (LUMO). Berbagai eksitasi elektron dan energi yang dikeluarkan dalam proses eksitasi ditunjukkan pada Gambar 7.
Gambar 7. Energi yang dibutuhkan dalam transisi elektron
Orbital non ikatan (n) yang mengandung elektron-elektron yang belum
berpasangan berada pada tingkat energi yang lebih tinggi lagi, sedangkan orbital- orbital anti ikatan yang kosong yaitu σ* dan π* menempati tingkat energi yang tertinggi (Pavia et al., 2010).
Gambar 8. Spektrum UV-Vis N, N-dimetil-4-(feniliminametil) anilina
Berdasarkan hasil spektrum senyawa basa Schiff oleh Ghann et al. (2017) pada gambar 8 menunjukkan bahwa senyawa basa Schiff N,N-dimetil-4-
(feniliminametil) anilina memiliki panjang gelombang maksimum pada 318,9 nm dan absorbansi 0,4 munculnya puncak panjang gelombang tersebut dikarenakan mengandung gugus kromofor yaitu imina atau azometina (–C=N–) yang
memberikan serapan yang khas pada panjang gelombang tersebut, besarnya
∆E <150 kkal, λ > 185 nm
∆E <105 kkal, λ > 275 nm
∆E <170 kkal, λ > 165 nm (n π*)
∆E >170 kkal, λ < 165 nm (π π*)
σ* anti ikatan π* anti ikatan
n non ikatan π ikatan π ikatan
panjang gelombang maksimum berkaitan dengan transisi π→π*dari gugus imina atau benzen pada basa Schiff dimana terdapat elektron π menuju orbital π*
(Yenita, 2012).
2.5.2 Spektrofotometer Inframerah (IR)
Radiasi inframerah ditemukan oleh Sir William Herschel pada tahun 1880.
Spektrofotometri inframerah merupakan analisis yang digunakan untuk
membedakan konfigurasi maupun konformasi molekul organik dan juga molekul kompleks yang mengandung ligan senyawa organik (Thakare et al., 2010).
Serapan yang terjadi di daerah 200-3500 cm-1 terutama disebabkan oleh vibrasi yang mungkin terjadi ligan koordinasi. Spektrum bilangan gelombang ditunjukkan pada sumbu X dan persentase transmitan (T) pada sumbu Y. Penggunaan
spektrum inframerah untuk penentuan spektrum senyawa organik biasanya antara 650–4000 cmˉ1. Daerah dibawah frekuensi 650 cmˉ1 dinamakan inframerah jauh dan daerah diatas 4000 cm–1 dinamakan inframerah dekat, beberapa penelitian yang telah dilakukan biasanya senyawa basa Schiff memiliki karakteristik yang menarik yaitu gugus azometina (R–C=N–R) dapat terlihat dalam spektrum inframerah pada daerah frekuensi sekitar 1600 cmˉ1 (Borba et al., 2013).
Dalam spektroskopi inframerah panjang gelombang dan bilangan gelombang merupakan nilai yang digunakan untuk menjelaskan posisi dalam spektrum serapan. Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat getaran yang berlainan. Gerakan getaran molekul menyerupai gerakan suatu bola yang dipasang pada pegas, yaitu pengisolasi harmoni. Model bola dan pegas digunakan untuk mengembangkan konsepsi gerakan getaran (Borba et al., 2013).
