Senyawa flavonoid yang terkandung pada fraksi etil asetat ekstrak kulit bawang merah termasuk dalam golongan flavonol (Rahayu, 2015). Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada kulit bawang bombay juga dapat digunakan sebagai antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Pada penelitian ini akan dilakukan ekstraksi senyawa flavonoid dari kulit bawang merah (Allium cepa L) dengan menggunakan metode MAE.
Penelitian uji aktivitas antibakteri umbi bawang merah terhadap S. aureus telah dilakukan, namun ekstrak yang digunakan umumnya menggunakan metode ekstraksi maserasi. Penggunaan metode ekstraksi MAE belum pernah digunakan dalam pengujian aktivitas antibakteri S. aureus dari kulit bawang merah. Tanaman bawang merah dengan nama latin Allium cepa L merupakan tanaman yang digunakan sebagai bumbu berbagai masakan di dunia, berasal dari Asia Barat yaitu sekitar Iran, Pakistan hingga Palestina. Tanaman bawang merah yang ditanam di Indonesia berdasarkan warna kulit dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu: umbi berwarna merah tua (kultivar Medan, Maja, Sri Sakate), umbi berwarna kuning muda (kultivar Sumenep) dan umbi berwarna kuning hingga merah muda (kultivar Kuning). ,Lampung, Bima dan Ampenan).
Dengan demikian, bawang merah dapat digunakan untuk menyembuhkan radang hati (hepatitis), radang sendi (arthritis), radang amandel (tonsilitis), radang tenggorokan (bronchitis) dan radang telinga (atitis media).
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Pengumpulan Bahan
Kulit bawang merah yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari petani bawang merah di Sumenep, Madura dan Jawa Timur. Awalnya, program terlebih dahulu mengatur keakuratan dan suhu sesuai dengan bahan yang akan diuji, kemudian diukur. Sebelumnya krus silikat dibakar terlebih dahulu dan diberi aspal, kemudian dimasukkan ke dalam gelas kimia sebanyak 2 gram kulit bawang merah, diratakan, kemudian dibakar hingga arang habis, didinginkan dan ditimbang.
Pembuatan Ekstrak
Tuang 100 mg bubuk kulit bawang merah ke dalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml air suling sehingga semua sampel terendam air, rebus selama 2-3 menit, lalu dinginkan, lalu kocok kuat-kuat selama 30 menit, masukkan tabung reaksi ke dalam tabung reaksi. posisi vertikal. 30 menit, hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya busa yang stabil (Sangi dkk, 2008).
Analisis Kadar Flavonoid
Semua peralatan gelas bekas dibungkus dengan alumunium foil dan disterilkan dalam oven bersuhu 160°C selama 2 jam. Ruang kerja dilakukan dalam aliran udara laminar yang telah disterilkan sebelumnya dengan disinfektan dan lampu UV dinyalakan selama 15 menit. Alat-alat yang bukan kaca seperti jarum ose disterilkan dengan alkohol 70% kemudian dibakar dengan api hingga tidak tersisa alkohol (Hadioetomo, 1993).
Bakteri yang telah diremajakan masing-masing dikumpulkan dengan jarum lembu dan kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi NaCl fisiologis steril. Pengujian diameter zona bening dilakukan dengan menyiapkan ekstrak kulit bawang merah dengan konsentrasi berbeda menggunakan metode difusi cakram kertas. Uji posisi Metode Difusi Cakram (Kumalasari, 2012) (Catatan: 1=ekstrak kulit bawang merah; 2=kontrol positif; 3=kontrol negatif).
Pengujian antibakteri dilakukan dalam 9 ml media cair, yang ditambahkan ekstrak pada setiap konsentrasi.
Hasil Penetapan Kadar Air
Hasil Uji Fitokimia
Hasil Pembuatan Ekstrak
Pada saat penentuan kadar flavonoid dilakukan inkubasi selama 20 menit sebelum pengukuran, diharapkan reaksi berjalan sempurna sehingga memberikan intensitas warna yang maksimal. Penentuan kadar flavonoid pada bawang merah dilakukan rangkap dua dan diperoleh rata-rata sebesar 14,58. Flavonoid merupakan senyawa polar sehingga mudah larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetil sulfoksida dan air.
Penggunaan etanol 70% pada saat ekstraksi dimaksudkan agar kandungan senyawa kimia pada kulit bawang merah dapat terekstraksi secara sempurna, karena etanol 70% merupakan pelarut polar golongan alkohol yang dapat mengekstraksi sebagian besar senyawa organik yang terdapat pada sampel. , dan mudah menguap.