Beberapa gugus fungsi tertentu yang dapat menyerap sinar inframerah dan muncul pada daerah - daerah spektrum FT-IR seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Pita serapan gugus fungsi pada spektrofotometer inframerah Gugus Fungsi Bilangan Gelombang (cm-1 )
Ѵ (M-N) Ѵ (N-H) Ѵ (C-N) Ѵ (N=N)
400-600 660-900 1020-1220 1400-1500
Ѵ (C=N) 1600-1660
Ѵ (C=O) Ѵ (C-H) Ѵ (O-H)
1710-1720 3000-3100 3100-3700
2.5.3 Differential Thermal Analysis/ Thermogravimetry Analysis (DTA/TGA)
Analisis termal meliputi entalpi, kapasitas panas, massa dan koefisien ekspansi termal, terdapat dua teknik utama dalam analisis ini yaitu Thermogravimetric Analyzer (TGA) dan Differential Thermal Analysis (DTA). TGA merupakan analisis yang secara otomatis mencatat perubahan berat sampel sebagai fungsi temperatur atau waktu pada atmosfer yang terkontrol. Pengukuran digunakan khususnya untuk menentukan komposisi suatu bahan atau cuplikan dan untuk memperkirakan kestabilan termal suatu sampel pada suhu tinggi, proses
kehilangan massa terjadi karena adanya proses dekomposisi, dalam proses tersebut terjadi pemutusan ikatan kimia, evaporasi, reduksi sampel yang terjadi akibat interaksi bahan dengan pereduksi dan desorpsi, sedangkan kenaikan massa disebabkan oleh proses oksidasi (Prasetyoko dkk., 2016).
Data yang dihasilkan berupa kurva berat terhadap waktu maupun temperatur Differential Thermal Analyzer (DTA) yang mengukur perbedaan temperatur (T) antara sampel dan material pembanding inert sebagai fungsi temperatur, oleh karena itu DTA mendeteksi perubahan pada kandungan panasnya, data yang dihasilkan berupa kurva temperatur sampel terhadap waktu atau temperatur dan kurva temperatur reference terhadap waktu atau temperatur.
Spektrum termal ini dikenal dengan termogram (Prasetyoko dkk., 2016). Hasil–
hasil yang disajikan dalam termogravimetri analisis sebagai berikut:
(a) Kurva termogravimetri, merupakan perubahan bobot sebagai fungsi dari temperatur atau waktu.
(b) Kurva termogravimetri turunan (DTG), merupakan turunan pertama dari kurva TG terhadap temperatur atau waktu.
Sifat kurva termogravimetri yang perlu diperhatikan, yaitu bagian–bagian dataran yang menunjukkan daerah yang tidak terjadi perubahan bobot, bagian yang melengkung menunjukkan kehilangan bobot (Prasetyoko dkk., 2016)
III. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2020 sampai Januari 2021, di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik, Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Lampung. Analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis, IR dan DTA TGA dilakukan di UPT Laboratorium Terpadu dan Sentra Inovasi Teknologi (LTSIT) Universitas Lampung.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain alat-alat gelas dalam laboratorium, desikator, neraca analitik, pengaduk magnet, thermometer, magnetic stirrer, satu set peralatan refluks, hot plate, mortar dan alu, saringan, penjepit, kertas, scotch tape, furnace, multimeter Zotek ZT111, Spektrofotometer UV-Vis Agilent Cary 100, Spektrofotometer IR Agilent Cary 660 dan Differential Thermal Analysis-Thermogravimetry Analysis (DTA/TGA).
Bahan- bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain anilina p.a Merck, 4- (dimetilamino) benzaldehida p.a Merck, asam asetat, alkohol 96%, bubuk TiO2 , kertas saring Whatman 42, polietilen glikol (PEG) 6000, asetonitril p.a Merck, kalium iodide, iodin (I2), kaca Indium Tin Oxide (ITO) berukuran 2 x 2 cm x 1 mm, akuabides dan garam mohr (NH4)2Fe(SO4)2.6H2O.
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Sintesis Senyawa Basa Schiff
Senyawa basa Schiff disintesis dengan cara mencampurkan anilina dan
4– dimetilamino benzaldehida dengan perbandingan mol [1:1], sebanyak ±0,92 mL (1 x 10–2 mol ) anilina dilarutkan dalam 10 mL etanol, kemudian larutan yang terbentuk dicampurkan dengan 4–dimetilamino benzaldehida sebanyak 1,4919 gram (1 x 10–2 mo1) yang telah dilarutkan dalam 10 mL etanol. Larutan 4–
dimetilamino benzaldehida dan larutan anilina dicampurkan dalam labu alas bulat 50 mL dan ditambahkan asam asetat sebanyak 4 tetes. Campuran yang terbentuk berwarna oranye yang kemudian direfluks selama 45 menit pada suhu 78 ºC menggunakan hot plate. Campuran yang telah direfluks selanjutnya
didinginkan pada desikator pada suhu ruang hingga terbentuk kristal. Kristal yang terbentuk dicuci menggunakan 10 mL akuabides, disaring dengan kertas
Whatman 42, kemudian kristal tersebut dikeringkan lagi dalam desikator dan timbang hingga diperoleh berat konstan (Thakare et al., 2010).
3.3.2 Sintesis Senyawa Kompleks Fe(II) Basa Schiff
Sebelum dilakukan sintesis senyawa kompleks Fe(II) basa Schiff, terlebih dahulu dilakukan perhitungan stoikiometri senyawa kompleks Fe(II) basa Schiff.
Penentuan stoikiometri senyawa kompleks dilakukan dengan mencampurkan ligan basa Schiff dengan ion logam Fe(II) berdasarkan variasi konsentrasi basa Schiff seperti yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbandingan stoikiometri senyawa kompleks dengan variasi mol basa Schiff
No Fe(II) (10-2mol) Basa Schiff (10-2 mol)
1 1 1
2 1 2
3 1 3
Reaksi pembentukan senyawa kompleks dari tiap variasi dilakukan dengan proses refluks selama 2 jam dengan 78o- 80oC menggunakan magnetic stirrer. Senyawa kompleks yang terbentuk dicuci dengan akuabides, disaring dengan kertas saring whatman 42 dan dikeringkan dalam desikator hingga berat konstan. Senyawa kompleks yang terbentuk dilakukan karakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer inframerah dan DTA/TGA (Rini, 2010).
3.3.4 Karakterisasi Senyawa Kompleks
a. Karakterisasi menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Karakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dilakukan untuk mengukur panjang gelombang maksimum senyawa kompleks Fe(II) basa Schiff, sebanyak 0,01 gr senyawa kompleks Fe(II) basa Schiff dilarutkan dalam 100 mL pelarut yang sesuai dan masing-masing larutan standar diisi pada kuvet, kemudian disiapkan larutan blanko etanol yang diisi pada kuvet dan diukur pada panjang gelombang 200-800 nm, kemudian dilakukan pengukuran terhadap larutan blanko dan dibuat kurva antara absorbansi berbanding lurus dengan panjang gelombang.
b. Karakterisasi menggunakan Spektrofotometer inframerah (IR)
Senyawa kompleks Fe(II) basa Schiff hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan Spektrofotometer inframerah (IR). Sampel yang akan dianalisis terlebih dahulu dicampur dengan serbuk KBr (5-10%). Sampel dalam serbuk KBR kemudian ditempatkan pada sample pan dan siap untuk dianalisis. Campuran yang sudah terbentuk kemudian dibuat pelet KBr (pil KBr) dengan alat mini hand press, setelah terbentuk pil KBr maka sampel siap di analisis.
c. Penentuan Dekomposisi termal (DTA/TGA)
Sifat termal dari senyawa kompleks Fe(II) basa Schiff hasil sintesis diukur menggunakan DTA-TGA. Tabung yang telah diisi sampel dengan variasi suhu dan konsentrasi tertentu dimasukkan dalam termokopel, kemudian dipanaskan dengan laju tertentu. Hasil pengaluran ∆T sebagai fungsi T merupakan indikasi perolehan atau kehilangan energi dan perubahan berat dari sampel yang diteliti.
4 Fabrikasi Dye Sensitized SolarCell (DSSC) a. Pembuatan pasta TiO2
Pasta TiO2 dibuat dari 0,5 gram bubuk TiO2 , kemudian digerus, diayak, dan dimasukkan kedalam gelas kimia, kemudian ditambahkan 2 mL etanol dan distirer selama 15 menit. Pasta TiO2 yang telah terbentuk dicampurkan dengan 0,25 gram senyawa basa Schiff kemudian distirrer selama 15 menit, lalu keduanya disimpan dalam botol yang ditutup untuk digunakan (Damayanti dkk., 2014).