Uji Antimikroba
Hasil penelitian ekstrak kulit bawang merah menggunakan metode MAE (Microwave Assisted Extraction) terhadap bakteri S.aureus pada konsentrasi dan 25% b/v menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka semakin besar zona hambat yang diperoleh. Dari hasil diatas terlihat bahwa konsentrasi hambat minimum ekstrak kulit bawang merah adalah konsentrasi 5% b/v. Hasil penelitian Ibriani (2012) menunjukkan bahwa ekstrak umbi bawang merah yang dilarutkan pada pelarut yang berbeda memberikan hasil yang berbeda ketika diuji dengan S.aureus.
Ekstrak kental umbi bawang merah dengan konsentrasi ekstrak 10% b/v menunjukkan daya hambat pertumbuhan S.aures yang lebih kecil, sedangkan ekstrak dengan fraksi larut n-heksana dan tidak larut n-heksana menunjukkan hasil yang lebih buruk dibandingkan ekstrak kental, sebaliknya terdapat tidak ada zona hambatan. Hal ini menunjukkan bahwa besar kecilnya zona hambat yang terbentuk pada berbagai ekstrak dipengaruhi oleh metode ekstraksi dan pelarut yang digunakan. Penggunaan metode ekstraksi dan pelarut yang tepat akan mempengaruhi sempitnya zona hambat (antibakteri) yang tercipta (Lapornik et al., 2005).
Hasil perhitungan lebar hambat ekstrak kulit bawang merah menggunakan metode MAE terhadap S.aureus dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 7. Berdasarkan hasil zona hambat yang terbentuk maka konsentrasi bawang merah yang optimal ekstrak kulit menggunakan metode MAE ditemukan. diperoleh pada konsentrasi 80%. Berdasarkan penelitian Suron, zona hambat yang diperoleh pada ekstrak umbi bawang merah dengan pelarut etanol adalah 95 mm pada konsentrasi 40%.
Perbedaan zona hambat yang diperoleh pada penelitian ini disebabkan karena ekstrak yang digunakan berasal dari limbah pasar yaitu kulit bawang merah.
Kesimpulan
Saran
Assessment of antimicrobial activity of onion extract (Allium cepa) on Staphylococcus aureus; in vitro study. Microwave-assisted extraction of phenolic and flavonoid compounds from Eucalyptus camaldulensis Dehn leaves compared with ultrasound-assisted ectraction. Antibacterial activities of aqueous and ethanolic extract of Allium cepa (onion) against some selected pathogenic microorganisms.
Soemarie, Y.B. 2016. Uji Aktivitas Antiinflamasi Quercetin Kulit Bawang Merah (Allium cepa L.) pada Mencit Putih Jantan (Mus musculus). Ekstrak etanol bawang merah (Allium Cepa L.) bersifat antibakteri terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Ekstraksi senyawa flavonoid dari kulit bawang merah (Allium Cepa L.) dengan bantuan gelombang mikro dan aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus Aureus. Trirakhma Sofihidayati*), Fitria Dewi Sulistiyono*) dan Bina Lohitasari*).
Pharmacy Study Program, Faculty of Science, Universitas Pakuan Corresponding author: [email protected]. Onions (Allium cepa L.) are classified as vegetable spices that are often used as complementary spices to add flavor and tenderness to food. Onions contain flavonoid compounds that are useful in the treatment of various diseases such as cough, ulcer, flatulence, hypertension, seizure medicine, etc.
Red onion peel waste is also known to contain active compounds, so it is commonly used as a traditional medicine. The aim of this study is to determine the levels of onion skin flavonoid extracts obtained by microwave extraction (MAE) and its antibacterial activity against Staphylococcus aureus (S.aerus) using variation concentration and 100% w/v. The level of flavonoids was measured using a UV spectrophotometer at a wavelength of 431 nm and the antibacterial activity of onion bark against S.
The extraction of the red onion peel using the MAE method yielded an average extract yield of 9.79% and flavonoid levels of 14.57.