b. Pembuatan Elektrolit Gel
Elektrolit gel dibuat dari campuran larutan KI 0,5 M, I2 0,05M, dan
PEG 6000 0,1 M, sebanyak 0,498 gram KI dilarutkan ke dalam 6 mL asetonitril, lalu larutan yang terbentuk dicampurkan dengan 0,076 gram I2 yang telah dilarutkan ke dalam 6 mL asetonitril. Campuran tersebut ditambahkan 2,4 gram PEG 6000 dan diaduk dengan pengaduk magnet hingga homogen (Damayanti dkk., 2014).
c. Preparasi Elektroda Kerja
Preparasi elektroda pembanding dilakukan pada sisi konduktif kaca ITO dengan jelaga api lilin. 3 buah kaca ITO dicuci dengan alkohol 96%, lalu dikeringkan, kemudian dites menggunakan multimeter digital untuk mengetahui sisi konduktif.
Sisi konduktif kaca ITO ditutup dengan scotch tape pada bagian pinggirnya hingga menyisakan ukuran 1 x 1 cm. Kaca ITO kemudian dibakar menggunakan api lilin (Chadijah dkk., 2016).
d. Perangkaian Komponen DSSC
Sel surya dirakit dengan mempersiapkan tiga buah kaca ITO yang telah
dibersihkan. Pada ketiga kaca ITO yang berukuran 2 x 2 cm dibentuk area tempat campuran TiO2 dengan senyawa kompleks Fe(II) basa Schiff dideposisikan dengan bantuan selotip pada bagian kaca yang konduktif sehingga terbentuk area sebesar 1 x 1 cm. Pasta campuran TiO2 dengan senyawa kompleks Fe(II) basa Schiff dideposisikan menggunakan screen printing, kemudian lapisan dikeringkan selama 10 menit dan di–furnace pada temperatur 200ºC selama 10 menit,
selanjutnya ketiga variasi elektrolit gel polimer diteteskan masing-masing diatas permukaan ketiga kaca yang terdapat campuran pasta TiO2 dengan senyawa kompleks Fe(II) basa Schiff.
Pada kaca pertama diteteskan larutan gel elektrolit 0,025 M, kaca kedua diteteskan larutan gel elektrolit 0,05 M, dan kaca ketiga diteteskan larutan gel elektrolit 0,1M lalu masing–masing kaca ditutup dengan elektroda lawan karbon (counter
electrode) sehingga membentuk struktur sandwich, kemudian agar struktur selnya mantap dijepit dengan penjepit kertas pada kedua sisinya. Ketiga sel surya yang telah dirangkai dilakukan pengujian tegangan dengan multimeter digital Zotek ZT111. Sumber cahaya yang digunakan yaitu cahaya matahari langsung pada saat penyinaran cerah (Hadi, 2016).
Gambar 9. Rangkaian Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) -Diteteskan PEG -Disiapkan dan dibersihkan
Selotip ukuran 1 x 1cm
Ditutup dengan elektroda karbon
-Dijepit dengan klip Pasta Campuran TiO2 Fe(II) Basa Schiff dari screen printing Bagian Konduktif Kaca
Kuat arus (mA) dan Tegangan (mV)
5 Diagram Alir
1. Sintesis Senyawa Basa Schiff
-ditambahkan4 tetes CH3COOH -direfluks 45 menit (78oC) 1,4919 gr (1 x 10-2 mol)
4-(dimetilamino)benzaldehida dalam 10 mL etanol
0,92 mL (1 x 10-2 mol) anilina dalam 10 mL etanol
Endapan dan Filtrat
Endapan Filtrat
-dicuci -dikeringkan Kristal Basa Schiff
-ditimbang Dikarakterisasi menggunakan :
1. Spektrofotometer UV-Vis 2. Spektrofotometer IR
2. Sintesis Senyawa Kompleks Fe(II) Basa Schiff
-direfluks selama 2 jam (78-80oC) Ligan basa Schiff + ion logam Fe(II) dengan
perbandingan 1:1, 1:2, 1:3
Endapan Filtrat
-dicuci -dikeringkan
Kristal Fe + Basa Schiff -ditimbang Dikarakterisasi menggunakan : 1. Spektrofotometer UV-Vis 2. Spektrofotometer IR 3. DTA-TGA
3. Fabrikasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) a. Larutan PEG 0,025
b. Larutan PEG 0,05 M
Kaca ITO 1 Kaca ITO A
-dilapisi pasta TiO2 + Fe(II) basa Schiff -ditanur 10 menit (200oC)
-dirangkai seperti struktur sandwich Rangkaian DSSC 1
-diteteskan PEG 0,025 M -diuji kuat arus dan tegangan Nilai kuat arus (mA) dan tegangan (mV)
- ∆
Kaca ITO 2 Kaca ITO B
-dilapisi pasta TiO2 + Fe(II) basa Schiff -ditanur 10 menit (200oC)
-dirangkai seperti struktur sandwich Rangkaian DSSC 2
-diteteskan PEG 0,05 M -diuji kuat arus dan tegangan Nilai kuat arus (mA) dan tegangan (mV)
- ∆
c. Larutan PEG 0,1 M
Kaca ITO 3 Kaca ITO C
-dilapisi pasta TiO2 + Fe(II) basa Schiff -ditanur 10 menit (200oC)
-dirangkai seperti struktur sandwich Rangkaian DSSC 2
-diteteskan PEG 0,1 M -diuji kuat arus dan tegangan Nilai kuat arus (mA) dan tegangan (mV)
- ∆
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ligan basa Schiff N,N-dimetil-4-(Feniliminametil) anilina hasil sintesis dari 4-dimetilaminobenzaldehida dan anilina dengan katalis asam asetat berupa padatan berwarna oranye dengan rendemen sebesar 78%.
2. Senyawa Kompleks Fe(II) basa Schiff hasil sintesis berupa padatan kristal berwarna kuning kecoklatan dengan rendemen sebesar 86%.
3. Berdasarkan hasil analisis menggunakan spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer IR, dan DTA-TGA mengindikasikan bahwa senyawa kompleks dengan ligan basa Schiff pada penelitian ini dapat digunakan sebagai sensitizer pada DSSC.
4. Pengukuran tegangan dan kuat arus menunjukkan efisiensi maksimum sebesar 2,086% pada variasi elektrolit gel PEG 0,1 M dengan tegangan 1710 mV dan kuat arus 1,22 mA.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan pada penelitian lebih lanjut perlu adanya karakterisasi menggunakan SEM-EDX untuk
mengetahui morfologi dan komposisi senyawa, diperlukan adanya pengujian DSSC dengan alat multimeter yang lebih lengkap untuk memperoleh data yang lebih baik serta disarankan menambah variasi konsentrasi elektrolit gel agar data yang di dapatkan lebih lengkap dan nilai efisiensi DSSC akan lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA
Adegoke, O. 2011. Analytical, Biochemical and Synthetic Applications Of Para– Dimethylaminobenzaldehyde. Review Article. Department of Pharmaceutical Chemistry. Faculty of Pharmacy. University of Ibadan.
Nigeria.
Al-Barody, S.M. 2018. Characterization and Thermal Study of Schiff-Base Monomers and Its Transition Metal Polychelates and Their Photovoltaic Performance on Dye Sensitized Solar Cells. Journal of structural Chemistry.
Ashraf, M.A., Mahmood, K., and Wajid, A. 2011. Synthesis, Characterization and Biological Activity of Schiff Bases. International Proceedings of
chemical, Biological and Environmental Engineering.
Borba, A., Andrea Gomez-Zavaglia and Rui. 2013. Faus to Conformational Landscape. Photochemistry. and Infrared Spectra of Sulfanilamide. The Journal of Physical Chemistry.
Brodowska, K. 2014. Schiff Bases Interesting Range of Applications In various Fields of Science. Institute of General Food Chemistry. Lodz University of Technology. Polandia.
Chadijah, S., Dahlan, D, and Harmadi. 2016. Pembuatan Counter Electrode Karbon untuk Aplikasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC). Jurnal Ilmu Fisika Universitas Andalas.