PENDAHULUAN
Flavonoid yang terkandung dalam bawang merah mungkin bermanfaat dalam melindungi struktur sel, mencegah pengeroposan tulang, sebagai anti inflamasi dan antibiotik alami. Bawang merah juga digunakan sebagai obat tradisional karena mengandung senyawa alliin yang memiliki efek antiseptik dan antimikroba. Sedangkan kandungan kimia sulfur organik dapat menurunkan tekanan darah, kadar kolesterol dan gula darah sebagai obat kejang, obat cacing, anti inflamasi dan antitrombotik (Kumar S., 2010, Verena B. et al, 2015 dan Janshid G. 2012).
Senyawa quercetin pada ekstrak kulit bawang merah menggunakan metode maserasi pelarut etanol 95% mempunyai efek anti inflamasi pada mencit putih jantan dosis 200 mg/kg berat badan dengan potensi anti inflamasi sebesar 73,75% (Soemarie, 2016) . Kandungan senyawa kimia yang terdapat pada kulit bawang merah juga dapat digunakan sebagai antibakteri terhadap bakteri S. Hasil pengujian ekstrak kulit bawang merah konsentrasi 5% dengan metode maserasi menggunakan etanol 86% memberikan zona hambat sebesar 7,00 mm, konsentrasi 10 % sebesar 8,30 mm, 20 .
Beberapa metode ekstraksi telah dilakukan untuk mencapai hasil yang optimal, baik konvensional maupun modern. Ekstraksi dengan metode modern dilakukan dengan menggunakan Micowave Assisted Extraction (MAE) yang memanfaatkan radiasi gelombang mikro dengan memanaskan pelarut (Jain, dkk. 2009). Dalam penelitiannya ditemukan bahwa ekstraksi senyawa fenolik dan flavonoid dari daun kayu putih pada suhu kamar membutuhkan waktu 288 kali, dan jika menggunakan metode UAE (Ultrasound assisted Extraction) membutuhkan waktu 12 kali lebih lama dibandingkan metode MAE.
Seperti spesies Staphylococcus lainnya, S.aureus adalah bakteri anaerob fakultatif yang tidak bergerak, tidak membentuk spora, yang tumbuh melalui respirasi atau fermentasi aerobik, dan termasuk kokus Gram positif (Jawetz, 1996). Pada penelitian ini akan dilakukan ekstraksi senyawa flavonoid dari kulit bawang merah (Allium cepa L) dengan menggunakan metode MAE.
METODE PENELITIAN Alat
Kadar flavonoid yang diperoleh ditentukan dengan menggunakan Metode AlCl3 dan hasil ekstraksi kemudian dilanjutkan dengan pengujian bakteri S.36 hingga halus menjadi bubuk dan diayak menggunakan saringan 40. Bawang merah sebanyak ± 2 gram dimasukkan ke dalam cawan krus silikat, diratakan, kemudian dibakar. sampai batubara habis, didinginkan dan ditimbang. Sejumlah bubuk kulit bawang merah ditambahkan ke dalam air, dipanaskan selama lima menit, kemudian ditambahkan beberapa tetes HCl pekat.
Serbuk kulit bawang merah dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambah aquades, direndam, direbus 2-3 menit lalu didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama beberapa menit, hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya busa yang stabil (Sangi et. al., 2008). Pembuatan Ekstrak Metode MAE Sebanyak 50 g bubuk kulit bawang merah dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan air dengan perbandingan 1:10, kemudian dimasukkan ke dalam microwave selama 4,5 menit. Uji LDH dilakukan dengan menggunakan kertas saring Whattman yang telah disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 20 menit.
Kertas cakram yang telah disiapkan diletakkan pada media dan diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Karakteristik kesederhanaan yang meliputi penentuan kadar abu dan kadar air dilakukan untuk mengetahui kualitas kesederhanaan sehingga secara umum kriteria kualitas kesederhanaan yang digunakan untuk penelitian ini dapat terpenuhi (Tabel 1). Kadar abu menunjukkan adanya abu fisiologis seperti alkali tanah dan basa seperti magnesium, natrium dan kalsium dalam bentuk trioksida serta abu non fisiologis seperti silika, tanah dan pasir yang terkandung dalam simplisia.
Hasil penetapan kadar air menunjukkan simplisia memenuhi syarat kadar air yaitu di bawah 10% (Depkes RI, 1985). Dari ekstraksi sederhana kulit bawang merah menggunakan metode MAE dengan menggunakan alkohol 70% diperoleh rendemen ekstrak sebesar 9,792. Ekstraksi kulit bawang merah (Allium cepa L.) dengan metode MAE diperoleh ekstrak sebesar 9,79% dan kandungan flavonoid sebesar 14,57.