Dadfarnia, S., Salmazadeh and Shabani, H. 2002. Immobilized 1,5–
diphenylcarbazone as a Complexing Agent for On–line Trace Enrichment and Determination of Copper by Flow Injection–Atomic Absorption Spectroscopy. Journal Analytical Atomic Spectrometry. 62: 334–345.
Damayanti, Hardeli dan Sanjaya, H. 2014. Preparasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) Menggunakan Ekstrak Antosianin Ubi Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L.). Jurnal Saintek. 2:148–157.
Dewi, P. 2014. Sintesis 4–[(4–hidroksi–3–metoksibenzilidena)
amino]benzensulfonamida dari Sulfanilamida dan Vanilina dengan Katalis Asam Sulfat pada pH 4–5. Fakultas Farmasi. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Divya, Kumble, Geetha, M. and Pinto, A. 2017. Application of Metal Complexes of Schiff Bases as an Antimicrobial Drug: a Review of Recent Works. International Journal of Current Pharmaceutical Research.
Effendy dan Zahro, K., 2010. Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Kompleks dari Perak(I) Nitrit dengan Ligan Campuran Trifenilfosfina dan Tiourea, Prosiding Seminar Nasional Sains 2010. Jurusan Kimia.
Universitas Negeri Malang. Malang.
Elzahany, E.A. 2008. Synthesis, Characterization and Biological activity of Some Transition Metal Complexes with Schiff Base Derived from
2Formylindole, Salicyladehide, and N-amino Rhodanine. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 2:210-220.
Ersoz, G., and Atalay, S. 2010. Low-Pressure Catalytic Wet Air Oxidation of Aniline Over CO3O4/CeO2. Industrial and Engineering Chemistry Research.
Febriany, E. 2014. Sintesis Basa Schiff dari Hasil Kondensasi Etilendiamin dan Anilina dengan Senyawa Aldehida Hasil Ozonolisis Metil Oleat serta Pemanfaatannya Sebagai Inhibitor Korosi pada Logam Seng. (Skripsi).
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Ghann, W., Sobhi, H., Kang, H., Chavez–Gil, Nesbitt, F.and Uddin, J.
2017.Synthesis and Characterization of Free and Copper (II) Complex of N,N′–Bis(Salicylidene)Ethylenediamine for Application in Dye Sensitized Solar Cell. Journal of Materials Science and Chemical Engineering.
Gong, J., Liang, J., and Sumathy, K. 2012. Review on Dye-Sensitized Solar Cell (DSSC ): Fundamental Concepts and Novel Materials. Renewable and Sustainable Energy Reviews. 16:5848-5860.
Hadi, M. S. 2016. Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Kompleks Fe-Methyl Orange Sebagai Sensitizer pada Dye Sensitized Solar Cell (DSSC).
(Skripsi). Universitas Airlangga. Surabaya.
Hassan, F. 2014. Synthesis, Characterization and Antioxidant of Some 4- Amino-Phenyl-4h-1, 2, 4-Triazole-3-Thiol Derivatives. International Journal of Applied Science and Technology. 2:1079-1086.
Hussain, Z., Yousif, E., Ahmed, A., and Altaie, A. 2014. Synthesis and Characterization of Schiff Bases of Sulfamethoxazole. Organic and Medicinal Chemistry Letters.
Kalyanasundaram, E. K., 2010. Dye-Sensitized Solar Cells. EPFL press.
Lausanne. Switzerland.
Kumar. 2006. Hydrazone Schiff base – Manganese II Complexes, Synthesis Crystal Structure and Catalytic reactivity. Inorg. Chimica Acta. 360:
1599-1608.
Kumara dan Prajitno, G. 2012. Studi Awal Fabrikasi Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) dengan Menggunakan Ekstrak Daun Bayam (Amaranthus Hybridus L.) sebagai dye sensitizer dengan Variasi Jarak Sumber
Cahaya pada DSSC. (Skripsi). Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Surabaya.
Lopez, Baldenebro and Gusman. 2013. Journal of Photochemistry and Photobiology A: Chemistry Molecular design of copper complexes as sensitizers for efficient dye-sensitized solar cells, Journal of
Photochemistry & Photobiology, A: Chemistry.
Maddu, A., Zuhri, M., dan Irmansyah. 2014. Penggunaan Ekstrak Antosianin Kol Merah Sebagai fotosensitizer Pada Sel Surya TiO2 Nanokristal Tersensitisasi Dye. Jurnal Makara Teknologi.
2:78–84.
Mardiana, D.E., 2014. Sintesis Senyawa Kompleks Fe(II)- Congo red Sebagai Dye Sensitized Solar Cell (DSSC). Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga, Surabaya.
Maurya, Neetu, A., Gupta, P., Srivastavaand Bahadur.2016. Callindra Haematocephata and Peltophorum Pterocarpum Fowers as Natural
Sensitizers for TiO2 Thin Film based Dye–Sensitized Solar Cells. Journal Optical Materials. 60:270–276.
McMurry, J. 2011. Organic Chemistry. Baker Laboratory. New York.
Mir, N. and Niasari, S. M. 2012. Photovoltaic Properties of Corresponding Dye Sensitized Solar Cell: Effect of Active Sites of Growth Controller on TiO2 Nanostructures. Solar Energy.
Naik, P., Babu, D. D., Su, R., and El-Shafei, A. 2018. Synthesis,
Characterization and Performance Studies of A New Metal-Free Organic Sensitizer for DSSC Application. Materials Today:
Proceedings. 5:3150-3157.
Nakamoto, 2009.Infrared and Raman Spectra of Inorganic and Coordination Compounds . John Wiley and Sons Inc. New Jersey.
Ningrum, Ma, Q., Zhang, Y., Zhang, L., & Wu, H. (2019). Enhanced thermo- oxidative aging resistance of EPDM at high temperature by using synergistic antioxidants. Polymer Degradation and Stability, 1–8.
NIST Standard Reference Data. 2019.
https://webbook.nist.gov/cgi/cbook.cgi?ID=C90028&Type=IRSPEC&Ind ex=1#IR-SPEC. Diakses pada 20 Juli 2021.
Octavia, P.M. 2012. Sintesis dan Karakterisasi Material Magnetik Berbasis Senyawa Kompleks Inti Ganda Besi (III) dengan 2,2-Bipiridin
Menggunakan Ligan Jembatan Oksalat. Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. Surabaya.
Pancaningtyas, L. dan Akhlus, S. 2010. Peranan Elektrolit Pada Performa Sel Surya Pewarna Tersensitisasi (SSPT). Institut Teknologi Sepuluh November. Suraqbaya.
Pavia, L., Lampman, G., and Goerge, S. K. 2010. Introduction to Spectroscopy:
a Guide for Students or Organic Chemistry. Harcourt College.
Philadelphia.
Prasetyoko, D., Fansuri, H., Ni'mah, Y. dan Fadlan, A. 2016. Karakterisasi Struktur Padatan, Edisi Pertama. Jurnal DeepublishYogyakarta.
Rajavel, R. and D. Sakthilatha. 2013. Synthesis, Characterization and Biological Studies of Homobimetallic Schiff Base Cu(II) and Ni(II) Complexes. Chemical Science Transactions. 2:711-726
Rini, E. 2010. Sintesis dan Karakterisasi Kompleks Fe(II), Co(II), dan Ni(II) dengan Senyawa Basa Schiff dari 1,5–Difenil Karbazona dan Anilina.
(Skripsi). Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Rohman, Gandjar. 2010. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Salim, A. 2013. Synthesis and Characterization Of New Yrazoles Rings From
Schiff Base. Journal of Babylon University Pure and Applied Sciences.
No.7 Vol.21.
Sembiring, Z., Hastiawan, I., Zainuddin., A., and Bahti, H. H. 2013. Sintesis Basa Schiff Karbazona Variasi Gugus Fungsi: Uji Kelarutan dan Analisis Struktur Spektroskopi UV-Vis. Prosiding Semirata. FMIPA . Universitas Lampung.